• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK ANAK PASCA PERCERAIAN KEDUA ORANG TUANYA BERDASARKAN UNDANG – UNDANG NO. 35 TAHUN 2014 PERUBAHAN ATAS UNDANG – UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK JUNCTO UNDANG – UNDANG NO. 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA - repo unpas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK ANAK PASCA PERCERAIAN KEDUA ORANG TUANYA BERDASARKAN UNDANG – UNDANG NO. 35 TAHUN 2014 PERUBAHAN ATAS UNDANG – UNDANG NO. 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK JUNCTO UNDANG – UNDANG NO. 39 TAHUN 1999 TENTANG HAK ASASI MANUSIA - repo unpas"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

Berdasarkan lemahnya kedudukan anak-anak tersebut, maka Undang-undang Nomor 1 Tahub Tahun 1974 tentang Perkawinan memberikan perlindungan terhadap hak-hak anak yang orangtuanya bercerai. Perceraian yang terjadi dalam keluarga memberikan dampak yang mempengaruhi psikologi dan kondisi anak yang mengalami kendala dalam memenuhi perasaan cinta dan memiliki orang tua dimana mereka harus melihat dan menerima kenyataan bahwa kedua orang tuanya telah bercerai. Menurut Dariyo, anak yang ditinggalkan akibat perceraian orang tuanya juga akan merasakan dampak negatifnya.

Menurut Lesley (dalam Ihromi 2004) ia menyatakan bahwa anak-anak yang orang tuanya bercerai seringkali hidup dalam penderitaan. Dalam hal ini, anak dari orang tua yang bercerai mempunyai permasalahan pada sisi emosionalnya sendiri.

Perceraian

Pengertian Perceraian

Selain itu, perceraian merupakan awal dari keretakan rumah tangga, yang dapat terjadi baik pada suami istri maupun pada anak. Perceraian, apa pun alasannya, tidak hanya berdampak pada mantan suami istri, tapi juga anak-anaknya. Yang dimaksud dengan perkawinan menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 adalah ‘ikatan rohani dan jasmani antara seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal, berdasarkan iman. pada Tuhan Yang Maha Esa".

Oleh karena itu, perceraian adalah putusnya ikatan batin dan jasmani antara suami dan istri yang berujung pada berakhirnya hubungan kekeluargaan antara suami dan istri. Ketika situasi ini muncul, terkadang dapat diselesaikan, sehingga hubungan kedua belah pihak menjadi baik kembali, namun terkadang kesalahpahaman menjadi berkepanjangan, tidak dapat didamaikan, dan selalu terjadi pertengkaran antara suami dan istri. Di Indonesia, perceraian diatur dalam Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan yang berlaku bagi semua golongan masyarakat Indonesia.

Perkembangan hukum perkawinan dan pencatatannya dilakukan dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 yang mulai berlaku pada tanggal 1 Oktober 1975 bagi seluruh warga negara Indonesia (WNI). Perceraian menurut hukum Islam dinyatakan positif dalam Pasal 38 dan Pasal 39 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang dituangkan dalam Peraturan. 40 Sumiyati, Hukum Islam tentang Perkawinan dan Hukum Perkawinan (UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan) (Yogyakarta: Liberty, 1982).

Perceraian menurut hukum agama non Islam, yang positif dalam UU No. 1 Tahun 1974 dan dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 9 Tahun 1975 yaitu perceraian, apabila gugatan cerai diajukan oleh suami atau atas prakarsa suami atau istri kepada pengadilan negeri yang dianggap telah timbul dan segala akibat hukumnya sejak pendaftarannya dan seterusnya.

