• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENJUAL ATAU MERCHANT E-COMMERCE DALAM SISTEM PEMBAYARAN CASH ON DELIVERY (COD) 20212110042 DEWA MADE DARMAPUTRA

N/A
N/A
dode ajus

Academic year: 2023

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENJUAL ATAU MERCHANT E-COMMERCE DALAM SISTEM PEMBAYARAN CASH ON DELIVERY (COD) 20212110042 DEWA MADE DARMAPUTRA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENJUAL ATAU MERCHANT E-COMMERCE DALAM SISTEM

PEMBAYARAN CASH ON DELIVERY (COD)

Oleh :

Dewa Made Darmaputra; NIM : 20212110042; e-mail: [email protected]

ABSTRACT

The rapid growth of e-commerce has introduced new challenges and risks for sellers or e-commerce merchants, particularly in the context of the Cash on Delivery (COD) payment system. This study aims to analyze the legal challenges faced by sellers or merchants in the COD payment system and propose strategies for legal protection to overcome these challenges. The research methodology employed is a combination of normative and empirical approaches, including a comprehensive review of relevant laws, regulations, and literature.The findings reveal several significant legal challenges faced by sellers or e-commerce merchants in the COD payment system. These challenges include security risks in transactions, product quality issues, disputes and claims, and privacy and data security concerns. To address these challenges, various legal strategies can be adopted. These strategies include understanding and complying with relevant laws and regulations, developing clear policies and terms of service, implementing robust verification processes, establishing effective dispute resolution mechanisms, and ensuring compliance with data protection and privacy laws.

Keywords: Cash on Delivery (COD), merchant, e-commerce, legal protection

ABSTRAK

Abstrak: Pertumbuhan pesat e-commerce telah memperkenalkan tantangan dan risiko baru bagi penjual atau merchant e-commerce, terutama dalam konteks sistem pembayaran Cash on Delivery (COD). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tantangan hukum yang dihadapi oleh penjual atau merchant dalam sistem pembayaran COD dan mengusulkan strategi perlindungan hukum untuk mengatasi tantangan tersebut.

Metodologi penelitian yang digunakan adalah kombinasi pendekatan normatif dan empiris, termasuk tinjauan komprehensif terhadap undang-undang, peraturan, dan literatur yang relevan. Temuan penelitian mengungkapkan beberapa tantangan hukum yang signifikan yang dihadapi oleh penjual atau merchant e- commerce dalam sistem pembayaran COD. Tantangan-tantangan ini meliputi risiko keamanan dalam transaksi, masalah kualitas produk, sengketa dan klaim, serta kekhawatiran privasi dan keamanan data. Untuk mengatasi tantangan-tantangan ini, berbagai strategi perlindungan hukum dapat diadopsi. Strategi-strategi tersebut meliputi pemahaman dan kepatuhan terhadap undang-undang dan peraturan yang relevan, pengembangan kebijakan dan syarat layanan yang jelas, implementasi proses verifikasi yang kuat, pendirian mekanisme penyelesaian sengketa yang efektif, serta kepatuhan terhadap undang-undang perlindungan data dan privasi.

Kata Kunci: Cash on Delivery (COD), merchant, e-commerce, perlindungan hukum

(2)

1. PENDAHULUAN

Dalam era digital yang terus berkembang, perdagangan elektronik atau e-commerce telah menjadi salah satu sektor paling dinamis dan penting dalam perekonomian global. E- commerce memungkinkan penjual atau merchant untuk menjual produk dan layanan mereka secara online kepada konsumen dengan mudah dan efisien. Secara umum electronic commerce (e-commerce) dapat didefinisikan sebagai segala bentuk aktifitas transaksi perdagangan/perniagaan barang atau jasa (trade of goods and service) dengan menggunakan media elektronik yang terhubung dengan internet1. Melisa mengatakan bahwa menggunakan ecommerce dalam melakukan transaksi bisnis akan memberikan kemudahan bagi pelaku usaha dan konsumen2. Dalam rangka memfasilitasi transaksi yang aman dan nyaman, berbagai metode pembayaran telah dikembangkan, dan salah satunya adalah Cash on Delivery (COD).

COD sebagai salah satu jenis pembayaran yang dilakukan secara tunai pada saat pesanan barang sampai di tempat tujuan3. Metode ini telah menjadi salah satu pilihan populer di kalangan konsumen karena memberikan rasa keamanan dan kenyamanan. Konsumen memiliki keuntungan untuk memeriksa dan menguji produk sebelum membayar, yang merupakan daya tarik utama metode pembayaran ini. Namun, di balik kenyamanannya, COD juga menimbulkan berbagai tantangan dan risiko bagi penjual atau merchant e-commerce.

Dalam konteks ini, perlindungan hukum bagi penjual atau merchant e-commerce dalam sistem pembayaran COD menjadi sangat penting. Perlindungan hukum yang memadai memberikan landasan dan kepastian bagi penjual dalam menjalankan bisnis online mereka.

Hal ini juga mendorong kepercayaan dan keamanan di antara para pelaku e-commerce.

Globalisasi menjadi Latar belakang pertumbuhan e-commerce yang pesat dimana popularitas metode pembayaran COD menunjukkan perlunya menjelajahi aspek hukum yang terkait dengan perlindungan penjual atau merchant e-commerce dalam sistem pembayaran ini.

