Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang saya susun dengan judul “Perjanjian Ekstradisi Internasional dalam Perspektif Hukum Islam” sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Agama dari Institut Ilmu Al-Qur'an (IIQ) Jakarta adalah sepenuhnya milik saya. bekerja. Jumhur Ulama sepakat bahwa segala kejahatan yang dilakukan oleh penduduk Dâr es-Salâm, baik di dalam maupun di luar negeri, tetap dikenakan hukuman yang ditentukan oleh hukum Islam. Serta menggunakan pendekatan konseptual untuk memahami konsep Ekstradisi dalam Hukum Internasional dan Ekstradisi dalam Hukum Islam.
Pembatasan dan Perumusan Masalah
Meningkatnya perkembangan kejahatan dan teknologi membuat dunia semakin sempit, penjahat yang melakukan kejahatan di wilayah suatu negara dapat dengan mudah keluar untuk melarikan diri, melepaskan tanggung jawab atas akibat kejahatan yang dilakukannya, ke luar negeri, perkembangan ini Inilah yang dicari oleh negara-negara di dunia dengan menciptakan sebuah lembaga hukum internasional yang dapat menerima atau mengekstradisi pelaku kejahatan yang melarikan diri ke negara lain untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya dan akibat yang ditimbulkan dari lembaga yang disebut ekstradisi. Pada hakikatnya ekstradisi dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum, dimana setiap pelaku suatu tindak pidana tidak akan bebas begitu saja tanpa dipertanggungjawabkan perbuatannya, namun jika melihat aturan ekstradisi terlihat bahwa perlindungan lebih ditekankan atau diutamakan. hak pelaku dan bukan hak korban yang dirugikan atau dirugikan akibat kejahatan tersebut. Pemimpin dapat meminta perlindungan kepada negara – ia meminta agar tidak diserahkan kepada negara peminta dengan alasan kejahatan yang dilakukannya merupakan kejahatan politik atau berkaitan dengan politik; kejahatan yang dilakukannya diancam hukuman mati oleh negara peminta; atau mencari perlindungan karena ia adalah warga negara dari negara yang diminta.
Kenyataannya, pelaksanaan ekstradisi memakan banyak waktu dan biaya yang cukup besar, oleh karena itu negara-negara yang sudah menjaga hubungan baik satu sama lain lebih melirik upaya ekstradisi pelaku kejahatan yang lebih praktis, efektif, dan efisien berdasarkan hubungan baik dan kerja sama. . dalam memberantas kejahatan transnasional dan kejahatan internasional yang jelas-jelas mengancam perdamaian dunia. Apakah praktik ekstradisi internasional saat ini sesuai dengan hukum Islam?
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Kerangka Teori
Hal ini ditunjukkan dengan sangat jarangnya negara melakukan ekstradisi, namun sebaliknya, banyak pelaku kejahatan yang berhasil melarikan diri ke luar negeri dan tidak dapat ditangani dengan baik karena berbagai alasan (salah satunya adalah proses administrasi dan birokrasi yang panjang), meskipun terdapat banyak negara yang melakukan ekstradisi. merupakan perjanjian ekstradisi antara kedua negara, atau karena antara kedua negara tidak mempunyai perjanjian ekstradisi. Variabel kedua adalah ekstradisi dalam perspektif Islam yang dituangkan dalam perjanjian ekstradisi dalam siyâsah dauliyyah yang menjadi sumber acuan kebijakan Islam, dan variabel kedua ini menjadi bahan utama perbandingan antara teori ekstradisi internasional dan teori ekstradisi menurut Islam. kepada Islam, yang nantinya dapat diambil kesimpulan dari hasil penelitian tersebut, karena hal ini memecahkan permasalahan yang muncul di dunia internasional dari sudut pandang hukum Islam. Aturan hukum Islam yang mengharuskan penguasa Dâr as-Salâm untuk tidak mengekstradisi rakyatnya ke negara lain jika suatu kejahatan diselesaikan (kecuali ada alasan untuk memenuhi syarat-syarat perjanjian) adalah sesuai dengan prinsip-prinsip. ketentuan hukum internasional yang berlaku.
