• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA FIDUSIA DI KABUPATEN BANYUMAS BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO 2 TAHUN 2014 TENTANG JABATAN NOTARIS - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PERTANGGUNGJAWABAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA FIDUSIA DI KABUPATEN BANYUMAS BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO 2 TAHUN 2014 TENTANG JABATAN NOTARIS - repository perpustakaan"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu

No. Nama Judul Rumusan

Masalah

Kesimpulan

1. IDA

NURKASANAH

PERTANGGUNGJ AWABAN NOTARIS TERHADAP AKTA OTENTIK YANG DIBUAT DI

HADAPANNYA(S TUDI

TERHADAP NOTARIS DI KOTA SEMARANG)

1. Bagaimana pertanggungja waban Notaris terhadap akta otentik yang dibuat di hadapannya ? 2. Bagaimana

akibat hukum terhadap akta otentik yang dibuat di hadapan Notaris jika memuat keterangan tidak benar ?

1. Untuk jelasnya penulis menyimpulkan bahwa, proses pembuatan akta otentik menimbulakan tanggungjawab yang harus dipikul notaris dan para pihak,

Notaris bukan hanya sebagai Notulen akan tetapi Notaris juga berperan sebagai Konsultan hukum yang memberikan

pertimbangan-

pertimbangan hukum atas akta yang dikehendaki.

Tidak sebatas terbuatnya akta otentik, Notaris juga bertanggungjawab atas kebenaran bagian–bagian dalam akta baik secara formil maupun secara materiil. Setelah akta yang diinginkan para pihak selesai dibuat, muncul tanggunngjawab lain dari Notaris yaitu menyimpan Minuta akta serta Notaris harus siap memberikan keterangan dimuka pengadilan bilamana akta yang dibuat dihadapan

Notaris menuai

permasalahan.

2. Status akta otentik itu sendiri dapat berubah dan dapat didegradasi keotentikanya. Kebatalan dan pembatalan dalam akta yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris yaitu:

akta dapat dibatalkan jika akta tidak memenuhi syarat subjektif, akta batal

(2)

demi hukum jika dalam akta tidak terpenuhinya syarat objektif, akta mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan, akta dibatalkan oleh para pihak, dan pembatalan dapat dilakukan atas dasar dibuktikan dengan asas praduga sah yang mana akibat hukum yang timbul atas akta adalah sesuai dengan keputusan pengadilan.

2. VALENTINE

PHEBE MOWOKA

PELAKSANAN TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP

AKTA YANG

DIBUATNA

1. Bagaimana pertanggungja waban notaris sebagai pejabat umum apabila melakukan suatu kesalahan dalam pembuatan akta otentik yang

pertentangan dengan UUJN?

2. Bagaimana upaya hukum bagi Notaris dalam

pembuatan akta terdapat kesalaan?

1. Dalam pelaksanaan tanggung jawab Notaris, kedudukan hukum Akta Notaris sebagai alat bukti yang sempurna selama prosedur dan tata cara pembuatan sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris. Tetapi bila tidak sesuai Prosedur dan tata cara dalam pengaturan undang-undang maka akta tersebut hanya dapat digunakan sebagai pembuktian di bawah tangan sesuai dengan pasal 41 UUJN. Disini hakim bebas menilai karena dalam Hukum acara pidana harus ada sekurangkurangnya 2 (dua) alat bukti sesuai pasal 183 KUHAP.

terhadap akta yang memuat keterangan palsu adalah menjadi akta di bawah tangan sesuai dengan pasal 41 UUJN dan batal demi hukum apabila pihak yang mendalilkan dapat membuktikannya.

2. Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang untuk pembuatan akta yang memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang diberitahukan para

(3)

pihak kepada Notaris.

Selama sesuai dengan Undang-undang no 2 tahun 2014, maka akta dikatakan otentik.