Alasan-Alasan Perceraian Menurut Aturan Hukum Yang Berlaku

Dalam peraturan pemerintah no. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 1 Tahun 1974, Pasal 19 menjelaskan bahwa perceraian dapat dilakukan jika ada beberapa alasan penting. Jika tidak demikian, maka pengadilan tidak akan menerima langkah perceraian sebagai penyelesaian atas gugatan cerai penggugat. Sebagaimana telah dikemukakan di atas, yang dimaksud dengan “alasan hukum perceraian” adalah dasar atau dasar alat bukti (keterangan) yang digunakan untuk memperkuat dugaan dan tuntutan atau tuntutan dalam suatu perkara perselisihan atau perceraian, yang ditetapkan dalam hukum nasional, yaitu peraturan perkawinan. . , khususnya pada UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975.43.

Hak untuk bercerai merupakan bagian dari hukum perkawinan, karena perceraian merupakan sebab putusnya perkawinan, di luar kematian dan putusan pengadilan. Dalam undang-undang nomor 1 tahun 1974 terdapat pasal-pasal yang mengatur mengenai perceraian, hal ini tidak lepas dari pasal-pasalnya (mengandung asas-. 43 Budi Susilo, Tata Cara Gugatan Cerai (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2008). hal. 21. asas-asas dan norma hukum positif) yang mengatur perkawinan secara sistematis.

Perceraian adalah perbuatan keji dan Allah membencinya, namun hukum membolehkan suami atau istri bercerai jika perkawinannya sudah tidak dapat dipertahankan lagi. Salah satu pihak meninggalkan pihak lainnya selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak lainnya dan tanpa alasan yang sah atau karena alasan lain di luar kemampuannya; Salah satu pihak mempunyai cacat fisik atau sakit karena tidak mampu memenuhi kewajiban suami istri;

Antara suami dan istri selalu terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada lagi harapan untuk hidup rukun dalam rumah tangga.44.

Akibat Perceraian

Selain itu, ada empat kewajiban dan tanggung jawab orang tua terhadap anak yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh orang tua. Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 menjelaskan, yang dimaksud dengan “perpisahan” antara lain perpisahan akibat perceraian dan keadaan lain dengan kedua orang tua. Selain itu ketika suami istri bercerai maka akan timbul status baru yaitu janda bagi istri dan duda bagi suami dan ada juga istilah mantan atau mantan istri dan mantan atau mantan suami, namun istilah tersebut sendiri tidak berlaku untuk anak dan orang tua, karena pada kenyataannya tidak ada yang namanya mantan anak dan mantan orang tua.

Oleh karena itu, empat hal di atas harus dipenuhi oleh orang tua dalam hubungannya dengan anak jika mereka bercerai. Namun dalam hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa ada orang tua yang bercerai namun ada salah satu pihak yang tidak menghormati hak anak itu sendiri, sehingga hak anak tersebut terabaikan. Selain itu, perceraian juga mempunyai akibat hukum terhadap harta bersama sebagaimana diatur dalam Pasal 37 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.

Oleh karena itu, kewajiban orang tua untuk mengasuh dan mendidik anaknya tetap ada, meskipun perkawinan antara orang tua putus karena perceraian. Jika dalam hal ini orang tua merupakan pelaku utama dalam keluarga yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan anak, maka kewajibannya adalah mengasuh dan mendidik anak sejak kecil hingga dewasa, agar anak tumbuh dan berkembang menjadi anak yang cerdas, berbakti kepada orang tua, sehat jasmani dan rohani, berbudi luhur, mempunyai semangat dan kemampuan menjunjung tinggi cita-cita bangsa dan negara berdasarkan Pancasila serta bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, kedua orang tua wajib mengasuh dan membesarkan anaknya sebaik-baiknya hingga anak tersebut menikah dan dapat hidup mandiri.

Kewajiban orang tua untuk mengasuh dan mendidik anaknya akan tetap berjalan meskipun hubungan perkawinannya telah berakhir akibat perceraian.