Bagian latar belakang jurnal ini akan membahas perkembangan e-commerce dan penggunaan metode pembayaran COD dalam transaksi online. Dengan memahami popularitas dan

1 Muhammad Yusuf dan Noor Ifada, 2021, E-commerce : Konsep dan Teknologi, Jakarta, MNC Publishing, hlm. 1.

2 Melisa Setiawan Hotana, “Industri E-CommerceDalam Menciptakan Pasar Yang Kompetitif Berdasarkan Hukum Persaingan Usaha,” JurnalHukum Bisnis Bonum Commune I, no. 1 (2018): 28–38. Hal 29

3 Silviasari, “Penyelesaian Sengketa Konsumen dan Pelaku Usaha Dalam Transaksi E-Commerce Melalui Sistem Chas On Delivery,” Media of Law and Sharia, Vol. 1, 2020, hlm. 152.

(3)

keuntungan penggunaan COD, serta masalah dan risiko yang terkait dengannya, kita dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang perlindungan hukum yang diperlukan.

Di sisi hukum, ada beberapa kerangka peraturan dan kebijakan yang mengatur e- commerce dan transaksi COD di berbagai negara. Undang-undang perlindungan konsumen, peraturan mengenai transaksi online, perlindungan privasi, dan keamanan data adalah beberapa aspek hukum yang relevan dalam konteks ini. Selain itu, penting juga untuk mempertimbangkan perjanjian kontrak yang mengatur hubungan antara penjual dan konsumen dalam transaksi COD.

Dalam hal ini, jurnal ini akan meninjau aspek hukum yang ada yang dapat memberikan perlindungan bagi penjual atau merchant e-commerce dalam sistem pembayaran COD.

Tinjauan ini akan mencakup analisis terhadap undang-undang yang relevan, peraturan, dan kebijakan yang mempengaruhi hak dan kewajiban penjual atau merchant dalam hal pembayaran, penipuan, pengembalian produk, dan penyelesaian perselisihan transaksi.

Selain tantangan hukum, penjual atau merchant e-commerce juga menghadapi risiko bisnis yang berpotensi dalam sistem pembayaran COD. Risiko ini meliputi penipuan, penolakan pembayaran, pengiriman barang yang salah, atau pengembalian produk yang tidak diinginkan. Jurnal ini akan menganalisis risiko-risiko ini dari perspektif hukum dan memberikan strategi dan rekomendasi yang dapat diadopsi oleh penjual atau merchant e- commerce untuk menghadapi risiko-risiko tersebut dan memperkuat perlindungan hukum mereka.

Melalui pendekatan yang komprehensif terhadap perlindungan hukum bagi penjual atau merchant e-commerce dalam sistem pembayaran COD, jurnal ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih baik tentang tantangan dan risiko yang dihadapi, serta memberikan kerangka kerja dan rekomendasi yang dapat digunakan oleh penjual atau merchant untuk melindungi kepentingan mereka secara hukum.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja tantangan hukum yang dihadapi oleh penjual atau merchant e-commerce dalam sistem pembayaran Cash on Delivery (COD)?

(4)

2. Bagaimana strategi perlindungan hukum yang dapat diadopsi oleh penjual atau merchant e-commerce untuk mengatasi risiko dan tantangan yang terkait dengan pembayaran COD?

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan metodologi penelitian normatif empiris atau kepustakaan untuk menganalisis perlindungan hukum bagi penjual atau merchant e- commerce dalam sistem pembayaran Cash on Delivery (COD). Metode ini melibatkan analisis terhadap kerangka hukum yang ada, peraturan, kebijakan, dan literatur yang relevan untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif tentang tantangan dan strategi perlindungan hukum dalam konteks pembayaran COD.

2.1 Pengumpulan Data:

a. Tinjauan kepustakaan: Melakukan pencarian dan pengumpulan literatur, jurnal, dan publikasi terkait perlindungan hukum dalam e-commerce dan sistem pembayaran COD.

b. Analisis kerangka hukum: Meninjau undang-undang, peraturan, kebijakan, dan regulasi yang terkait dengan perlindungan penjual atau merchant e-commerce dalam sistem pembayaran COD.

2.2 Analisis Data:

a. Identifikasi tantangan hukum: Menganalisis literatur dan kerangka hukum yang relevan untuk mengidentifikasi tantangan hukum yang dihadapi oleh penjual atau merchant e-commerce dalam sistem pembayaran COD, seperti masalah pembayaran, penipuan, pengembalian produk, dan penyelesaian perselisihan transaksi.

b. Identifikasi strategi perlindungan hukum: Mengidentifikasi dan menganalisis strategi perlindungan hukum yang direkomendasikan dalam literatur dan kerangka hukum untuk mengatasi risiko dan tantangan yang terkait dengan pembayaran COD bagi penjual atau merchant e-commerce.

2.3 Penarikan Kesimpulan:

a. Menyimpulkan temuan penelitian berdasarkan analisis normatif empiris atau kepustakaan terkait perlindungan hukum bagi penjual atau merchant e-commerce dalam sistem pembayaran COD.

(5)

b. Memberikan rekomendasi dan saran yang berdasarkan penelitian ini untuk memperkuat perlindungan hukum bagi penjual atau merchant e-commerce dalam sistem pembayaran COD.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Apa saja tantangan hukum yang dihadapi oleh penjual atau merchant e-commerce dalam sistem pembayaran Cash on Delivery (COD)?

Sistem pembayaran Cash on Delivery (COD) telah menjadi metode pembayaran yang populer dalam e-commerce, terutama bagi konsumen yang ingin memeriksa dan menguji produk sebelum membayar. Namun, di balik kepraktisan dan kepopulerannya, ada beberapa tantangan hukum yang dihadapi oleh penjual atau merchant e-commerce dalam sistem pembayaran COD. Dalam pembahasan ini, akan dijelaskan beberapa tantangan hukum utama yang perlu diperhatikan oleh penjual atau merchant e-commerce dalam sistem pembayaran COD.