3. Putu Vera

Purnama Diana PERTANGGUG JAWABAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA

BERDASARKA N PEMALSUAN SURAT OLEH PARA PIHAK

1. Bagaimanaka h tanggung jawab notaris dalam hal terjadinya pemalsuan surat yang dilakukan oleh para pihak dalam pembuatan akta notaris menurut Undang- undang Jabatan Notaris?

2. Apakah notaris dapat dimintai pertanggungja waban pidana bila muncul kerugian terhadap salah satu pihak sebagai akibat adanya dokumen palsu dari salah satu pihak?

1. Adapun tanggung jawab Notaris dalam hal terjadinya pemalsuan surat yang dilakukan oleh para pihak dalam pembuatan akta Notaris menurut UUJN adalah ketika Notaris dalam menjalankan jabatannya terbukti melakukan pelanggaran, maka Notaris bertanggung jawab sesuai dengan

perbuatan yang

dilakukannya baik tanggung jawab dari segi Hukum Administrasi, Hukum Perdata, yaitu sesuai ketentuan sanksi yang tercantum dalam Pasal 84 dan 85 UU Perubahan atas UUJN dan kode etik, namun di dalam UUJN dan UU Perubahan atas UUJN tidak mengatur adanya sanksi pidana.

2. Notaris tidak dapat diminta

pertanggungjawabannya pidana apabila muncul kerugian trhadap salah satu pihak sebagai akibat adanya dokumen palsu dari salah satu pihak, karena Notaris hanya mencatat apa yang disampaikan oleh para pihak untuk dituangkan ke dalam akta.

Keterangan palsu yang disampaikan oleh para pihak adalah menjadi tanggung jawab para pihak. Dengan kata lain,

yang dapat

dipertanggungjawabkan kepada Notaris apabila penipuan itu bersumber dari Notaris sendiri.

(4)

Dari kajian penelitian terdahulu diatas terdapat beberapa persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini, yaitu:

1. Perbedaan penelitian ini dengan Ida Nurkasanah tentang Bagaimana akibat hukum terhadap akta otentik yang dibuat di hadapan Notaris jika memuat keterangan tidak benar, sedangkan dalam penelitian ini tentang hambatan dalam penegakan ketentuan batas kewajaran pembuatan akta.

Persamaan anatar keduanya adalah sama-sama membahas pertanggungjawaban Notaris jika melakukan kesalahan.

2. Perbedaan dengan Valentine Phebe Mowoka tentang bagaimana upaya hukum bagi Notaris dalam pembuatan akta terdapat kesalaan, sedangkan dalam penelitian peneliti tentang bagaimana hambatan dalam penegakan ketentuan batas kewajaran pembuatan akta.

Persamaan antar keduanya adalah sama-sama meneliti bagaimana pertanggungjawaban Notaris.

3. Perbedaan dengan Putu Vera Purnama Diana meneliti tentang pertanggungjawaban Notaris dalam pembuatan akta berdasarkan pemalsuan surat oleh para pihak, sedangkan dalam penelitian peneliti bagaimana pertanggungjawaban Notaris dalam pembuatan akta fidusia berdasarkan UU no.2 tahun 2014. Persamaan antar keduanya adalah sama-sama meneliti bagaimana pertanggungjawaban Notaris.

(5)

B. Landasan Teori

1. Pengertian Pertanggungjawaban

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tanggung jawab adalah kewajiban menanggung segala sesuatunya (bila terjadi apa-apa boleh dituntut,dipersalahkan dan diperkarakan dan sebagainya).4

Menurut hukum tanggung jawab adalah suatu akibat atas konsekuensi kebebasan seorang tentang perbuatannya yang berkaitan dengan etika atau moral dalam melakukan suatu perbuatan.

Menurut Titik Triwulan pertanggungjawaban harus mempunyai dasar, yaitu hal yang menyebabkan timbulnya hak hukum bagi seorang untuk menuntut orang lain sekaligus berupa hal yang melahirkan kewajiban hukum orang lain untuk memberi pertanggungjawaban.

