• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM HAK WARIS ANAK LUAR KAWIN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM HAK WARIS ANAK LUAR KAWIN"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM HAK WARIS ANAK LUAR KAWIN

Brigitta Melinda, Program Studi Magister Kenotariatan

Fakultas Hukum Universitas Indonesia, e-mail: [email protected] Liza Priandhini, Fakultas Hukum Universitas Indonesia,

e-mail: [email protected]

doi: https://doi.org/10.24843/KS.2021.v09.i11.p12 ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk menguraikan dan menganalisa ketetapan Majelis Hakim dalam menetapkan permohonan perwalian anak luar kawin yang masih berstatus di bawah umur sebagai ahli waris pada penetapan tersebut di atas, yang permohonan penetapannya dilakukan untuk memberikan sebuah perlindungan hukum terhadap anak. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah berjenis yuridis normatif. Hasil penelitian menerangkan bahwa apabila salah satu orang tua telah meninggal dan meninggalkan anak luar kawin yang telah diakui dengan sah, maka harta peninggalan mereka harus tetap diberikan melalui prosedur yang tertera pada Ketentuan Kitab Undang- Undang Hukum Perdata dan hukum terkait lainnya. Pengakuan dan perwalian terhadap anak luar kawin tersebut wajib dilaksanakan dan ditetapkan oleh pengadilan supaya memperoleh perlindungan hukum yang kuat dari negara khususnya dalam hak mewaris.

Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Anak Luar Kawin, Ahli Waris ABSTRACT

This study was carried out with the aim of describing and analyzing the decisions of the Panel of Judges in determining the application for guardianship of illegitimate children who are still underage as heirs in the determination above, whose application for stipulation is carried out to provide legal protection for children. The research method used in this study is a normative juridical type. The results of the study explain that if one of the parents has died and left a child out of wedlock who has been legally recognized, then their inheritance must still be given through the procedures stated in the provisions of the Civil Code and other related laws. Recognition and guardianship of the child out of wedlock must be implemented and determined by the court in order to obtain strong legal protection from the state, especially in the right of inheritance.

Key Words: Legal Protection, Children Out of Wedlock, Heirs I. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Hal ini dikarenakan manusia sejak dilahirkan di dunia hingga saat ini selalu membutuhkan bantuan dari orang lain. Manusia juga selalu mempunyai perasaan atau naluri untuk hidup secara bersamaan atau berdampingan dan saling berkomunikasi antar sesama manusia, termasuk juga keinginan untuk hidup bersama dengan pasangannya yaitu laki-laki dan perempuan untuk membentuk suatu keluarga. Selain unsur naluri tersebut, ada faktor lain yang mendorong manusia untuk hidup berkeluarga, yaitu adanya penilaian umum bahwa orang yang berkeluarga atau pernah berkeluarga mempunyai kedudukan yang lebih dihargai dari mereka yang tidak kawin.1)

1) Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 2009), hlm. 48

(2)

E-ISSN: Nomor 2303-0569

Beberapa orang yang ahli juga menjelaskan mengenai arti dari manusia.

Manusia adalah zoon politicon, yaitu selalu mencari manusia lain untuk hidup bersama dengan mereka. Hal ini dikatakan dan dijelaskan oleh seorang filsuf Yunani dan murid dari Plato dan guru dari Alexander Agung yang sangat terkenal yang bernama Aristoteles. Hidup bersama merupakan suatu gejala yang biasa bagi manusia, dan hanya manusia-manusia yang memiliki kelainan-kelainan sajalah yang mampu hidup mengasingkan diri dari orang-orang lain.2) Dari kelompok manusia yang paling sederhana dan terkecil, hidup bersama dengan manusia lain dimulai dengan adanya pembuatan keluarga. Hal ini dapat dilakukan dengan cara melangsungkan perkawinan.

Perkawinan adalah suatu perjanjian atau perikatan yang dilaksanakan oleh seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang diakui sah ikatan peraturan- peraturan negara yang mempunyai tujuan untuk menyelenggarakan persatuan hidup yang abadi.3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Undang- Undang Perkawinan), dalam Pasal 1 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.4) Dalam Pasal 2 ayat (1) dijelaskan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, dan selanjutnya dalam Pasal 2 ayat (2) dijelaskan bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Terdapat beberapa unsur yang memberikan penjelasan terkait definisi dari perkawinan, yaitu: (1) perkawinan hanyalah antara jenis kelamin yang berbeda, (2) perkawinan adalah bertemunya dua jenis kelamin yang berbeda dalam suatu rumah tangga (3) tujuan perkawinan adalah membentuk rumah tangga yang Bahagia dan kekal, (4) perkawinan adalah suatu kejadian agama dan dilaksanakan untuk memenuhi perintah agama.5)

Anak dari hasil perkawinan adalah pemberian dan berkat dari Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa harus dirawat karena dalam diri manusia terdapat beberapa hak sebagai manusia yang wajib dijunjung tinggi. Anak luar kawin adalah anak yang dilahirkan dari suatu perkawinan yang tidak dicatatkan di hadapan Pejabat Kantor Catatan Sipil, serta ayah dan ibu dari anak luar kawin tersebut tidak sedang terikat dalam suatu perkawinan.6 Penjelasan dari anak luar kawin tersebut berbeda dengan anak hasil zina. Anak hasil zina adalah anak yang lahir dari hasil hubungan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, saat salah satu atau keduanya masih

2) Lili Rasjidi, Hukum Perkawinan Dan Perceraian Di Malaysia Dan Indonesia, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,1991), hlm.1, lihat juga Zulfa Djoko Basuki, Hukum Perkawinan di Indonesia (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia 2010), hlm.1.

