• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM HAK IMUNITAS ADVOKAT DALAM PEMBELAAN BERITIKAD BAIK TERHADAP KLIEN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG ADVOKAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM HAK IMUNITAS ADVOKAT DALAM PEMBELAAN BERITIKAD BAIK TERHADAP KLIEN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG ADVOKAT"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

National Conference on Social Science and Religion (NCSSR 2022) 353

PERLINDUNGAN HUKUM HAK IMUNITAS ADVOKAT DALAM PEMBELAAN BERITIKAD BAIK TERHADAP KLIEN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 18

TAHUN 2003 TENTANG ADVOKAT

Singgih Kusuma Prayoga1), Eddy Asnawi1), dan Bahrun Azmi1)

1)

Mahasiswa Magister Hukum Universitas Lancang Kuning Email: singgihprayoga68@yahoo.com

Abstract: The purpose of this paper is to identify the legal protection of advocates' immunity rights in good faith defense of clients based on Law No. 18 of 2003 concerning advocates. The method used is norma- tive legal research, namely research that aims to examine legal norms or rules. The approach method used is a statutory approach which is directly related to the topic and discussion in this case is the legal pro- tection of the immunity rights of advocates in good faith defense of cli- ents based on Law Number 18 of 2003 concerning advocates. As a re- sult, advocates' immunity rights in proceedings provide legal assistance when carrying out their duties and responsibilities, advocates are pro- tected and given immunity rights to carry out legal actions on behalf of clients' interests.

Keywords: Legal Protection, Immunity Rights, Advocates.

Abstrak: Tujuan penulisan mengidentifikasi perlindungan hukum hak imunitas advokat dalam pembelaan beritikad baik terhadap klien berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang advokat.

Metode yang digunakan penelitian hukum normatif, yakni penelitian yang bertujuan untuk meneliti norma hukum atau kaidah. Metode pen- dekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (stat- ute approach) yang berkaitan langsung dengan topik dan pembahasan dalam hal ini adalah perlindungan hukum hak imunitas advokat dalam pembelaan beritikad baik terhadap klien berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang advokat. Hasilnya hak imunitas Advokat dalam beracara memberikan bantuan hukum saat melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya, para advokat dilindungi dan diberikan hak imunitas untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum mengatas- namakan kepentingan klien.

Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Hak Imunitas, Advokat

Pendahuluan

Seorang advokat mempunyai kewajiban dalam memberikan jasa hukum terhadap kliennya. Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Advokat disebutkan bahwa: “Jasa hukum adalah jasa yang diberikan Advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tinda- kan hukum lain untuk kepentingan hukum klien.” Berdasarkan uraian tersebut maka

(2)

National Conference on Social Science and Religion (NCSSR 2022) 354

salah satu bentuk dari jasa hukum tersebut adalah advokat dapat melakukan pembelaan terhadap kliennya. Sesuai dengan istilah advokat itu sendiri bahwa seorang advokat ada- lah seseorang yang melaksanakan kegiatan advokasi yaitu suatu kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memfasilitasi dan memperjuangkan hak-hak maupun kewajiban- kewajiban klien sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Advokat adalah seorang profesi hukum yang bertugas memberikan bantuan hukum baik itu didalam maupun diluar pengadilan yang berlandaskan nilai-nilai Kode Etik Advokat dan memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan undang-undang. Pe- satnya perkembangan masyarakat dan makin kompleksnya relasi-relasi yang terjalin diantara mereka, baik di bidang sosial maupun ekonomi perlu diikuti dengan keluarnya berbagai aturan hukum guna untuk menjaga ketertiban dalam relasi tersebut.

Rumitnya aturan hukum yang berlaku membuat aturan tersebut tidak mudah dipahami oleh masyarakat. Mereka kemudian makin bergantung kepada profesi hukum advokat guna menyelesaikan segala permasalahan hukum yang dihadapinya. Besarnya ketergantungan masyarakat kepada profesi advokat ini membuat advokat rentan ter- hadap godaan yang dapat membuat mereka melakukan tindakan-tindakan tercela dalam menjalankan profesinya demi mendapatkan keuntungan pribadi semata.