Principle of Legal Responsibility, “Responsibility is "the condition of being obliged to bear everything, if there is anything, may be prosecuted, blamed, allowed and so on". Likewise, the responsibility of a Notary in carrying out his authority and obligations. In connection with his authority, the Notary is obliged to take responsibility for his actions / work in making the deed because the community entrusts the Notary as someone who is an expert in the field of notarization.

The amount of responsibility in their profession requires Notary Notary to always be careful and cautious in every action. Notary as a public official who carries out part of the authority of the State in the field of civil law, especially to make authentic evidence (notary deed). In making a notarial deed both in the form of partij and relaas deed, the notary is responsible so that each deed he makes is authentic as referred to in Article 1868 of the Civil Code. A notary public can only be said to be free from legal liability if the authentic deed he has made and / or made before him has fulfilled formal requirements”.5

4Nining Ratnaningsih, S.H. Oktober 2016, PENGERTIAN PERTANGGUNGJAWABAN, http://lembagabantuanhukummadani.blogspot.com/2016/10/pengertianpertanggungjawab an.html?m=1 Diakses pada 13 November 2019 pukul 19.23

5 Josi Hestika Sari.2019, Liability of Parties to Attach the Fingerprint on the Minuta Deed of Notary, International Journal of Multicultural and Multireligious Understanding (IJMMU) Vol. 6, No. 5, October 2019

(6)

Prinsip Tanggung jawab Hukum adalah "syarat diwajibkan untuk menanggung segalanya, jika ada sesuatu, dapat dituntut, disalahkan, diizinkan, dan seterusnya". Demikian juga tanggung jawab seorang Notaris dalam menjalankan wewenang dan kewajibannya. Sehubungan dengan kewenangannya, Notaris wajib bertanggung jawab atas tindakan / pekerjaannya dalam membuat akta tersebut karena masyarakat mempercayakan kepada Notaris sebagai seseorang yang ahli dalam bidang notaris.

Besarnya tanggung jawab dalam profesi mereka membutuhkan Notaris untuk selalu berhati-hati dan berhati-hati dalam setiap tindakan.

Notaris sebagai pejabat publik yang melakukan bagian dari kewenangan Negara di bidang hukum perdata, terutama untuk membuat bukti otentik (akta notaris).

2. Pertanggungjawaban Notaris

Sebagai Pejabat umum (openbaar ambtenaar) Notaris berwenang membuat akta otentik. Sehubungan dengan kewenangannya tersebut Notaris dapat dibebani tanggung jawab atas perbuatannya/pekerjaannya dalam membuat akta oetentik. Tanggung jawab Notaris sebagai Pejabat umum meliputi tanggung jawab profesi Notaris itu sendiri yang berhubungan dengan akta. Sehubungan dengan kewenangannya tersebut Notaris dapat dibebani tanggungjawab atas perbuatannya pekerjaannya dalam membuat akta otentik.

(7)

a. Tanggung jawab Notaris secara perdata atas akta yang dibuatnya.

Tanggung jawab dalam hal ini adalah tanggung jawab terhadap kebenaran materiil akta, dalam konstruksi perbuatan melawan hukum.

Perbuatan melawan hukum disini dalam sifat aktif maupun pasif. Aktif, dalam artian melakukan perbuatan yang menimbulkan kerugian pada pihak lain. Sedangkan pasif, dalam artian tidak melakukan perbuatan yang merupakan keharusan, sehingga pihak lain menderita kerugian.

Jadi unsur dari perbuatan melawan hukum disini yaitu, adanya kesalahan dan adanya kerugian yang ditimbulkan.

b. Tanggung jawab Notaris secara pidana atas akta yang dibuatnya. Pidana dalam hal ini adalah perbuatan pidana yang dilakukan oleh seorang Notaris dalam kapasitasnya sebagai Pejabat umum yang berwenang membuat akta, bukan dalam konteks individu sebagai warga negara pada umumnya.

c. Tanggung jawab Notaris secara administrasi atas akta yang dibuatnya.