3.1.1 Penipuan:

Salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh penjual atau merchant e-commerce dalam sistem pembayaran COD adalah risiko penipuan. Dalam transaksi COD, penjual mengirimkan barang sebelum menerima pembayaran. Ini memberikan peluang bagi pembeli yang tidak jujur untuk menerima produk tanpa membayar atau menggunakan informasi palsu saat memberikan alamat pengiriman. Ikka berpendapat bahwa di dalam dunia Internet, potensi pelaku kejahatan melakukan kejahatan sangatlah besar dan sangat sulit untuk ditangkap karena antara orang yang ada di dalam dunia maya ini sebagian besar fiktif atau identitas orang per orang tidak nyata4. Penjual harus berhati-hati untuk mengidentifikasi tanda-tanda penipuan dan mengadopsi langkah-langkah keamanan yang tepat.

Tantangan ini dapat terkait dengan ketentuan Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur tindak pidana penipuan di Indonesia. Pasal ini menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menggunakan tipu muslihat atau pengelapan untuk mendapatkan keuntungan yang tidak sah bagi dirinya sendiri atau orang 4 Ikka Puspitasari, “Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Penipuan Online DalamHukum Positif Di Indonesia,” Jurnal HUMANI 8, no. 1 (2018): 1–14. Hal. 3.

(6)

lain dapat dihukum dengan pidana penjara. Jika penjual atau merchant e-commerce menjadi korban penipuan dalam transaksi COD, mereka dapat melaporkan kejadian tersebut kepada pihak berwenang dan mengajukan tuntutan hukum sesuai dengan ketentuan Pasal 378 KUHP.

3.1.2 Penolakan Pembayaran:

Tantangan lainnya adalah penolakan pembayaran oleh konsumen pada saat pengiriman. Ada beberapa alasan mengapa pembeli mungkin menolak membayar, seperti ketidakpuasan dengan kondisi produk atau perubahan keputusan pembelian. Hal ini dapat menyebabkan kerugian finansial bagi penjual atau merchant e-commerce, terutama jika mereka telah mengeluarkan biaya pengiriman. Penjual harus memiliki kebijakan pengembalian atau pertukaran yang jelas dan mengkomunikasikan dengan baik kepada konsumen untuk mengurangi risiko penolakan pembayaran.

Untuk tantangan ini, dapat diperhatikan ketentuan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang mengatur tentang pembayaran dalam perjanjian. Pasal ini menyatakan bahwa pembayaran yang sah harus dilakukan segera dan sepenuhnya sesuai dengan kesepakatan antara penjual dan pembeli. Pasal 1338 Ayat (1) KUHPerdata adalah menuntut adanya kepastian hukum dalam artian syarat dan norma hukum dalam kontrak itu harus sesuai dengan Pasal 1338 Ayat (3) KUHPerdata yang bersifat dinamis melingkupi keseluruhan proses kontrak tersebut5. Jika pembeli menolak untuk membayar dalam transaksi COD, penjual dapat mengacu pada ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata untuk menuntut pembayaran yang sah sesuai dengan kesepakatan awal.

3.1.3 Pengiriman Barang yang Salah:

Tantangan lainnya dalam sistem pembayaran COD adalah kemungkinan pengiriman barang yang salah. Dalam beberapa kasus, konsumen dapat mengklaim bahwa barang yang diterima tidak sesuai dengan pesanan mereka atau mengalami kerusakan. Penjual harus memastikan bahwa barang yang dikirim sesuai dengan pesanan dan kondisinya dalam keadaan baik. Mereka juga harus mencatat bukti pengiriman yang dapat digunakan sebagai referensi jika ada sengketa.

Ketentuan Pasal 1543 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dapat menjadi acuan dalam menghadapi tantangan ini. Pasal ini menyatakan bahwa penjual harus

5 Muhammad Syaifuddin, Hukum Kontrak, Mandar Maju, Bandung: 1993, hlm. 96.

(7)

mengirimkan barang yang sesuai dengan perjanjian dan dalam kondisi yang layak untuk penggunaan yang ditujukan. Jika ada ketidaksesuaian atau kerusakan pada barang yang dikirim dalam transaksi COD, penjual dapat mengacu pada Pasal 1543 KUHPerdata untuk menuntut ganti rugi atau penggantian barang yang sesuai.

3.1.4 Perlindungan Privasi dan Keamanan Data:

Dalam transaksi e-commerce, perlindungan privasi dan keamanan data menjadi tantangan yang signifikan. Dalam sistem pembayaran COD, penjual harus mempertimbangkan kebijakan privasi dan melindungi data pribadi konsumen yang diperoleh selama proses pembelian. Mereka juga harus mencegah akses yang tidak sah atau kebocoran data yang dapat membahayakan kedua belah pihak.

Dalam konteks perlindungan data pribadi, Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016. tentang.

Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik di Indonesia menjadi acuan penting. UU ITE mengatur tentang perlindungan data pribadi dan menjelaskan kewajiban penjual atau merchant e-commerce dalam menjaga kerahasiaan dan keamanan data konsumen. Jika terjadi pelanggaran data atau penyalahgunaan informasi pribadi dalam transaksi COD, penjual atau merchant dapat mengacu pada ketentuan UU ITE untuk melindungi hak-hak konsumen dan mengambil langkah hukum yang sesuai.