Jadi dalam hal ini hukum Islam tidak membenarkan mengekstradisi warga negaranya yang merupakan pelaku kejahatan untuk diekstradisi ke negara yang bukan negara Islam atau negara yang tidak termasuk dalam Dâr as-Salâm atau apalah tepatnya yang disebut negara Dâr al-Kuffâr. . Namun kenyataannya, hal tersebut sudah tidak tepat lagi dilakukan atau diterapkan saat ini, mengingat kerangka Islam modern yang dinamis cenderung meninggalkan kerangka tradisional yang masih menganut Dâr as-Salâm dan Dâr al-Kuffâr. Oleh karena itu, perjanjian ekstradisi dalam isi dan bentuknya yang modern saat ini menjamin keseimbangan antara tujuan pemberantasan kejahatan dan perlindungan serta penghormatan terhadap hak asasi manusia.
Perjanjian ekstradisi menurut Siyasah Fiqh adalah perjanjian antara dua negara dalam bidang hukum mengenai ekstradisi pelaku kejahatan antara negara Dar es Salaam. Perjanjian ekstradisi merupakan perjanjian internasional yang mempunyai kekuatan hukum mengikat dan diakui oleh hukum internasional.
Kajian Pustaka
Sebagian besar prinsip dan aturan hukum yang berkaitan dengan ekstradisi memuat persyaratan yang harus dipenuhi khususnya oleh negara peminta agar dapat mengambil keputusan apakah akan meminta seluruh persyaratan tersebut atau tidak. Kalaupun menurut negara peminta seluruh persyaratan telah dipenuhi, belum tentu dikabulkan oleh negara peminta. Pandangan tentang ekstradisi antara Eropa dan Amerika dan Jerman dan Amerika, Perjanjian Ekstradisi dan Konsistensi antara keduanya dalam hak asasi manusia”.
Sedangkan menurut penulis, negara-negara yang melakukan perjanjian ekstradisi harus melakukan perjanjian tersebut secara sukarela, dan tidak atas paksaan untuk kepentingan salah satu kelompok tertentu. Selain itu, pelaksanaan ekstradisi juga sangat dipengaruhi oleh faktor politik subjektif di negara tempat orang yang diminta berada. Namun perlu diketahui bahwa pada kenyataannya orang yang diminta berada di wilayah negara yang diminta, sehingga negara yang diminta memegang peranan penting dalam memutuskan apakah permintaan negara peminta akan disetujui atau tidak.
Selain itu, pemenuhan seluruh persyaratan materil yang diperlukan terkait proses permohonan sampai dengan keputusan negara peminta mengenai permintaan negara peminta, dilanjutkan dengan pemberitahuan resmi dari negara peminta kepada negara peminta, yang harus dikirimkan melalui saluran diplomatik. , proses ekstradisi orang yang diminta, jika negara pemohon disetujui oleh negara yang diminta. Terlebih lagi jika hukum nasional negara tersebut mengharuskan prosedur tersebut dilakukan melalui peninjauan kembali terhadap otoritas kehakiman nasional, mulai dari otoritas kehakiman terendah hingga tertinggi.
Metode Penelitian
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari penelitian kepustakaan dan dokumen, yaitu hasil penelitian dan pengolahan oleh orang lain, yang sudah tersedia dalam bentuk buku-buku atau dokumen-dokumen yang biasa disediakan di perpustakaan, atau milik pribadi51. Dalam penelitian hukum, data sekunder meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. 53 Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang berkaitan erat dengan bahan hukum primer dan dapat membantu dalam menganalisa dan memahami bahan hukum primer55, seperti: Tafsir Al-Qur'an, buku-buku, hasil penelitian, jurnal ilmiah, artikel ilmiah dan makalah seminar. Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, berupa kamus seperti kamus bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan bahasa Arab. Analisis deskriptif kualitatif adalah suatu metode analisis data yang mengelompokkan dan memilih data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan, kemudian menghubungkannya dengan teori, asas, dan kaidah hukum yang diperoleh dari studi kepustakaan guna memperoleh jawaban atas rumusan masalah.