Sanksi administrasi bedasarkan Pasal 91A Undang-undang No. 2 Tahun 2014 menyebutkan ada 5 (lima) jenis sanksi administrasi yang diberikan apabila seorang Notaris melanggar ketentuan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014, yaitu:

1) Peringatan lisan;

2) Peringatan tertulis;

3) Pemberhentian sementara;

4) Pemberhentian dengan hormat; dan 5) Pemberhentian dengan tidak hormat.6

6 Kunni Afifah. 2017. “Tanggung Jawab dan Perlindungan Hukum bagi Notaris secara Perdata Terhadap Akta yang Dibuatnya”. Lex renaissance. Vol.2. No.1. hlm.151

(8)

Tanggung jawab yang dimiliki oleh Notaris menganut prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan (based on fault of liability), dalam pembuatan akta otentik, Notaris harus bertanggung jawab apabila atas akta yang dibuatnya terdapat kesalahan atau pelanggaran yang disengaja oleh Notaris. Sebaliknya apabila unsur kesalahan atau pelanggaran itu terjadi dari para pihak penghadap, maka sepanjang Notaris melaksanakan kewenangannya sesuai peraturan. Notaris bersangkutan tidak dapat diminta pertanggungjawabannya, karena Notaris hanya mencatat apa yang disampaikan oleh para pihak untuk dituangkan ke dalam akta. Keterangan palsu yang disampaikan oleh para pihak adalah menjadi tanggung jawab para pihak.

Notaris sebagai pejabat pembuat akta otentik, jika terjadi kesalahan baik disengaja maupun karena kelalaiannya mengakibatkan orang lain (akibat dibuatnya akta) menderita kerugian, yang berarti Notaris telah melakukan perbuatan melanggar hukum. Jika suatu kesalahan yang dilakukan oleh Notaris dapat dibuktikan, maka Notaris dapat dikenakan sanksi berupa ancaman sebagaimana yang telah ditentukan oleh undang- undang.

Ganti rugi atas dasar perbuatan melanggar hukum di dalam hukum perdata diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata, yang menentukan: "Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, menggantikan kerugian tersebut. Apabila memperhatikan ketentuan Pasal

(9)

1365 KUHPerdata diatas, di dalamnya terkandung unsur-unsur sebagai berikut:

1) Perbuatan yang melanggar hukum;

2) Harus ada kesalahan;

3) Harus ada kerugian yang ditimbulkan;

4) Adanya hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian.

Pasal 41 UU No.2 tahun 2014 tentang Jabatan Notaris perubahan atas UU No.30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menentukan adanya sanksi perdata, jika Notaris melakukan perbuatan melawan hukum atau pelanggaran terhadap Pasal 38, Pasal 39, dan Pasal 40 UU No.2 tahun 2014 maka akta Notaris hanya akan mempunyai pembuktian sebagai akta di bawah tangan. Akibat dari akta Notaris yang seperti itu, maka dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi dan bunga kepada Notaris.

Perihal kesalahan dalam perbuatan melanggar hukum, dalam hukum perdata tidak membedakan antara kesalahan yang ditimbulkan karena kesengajaan pelaku, melainkan juga karena kesalahan atau kurang hati- hatinya pelaku. Ketentuan ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Riduan Syahrani sebagai berikut: “tidak kurang hati-hati”.7

Notaris yang membuat akta ternyata tidak sesuai dengan wewenangnya dapat terjadi karena kesengajaan maupun karena

7 Riduan Syahrani. 1998. Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Alumni, Bandung, , hlm. 279.

(10)

kelalaiannya, yang berarti telah salah sehingga unsur harus ada kesalahan telah terpenuhi.