3.1.5 Penyelesaian Perselisihan:

Bila terjadi perselisihan antara penjual dan pembeli dalam transaksi COD, penyelesaiannya dapat menjadi tantangan.. Para konsumen yang telah dirugikan dapat mengajukan gugatan kepada pelaku usaha melalui peradilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela antara para pihak yang bersengketa sesuai dengan ketentuan Pasal 45 Ayat (1) dan Ayat (2) UU ITE. Bahwa terdapat budaya hukum di masyarakat yang menjadi faktor atau pengaruh dalam penyelesaian sengketa diluar pengadilan6.

Dalam hal penyelesaian perselisihan dalam transaksi e-commerce, dapat pula diperhatikan ketentuan Pasal 56 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU Konsumen). Pasal ini mengatur bahwa penjual atau merchant e-commerce 6 Kurniawan, “Permasalahan dan Kendala Penyelesaian Sengketa Konsumen melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK),” Jurnal Dinamika Hukum, Vol 12, 2012, hlm. 12.

(8)

memiliki kewajiban untuk menanggapi keluhan konsumen dan mencari solusi yang memuaskan. Dalam melakukan upaya sengketa konsumen di luar pengadilan, pemerintah melakukan pembentukan badan baru, yaitu Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (selanjutnya disebut “BPSK”) dengan fungsi melakukan penyelesaian sengktea konsumen yang terjadi di luar pengadilan. Penyelesaian sengketa pada BPSK dapat menjadi alternatif dalam penyelesaian sengketa pada konsumen dengan cepat, mudah, dan murah7. Jika penyelesaian perselisihan dalam transaksi COD tidak dapat dicapai secara damai.

Selain tantangan hukum umum yang dihadapi oleh penjual atau merchant e-commerce dalam sistem pembayaran Cash on Delivery (COD), terdapat pula tantangan khusus terkait dengan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016. tentang. Perubahan atas Undang-undang.

Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) di Indonesia.

UU ITE mengatur berbagai aspek terkait dengan penggunaan teknologi informasi dan transaksi elektronik, termasuk dalam konteks e-commerce antara lain :

1. Perlindungan Data Pribadi: UU ITE memiliki ketentuan yang mengatur perlindungan data pribadi. Dalam transaksi e-commerce, penjual atau merchant e-commerce mengumpulkan data pribadi konsumen, seperti nama, alamat, nomor telepon, dan informasi pembayaran. Penjual atau merchant harus memastikan bahwa mereka mematuhi ketentuan UU ITE terkait perlindungan data pribadi ini. Mereka harus menjaga kerahasiaan dan keamanan data konsumen, serta tidak menggunakan data tersebut untuk tujuan yang tidak sah atau mengungkapkannya kepada pihak ketiga tanpa izin yang sah.

2. Pelanggaran Keamanan dan Integritas Sistem: UU ITE juga mengatur tentang pelanggaran keamanan dan integritas sistem. Penjual atau merchant e-commerce harus menjaga keamanan sistem mereka agar terhindar dari serangan siber dan upaya tidak sah untuk mengakses atau merusak data atau infrastruktur mereka. Mereka harus mengadopsi langkah-langkah keamanan yang memadai, seperti penggunaan enkripsi, perlindungan terhadap serangan malware, dan pemantauan sistem secara berkala. Jika terjadi pelanggaran keamanan, penjual atau merchant harus segera mengambil tindakan untuk memulihkan sistem dan melaporkan kejadian tersebut sesuai dengan ketentuan UU ITE.

7 Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau Dari Hukum Acara serta Kendala Implementasinya, Kencana Prena Media Group, Jakarta: 2008, hlm. 99.

(9)

3. Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual: UU ITE juga melindungi hak kekayaan intelektual, termasuk hak cipta dan merek dagang. Penjual atau merchant e-commerce harus memastikan bahwa mereka tidak melanggar hak kekayaan intelektual pihak lain dalam transaksi COD. Mereka harus memastikan bahwa barang yang mereka jual tidak melanggar hak cipta atau merek dagang yang dilindungi. Jika terdapat klaim atau sengketa terkait dengan pelanggaran hak kekayaan intelektual, penjual atau merchant harus segera menanggapinya sesuai dengan ketentuan UU ITE.

4. Konten Ilegal: UU ITE juga melarang penyebaran konten ilegal atau merugikan melalui media elektronik, termasuk dalam transaksi e-commerce. Penjual atau merchant harus memastikan bahwa konten yang mereka tampilkan dalam situs web atau platform e-commerce mereka sesuai dengan hukum yang berlaku. Mereka tidak boleh menyebarkan konten yang melanggar hak privasi, fitnah, atau melanggar ketentuan hukum lainnya. Jika terdapat konten ilegal yang dilaporkan atau ditemukan, penjual atau merchant harus mengambil tindakan yang sesuai dan menghapus konten tersebut dari platform mereka.

Pada intinya, UU ITE memberikan kerangka hukum yang penting bagi penjual atau merchant e-commerce dalam menjalankan bisnis mereka. Penjual atau merchant harus memahami dan mematuhi ketentuan UU ITE terkait perlindungan data pribadi, keamanan sistem, hak kekayaan intelektual, dan larangan konten ilegal. Dengan mematuhi peraturan yang ada, penjual atau merchant dapat meminimalkan risiko hukum dan membangun kepercayaan dengan konsumen mereka

3.2 Bagaimana strategi perlindungan hukum yang dapat diadopsi oleh penjual atau merchant e-commerce untuk mengatasi risiko dan tantangan yang terkait dengan pembayaran COD?