3 Wienarsih Imam Subekti dan Sri Soesilowati Mahdi, Hukum Perorangan dan Kekeluargaan Perdata Barat, (Jakarta: Gotama Jaya, 2005), hlm. 28.

4) Indonesia, Undang-Undang Perkawinan, UU No. 1 Tahun 1974, LN No. 1 Tahun 1974, TLN No. 3019, Ps. 1.

5) Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2007) hlm.40.

6 Purwaka, I Gede. Keterangan Hak Mewaris yang Dibuat Oleh Notaris Berdasarkan Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek) Kasus Anak Luar Kawin dari Pihak Ayah Dirubah Menjadi Kasus Ahli Waris Golongan I, hlm.12.

(3)

E-ISSN: Nomor 2303-0569

mempunyai ikatan dalam perkawinan lain.7 Perbedaan antara anak luar kawin dan anak hasil zina akan menyebabkan adanya perbedaan kedudukan di mata hukum.

Meninggalnya Ibu dari anak luar kawin yang berakhir pada kesendirian anak dapat menyebabkan terlantarnya pengasuhan anak serta tidak adanya perlindungan hukum terhadap kedudukan anak tersebut. Apabila meninggalnya ibu dari anak luar kawin, khususnya bagi anak luar kawin yang masih dibawah umur, muncul permasalahan tentang siapakah seseorang yang akan merawat dan menjaga anak tersebut. Permasalahan tersebut akan menjadi lebih sulit, apabila anak tersebut menjadi satu-satunya ahli waris dari orang tuanya dan terdapat anggota keluarga yang memaksa untuk menjaga serta meminta harta anak tersebut sebelum dewasa atau sudah menikah.

Salah satu masalah hukum waris khususnya permasalahan ahli waris yang ada di Indonesia adalah mengenai anak luar nikah, dimana terdapat perbedaan-perbedaan yang peraturan antara hukum Islam yang berlaku bagi Warga Negara Indonesia yang beragama Islam dengan hukum perdata Barat yang berlaku bagi mereka yang tunduk atau menundukkan diri kepada Kitab Undang-undang Hukum Perdata, khususnya Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa dan Eropa.8)

Setelah meninggalnya ibu dari anak tersebut dapat ditentukan status anak tersebut jatuh kepada keluarga dari garis keturunan ibunya ataupun wali yang ditunjuk secara sah oleh ibu selama masih hidup. Yang menjadi permasalahan adalah anak dibawah umur, yaitu anak yang belum cukup dewasa dalam melakukan perbuatan hukum, siapakah diantara keluarga dari garis keturunan ibunya atau wali yang ditunjuk secara sah oleh ibunya selama hidup yang mempunyai wewenang dan hak untuk merawat dan menjaga anak luar kawin tersebut.

Pemikiran yang salah atau kurang tepat berpendapat bahwa hak asuh atas anak luar kawin yang masih dibawah umur adalah hak penuh keluarga dari garis keturunan ibunya sampai anak tersebut genap 18 tahun atau sudah menikah. Padahal pengadilan memposisikan pada posisi lain, yaitu ingin memberikan perlindungan hukum terhadap anak. Hak asuh atas anak luar kawin yang masih dibawah umur dapat diberikan kepada wali yang ditunjuk secara sah oleh ibu selama hidupnya apabila ternyata keluarga dari garis keturunan ibu tersebut terbukti telah melakukan pengancaman maupun perbuatan tidak menyenangkan terhadap anak luar kawin yang masih dibawah umur tersebut.

Pembagian peran wali yang bersedia untuk menjaga, merawat, dan mengasuh anak di dalam rumah telah dijelaskan dengan jelas agar anak tersebut nantinya dapat mendapatkan perlindungan hukum, akan tetapi masih ditemukan banyaknya anggota keluarga kandung yang hendak memanfaatkan situasi anak yang masih dibawah umur guna mendapatkan keuntungan pribadi seperti harta kekayaan. Peristiwa status anak luar kawin yang dibawah umur sebagai ahli waris di Indonesia banyak mengalami peningkatan di beberapa daerah. Oleh karena itu, diperlukannya perhatian yang khusus serta perlindungan dari beberapa pihak yang berhubungan, alasannya adalah korban dari peristiwa tersebut adalah anak.

Untuk sebagian anak yang tidak lahir dari perkawinan yang sah (anak luar kawin) yang masih dibawah umur yang masuk dalam kategori tertentu dapat diasuh

7 Irma Devita Purnamasari, Kiat-Kiat Cerdas, Mudah, dan Bijak Memahami Masalah Hukum Waris, (Bandung: Kaifa, 2012), hlm. 115.

8) Amir Syarifuddin, Pembaharuan Pemikiran Dalam Hukum Islam, Angkasa Raya, Jakarta, 1993, hlm 25.

(4)

E-ISSN: Nomor 2303-0569

oleh suatu lembaga pengasuhan anak. Hal ini disarankan jika keluarga dari garis keturunan ibu atau wali yang ditunjuk melalui surat wasiat oleh ibu tidak dapat menjaga dan mengurus anak tersebut dengan baik dan nyaman.