Sri Peni Nughrohowati, S.H. mengatakan bahwa, Notaris dapat dimintakan pertanggungjawabannya apabila terdapat unsur kesalahan yang dilakukannya dan perlu diadakannya pembuktian terhadap unsur-unsur kesalahan yang dibuat oleh Notaris tersebut, yaitu meliputi:

1. Hari, tanggal, bulan, dan tahun menghadap;

2. Waktu (pukul) menghadap; dan

3. Tanda tangan yang tercantum dalam minuta akta.8

3. Pengertian Notaris

Jabatan Notaris lahir karena masyarakat membutuhkannya, bukan jabatan yang sengaja diciptakan kemudian baru disosialisaikan kepada khalayak. Jabatan Notaris ini tidak ditempatkan di lembaga yudikatif, eksekutif ataupun yudikatif karena Notaris diharapkan memiliki posisi netral. Jabatan Notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum.

Menurut Kamus Hukum menerangkan pengertian mengenai jabatan Notaris, yaitu:

“Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akte otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh sesuatu peraturan umum atau dikehendaki oleh yang

8 Ibid. hlm.155

(11)

berkepentingan agar dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktenya dan memberikan, salinan dan kutipannya, semua itu sebegitu jauh pembuatan akta –akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat umum lainya.”9

Pengertian Notaris terdapat beberapa perbedaan dalam setiap perubahan dan pembaruan peraturan yang mengatur tentang Jabatan Notaris. Menurut Peraturan Jabatan Notaris dalam buku Peraturan Jabatan Notaris oleh G.H.S Lumban Tobing S.H menjelaskan yang dimaksud dengan jabatan Notaris adalah:

“Notaris adalah’’ pejabat umum yang satu -satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang perbuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain.”10

Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang No.2 tahun 2014 yang berbunyi sebagai berikut: “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya.”

Sesuai dengan kewenangannya, seorang Notaris berwenang untuk membuat akta otentik yang diatur dalam Pasal 15 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014, antara lain sebagai berikut:

9 Rudyat, Charlie. 2006 Kamus Hukum: Pustaka Mahardika. hlm.319.

10 Tobing, G.H.S Lumban. 1999. Peraturan Jabatan Notaris. Jakarta: Erlangga. hlm.31.

(12)

1. Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang- undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

2. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notaris berwenang pula: a.mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; b.membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; c.membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan; d.melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya; e.memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta; f.membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau g.membuat Akta risalah lelang.

3. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Pejabat lain selain Notaris yang memiliki izin untuk membuat akta otentik adalah:

(13)

a. Konsul (berdasarkan Conculair Wet);

b. Bupati atau Sekretaris Daerah yang ditunjuk oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia;

c. Notaris Pengganti.

d. Petugas pengadilan Pengadilan Negeri;

e. Petugas Kantor Catatan Sipil.11

4. Pengertian dan Jenis-jenis Akta a. Pengertian Akta Notaris

Istilah akta berasal dari bahasa Belanda yaitu Acte. Dalam mengartikan akta ini ada dua pendapat yaitu. Pendapat pertama mengartikan akta sebagai surat dan pendapat kedua mengartikan akta sebagai perbuatan hukum. Pitlo mengartikan akta sebagai: surat yang ditandatangani, diperbuat untuk dipahami sebagai bukti dan untuk dipergunakan oleh orang untuk keperluan siapa surat itu dibuat.12

Menurut R. Subekti, kata “acta” merupakan bentuk jamak dari kata “actum” yang merupakan bahasa latin yang mempunyai arti perbuatan- perbuatan.13 Selain pengertian akta sebagai surat memang sengaja diperbuat sebagai alat bukti, ada juga yang menyatakan bahwa perkataan akta yang dimaksud tersebut bukanlah “surat”, melainkan suatu perbuatan.

11 Ni Nyoman Desi Triantari dan Hari Purwadi.2019, The Role Of Notary In The Process Of Establishing Limited Liability Company Through Legal Entity Administration System To Obtain Legal Entity Status, South East Asia Journal of Contemporary Business, Economics and Law, Vol. 19, Issue 5(August) ISSN 2289-1560

12 Pitlo, 2006, Pembuktian dan Daluwarsa, Internusa, Jakarta, , hlm. 52

13 R. Subekti. 2006. Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, hlm. 9

(14)

R. Subekti menyatakan kata “akta” pada Pasal 108 KUHPerdata tersebut bukanlah berarti surat atau tulisan melainkan “perbuatan hukum” yang berasal dari bahasa Prancis yaitu “acte” yang artinya adalah perbuatan.14

Sehubungan dengan adanya dualisme pengertian mengenai akta ini, maka yang dimaksud disini sebagai akta adalah surat yang memang sengaja dibuat dan diperuntukkan sebagai alat bukti.