Kemajuan teknologi dinilai membawa banyak perubahan salah satunya dalam bidang usaha perdagangan yakni kegiatan transaksi elektronik yang dilakukan melalui jarak jauh dengan penggunakan peralatan telekomunikasi dan peralatan komputer8. Hal ini membuat proses jual beli secara elektronik atau e-commerce semakin mudah. Pembelian melalui e- commerce dengan metode pembayaran Cash on Delivery (COD) tidak secara spesifik diatur 8 Lathifah Hanim, “Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak Dalam E-Commerce Sebagai Akibat Dari Globalisasi Ekonomi,” Jurnal Pembaharuan Hukum, Vol. 14, Agustus 2014, hlm. 192.

(10)

dalam undang-undang di Indonesia. Oleh karena itu, status hukum jual beli e-commerce secara COD masih menjadi perdebatan dan dianggap memiliki risiko tertentu.Namun, perlu diingat bahwa dalam konteks perdagangan elektronik, terdapat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang mengatur aspek- aspek transaksi elektronik di Indonesia. UU ITE ini memberikan landasan hukum untuk kegiatan perdagangan elektronik, termasuk jual beli melalui platform e-commerce.Dalam konteks strategi perlindungan hukum yang diadopsi oleh penjual atau merchant e-commerce untuk mengatasi risiko dan tantangan yang terkait dengan pembayaran Cash on Delivery (COD), terdapat beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang relevan. Berikut adalah pasal-pasal penting dalam UU ITE yang dapat menjadi acuan:

1. Pasal 26: Perlindungan Data Pribadi Pasal ini mengatur tentang perlindungan data pribadi yang disimpan, diproses, atau ditransmisikan melalui sistem elektronik. Penjual atau merchant e-commerce harus memastikan bahwa mereka memenuhi persyaratan keamanan dan privasi data konsumen yang terkait dengan pembayaran COD. Mereka harus menjaga kerahasiaan data pribadi konsumen dan melindunginya dari akses yang tidak sah.

2. Pasal 27: Penyimpanan Data Elektronik Pasal ini mengatur tentang kewajiban penyimpanan data elektronik yang berkaitan dengan transaksi elektronik. Penjual atau merchant e-commerce harus mematuhi ketentuan mengenai penyimpanan data transaksi pembayaran COD sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam UU ITE. Mereka harus menjaga integritas dan kerahasiaan data transaksi serta melindunginya dari risiko kebocoran atau penggunaan yang tidak sah.

3. Pasal 28: Keamanan Sistem Elektronik Pasal ini mengatur tentang kewajiban penjual atau merchant e-commerce untuk menjaga keamanan sistem elektronik yang digunakan dalam transaksi pembayaran COD. Mereka harus mengadopsi langkah-langkah teknis dan organisasi yang sesuai untuk melindungi sistem mereka dari serangan atau penyalahgunaan, termasuk penggunaan teknologi keamanan yang canggih dan pemantauan kegiatan yang mencurigakan..

4. Pasal 30: Perlindungan Konsumen dalam Transaksi Elektronik Pasal ini mengatur tentang perlindungan konsumen dalam transaksi elektronik, termasuk pembayaran COD yang dilakukan secara elektronik. Penjual atau merchant e-commerce harus memastikan bahwa transaksi mereka memenuhi persyaratan perlindungan konsumen yang diatur dalam UU ITE, seperti memberikan informasi yang jelas dan akurat, melindungi

(11)

konsumen dari praktik bisnis yang merugikan, serta memberikan aksesibilitas dan kesempatan untuk mengajukan keluhan atau sengketa.

Penjual atau merchant e-commerce harus memahami dan mematuhi ketentuan-ketentuan dalam UU ITE yang relevan untuk memastikan bahwa mereka menjalankan bisnis mereka sesuai dengan hukum. Menerapkan strategi perlindungan hukum yang sesuai dengan UU ITE dapat membantu melindungi penjual atau merchant e-commerce dari risiko hukum dan sengketa yang terkait dengan pembayaran COD, serta membangun kepercayaan konsumen dalam transaksi elektronik.

Pada transaksi jual beli secara elektronik, sama halnya dengan transaksi jual beli biasa yang dilakukan di dunia nyata, dilakukan oleh para pihak yang terkait, walaupun dalam jual beli secara elektronik ini pihak-pihaknya tidak bertemu secara langsung satu sama lain, tetapi berhubungan melalui internet9. Penjualan dan pembelian melalui metode Cash on Delivery (COD) tidak secara khusus diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (UU Perdagangan) di Indonesia. Namun, UU Perdagangan memberikan kerangka hukum yang lebih umum yang dapat diterapkan dalam konteks jual beli secara umum. Dalam perjanjian e-commerce terdapat para pihak yang bertransaksi dalam ranah jual- beli10. Termasuk melalui metode pembayaran COD. Dalam mengatasi risiko dan tantangan yang terkait dengan pembayaran Cash on Delivery (COD) dalam e-commerce, penjual atau merchant dapat mengadopsi strategi perlindungan hukum yang sesuai dengan Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (UU Perdagangan) di Indonesia. Berikut adalah beberapa strategi yang dapat diimplementasikan:

1. Memberikan Informasi yang Jelas dan Akurat (Pasal 8) Penjual atau merchant harus memberikan informasi yang jelas dan akurat mengenai produk atau jasa yang ditawarkan melalui platform e-commerce. Hal ini termasuk informasi mengenai harga, spesifikasi produk, cara penggunaan, dan syarat-syarat pembelian. Dengan memberikan informasi yang transparan, penjual dapat menghindari klaim palsu atau konflik dengan konsumen terkait dengan kualitas atau keaslian produk.