Sebagai contoh pada kasus Penetapan Pengadilan Tangerang Nomor 1116/PDT.P/2019/PN.TNG, terdapat seorang ibu yang bernama IARP yang memiliki anak luar kawin yang masih berstatus di bawah umur. Setelah itu, ibu tersebut mengalami sakit yang cukup serius pada tahun 2017 dan akhirnya meninggal pada tahun 2019. Selama ibu tersebut hidup dengan penyakitnya, ibu tersebut dirawat oleh sahabat dekatnya yang bernama PS. Karena adanya kepercayaan yang timbul antara IARP dan PS, IARP yang tidak yakin akan kesembuhan dari penyakitnya memutuskan untuk memberikan surat wasiat kepada PS dengan dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi untuk menjaga dan merawat anak luar kawin yang masih berstatus di bawah umur yang bernama NA hingga berusia dewasa atau sudah melakukan perkawinan guna mencegah adanya perbuatan berbahaya atau perbuatan tidak menyenangkan yang timbul dari pihak-pihak yang ingin menyalahgunakan hak asuh atas anak tersebut maupun harta yang akan jatuh pada anak tersebut sebagai satu-satunya ahli waris yang sah. Hal ini juga sudah mendapatkan persetujuan dari bapak biologis NA. Akan tetapi, sebelum PS menjadi wali yang sah yang ditetapkan oleh penetapan, terdapat pihak-pihak yang melakukan perbuatan tidak menyenangkan kepada anak yang bernama NA tersebut yaitu pada saat bapak biologis tidak berada di Indonesia, kedua paman dan salah satu istri dari istri pamannya pernah mendatangi dan mendobrak masuk rumah NA dengan bernada marah dan mengabaikan NA yang dalam keadaan menangis dan ketakutan. Setelah mereka pergi dari rumah NA ternyata NA baru sadar bahwa beberapa barang dan surat berharga yang dimilikinya sudah tidak berada di tempatnya semula. Oleh karena itu, PS sebagai orang kepercayaan Almarhumah IARP yang telah diberikan surat wasiat, mengajukan permohonan penetapan perwalian guna di masa yang akan datang dapat membuat NA memperoleh perlindungan hukum sampai berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah melakukan perkawinan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka permasalahan yang dapat dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana ketentuan hukum perdata terhadap anak luar kawin yang masih berstatus di bawah umur sebagai ahli waris menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata?

2. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap anak luar kawin yang masih berstatus di bawah umur sebagai ahli waris pada Penetapan Pengadilan Negeri Tangerang No. 1116/Pdt.P/2019/PN.TNG?

1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap anak luar kawin yang masih berstatus di bawah umur sebagai ahli waris dan ketentuan hukum perdata terhadap anak luar kawin yang masih berstatus di bawah umur sebagai ahli waris menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

(5)

E-ISSN: Nomor 2303-0569

2. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif 9, yaitu penelitian yang menunjuk pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang- undangan dan beberapa norma yang berlaku di kehidupan bermasyarakat. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian yuridis normatif karena ingin menguraikan serta menganalisis perlindungan hukum terhadap anak luar kawin yang masih berstatus di bawah umur sebagai ahli waris, dengan menggunakan peraturan perundang-undangan berupa Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang- Undang Perkawinan.

Tipologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa penelitian deskriptis analitis yang mempunyai tujuan untuk memberikan keterangan secara jelas mengenai suatu peristiwa. Keterangan tersebut mengacu pada permasalahan yang berhubungan dengan pelindungan hukum terhadap anak luar kawin yang masih berstatus di bawah umur sebagai ahli waris dalam Putusan Penetapan Pengadilan Tangerang Nomor 1116/PDT.P/2019/PN.TNG dan hasilnya akan diuraikan serta dianalisis untuk memperoleh kesimpulan.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari studi dokumen dengan cara melakukan riset di perpustakaan maupun internet guna mendapatkan beberapa bahan pustaka seperti buku-buku, artikel jurnal, tesis atau hasil penelitian lainnya tentang anak luar kawin yang masih berstatus di bawah umur sebagai ahli waris beserta penjelasannya.10 Bahan hukum yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer yang akan digunakan oleh penulis dalam penelitian ini yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Undang-Undang nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), dan Penetapan Pengadilan Tangerang Nomor 1116/PDT.P/2019/PN.TNG. Selanjutnya, bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini yaitu buku-buku, artikel jurnal, hasil karya dari kalangan hukum yang berhubungan dengan anak luar kawin yang masih berstatus di bawah umur sebagai ahli waris. Bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum tersier yang digunakan dalam penelitian ini berupa Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

Alat untuk mengumpulkan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa studi dokumen dan interview.11 Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data kualitatif dan penulis tidak menggunakan data kuantitatif.

9 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Ed. 1. Cet 13, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 1.

10 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet. 3, (Jakarta: Universitas Indonesia (UI Press), 2010), hal. 43

11 Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia (Jakarta: CV. Rajawali, 1981), hal 79.