Pada umumnya akta itu adalah suatu surat yang ditandatangani, memuat keterangan tentang kejadian-kejadian atau hal-hal yang merupakan dasar dari suatu perjanjian, dapat dikatakan bahwa akta itu adalah suatu tulisan dengan mana dinyatakan sesuatu perbuatan hukum.15

Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 7 Undang-undang No. 2 tahun 2014 yang berbunyi sebagai berikut: Akta Notaris yang selanjutnya disebut Akta adalah akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.

Pasal 1 UUJN tidak memberikan uraian yang lengkap mengenai tugas notaris. Menurut Lumban Tobing, bahwa selain untuk membuat akta-akta autentik, notaris juga ditugaskan untuk melakukan pendaftaran dan mensahkan surat-surat atau akta-akta yang dibuat di

14 Ibid hlm. 11

15 R. Tresna, 2006, Komentar HIR, Pradnya Paramita, Jakarta, , hlm. 142.

(15)

bawah tangan. Notaris juga memberikan nasihat hukum dan penjelasan mengenai undang-undang kepada pihak-pihak yang bersangkutan.16

Sudarsono menguatkan pendapat yang menyatakan Acte atau akta dalam arti luas merupakan perbuatan hukum (recht handeling), suatu tulisan yang dibuat untuk dipahami sebagai bukti perbuatan hukum.17 Akta adalah surat yang disengaja dibuat sebagai alat bukti, berkenaan dengan perbuatan-perbuatan hukum di bidang keperdataan yang dilakukan oleh pihak-pihak. Akta-akta yang dibuat menurut ketentuan Pasal 1868 KUH Perdata Jo ketentuan Undang-undang No. 2 Tahun 2014 Perubahan atas Undang-Undang No. 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Akta itu disebut sebagai otentik bila memenuhi unsur sebagai berikut:

1) Dibuat dalam bentuk menurut ketentuan Undang-undang;

2) Dibuat oleh atau dihadapan Pejabat Umum;

3) Pejabat Umum itu harus berwenang untuk itu ditempat akta itu dibuat.

b. Jenis-jenis Akta

Menurut bentuknya akta dibagi dalam 2 (dua) bentuk yaitu:

1) Akta Otentik

Berdasarkan Pasal 1868 KUHPerdata yang dimaksud dengan akta otentik adalah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang–undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai–pegawai

16 Ibid, hlm. 37

17 Sudarsono, 2007. Kamus Hukum, PT. Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 25

(16)

umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya.

Pegawai umum yang dimaksud disini ialah pegawai–pegawai yang dinyatakan dengan undang-undang mempunyai wewenang untuk membuat akta otentik, misalnya notaris, panitera jurusita, pegawai pencatat sipil, hakim dan sebagainya.

Pasal 1 butir ke-7 Undang-undang No. 2 Tahun 2014 Jo Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menyebutkan bahwa “akta” adalah akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris menurut bentuk dan tatacara yang ditetapkan dalam undang-undang tersebut.

“Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh penguasa, menurut ketentuan- ketentuan yang telah ditetapkan, baik dengan maupun tanpa bantuan yang berkepentingan. Akta otentik yang memuat keterangan seorang pejabat yang menerangkan apa yang dilakukannya dan yang dilihat dihadapannya.” “Akta otentik dapat juga berarti surat yang dibuat dengan maksud untuk dijadikan bukti oleh atau dimuka seorang pejabat umum yang berkuasa untuk itu.”18

Berdasarkan pihak yang membuatnya, untuk akta otentik dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu:

a) Akta para pihak (partij akte), adalah akta yang berisi keterangan yang dikehendaki oleh para pihak untuk dimuatkan dalam akta bersangkutan. Termasuk kedalam akta ini misalnya; akta jual beli, akta perjanjian pinjam pakai, akta perjanjian kridit, akta perjanjian sewa menyewa, dan lain-lain.