2. Memberikan Jaminan atas Kualitas (Pasal 9) Pasal ini mengatur bahwa penjual atau merchant bertanggung jawab untuk memberikan jaminan atas kualitas barang atau 9Edmon Makarim, Kompilasi Hukum Telematika, Grafindo Persada, Jakarta. 2000, Hal. 65

10 Anggraeni, RR Dewi, and Acep Heri Rizal. “Pelaksanaan Perjanjian Jual Beli Melalui Internet (E-

commerce) Ditinjau Dari Aspek Hukum Perdataan.” SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i 6, no. 3 (2019):

223-238.

(12)

jasa yang ditawarkan kepada konsumen. Strategi perlindungan hukum yang dapat diadopsi adalah dengan memberikan jaminan garansi, baik dalam bentuk garansi pabrik atau garansi penjual sendiri. Hal ini memberikan rasa aman kepada konsumen dalam melakukan pembayaran COD karena mereka mengetahui bahwa jika ada masalah dengan produk, mereka memiliki hak untuk mengajukan klaim atau mendapatkan penggantian.

3. Penyelesaian Sengketa (Pasal 69) Apabila terjadi sengketa antara penjual atau merchant dengan konsumen terkait dengan pembayaran COD, strategi perlindungan hukum yang dapat diadopsi adalah melalui mekanisme penyelesaian sengketa yang diatur dalam UU Perdagangan. Penjual atau merchant dapat menunjuk atau menggunakan mediator atau lembaga penyelesaian sengketa yang diakui oleh pemerintah untuk mencapai kesepakatan yang adil dan menghindari litigasi yang berkepanjangan.

4. Mematuhi Ketentuan Perlindungan Konsumen (Pasal 63-68) Pasal-pasal ini mengatur tentang perlindungan konsumen, termasuk dalam transaksi e-commerce. Penjual atau merchant harus mematuhi ketentuan-ketentuan ini, seperti memberikan informasi yang jelas, menghormati hak konsumen, dan memberikan jaminan kualitas. Dengan memenuhi kewajiban perlindungan konsumen, penjual atau merchant dapat membangun kepercayaan konsumen dan mengurangi risiko sengketa terkait pembayaran COD.

5. Melindungi Data Pribadi Konsumen (Pasal 16) Dalam konteks pembayaran COD, penjual atau merchant e-commerce juga harus memperhatikan perlindungan data pribadi konsumen. Pasal 16 UU Perdagangan mengatur tentang perlindungan data pribadi yang diberikan oleh konsumen kepada penjual atau merchant. Penjual atau merchant harus menjaga kerahasiaan dan keamanan data pribadi konsumen serta menghindari penyalahgunaan data tersebut.

Dalam menjalankan strategi perlindungan hukum, penjual atau merchant e-commerce perlu memahami dengan baik ketentuan-ketentuan dalam UU Perdagangan dan memastikan bahwa operasional mereka sesuai dengan peraturan yang berlaku. Selain itu, konsultasi dengan ahli hukum yang berpengalaman dalam perdagangan elektronik juga dapat

(13)

memberikan panduan yang lebih spesifik dalam menghadapi risiko dan tantangan yang terkait dengan pembayaran COD.

Dalam konteks jual beli dengan metode pembayaran Cash on Delivery (COD), Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan Konsumen) di Indonesia memberikan beberapa ketentuan yang relevan. Undang-Undang ini bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen serta mendorong pelaku usaha untuk bersikap jujur dan bertanggung jawab dalam menjalankan usahanya sehingga memberikan kepastian hukum baik bagi konsumen maupun pelaku usaha. Hubungan hukum antara produsen penyedia barang dan atau jasa dengan suatu hak dan kewajiban yang mendasari terdapatnya suatu tanggung jawab. Pada prinsipnya, penjual wajib untuk bertanggung jawab atas segala pengiriman..produk atau jasa yang telah dibeli oleh konsumen.

Faktor utama pada kesepakatan itu harus didasari niat itikad baik oleh para pihak. Menepati perjanjian harga pada kesepakatan awal, mencari dan mempelajari upaya apa yang nantinya digunakan jika terjadi sengketa permasalahan hukum seperti yang tertuang ada Undang- Undang perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia11. Meskipun tidak secara spesifik mengatur jual beli COD, UU Perlindungan Konsumen memberikan kerangka hukum yang melindungi hak-hak konsumen dalam berbagai transaksi, termasuk jual beli secara umum.

Dalam mengatasi risiko dan tantangan yang terkait dengan pembayaran Cash on Delivery (COD) dalam e-commerce, penjual atau merchant dapat mengadopsi strategi perlindungan hukum yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan Konsumen) di Indonesia. Berikut adalah beberapa pasal dalam UU Perlindungan Konsumen yang relevan:

1. Pasal 4: Hak Konsumen untuk Memperoleh Barang/Jasa yang Aman dan Bermutu.

Pasal ini menegaskan bahwa penjual atau merchant e-commerce memiliki kewajiban untuk menyediakan barang atau jasa yang aman dan bermutu kepada konsumen.

Dalam konteks pembayaran COD, penjual harus memastikan bahwa barang yang dikirimkan kepada konsumen sesuai dengan standar kualitas yang dijanjikan dan tidak menimbulkan risiko keselamatan atau kesehatan bagi konsumen.

2. Pasal 7: Hak Konsumen untuk Memperoleh Informasi yang Jelas dan Benar. Pasal ini memberikan hak kepada konsumen untuk memperoleh informasi yang jelas dan benar 11 Wulandari, Yudha Sri. “Perlindungan Hukum bagi Konsumen terhadap Transaksi Jual Beli E-Commerce.”