(6)

E-ISSN: Nomor 2303-0569

3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Ketentuan Hukum Perdata terhadap Anak Luar Kawin yang Masih Berstatus di Bawah Umur sebagai Ahli Waris menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Dalam ketentuan Hukum Perdata terhadap anak luar kawin yang masih berstatus di bawah umur sebagai ahli waris, khususnya WNI yang berkebangsaan Eropa serta Tionghoa dijelaskan secara tegas dalam Pasal 272 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menjelaskan bahwa ‘’Pengecualian terhadap anak-anak yang diadakan diluar perkawinan yang sah, setiap anak yang dihasilkan di luar perkawinan, dengan dilangsungkannya perkawinan bapak dan ibunya, akan menjadi sah, jika kedua orang tua itu sebelum melangsungkan perkawinan sudah mengakui anak tersebut sesuai dengan perundang-undangan yang berlangsung atau jika pengakuan itu dilaksanakan dalam akta perkawinan secara tersendiri.’’

Selanjutnya, ‘’dengan pengakuan yang dilaksanakan kepada seorang anak diluar nikah, munculnya hubungan keperdataan antara si anak dengan bapak atau ibunya.’’ Hal ini dijelaskan dalam Pasal 280 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Ketentuan lain, ‘’Jika si Almarhum atau Almarhumah meninggalkan beberapa anak yang lahir tanpa melangsungkan perkawinan yang sah sudah diakui statusnya dengan sah, hal ini menyebabkan harta peninggalan harus dibagi dengan metode yang tertera dalam Pasal 862 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Apabila dikaitkan dengan Kasus Penetapan Pengadilan Negeri Tangerang No.

1116/Pdt.P/2019/PN.TNG, kedua orang tua dari anak luar kawin yang bernama NA tidak pernah melangsungkan perkawinan yang sah. Akan tetapi, NA sudah mempunyai hubungan keperdataan dengan ibunya. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya Kutipan Akta Kelahiran Nomor: 474-1/76-DKCS/2004, tanggal 08 November 2004 dan merupakan anak tunggal yang menjadi satu-satunya Ahli Waris dari Almarhumah IARP yang dibuktikan dengan adanya Surat Keterangan Ahli Waris tanggal 11 September 2019.

Dengan demikian, penulis berpendapat bahwa pembagian harta peninggalan Almarhum IARP kepada satu-satunya Ahli Waris wajib sesuai dengan Pasal 272 KUHPer, Pasal 280 KUHPer, Pasal 862 KUHPer, dan ketentuan hukum perdata lainnya yang berhubungan dengan kasus tersebut.

3.2 Perlindungan Hukum terhadap Anak Luar Kawin yang Masih Berstatus di Bawah Umur sebagai Ahli Waris Pada Penetapan Pengadilan Negeri Tangerang No. 1116/Pdt.P/2019/PN.TNG

Dalam kasus Penetapan Pengadilan Negeri Tangerang Nomor 1116/PDT.P/2019/PN.TNG, semuanya berawal dari adanya pihak yang bernama PS yang merupakan teman dan juga sahabat dari IARP, yang bertempat tinggal di Cikupa, Tangerang. Pada sekitar bulan Oktober 2017, sebagai seorang sehabat IARP beberapa kali datang kerumah PS mengeluhkan mengalami rasa sakit di area perut kepada PS dan oleh PS disarankan untuk berobat serta melakukan pemeriksaan ke dokter.

Setelah itu, karena sakit yang dialaminya, mulai sejak bulan Juni 2018, kondisi IARP mulai menurun dan tidak lagi dapat beraktivitas normal ke luar rumah seperti biasa dan oleh karenanya PS sebagai sahabat setiap harinya mengunjungi, merawat, memasak makanan serta membersihkan rumah dari Almarhumah IARP yang disaksikan juga oleh anak Almarhumah, hingga menjelang sisa hidup Almarhumah IARP.

(7)

E-ISSN: Nomor 2303-0569

Kemudian, Sahabat dari PS yaitu IARP, telah meninggal dunia pada hari Jumat tanggal 02 November 2019 di rumah sakit Ciputra akibat sakit sebagaimana diterangkan dalam Surat Kematian Nomor: 474.3/159-Ds.Dk.201 tertanggal 02 November 2018, yang dikeluarkan oleh Kepala Desa Dukuh, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang.

Ternyata, sahabat PS yakni Almarhumah IARP telah meninggalkan seorang anak luar kawin yang saat ini masih berusia 15 (lima belas) tahun atau dibawah umur, yang bernama NA, perempuan, dilahirkan di Tangerang, pada hari Minggu, Pukul 03.55 WIB, tanggal 15 Agustus 2004, sebagaimana Kutipan Akta Kelahiran Nomor: 474- 1/76-DKCS/2004, tanggal 08 November 2004, yang juga merupakan satu-satunya ahli waris Almarhumah, sebagaimana Surat Keterangan Ahli Waris tanggal 11 September 2019 yang telah didaftarkan dan diketahui oleh Kepala Desa Dukuh dan Camat Cikupa-Kabupaten Tangerang.

Pada masa-masa terakhir kehidupan Almarhumah IARP yang dalam pengurusan dan perawatan PS, sekitar bulan Agustus 2018 ketika Almarhum IARP dikunjungi oleh 2 (dua) orang sahabat Almarhumah dan PS yang bernama ESLT dan HDH, almarhumah meminta pemohon untuk mengurus dan merawat anak Almarhumah dengan disaksikan oleh kedua orang sahabat almarhumah dengan disaksikan oleh kedua orang sahabat almarhumah dan PS tersebut.

Tindakan Almarhumah IARP di akhir masa hidupnya tersebut, sejalan dan relevan dengan yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, sebagai berikut:

(1) Wali boleh dipilih oleh satu orang tua yang mempunyai wewenang orang tua, sebelum dirinya meninggal, melalui surat wasiat atau dengan lisan dihadapan 2 (dua) orang saksi.

Meskipun PS tidak memiliki pertalian darah dengan Almarhumah IARP, namun sebagai sahabat PS memiliki hubungan persahabatan yang dekat dengan Almarhumah. Terlebih lagi, sejak meninggalnya Almarhumah IARP, PS yang dianggap sebagai ibu oleh NA, dimana NA setiap harinya di luar waktu sekolah selalu berkunjung dan menghabiskan waktu di rumah PS dan bermain sebagaimana anak seusianya dengan putri-putri kandung PS, terutama Ketika bapak biologis NA sedang tidak berada di Indonesia. IARP meskipun memiliki 2 (dua) saudara kandung yang dalam hal ini merupakan paman dari anak Almarhumah, tidak memperlihatkan keadaan anak Almarhumah dan tidak memiliki kedekatan psikologis dengan anak Almarhumah. Bahkan sepeninggal Almarhumah, beberapa kali paman dari anak Almarhumah meminjam uang kepada Anak Almarhumah, melarang Anak Almarhumah untuk bergaul maupun untuk bertemu PS, juga menyampaikan intimidasi dan tekanan kepada anak Almarhumah baik secara langsung maupun melalui layanan pesan singkat WhatsApp yang mana menimbulkan ketakutan dan rasa tidak nyaman pada diri Anak Almarhumah akibat adanya tekanan maupun intimidasi dari kedua pamannya tersebut.

Sekitar bulan Juni 2019, Ketika bapak biologis NA sedang tidak berada di Indonesia, kedua paman dari NA disertai salah satu dari istri pamannya tersebut pernah mendatangi serta mendobrak masuk rumah NA dengan nada marah menanyakan keberadaan sertipikat rumah milik Almarhumah sambil memeriksa seisi rumah Almarhum dan mengabaikan NA yang dalam keadaan menangis dan ketakutan. Kemudian setelah kedua paman dan bibi dari NA meninggalkan kediaman NA, NA menyadari bahwa beberapa surat penting, perhiasan, BPKB dan kunci mobil, serta kunci sepeda motor milik peninggalan Almarhumah sudah tidak berada di

(8)

E-ISSN: Nomor 2303-0569

tempatnya semula. Akhirnya NA datang mengadu ke rumah PS dan menceritakan keadaan yang dialaminya. Oleh karena itu, meskipun sebelumnya telah ada penunjukan lisan oleh Almarhumah semasa hidupnya tetapi PS tetap mengajukan permohonan penetapan perwalian kepada Pengadilan guna melindungi hak-hak dan kepentingan NA sampai NA sudah dewasa yaitu telah berumur 18 (delapan belas) tahun.

Permohonan PS sudah disetujui dan dikehendaki oleh bapak kandung NA yang bernama GAA dan diberikan keterangan dalam sidang pemeriksaan perkara nomor : 862/Pdt.P/2019/PN.TNG pada tanggal 18 November 2019.

Terhadap pengajuan permohonan perwalian, PS yang juga merupakan ibu dari 2 (dua) orang putri telah diizinkan dari suami PS maupun NA yang bersangkutan, dan bersedia untuk hadir serta memberikan keterangan dalam persidangan apabila perlu untuk didengar secara langsung oleh Pengadilan.

Dengan penjelasan dan beberapa alasan sebagaimana uraian di atas, oleh karena itu PS memohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili permohonan ini, bersedia untuk memeriksa dan menetapkan permohonan PS dengan isi sebagai berikut:

1) Mengabulkan Permohonan PS

2) Menetapkan, PS sebagai wali terhadap anak di bawah umur yang bernama NA, Perempuan, umur 15 (lima belas) tahun, lahir di Tangerang, tanggal 15 Agustus 2004, hingga mencapai usia 18 (delapan belas) tahun;

3) Menetapkan, memberikan wewenang kepada PS sebagai wali khusus untuk:

1. Menjaga, merawat, dan mengasuh anak dibawah umur bernama NA tersebut dalam rumah;

2. Mewakili dan mengurus kepentingan anak dibawah umur bernama NA tersebut dalam kegiatan maupun pendaftaran sekolah:

3. Membebankan pembayaran perkara kepada PS.

Untuk memperkuat permohonan ini, PS mengajukan beberapa bukti surat sebagai berikut:

a. Fotokopi KTP atas nama PS yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang tanggal 18 April 2013;

b. Fotokopi KTP atas nama IARP yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang tanggal 21 September 2016;

c. Fotokopi Surat Kematian atas nama IARP yang dikeluarkan oleh Kelurahan Dukuh tanggal 2 November 2018;

d. Fotokopi Kutipan Akta Kelahiran atas nama NA yang dikeluarkan oleh Kantor Capil Kabupaten Tangerang tanggal 8 November 2004;

e. Fotokopi Surat Keterangan Waris tertanggal 11 September 2019;

f. Fotokopi Surat Pernyataan PS tertanggal 11 September 2019;

g. Fotokopi Printout percakapan antara NA dengan pamannya;

h. Fotokopi KK atas nama kepala keluarga IARP oleh Kantor Capil tanggal 6 Mei 2014

i. Fotokopi Paspor atas nama GAA yang dikeluarkan oleh Negara Inggris;

j. Fotokopi hasil tes DNA IARP dan GAA kepada PS tanggal 30 Agustus 2005;

k. Fotokopi Surat Kuasa Perwalian dari GAA kepada PS tanggal 4 September 2019;

l. Guardianship Power of Attorney tanggal 4 September 2019;

(9)

E-ISSN: Nomor 2303-0569

m. Printout percakapan WhatsApp antara saksi JAP dengan NA tanggal 16 Januari 2019;

n. Printout postingan dari ML yaitu bibi dari anak NA pada media sosial Facebook tanggal 29 Oktober 2010;

o. Printout komentar langsung GAA / Bapak Kandung NA terhadap postingan ML pada media sosial Facebook tanggal 29 Oktober 2019 dalam Bahasa Inggris;

Selain beberapa bukti surat sebagaimana disebutkan di atas, PS juga mengajukan beberapa saksi di bawah sumpah persidangan. Beberapa saksi di bawah sumpah persidangan tersebut menjelaskan bahwa mereka sudah mengetahui PS dan Almarhumah IARP mempunyai hubungan persahabatan dan juga Almarhumah IARP telah meninggal dunia pada tanggal 2 November 2019 dikarenakan sakit. Kedua saksi ini juga pernah mengunjungi PS dan Almarhumah IARP dan pada waktu itu IARP memberikan pesan agar PS dapat menjaga anak perempuannya yang bernama NA.

Bapak kandung NA juga telah memberi pesan dan memberikan persetujuan kepada PS untuk menjaga dan mengasuh NA karena bapak kandungnya sedang tidak berada di Indonesia. Selain itu, kedua saksi mengetahui bahwa paman dari anak perempuan yang bernama NA tersebut pernah melakukan pendobrakan pintu dan menanyakan keberadaan beberapa surat rumah, dan kemudian saksi datang untuk serta memanggil pihak yang berwenang (kepolisian) dan wartawan. Hal ini berarti sangat jelas bahwa paman-paman dari NA memang tidak memperhatikan NA, melainkan hanya ingin memanfaatkan NA untuk mendapatkan uang dan harta lainnya. Akan tetapi, PS tidak seperti paman-paman dari NA. Saksi mengetahui bahwa PS memang mempunyai keinginan yang tulus untuk memberikan perlindungan hukum terhadap NA.

Memperhatikan penjelasan dari PS, beberapa bukti, serta penjelasan kedua orang saksi yang telah disumpah, maka Majelis Hakim menetapkan untuk mengabulkan permohonan dari PS tersebut, menetapkan PS sebagai waili terhadap anak di bawah umur bernama NA, Perempuan, umur 15 (lima belas) tahun, lahir di Tangerang, tanggal 15 Agustus 2004, hingga mencapai usia dewasa yaitu 18 (delapan belas) khusus untuk menjaga, merawat, dan mengasuh anak di bawah umur bernama NA tersebut di dalam rumah, serta mewakili dan mengurus kepentingan anak di bawah umur bernama NA tersebut dalam kegiatan maupun pendaftaran sekolah.

Majelis Hakim juga memberikan kewajiban kepada PS untuk membayar biaya dari persoalan ini dengan jumlah Rp. 168.000,00 (Seratus enam puluh delapan ribu rupiah).

Pada dasarnya seorang anak luar kawin dan anak sah yang lahir dari perkawinan yang dicatatkan tidak mempunyai perbedaan yang signifikan dalam peraturan hukum di negara Indonesia. Anak luar kawin dan anak sah yang lahir dari perkawinan yang sah dikelompokan dalam suatu kelompok anak. Kedudukan anak luar kawin dan anak sah tersebut merupakan kedudukan yang setara di masyarakat dan mereka mempunyai hak untuk memperoleh suatu perlindungan hukum dari negara melalui peraturan hukum yang berhubungan dengan anak.

Peraturan yang tertera dalam Pasal 832 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata telah menjelaskan bahwa status semua ahli waris wajib sesuai dengan suatu hubungan keluarga yang sah maupun luar kawin. Dalam Pasal 863 sampai dengan Pasal 873 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dikatakan, sehingga anak yang mempunyai hak untuk mendapat warisan yaitu anak luar kawin yang bisa diakui atau anak yang sah dari perkawinan yang sah antara bapak dan ibunya. Dari ketentuan tersebut maka dapat diketahui bahwa yang mempunyai hak untuk menjadi ahli waris adalah anak

(10)

E-ISSN: Nomor 2303-0569

sah serta anak luar kawin yang memiliki hubungan darah. Untuk menjadi ahli waris yang sah dari bapaknya, bapak tersebut wajib melakukan pengakuan terhadap anak luar kawin tersebut sesuai dengan isi dari Pasal 280 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatakan bahwa dengan adanya pengakuan atas anak luar kawin tersebut maka munculah suatu hubungan perdata dengan bapak kandungnya.

Pengakuan dari bapak kandung tersebut dapat dilaksanakan berdasarkan isi dari Pasal 281 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pada Pasal 281 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dijelaskan bahwa berdasarkan kuasa otentik untuk dapat mengakui anak luar kawin bapak atau ibunya dan atau kuasanya harus bertemu pegawai pencatatan sipil untuk melaksanakan pengakuan kepada anak luar kawin.

Selanjutnya, masih mengacu kepada ayat (1) pasal tersebut, dijelaskan pula bahwa pengakuan terhadap anak luar kawin dilakukan dalam bentuk akta otentik contohnya yaitu akta yang dibuat oleh notaris sebagai pejabat umum. Setelah itu, pada ayat (2), dijelaskan bahwa di dalam akta perkawinan memuat tentang pengakuan anak luar kawin yang boleh dilakukan saat perkawinan orangtuanya dilangsungkan. Peristiwa ini menyebabkan anak luar kawin tersebut statusnya berubah menjadi anak yang sah.

Hal yang terakhir adalah dalam ayat (2), terdapat ketentuan bahwa akta yang dibuat dalam register kelahiran pencatatan sipil wajib hari penanggalannya sesuai dengan isi dari ayat tersebut.

Pada kasus Penetapan Pengadilan Negeri Tangerang No.

1116/Pdt.P/2019/PN.TNG di atas, anak perempuan yang bernama NA berstatus sebagai anak luar kawin dan merupakan anak kandung dari seorang ibu yang telah meninggal dunia yang selanjutnya disebut sebagai Almarhumah IARP, sebagaimana dibuktikan dalam Kutipan Akta Kelahiran Nomor: 474-1/76-DKCS/2004, tanggal 08 November 2004. Dari Kutipan Akta Kelahiran tersebut dapat diketahui bahwa anak tersebut masih berumur dibawah 18 (delapan belas) tahun atau belum dewasa. Anak yang bernama NA tersebut merupakan satu-satunya Ahli Waris dari Almarhumah IARP, sebagaimana dibuktikan dalam Surat Keterangan Ahli Waris tanggal 11 September 2019 yang telah didfatarkan dan diketahui oleh Kepala Desa Dukuh dan Camat Cikupa - Kabupaten Tangerang. Hal ini berarti NA yang berstatus sebagai anak luar kawin yang masih berstatus dibawah umur sebagai ahli waris belum cakap untuk melakukan perbuatan hukum atas peninggalan harta warisan dari Almarhum IARP.

Maka, guna mengurangi serta mencegah perbuatan tidak menyenangkan dari pihak- pihak lain seperti keluarga dari garis keturunan Almarhumah ibunya, wali yang ditunjuk dengan wasiat oleh Almarhum IARP selama hidupnya wajib ditetapkan oleh Penetapan Pengadilan sampai nanti NA genap berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah menikah.

Oleh karena itu, pengakuan dan perwalian terhadap anak tersebut wajib dilaksanakan supaya memperoleh perlindungan hukum yang kuat dari negara khususnya dalam hak mewaris.

Secara Umum, peraturan Hukum Waris yang tertera dalam Hukum yang berlaku di Indonesia seperti Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan peraturan hukum lainnya, dikatakan bahwa anak luar kawin atau anak yang lahir dari perkawinan yang tidak dicatatkan akan memperoleh perlindungan hukum dalam hak mewarisnya jika anak tersebut diakui, dicatatkan, serta dibuatkan akta otentik oleh pejabat berwenang sebagai alat bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian yang kuat. Akan tetapi, apabila anak luar kawin tersebut tidak diakui, dicatatkan, serta dibuatkan akta otentiknya, maka peralihan harta peninggalan dari orang yang

(11)

E-ISSN: Nomor 2303-0569

memberikan warisan setelah meninggal dunia tidak dapat dilaksanakan kepada ahli warisnya.

4. Kesimpulan

Apabila Almarhum atau Almarhumah meninggalkan anak yang lahir diluar perkawinan yang sah (anak luar kawin) dan anak tersebut telah diakui dengan sah, maka harta peninggalan mereka harus tetap diberikan melalui tata cara atau prosedur yang tertera pada Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu pada Pasal 272 KUHPer, Pasal 280 KUHPer, Pasal 862 KUHPer, dan ketentuan hukum perdata lainnya yang berhubungan dengan kasus tersebut.

Hal yang kedua, pengakuan dan perwalian terhadap anak luar kawin di bawah umur tersebut wajib dilaksanakan dan ditetapkan oleh pengadilan guna mencegah adanya perbuatan tidak menyenangkan dari pihak-pihak yang hendak memanfaatkan keadaan di kemudian hari serta dapat memperoleh perlindungan hukum yang kuat dari negara khususnya dalam hak mewaris. Secara Umum, peraturan Hukum Waris yang tertera dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan peraturan hukum lainnya, dikatakan bahwa anak luar kawin akan memperoleh perlindungan hukum dalam hak mewarisnya jika anak tersebut diakui, dicatatkan, serta dibuatkan akta otentik oleh pejabat berwenang sebagai alat bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian yang kuat. Akan tetapi, apabila anak luar kawin tersebut tidak diakui, dicatatkan, serta dibuatkan akta otentiknya, maka peralihan harta peninggalan dari orang yang memberikan warisan setelah meninggal dunia tidak dapat dilaksanakan kepada ahli warisnya.

Daftar Pustaka Buku

Purnamasari, Irma Devita. Kiat-Kiat Cerdas, Mudah, dan Bijak Memahami Masalah Hukum Waris. Bandung: Kaifa, 2012.

Purwaka, I Gede. Keterangan Hak Mewaris yang Dibuat Oleh Notaris Berdasarkan Ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek) Kasus Anak Luar Kawin dari Pihak Ayah Dirubah Menjadi Kasus Ahli Waris Golongan I. Tangerang: 2006.

Rasjidi, Lili. Hukum Perkawinan Dan Perceraian Di Malaysia Dan Indonesia, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1991.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Ed. 1. Cet 13, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011.

Soekanto, Soerjono. Hukum Adat Indonesia. Jakarta: CV. Rajawali, 1981.

. Pengantar Penelitian Hukum. Cet. 3. Jakarta: Universitas Indonesia (UI Press), 2010.

Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan islam di Indonesia, Jakarta: Prenada Media, 2007.

. Pembaharuan Pemikiran Dalam Hukum Islam, Jakarta:

Angkasa Raya, 1993.

Thalib, Sayuti. Hukum Kekeluargaan Indonesia, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 2009.

Vollmar, H. F. A. Hukum Keluarga Menurut KUH Perdata. Bandung: Tarsito, 1982.

Wienarsih Imam, R. Subekti dan Sri Soesilowati Mahdi. Hukum Perorangan dan Kekeluargaan Perdata Barat, Jakarta: Gitama Jaya, 2005.

(12)

E-ISSN: Nomor 2303-0569

Jurnal

Mangiri, Christine M. "Kedudukan Anak Luar Kawin Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974 dan Hukum Kanonik." Lex Crimen 5, no. 7 (2016).

Maramis, Friska Marselina. "Hak Mewaris Anak Di Luar Perkawinan Menurut Sistem Hukum Di Indonesia." Lex Crimen 6, no. 4 (2017).

Masykuroh, Yufi Wiyos Rini. "Implikasi Hubungan Perdata Anak Luar Perkawinan Dengan Laki-Laki Sebagai Ayahnya."

Ijtimaiyya: Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam 9, no. 2 (2016): 25-52.

Milayani, Oktavia. "Kedudukan Hukum Ahli Waris yang Mewaris dengan Cara Mengganti atau Ahli Waris “Bij Plaatsvervulling” Menurut Burgerlijk Wetboek." Al-Adl 9, no. 3 (2014): 405-434.

Olivia, Fitria. "Akibat Hukum terhadap Anak Hasil Perkawinan Siri Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi." Lex Jurnalica 11, no. 2 (2014): 18085.

Pancasilawati, Abnan. "Perlindungan Hukum Bagi Hak-Hak Keperdataan Anak Luar Kawin." FENOMENA 6, no. 2 (2014): 171-216.

Rusydi, I. B. N. U. "Tinjauan Yuridis Terhadap Hak Waris Anak Hasil Perkawinan Siri." Jurnal Ilmiah Galuh Justisi 7, no. 1 (2019): 1-10.

Tarihoran, Sthepanie Paulina Magdalena, and Herni Widanarti Yunanto. "Praktik Pelaksanaan Perkawinan yang Tidak Dicatatkan (Studi di Lembaga Pencatatan Perkawinan di Kota Semarang)."

Diponegoro Law Journal 5, no. 3 (2016): 1-

12.

Usman, R. Makna Pencatatan Perkawinan dalam Peraturan Perundang- Undangan Perkawinan di Indonesia. Jurnal Legislasi Indonesia, 14, no. 3 (2017).

Usman, Rachmadi. "Prinsip Tanggung Jawab Orangtua Biologis terhadap Anak Di Luar Perkawinan." Jurnal konstitusi 11, no. 1 (2016): 168-193.

Putusan

Penetapan Pengadilan Negeri Tangerang, Penetapan No. 1116/PDT.P/2019/PN.TNG Peraturan Perundangan

Indonesia. Undang-Undang Tentang Perkawinan. UU No.1 Tahun 1974.

. Undang-Undang tentang Perlindungan Anak. UU No. 23 Tahun 2002.

. Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. UU No. 35 Tahun 2014.

. Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. UU No. 16 Tahun 2019.

. Peraturan Pemerintah tentang Pelaksaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. PP No. 9 Tahun 1975.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek]. Diterjemahkan oleh Subekti dan Tjitrosudibio. Jakarta: Pradnya Paramita, 2013.

Referensi

Dokumen terkait

Pada Pasal 836 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dijelaskan supaya dapat bertindak sebagai waris, seserang harus telah ada, pada saat warisan jatuh

Setelah selesai pengecekan dan diketahui bahwa pewaris meninggalkan wasiat kepada anak luar kawin yang tidak diakui, maka Notaris dengan ini menerangkan kepada ahli

Tulisan ini mengkaji 1.Bagaimana kedudukan hukum anak angkat terhadap hak waris dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdatadanhukum Islam ?2.Manakah di antara kedua sistem hukum

Cara pembagian masing-masing ahli waris sama dengan ketentuan yang telah ditentukan dalam Pasal 863 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Pasal 857 Kitab

Tulisan ini mengkaji 1.Bagaimana kedudukan hukum anak angkat terhadap hak waris dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdatadanhukum Islam ?2.Manakah di antara kedua sistem hukum

yang menyatakan bahwa : “Bagian mutlak seorang anak luar kawin yang telah diakui dengan sah, adalah setengah dari bagian yang menurut undang-undang sedianya

Menurut KUH Perdata Dalam KUH Perdata pasal 528 tentang mewaris identik dengan hak kebendaan, sedangkan ketentuan pasal 584 KUH Perdata menyangkut hak waris sebagai suatu cara

Kesimpulan Kedudukan ahli waris pengganti menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, terjadi apabila seorang ahli waris terlebih dahulu meninggal dunia dari pewaris sehingga anak dari