18 Wirjono Prodjodikoro, 2011, Azas-Azas Hukum Perjanjian. Mandar Maju, Bandung, hlm. 168.

(17)

Dengan demikian partij akte adalah:

(1). Inisiatif ada pada pihak-pihak yang bersangkutan.

(2). Berisi keterangan para pihak.

b) Akta Pejabat (Ambtelijk Akte atau Relaas Akte) adalah Akta yang memuat keterangan resmi dari pejabat berwenang, tentang apa yang dia lihat dan saksikan dihadapannya. Jadi akta ini hanya memuat keterangan dari satu pihak saja, yakni pihak pejabat yang membuatnya. Yang termasuk kedalam akta diantaranya; Berita acara rapat pemegang saham perseroan terbatas; Berita acara lelang; Berita acara penarikan undian; Berita acara rapat direksi Perseroan Terbatas; Akta kelahiran, Akta kematian, Kartu tanda penduduk, Surat izin mengemudi; Ijazah;

Daftar inventaris harta peninggalan dan lain-lain. Jadi Ambetelijk Akte atau Relaas Akte merupakan:

(1). Inisiatif ada pada pejabat.

(2). Berisi keterangan tertulis dari pejabat (ambetenaar) pembuat akta.

Menurut G.H.S. Lumban Tobing, akta otentik dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:

(1). Akta yang dibuat oleh notaris atau yang biasa disebut dengan istilah Akta Relaas atau Berita Acara.

(2). Akta yang dibuat dihadapan notaris, biasa disebut dengan istilah Akta Pihak atau Akta Partij.

(18)

2) Akta Dibawah Tangan

Berdasarkan bunyi Pasal 1866 KUHPerdata yang bunyinya:

bukti tulisan, bukti dengan saksi-saksi, persangkaan-persangkaan, pengakuan, sumpah, menurut Effendi Perangin angin akta yang tidak dibuat secara demikian merupakan akta dibawah tangan yang dibuat oleh yang bersangkutan sendiri tanpa campur tangan pejabat umum.19

Pasal 1874 KUHPerdata dan Pasal 286 Reglement Buitengewesten (RBg) merumuskan akta di bawah tangan sebagai yang memenuhi unsur-unsur berikut:

a. Tulisan atau akta yang ditandatangani di bawah tangan.

b. Tidak dibuat dan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang (pejabat umum) tetapi dibuat sendiri oleh seseorang atau para pihak.

c. Secara umum terdiri dari segala jenis tulisan yang tidak dibuat oleh atau di hadapan pejabat, seperti register-register,surat-surat urusan rumah tangga dan lain lain.

Akta dibawah tangan memuat pernyataan atau maksud para pihak dengan sepakat untuk menyatakan bahwa diantara mereka telah terjadi suatu perbuatan hukum dengan cara menuliskannya atau menuangkannya dalam suatu catatan sebagai bentuk pernyataan lisan mereka. Berbeda dengan akta otentik, akta dibawah tangan ini tidak

19 Effeindi Perangin Angin, 2011, Kumpulan Kuliah Pembuatan Akta I, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 64

(19)

dibuat dihadapan atau oleh pejabat umum tetapi dibuat oleh yang berkepentingan untuk dijadikan sebagai alat bukti.

Hal ini berarti bila para pihak mengakui atau tidak menyangkal kebenaran apa yang tertulis dalam perjanjian itu maka akta dibawah tangan itu mempunyai kekuatan pembuktian yang sama dengan suatu akta resmi, akan tetapi bila tanda tangan itu disangkal maka pihak yang mengajukan surat perjanjian itu diwajibkan untuk membuktikan kebenaran tentang penandatanganan atau isi akta itu.