Mengedit berarti meninjau kelengkapan data yang diperoleh. Apabila masih belum lengkap, akan dilakukan upaya untuk melengkapinya kembali dengan membaca referensi dari sumber-sumber yang berkaitan dengan ekstradisi, baik internasional maupun Islam, serta memeriksa apakah ada kekeliruan atau kesalahan pada data yang diperoleh. Demikian pula pengetahuan tentang perjanjian antar bangsa dan negara yang mengungkap beberapa fakta utama terkait penerapan, pemahaman dan praktik ekstradisi internasional menurut hukum Islam, menjadi bukti data yang sangat penting dalam penelitian ini.
Sistematika Penulisan
Data dengan interpretasi berbeda yang ditulis oleh para ahli merupakan data primer yang sangat membantu mempertajam kerangka analisis. Hal yang sama mengenai hak asasi manusia menurut ideologi Islam dibandingkan dengan hak asasi manusia internasional yang dibahas pada bab sebelumnya. Bab 4 merupakan bentuk analisis dalam penelitian ini yang membahas tentang analisis hukum Islam terhadap praktik ekstradisi internasional yang saat ini dilakukan di dunia internasional.
Bab ini menguraikan beberapa contoh praktik ekstradisi dengan berbagai kasus yang terjadi di berbagai negara. Mengenai muatan ekstradisi internasional dalam hukum Islam menurut teori kejahatan, dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa teori Imam Abû Hanîfah serupa dengan teori teritorialitas, yaitu bahwa peraturan hukum pidana hanya berlaku sepenuhnya pada wilayah negara-negara Islam. Di negara-negara Islam, aturan ini tidak berlaku lagi, kecuali untuk kejahatan yang berkaitan dengan hak individu (haqq al-adamiy).
Keberangkatan atau pelarian orang yang bersalah ke luar negeri ke negara lain, termasuk Dâr as-Salâm, tidak dapat membebaskannya dari tuntutan hukuman. Praktik ekstradisi dalam Perjanjian Internasional saat ini sesuai dengan kaidah hukum Islam yang mewajibkan penguasa Dâr as-Salâm untuk tidak menyerahkan rakyatnya ke negara lain jika terjadi penyelesaian suatu tindak pidana ( kecuali ada alasan untuk itu. mematuhi syarat-syarat perjanjian), walaupun saat ini sistem Dâr as-Salâm sudah tidak berlaku lagi - Salam.
Saran-saran
Abdurrahman, Hafidz, Wacana Politik dan Spiritual Islam, Jakarta: Wadi Press, t.t. dan Adri Desasfuryanto, Hukum Pidana Internasional 1, Jakarta: PTIK, 2012. Abdul Hayyie al-Kattani, Andi Aderus Banua, Noor Cholis Hamzain, Rahmat Tohir, Teori Politik Islam, Jakarta: Gema Insani, 2001. Prof., Ekstradisi Meningkatkan Implementasi Hukum, Jurnal Hukum Internasional, Lembaga Kajian Hukum Internasional, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Volume 5, Nomor 1, Oktober 2007.
Hanafi dan Topo Santoso, Menggagas Hukum Pidana Islam: Penegakan Syariah dalam Wacana dan Agenda, Jakarta: Asy-Syamil Press dan Grafik, 2001. Jad Allâh, Mahmud Fuad, Ahkâm al-Hudûd fi asy-Syarî'ah al-Islâmiyyah, Mishrâmiyah , : Mathâbi' al-Mishriyyah al-'Âmmah, 1983. Remmelink, Jan, KUHP Komentari Pasal-pasal Pokok KUHP Belanda dan Setarakannya dalam KUHP Indonesia, trans.
Santoso, Topo, Pembentukan Hukum Pidana Islam: Implementasi Syariat dalam Wacana dan Agenda, Jakarta: Gema Insani, 2003. Sholehuddin, M, Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana: Gagasan Dasar Sistem Ganda dan Implementasinya, Jakarta : PT. Bambang Iriana Djajaatmadja, Peneliti/Perencana Hukum Internasional, Badan Pembinaan Hukum Nasional (BLHN), Jakarta: Sinar Graphics, 2012.
UU No. 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi, Model Hukum PBB tentang Ekstradisi, http://www.unodc.org/pdf/model_law_.