Pengertian Perlindungan Hukum Terhadap Anak 1. Pengertian Perlindungan Hukum

Perlindungan Anak Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak

Dalam hal ini perlu diketahui bahwa anak itu ada apabila seseorang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan, hal ini sesuai dengan yang tertuang dalam Undang-Undang Perlindungan Anak. Nomor 35 Tahun 2014. Perlindungan anak adalah segala kegiatan yang menjamin dan melindungi anak beserta hak-haknya, agar ia dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan martabat kemanusiaan, serta terlindungi dari kekerasan dan diskriminasi.”53. Menurut Arif Gosita, perlindungan anak merupakan upaya yang mendukung pelaksanaan hak dan kewajiban.

Upaya perlindungan anak dapat berupa tindakan hukum yang mempunyai akibat hukum, sehingga menghindarkan anak dari perilaku sewenang-wenang orang tua.54. Perlindungan hukum terhadap anak, menurut Barda Nawawi Arief, dapat menjadi upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak-hak dasar anak, dalam hal ini anak juga manusia, oleh karena itu penghormatan terhadap hak asasi anak sama dengan penghormatan terhadap hak asasi manusia.

Jadi pada dasarnya perlindungan anak didasarkan pada Undang-undang Republik Indonesia nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak itu sendiri, yang dilaksanakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Asas tersebut Perlindungan ini diatur atas dasar kepentingan tertinggi bagi anak (the best interest of the child), dimana asas ini mengatur bahwa segala tindakan yang berkaitan dengan anak dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, badan legislatif dan yudikatif. 55 Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Penegakan Hukum Pidana dan Kebijakan Pembangunan (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1998).

Pemenuhan kebutuhan anak sebagaimana tertuang dalam catatan hukum perlindungan anak masih belum cukup untuk menghilangkan kondisi buruk pada anak, padahal sebenarnya anak merupakan kekayaan yang tak ternilai harganya dan juga merupakan generasi penerus bangsa, maka dalam hal ini adalah baik dilihat dari sudut pandang sosial, budaya, ekonomi, politik, hukum dan keberlanjutan bagi generasi keluarga, bangsa dan negara.

Perlindungan Anak Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

Perlindungan anak adalah segala bentuk upaya untuk menjamin dan melindungi anak serta hak-haknya agar mereka dapat hidup, tumbuh dan berkembang serta berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta terlindungi dari kekerasan dan diskriminasi. Oleh karena itu, jika kita berbicara mengenai permasalahan yang berkaitan dengan anak tentu tidak lepas dari permasalahan yang berkaitan dengan hak asasi manusia, karena dalam undang-undang no. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pada alinea pertama Pasal 52 ditegaskan bahwa: “Hak untuk dilindungi sejak dalam kandungan.” Karena permulaan kehidupan seorang anak merupakan masa dimana segala sesuatunya paling penting bahkan rentan. .57 Hak yang paling mendasar dalam kaitannya dengan hak asasi manusia adalah hak untuk hidup.

Hak-hak anak tersebut merupakan bagian dari hak asasi manusia yang tertuang dalam UUD 1945 dan Konvensi Hak Anak PBB. Di Indonesia telah diundangkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang memuat hak-hak anak, pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara untuk memberikan perlindungan anak sebagai landasan hukum pelaksanaannya. dan tanggung jawab.. Namun upaya perlindungan anak dan segala aspeknya nampaknya memerlukan payung hukum untuk menciptakan kehidupan terbaik bagi anak yang diharapkan.

Payung hukum yang dimaksud adalah Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Selain itu, di dunia internasional hal ini juga telah disepakati dan disepakati bersama sehingga tercipta suatu peraturan yang mengatur tentang perlindungan anak. Jadi aturan hukum ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Kewajiban kemanusiaan adalah kewajiban yang harus dilakukan oleh masyarakat untuk melaksanakan dan melindungi hak asasi manusia.59.

Referensi

Dokumen terkait

Pasal 1 ayat 1 dari Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia mendefenisikan hak asasi manusia sebagai seperangkat hak yang melekat pada hakekat keberadaan manusia

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA SURAT PENCATATAN CIPTAAN Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun