• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERNIKAHAN ORANG YANG MASIH DALAM STATUS BERSUAMI MENURUT PERSPEKTIF UU NO.1 TAHUN 1974 DAN FIQIH MUNAKAHAT (Studi Kasus di Desa Suru Kecamatan Doko Kabupaten Blitar) - Institutional Repository of UIN SATU Tulungagung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PERNIKAHAN ORANG YANG MASIH DALAM STATUS BERSUAMI MENURUT PERSPEKTIF UU NO.1 TAHUN 1974 DAN FIQIH MUNAKAHAT (Studi Kasus di Desa Suru Kecamatan Doko Kabupaten Blitar) - Institutional Repository of UIN SATU Tulungagung"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

Perkahwinan juga wajib bagi orang yang berkemampuan, yang akan menjaga jiwa dan menyelamatkan mereka daripada perbuatan yang haram. Perkahwinan diharamkan, perkahwinan diharamkan bagi orang yang mengetahui bahawa mereka tidak mampu menjalani kehidupan berumah tangga, melaksanakan kewajipan fizikal seperti memberi nafkah, pakaian, tempat tinggal, dan kewajipan batin seperti mencampuri isteri.15 dan atau apabila seorang lelaki atau perempuan tidak berniat menunaikan kewajipan suami isteri atau lelaki yang hendak mengejar perempuan atau sebaliknya lelaki/perempuan yang hendak mempersendakan pasangannya, maka orang yang berkenaan dilarang berkahwin 5 Nikah Sunnah, nikah dianjurkan bagi orang yang mampu tetapi masih sanggup mengawal diri dari perbuatan yang haram, dalam hal ini nikah lebih baik daripada membujang kerana bujang tidak diajarkan oleh Islam.

Nikah mubah yaitu bagi orang yang tidak dihalangi untuk menikah dan dorongan untuk menikah tidak membahayakan dirinya, belum wajib menikah dan tidak haram jika tidak menikah. Namun terkadang ada saja orang yang ragu untuk menikah karena takut akan kesulitan rumah tangga baik dari segi ekonomi maupun masalah lainnya. Dan nikahilah orang-orang di antara kamu yang masih lajang, dan juga orang-orang yang layak untuk mengawini hamba laki-laki dan perempuanmu.

Al-Qur'an menunjukkan bahwa cara yang benar dan alami untuk mencapai kedamaian dan kepuasan hidup adalah berdasarkan hubungan suami istri yang baik dan apa yang telah digariskan Allah, apa yang Dia firmankan dan apa yang Dia peroleh dari rasul-Nya yaitu Adam dan Hawa. Islam percaya bahwa pernikahan adalah ikatan yang kuat dan janji yang mencakup segalanya bagi kehidupan, masyarakat, dan manusia. Hubungan antara suami dan istri ditempatkan di bawah lindungan peran sebagai ibu dan ayah, agar kelak mereka dapat memperoleh keturunan yang baik dan memperoleh hasil yang memuaskan.

Padahal, hubungan perkawinan merupakan suatu hubungan yang sangat kuat dalam kehidupan dan eksistensi manusia, tidak hanya antara suami istri dan keturunannya, tetapi juga antara dua keluarga.

Nikah Sirri

نسح ثيدح اذه : يذمترلا ىسيع وبأ لاقومقر ،هجام نباو

Poliandri

Bahkan, dalam hal ini sebagian orang yang menyukai makanan lezat biologis lebih memilih bentuk ini.33 Poliandri adalah sistem perkawinan di mana seorang perempuan diperbolehkan memiliki lebih dari satu suami dalam waktu yang bersamaan. Berkaitan dengan hal tersebut, wajar jika Islam mengharamkan poliandri, karena selain bertentangan dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah, poliandri juga dapat menimbulkan banyak permasalahan, baik dalam keluarga maupun masyarakat. Poliandri dalam Perspektif Normatif dan Yuridis Dalam perspektif yuridis normatif para ulama fiqih sepakat bahwa hukum poliandri haram, hal ini berdasarkan firman Allah: 37.

Oleh karena itu, jika terjadi poliandri maka akan sulit menelusuri garis keturunan dari anak yang dilahirkan, hal ini juga akan berdampak pada sistem waris bagi anak dan suami perempuan apabila salah satu suami perempuan tersebut meninggal dunia. Sehubungan dengan penjelasan di atas, apabila seorang laki-laki atau perempuan yang masih berstatus kawin ingin menikah dengan calon istri atau calon suami, maka dapat dilakukan upaya untuk mencegah perkawinan tersebut, dengan mengajukan ke Pengadilan Agama dan juga memberitahukan kepada Petugas Pencatatan Nikah. , yang nantinya akan menginformasikan kepada calon calon pengantin tentang persyaratan untuk mencegah pernikahan. Larangan poliandri, selain ketentuan syariat, juga diatur dalam Pasal 40 ayat (a) Kompendium Hukum Islam (KHI) yang menyatakan bahwa “haramnya seorang perempuan yang masih beristri menikah dengan orang lain.” pria". .

Bagi wanita yang membatalkan perkawinannya, maka berlaku masa tunggu atau iddah dari mantan suaminya, kecuali qabla al dukhul dan perkawinan itu tidak berakhir karena meninggalnya suami. Apabila putusnya perkawinan karena meninggal dunia, sekalipun qabla al dukhul, maka masa tunggunya ditetapkan 130 (seratus tiga puluh) hari. Apabila putusnya perkawinan karena perceraian, maka waktu tunggu bagi yang masih haid ditetapkan 3 (tiga) waktu suci paling singkat 90 (sembilan puluh) hari, dan bagi yang tidak haid ditetapkan 90 (sembilan puluh) hari. ) ) hari.

Jika perkawinan putus karena perceraian dan janda itu hamil, maka masa tunggunya ditetapkan sampai ia dilahirkan. Apabila perkawinan itu putus karena meninggal dunia dan janda itu hamil, maka ditetapkan masa tunggu sampai melahirkan. Tidak ada waktu tunggu bagi mereka yang mengakhiri perkawinannya karena perceraian antara seorang janda dengan mantan suaminya Qabla al dukhul.

Bagi perkawinan yang putus karena perceraian, masa tunggunya dihitung sejak tanggal putusan pengadilan agama yang mempunyai kekuatan tetap, dan bagi perkawinan yang putus karena kematian, masa tunggunya dihitung sejak meninggalnya suami. . Masa tunggu wanita haid adalah tidak haid pada saat iddah karena sedang menyusui, sehingga iddahnya adalah tiga waktu suci. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UUP), bahwa seorang laki-laki hanya mempunyai satu isteri dan seorang perempuan hanya mempunyai satu suami, hal ini ditegaskan dalam salah satu syarat untuk melangsungkan perkawinan, yaitu dalam Pasal 9 Undang-Undang Perkawinan, bahwa seseorang yang masih terikat perkawinan Anda tidak boleh kawin lagi dengan orang lain, kecuali dalam hal yang ditentukan dalam Pasal 3(2) dan Pasal 4 Undang-Undang Perkawinan.

Perkawinan salah satu pihak yang masih terikat perkawinan dengan orang lain tidak dapat kawin lagi dan dapat dicegah untuk kawin.46 Seorang perempuan tidak boleh kawin lagi karena masih terikat perkawinan dengan orang lain, kecuali perkawinan itu dilakukan secara siri dan tidak dilakukan. terdaftar. Wanita yang belum menceraikan suaminya, walaupun sudah tidak tinggal bersama lagi, tetap terikat perkawinan, jika seorang wanita ingin menikah lagi, ia harus menceraikan suaminya terlebih dahulu dan menyelesaikan masa tunggu.

Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

Arini Rahyuwati,