AJUDIKASI: Jurnal Ilmu Hukum 2, no. 2 (2018): 199-210.

(14)

mengenai barang atau jasa yang ditawarkan. Dalam hal pembayaran COD, penjual atau merchant harus memberikan informasi yang lengkap tentang harga, syarat-syarat pembayaran, dan kebijakan pengembalian atau klaim jika terjadi masalah dengan barang yang dibeli.

3. Pasal 8: Hak Konsumen untuk Dilayani dengan Jujur dan Adil. Pasal ini mengatur bahwa penjual atau merchant e-commerce harus melayani konsumen dengan jujur dan adil dalam semua aspek transaksi. Mereka tidak boleh menggunakan praktik-praktik penipuan, penyelewengan informasi, atau perlakuan yang merugikan konsumen dalam proses pembayaran COD.

4. Pasal 12: Tanggung Jawab atas Kualitas dan Keamanan Barang/Jasa. Pasal ini menyebutkan bahwa penjual atau merchant bertanggung jawab atas kualitas dan keamanan barang atau jasa yang ditawarkan kepada konsumen. Dalam konteks pembayaran COD, penjual harus memastikan bahwa barang yang dikirimkan sesuai dengan deskripsi dan tidak cacat serta memberikan jaminan terhadap barang tersebut.

5. Pasal 18: Kewajiban Penjual dalam Menyediakan Barang/Jasa yang Sesuai dengan Iklan. Pasal ini mengatur bahwa penjual atau merchant harus menyediakan barang atau jasa yang sesuai dengan iklan atau promosi yang mereka lakukan. Dalam hal pembayaran COD, penjual harus memastikan bahwa barang yang diterima oleh konsumen sesuai dengan apa yang diiklankan, termasuk kualitas, merek, ukuran, dan spesifikasi lainnya.

6. Pasal 19: Tanggung Jawab atas Kerugian yang Ditimbulkan oleh Barang/Jasa yang Cacat. Pasal ini menyebutkan bahwa penjual atau merchant bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan oleh barang atau jasa yang cacat atau tidak sesuai dengan kualitas yang dijanjikan. Dalam pembayaran COD, jika terjadi masalah dengan barang yang dibeli, penjual harus bertanggung jawab untuk memperbaiki, menggantikan, atau mengembalikan uang kepada konsumen.

Meskipun UU Perlindungan Konsumen tidak secara eksplisit mengatur jual beli COD, prinsip-prinsip dan ketentuan yang ada dalam undang-undang tersebut tetap berlaku dan dapat dijadikan pedoman untuk menjaga hak-hak konsumen dalam transaksi jual beli COD

(15)

4. PENUTUP

A. Kesimpulan A,1 Kesimpulan 1

Berdasarkan analisis dalam jurnal ini, dapat disimpulkan bahwa penjual atau merchant e-commerce menghadapi sejumlah tantangan hukum dalam sistem pembayaran Cash on Delivery (COD). Tantangan ini termasuk risiko keamanan transaksi, masalah kualitas produk, sengketa dan klaim, serta kekhawatiran privasi dan keamanan data. Oleh karena itu, diperlukan strategi perlindungan hukum yang efektif untuk mengatasi tantangan ini dan menjaga integritas bisnis e-commerce. Dalam konteks hukum, penting bagi penjual atau merchant e-commerce untuk memahami dan mematuhi peraturan yang berlaku, seperti Undang-undang ITE, Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Perdagangan, dan undang-undang terkait lainnya. Mereka perlu mengembangkan kebijakan dan syarat layanan yang jelas untuk pembayaran COD, meningkatkan proses verifikasi pelanggan, menyediakan mekanisme penyelesaian sengketa yang efektif, dan memastikan kepatuhan terhadap undang-undang perlindungan data dan privasi.

A.2 Kesimpulan 2

Dari analisis normatif dan empiris dalam jurnal ini, dapat disimpulkan bahwa penjual atau merchant e-commerce dapat mengadopsi sejumlah strategi perlindungan hukum untuk mengatasi risiko dan tantangan yang terkait dengan pembayaran COD. Strategi ini meliputi pemahaman dan kepatuhan terhadap peraturan hukum yang berlaku, pengembangan kebijakan dan syarat layanan yang jelas, peningkatan proses verifikasi pelanggan, menyediakan mekanisme penyelesaian sengketa yang efektif, dan perlindungan data dan privasi yang memadai. Strategi perlindungan hukum yang efektif akan membantu penjual atau merchant e-commerce dalam meminimalkan risiko hukum, membangun kepercayaan konsumen, dan meningkatkan kinerja bisnis mereka. Dalam konteks ini, penting bagi penjual atau merchant e-commerce untuk terus memantau perkembangan hukum terkait dan

(16)

memperbarui strategi perlindungan mereka sesuai dengan perubahan yang terjadi. Dengan adopsi strategi perlindungan hukum yang tepat, penjual atau merchant e-commerce dapat mengatasi risiko dan tantangan yang terkait dengan pembayaran COD, meminimalkan potensi masalah hukum, dan mencapai kesuksesan dalam lingkungan perdagangan elektronik yang semakin kompleks.

B. Saran

Saran untuk tantangan hukum yang dihadapi oleh penjual atau merchant e-commerce dalam sistem pembayaran Cash on Delivery (COD):

1. Peningkatan Kesadaran Hukum:

Penjual atau merchant e-commerce perlu meningkatkan pemahaman mereka tentang peraturan dan undang-undang yang berlaku dalam konteks e-commerce dan sistem pembayaran COD. Serta melakukan pendidikan, pelatihan, atau konsultasi dengan ahli hukum untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang aspek hukum terkait.

2. Pengembangan Kebijakan dan Prosedur Internal:

Mengembangkan kebijakan internal yang jelas dan transparan terkait pembayaran, pengiriman, pengembalian produk, penyelesaian sengketa, dan perlindungan data konsumen. Kemudian menyusun prosedur operasional yang rinci untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan hukum. Serta mengkomunikasikan kebijakan dan prosedur ini secara efektif kepada seluruh tim penjualan dan layanan pelanggan.

Saran strategi perlindungan hukum yang dapat diadopsi oleh penjual atau merchant e- commerce untuk mengatasi risiko dan tantangan yang terkait dengan pembayaran COD:

1. Kualifikasi Pelanggan:

Mengadopsi kebijakan verifikasi identitas pelanggan yang ketat sebelum melakukan transaksi COD. Meminta dokumen identifikasi yang valid dan melakukan proses verifikasi yang akurat. Serta menggunakan teknologi dan solusi keamanan yang canggih untuk melindungi data pelanggan.

2. Peningkatan Komunikasi dan Transparansi:

Menyediakan informasi yang jelas tentang proses pembayaran COD, termasuk biaya tambahan yang mungkin dikenakan. Memberikan penjelasan yang memadai kepada pelanggan tentang kebijakan pengembalian, jaminan produk, dan batasan tanggung

(17)

jawab penjual. Serta Membuat komunikasi dengan pelanggan lebih mudah melalui layanan pelanggan yang responsif dan kanal komunikasi yang jelas.

Dengan menerapkan saran-saran ini, penjual atau merchant e-commerce dapat mengatasi risiko dan tantangan yang terkait dengan pembayaran COD. Mereka akan dapat membangun kepercayaan konsumen, meminimalkan risiko hukum, dan menciptakan pengalaman belanja yang positif bagi konsumen.

(18)

DAFTAR PUSTAKA Buku

Makarim, Edmon, Kompilasi Hukum Telematika, Grafindo Persada, Jakarta, 2000.

Syaifuddin, Muhammad, Hukum Kontrak, Mandar Maju, Bandung: 1993.

Yusuf , Muhammad dan Noor Ifada, E-commerce : Konsep dan Teknologi, MNC Publishing, Jakarta: 2021.

Jurnal

Anggraeni, RR Dewi, and Acep Heri Rizal. “Pelaksanaan Perjanjian Jual Beli Melalui Internet (E-commerce) Ditinjau Dari Aspek Hukum Perdataan.” SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i 6, no. 3 (2019): 223-238.

Hanim, Lathifah, “Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak Dalam E-Commerce Sebagai Akibat Dari Globalisasi Ekonomi,” Jurnal Pembaharuan Hukum, Vol. 14, Agustus 2014.

Hotana, Melisa Setiawan, “Industri E-CommerceDalam Menciptakan Pasar Yang Kompetitif Berdasarkan Hukum Persaingan Usaha,” Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune I, no. 1 (2018): 28–38.

Kurniawan, “Permasalahan dan Kendala Penyelesaian Sengketa Konsumen melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK),” Jurnal Dinamika Hukum, Vol 12, 2012.

Nugroho, Susanti Adi, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau Dari Hukum Acara serta Kendala Implementasinya, Kencana Prena Media Group, Jakarta: 2008.

Puspitasari, Ikka, “Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Penipuan Online Dalam Hukum Positif Di Indonesia,” Jurnal HUMANI 8, no. 1 (2018): 1–14.

Silviasari, “Penyelesaian Sengketa Konsumen dan Pelaku Usaha Dalam Transaksi E- Commerce Melalui Sistem Chas On Delivery,” Media of Law and Sharia, Vol. 1, 2020.

(19)

Wulandari, Yudha Sri. “Perlindungan Hukum bagi Konsumen terhadap Transaksi Jual Beli E-Commerce.” AJUDIKASI: Jurnal Ilmu Hukum 2, no. 2 (2018): 199-210.

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata(KUHPerdata)

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821)

Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843)

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5512)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran profesi Notaris dalam upaya perlindungan hukum bagi pembeli dalam jual beli online, serta proses pembuatan alat

adanya penelitian tentang hukum jual beli handphone BM yang ditinjau dari. hokum islam dan hokum perlindungan konsumen yang tertuang dalam

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan mengenai wanprestasi dalam jual beli secara elektronik ( e-commerce ) serta untuk mengetahui perlindungan hukum

Untuk tujuan dokumen ini, kami harus mengidentifikasi sifat pelanggaran Perjanjian jual beli secara lisan dan untuk mengetahui perlindungan hukum apa yang bisa

Mengenai pelaksanaan perlindungan hukum pada perjanian franchise Kuch2hotahu berupa “perjanjian kerjasama jual beli Kuch2hotahu” antara franchisor dengan

Ahmad Ali Izzul Haq, 11220103, Perlindungan Hukum Jual Beli Ikan Melalui Wakil (Perspektif KUHPerdata Dan KHES), Sekripsi, Jurusan Hukum Bisnis Syariah, Fakultas

Berdasarkan hasil penelitian mengenai perlindungan hukum bagi konsumen apartemen dalam perjanjian pengikatan jual beli dikaitkan dengan Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Selanjutnya, Pasal 1458 menyatakan bahwa setelah terjadinya kesepakatan mengenai barang dan harga barang tersebut, maka kegiatan jual beli tersebut dianggap telah ada sekalipun barang