Faktanya didalam kehidupan masyarakat profesi Advokat kadang jadi bias oleh sebagian pandangan masyarakat, khususnya yang berhubungan dengan peranan Advo- kat didalam memberi jasa bantuan hukum. Terdapat sebagian orang yang beranggapan pada profesi Advokat sebagai profesi yang terkadang memutarbalikan suatu kebenaran atau kenyataan. Profesi advokat dipandang sebagai pekerjaan bagi seorang yang tidak memiliki hati nurani, oleh sebab selalu membela seseorang atau mereka yang melakukan suatu kejahatan, serta memperoleh kesenangan diatas kesusahan bagi orang lain,

Didalam memakai jasa Advokat, adalah suatu kebutuhan atas rasa kesadarann hukum sendiri ataupun karena sebab peranan Advokat yang terlampau agresif didalam memberikan pengaruh bagi klien dalam berperkara pada pengadilan untuk kepentingan Advokatt. Didalam perkembangan selanjutnya diperlukan peningkatkan rasa sadar hukum untuk tegaknya suatu kebenaran, keadilan yang tidak diskriminatif.

Karakter advokat memang advokat memang orang yang selalu menjankan tu- gasnya dengan baik, maka alasan pengahpusan pidana dapat berlaku baginya. Berdasar- kan Pasal ini dapat dihat hubungannya dalam Undang Undang Advokat bahwa advokat mempunyai kekebalan hukum karena menjalankan tugas profesinya sesuai yang diatur dalam undang-undang.

Keberadaan kode etik profesi sangat penting guna menjaga agar advokat dalam berpraktek atau beracara tidak keluar dari nilai-nilai profesi. Kode etik juga di perlukan guna menjaga agar advokat mengabdi kepada kepentingan masyarakat dan menjaga ke- percayaan yang telah diberikan oleh masyarakat kepada masyarakat tersebut. Profesi advokat di Indonesia sesungguhnya sudah memiliki kode etik bersama yang disebut dengan Kode Etik Advokat Indonesia. Kode etik ini ditetapkan pada tanggal 23 mei 2002 diantaranya oleh Asosiasi Advokat Indonesia (AAI). Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat & Pengacara Indonesia (HAPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), dan Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM).

Pelanggaran atas kode etik kerap sekali dilakukan oleh para advokat ketika men- jalankan profesinya dan bahkan mereka tidak segan-segan melakukan perbuatan terse- but secara terbuka dan melanggar hukum pidana. Sulitnya penegakan kode etik di- pengaruhi oleh berbagai factor, satu diantara faktor tersebut terletak pada materi kode etik advokat tersebut. Advokat dalam menjalankan profesinya untuk menegakkan keadi-

(3)

National Conference on Social Science and Religion (NCSSR 2022) 355

lan rawan terhadap masalah-masalah terutama terhadap implementasi undang-undang advokat itu sendiri, tidak jarang advokat tersebut tersandung ke dalam masalah hukum yang merupakan tindak criminal dalam menjalankan profesi sebagai seorang advokat.

Sebagai salah satu contoh kasus yang terjadi adalah kasus Bambang Widjojanto yang sebagai advokat dari salah satu calon pasangan kandidat kepala daerah di Kotawaringin Barat Kalimantan Tengah yang diduga menyuruh kliennya memberikan keterangan palsu dimana hal tersebut merupakan pelanggaran tindak pidana. Kenyataan sampai sekarang kasus ini belum dilimpahkan ke pengadilan untuk di sidang karena belum mendapat kepastian hukum menimbang bahwa advokat didalam maupun diluar penga- dilan tidak bisa dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam menjalankan profesinya berlandaskan dengan perbuatan itikad baik.

Advokat dalam menjalankan profesinya memiliki hak imunitas atau kekebalan hukum dengan berpegang pada kode etik profesi namun yang menjadi sorotan disini ialah tolak ukur itikad baik yang dimaksud dalam pasal tersebut seperti apa, karena itikad baik yang dimaksud dalam pasal tersebut mempunyai arti yang sangat luas atau umum dimana hak kekebalan advokat bergantung dari itikad baik advokat tersebut. Hal ini menimbulkan norma kabur yang timbul di masyarakat dan jelas ini sangat berten- tangan dengan asas kepastian hukum dimana tidak boleh ada hukum yang bertentangan dan juga hukum harus dibuat dengan rumusan yang bisa dimengerti masyarakat umum agar tidak adanya kekosongan norma yang timbul dalam istilah itikad baik dalam pasal tersebut dan selanjutnya Advokat dapat dimintai pertanggungjawaban kode etik maupun pertanggungjawaban pidana atas perbuatannya.

Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, yakni penelitian yang ber- tujuan untuk meneliti norma hukum atau kaidah. Metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach) yang berkaitan langsung dengan topik dan pembahasan dalam hal ini adalah perlindungan hukum hak imunitas advokat dalam pembelaan beritikad baik terhadap klien berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang advokat. Pengumpulan data dalam penelitian hukum normatif hanya digunakan teknik studi documenter/studi kepustakaan. Teknik analisis data dengan dengan menguraikan secara deskriptif dari data yang telah diperoleh oleh penulis.

Hasil dan Pembahasan

1. Akibat Hukum Adanya Klausul Hak Imunitas Advokat Yang Beritikad Baik Di Indonesia

Profesi advokat atau pengacara memiliki satu hak privilege (hak istimewa) beru- pa imunitas (kekebalan hukum), tidak dapat dituntut baik secara perdata ataupun pidana dalam melakukan tugasnya baik di dalam maupun di luar pengadilan dengan iktikad baik. Frasa ini memperjelas imunitas advokat, namun juga mempertegas kewajiban dan tanggung jawab moral yang seimbang. Bahwa definisi advokat adalah orang yang melakukan suatu pekerjaan berdasarkan keahlian (knowledge), untuk melayani masya- karat secara independen dengan limitasi kode etik yang ditentukan oleh komunitas profesi.

Pengemban profesi yang terhormat, maka advokat harus memiliki sikap dan tin- dakan yang senantiasa menghormati hukum dan keadilan, sebagaimana kedudukannya sebagai the officer of the court. Disamping itu profesi advokat bukan semata-mata untuk mencari nafkah namun didalamnya terdapat idealisme dan moralitas yang sangat dijunjung tinggi. Profesi advokat atau pengacara menjadi sandaran dan harapan

(4)

National Conference on Social Science and Religion (NCSSR 2022) 356

masyarakat untuk mendapatkan keadilan. Maka dari itu, seorang advokat sangat dituntut untuk mempunyai integritas yang tinggi dalam menjalankan tugasnya baik di dalam pengadilan maupun di luar pengadilan, hal ini berkaitan dengan sebutan profesi advokat atau pengacara itu sendiri sebagai officium nobile atau yang terhormat.

Melalui jasa hukum atau bantuan hukum atau yang diberikan oleh advokat, hak- hak hukum masyarakat yang sedang berhadapan dengan masalah hukum dapat terjamin, demi tegaknya hukum dan keadilan. Dengan demikian, advokat selain telah menjadi bagian dari pilar penegak hukum, juga merupakan pejuang tegaknya hak asasi manusia.

Poros dari semua pengaturan tersebut yakni untuk memastikan dan menjamin bahwa profesi advokat sebagai profesi terhormat (officium nobile), benar-benar dirasa- kan secara nyata dalam kiprahnya ditengah-tengah masyarakat. Ia terhormat karena profesi ini menjalankan pekerjaan berbasis ilmu dan dipagari kode etik untuk melayani masyarakat secara profesional, mandiri, dan akuntabel.

Dalam penggunaan hak imunitas yang perlu di perhatikan yakni ada 2 yaitu yang utama adalah segala tindakan advokat dalam pelaksanaan tugas dan fungsi profesinya harus berkaitan, dan yang kedua tindakan itu juga harus berlandasakan dengan per- buatan itikad baik yang secara sederhana dapat didefinisikan “tindakan yang tidak me- langgar hukum”. Apabila 2 syarat tersebut tidak dipenuhi maka advokat tersebut dapat dimintai pertanggungjawaban pidana dilihat dari unsur-unsur kesalahan perbuatannya.

Pertanggungjawaban pidana seorang advokat yang melakukan tindak pidana da- lam menjalankan profesinya harus dilihat dari kesalahan yang dilakukan advokat terse- but sehingga ia dipandang telah melakukan perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tin- dak pidana. Kesalahan berpengaruh besar terhadap pertanggungjawaban pidana karena kesalahan merupakan unsur mutlak dari pertanggung jawaban pidana. Kesalahan dalam arti seluas-luasnya meliputi pertama, si pelaku memiliki kemampuan bertanggung jawab (schuldfahigkeit atau zurechunungsfahigkeit) artinya keadaan si pelaku harus normal.

Disini dipersoalkan apakah advokat mampu bertanggung jawab atas perbuatann- ya. Kedua, hubungan perbuatan si pelaku dengan sikap batin si pelaku yang berupa sen- gaja (dolus) atau kealpaan (culpa), Disini dipersoalkan sikap batin seorang advokat ter- hadap perbuatannya. Ketiga, Tidak adanya alasan yang menghapus kesalahan atau tidak adanya alasan pemaaf meskipun apa yang disebutkan unsur kesalahan pertama dan un- sur kesalahan kedua ada, ada kemungkinan bahwa keadaan yang mempengaruhi si pelaku sehingga kesalahannya hapus misalnya dengan ada kelampuan batas pembelaan terpaksa. Kalau ketiga-tiga unsur ada maka advokat yang bersangkutan dapat di nya- takan bersalah atau mempunyai pertanggungjawaban pidana, sehingga advokat tersebut dapat dipertanggungjawabkan pidana.

Dalam aturan main dan etika bagi Advokat yang menjalankan tugasnya, mempu- nyai salah satu prinsip utama mengenai “conflik of interest” konflik kepentingan terten- tu. Prinsip ini melarang advokat menjalankan tugas yang memiliki konflik kepentingan, yang dapat merugikan kepentingan kliennya. Hal ini diatur dalam Kode Etik Advokat Indonesia, dalam bagian hubungan dengan klien. Dimana Advokat dilarang mewakili 2 (dua) klien yang saling bertentangan kepentingannya.

Di dalam memakai jasa Advokat, adalah suatu kebutuhan atas rasa kesadaran hukum sendiri ataupun karena sebab peranan Advokat yang terlampau agresif didalam memberikan pengaruh bagi klien dalam berperkara pada pengadilan untuk kepentingan Advokat. Didalam perkembangan selanjutnya diperlukan peningkatkan rasa sadar hukum untuk tegaknya suatu kebenaran, keadilan yang tidak diskriminatif. Memberikan jasa bantuan hukum yang dikhususkan pada seseorang yang mempuyai kaitan erat dengan “equality before the law” (persamaan didalam hukum) serta “access to legals

(5)

National Conference on Social Science and Religion (NCSSR 2022) 357

councell” (media akses legal dipersidangan) yang memberikan jaminan “justice forr all

keadilann bagi semua orang

Suatu kenyataan bahwa seorang advokat adalah mahkluk sosial. Seorang advokat merupakan anggota masyarakat. Disamping itu juga mendapat kepercayaan publik, bahwa advokat tersebut akan selalu berprilaku jujur dan bermoral tinggi. Oleh karena itu di dalam berfikir, bertingkah laju, dan berbicara seorang advokat terikat oleh masyarakat. Dengan demikian, segala tingkah laku dan perbuatan seorang advokat harus dipertanggung jawabkan kepada masyarakat.

2. Konsep Idealnya Hak Imunitas Profesi Advokat Dilaksanakan

Advokat merupakan bagian dari penegak hukum yang sejajar dengan instansi penegak hukum lainnya. Pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat ditegaskan bahwa seorang Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan man- diri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan. Kewenangan Advo- kat sebagai Penegak Hukum ialah guna memberikan bantuan hukum kepada kliennya yang bersangkutan dengan masalah hukum yang dihadapi dan lembaga penegak hukum di luar pemerintahan. Peranan seorang advokat dalam rangka menuju sistem peradilan pidana terpadu sangat diperlukan hingga tercapai perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia dan juga memberikan bantuan hukum kepada klien yang bersangkutan dengan masalah hukum yang dihadapi serta sebagai lembaga penegak hukum di luar pemerinta- han.

Dengan adanya asas legalitas maka seorang pengacara harus memiliki aturan yang wajib ditaati. Aturan itu Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang bertujuan untuk melindungi seorang Advokat. Pada dasarnya Advokat memiliki Hak Imunitas sesuai UndangUndang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat Pasal 14 sampai dengan Pasal 16, Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata ataupun pi- dana dalam menjalakan tugas profesinya dengan itikad baik untuk pembelaan klien di dalam maupun di luar pengadilan.

Secara garis besar, advokat yang tidak memiliki itikad baik dalam menjalakan tu- gas profesinya adalah advokat yang bisa terseret ke pengadilan, atau dengan kata lain kehilangan hak imunitas itu sendiri. Melihat dari perundang-undangan ataupun aturan yang ada sekarang, tidak menjamin hak imunitas advokat di masa mendatang. Hal ini dikarenakan penjelasan undang-undang yang ada masih sangat multitafsir.

Didalam prosess menegakan hukum dalam persidangan melibatkann banyak lem- bagai yang satuu dengan lainnya memiliki wewenang yang bberbeda. Lembagai yang dimaksudkan diantaranya advokat. Dalamk memberi jasaabantuan hukum, yang mana ketika melaksanakan tugas dan fungsinya dapat berperan sebagai pendamping, pemberi pendapat hukum atau menjadi kuasa hukum untuk dan atas nama kliennya dalam rangka menegakkan hukum, keadilan, dan kebenaran”. Oleh sebab itu Advokat harus mampu untuk mengidenifikasi suatu peristiwa dengan mempergunakan ilmu pengetahuan hukum materiil dan hukum formilnya; begitu pula Advokat mengetahui batas kewenangannya. Pengaturan semacam ini untuk menjamin hak-hak klien dalam penyi- dikan”.

Pasal 16 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 menyebutkan Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan Klien dalam sidang pengadilan.

Akan tetapi hak imunitas yang diberikan oleh Undang undang Nomor 18 Tahun 2003 tidak berjalan sebagaimana mestinya, tidak sedikit Advokat dalam menjalankan profesinya terjerat masalah hukum dan akhirnya menjadi Tersangka.

(6)

National Conference on Social Science and Religion (NCSSR 2022) 358

Simpulan

Hak imunitas Advokat dalam beracara memberikan bantuan hukum saat melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya, para advokat dilindungi dan diberikan hak imunitas untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum mengatasnamakan kepentingan klien. Advokat tidak bisa diidentifikasikan dengan kliennya karena advokat pada prin- sipnya hanyalah pemegang kuasa atau agen dari kliennya, ketidakidentikan antara ad- vokat dan kliennya tersebut sesuai dengan hukum keagenan, bahwa agen hanya bertin- dak untuk dan atas nama prinsipalnya (pemberi kuasa). Sepanjang tidak melakukan per- buatan-perbuatan yang dilarang oleh hukum dan tidak melakukan kesalahan yang dapat menimbulkan indikasi suatu tindak pidana bagi diri advokat. Hak imunitas sudah tegas dan jelas diatur dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advo- kat jo Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 26/PUU-XI/2013.

Daftar Pustaka

[1] Anwar Hafidzi, “Eksistensi Advokat Sebagai Profesi Terhormat (Officium Nobile) Dalam Sistem Negara Hukum Di Indonesia”, Khazanah: Jurnal Studi Islam Dan Humaniora 13(1), 2015.

[2] Bhekti Suryani, Prinsip-prinsip Dasar Profesi Advokat, (Jakarta: Dunia Cerdas, 2013).

[3] Hamdan, Hukum dan Pengecualian Hukum Menurut KUHP dan KUHAP, (Medan: Usu Press, 2010).

[4] Kamal Arif, Perlindungan Hukum Terhadap Hak Imunitas, Jurnal Iqtisad, Volume 5, Nomor 1, Semarang, Juni 2018.

[5] Meirza Aulia Chairani, Hak Imunitas Advokat Terkait Melecehkan Ahli, Justitia Jurnal Hukum, Volume 2, Nomor 1, Surabaya, April 2018.

[6] Sartono, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Advokat, (Jakarta: Dunia Cerdas, 2010).

[7] Tosachid Kertaranegara, Hukum Pidana Kumpulan-kumpulan Kuliah, (Ja- karta: Balai Lektur Mahasiswa, 2006).

[8] V. Harlen Sinaga, Dasar-dasar Profesi Advokat, (Jakarta: Erlangga, 2011).

Referensi

Dokumen terkait

ETqq1tr{t{REtsrdtET qf{TIF$, r'fs'f-ioq fAfrffiF$firi