Agar pada akta dibawah tangan melekat kekuatan pembuktian harus memenuhi syarat formil dan materil yang mencakup ketentuan:20

Dibuat secara sepihak atau berbentuk partai (sekurang- kurangnya dua pihak) tanpa campur tangan pejabat yang berwenang;

a. Ditandatangani pembuat atau para pihak yang membuatnya;

b. Isi dan tandatangan diakui.

Jika syarat tersebut diatas dipenuhi, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 1875 KUHPerdata dan Pasal 288 Reglement Buitengewesten (RBg), maka:

a. Nilai kekuatan pembuktiannya sama dengan akta otentik,

b. Nilai kekuatan pembuktian yang melekat padanya sempurna dan mengikat.

Akta dibawah tangan yang sudah memenuhi syarat formil dan materil selain memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna dan

20 M. Yahya Harahap, 2006, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Cetakan Ke- 4, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 546.

(20)

mengikat, juga mempunyai minimal pembuktian “mampu berdiri sendiri tanpa bantuan alat bukti lain dan dengan demikian pada dirinya sendiri terpenuhi batas minimal pembuktian”.

Akan tetapi terhadap akta dibawah tangan terdapat dua faktor yang dapat mengubah dan mengurangi nilai minimal kekuatan pembuktian yaitu apabila “Terhadapnya diajukan bukti lawan atau isi dan tandatangan diingkari atau tidak diakui pihak lawan”.21

Dengan demikian jika terhadap akta di bawah tangan diajukan bukti lawan atau isi dan tandatangan tidak diakui lawan maka nilai kekuatan pembuktian yang melekat pada akta dibawah tangan, semata-mata hanya dapat menjadi bukti permulaan tulisan sedangkan batas minimal pembuktiannya sendiri berubah menjadi alat bukti yang berdiri sendiri yang membutuhkan tambahan alat bukti yang lain.

Akta di bawah tangan sebagai permulaan bukti tertulis dalam undang-undang tidak dijelaskan. Di dalam Pasal 1902 KUHPerdata ditemukan syarat-syarat bilamana terdapat permulaan bukti tertulis yaitu sebagai berikut:

a. Harus ada akta;

b. Akta itu harus dibuat oleh orang yang terhadap siapa dilakukan tuntutan atau dari orang yang mewakilinya;

21 Ibid hlm. 547.

(21)

c. Akta itu harus memungkinkan kebenaran peristiwa yang bersangkutan.

Adapun fungsi akta di bawah tangan adalah sebagai berikut:

a. Sebagai syarat untuk menyatakan adanya suatu perbuatan (formalitas causa);

b. Sebagai alat pembuktian (probationis causa);

c. Selain memiliki fungsi sebagaimana tersebut diatas, akta di bawah tangan juga memiliki kekuatan pembuktian.

5. Pengertian Fidusia

Kata Fidusia asal kata latin fiducia yang menurut Kamus Hukum berarti kepercayaan. Istilah Fidusia dalam bahasa Indonesia adalah penyerahan hak milik secara kepercayaan, sedangkan dalam terminologi Belanda disebut juga dengan istilah fiduciare eigendom overdracht.

Fidusia berasal dari kata fieds yang berarti kepercayaan. Kepercayaan mempunyai arti bahwa pemberi jaminan percaya dalam penyerahan hak miliknya tidak dimaksudkan untuk benar-benar menjadikan kreditur pemilik atas benda dan jika perjanjian pokok fidusia dilunasi, maka benda jaminan akan kembali menjadi milik pemberi jaminan.22

Marhainis dalam bukunya Hukum Perdata berkaitan dengan Hukum Jaminan Fidusia mengistilahkan “Perjanjian atas Kepercayaan”, yakni dari katakata Fiduciair Eigendom Overdracht atau disingkat dengan

22 Nazia Tunisa. 2015. “Peran Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Pengawasan Pendaftaran Jaminan Fidusia”. JURNAL CITA HUKUM [Online], Volume 3 Number 2, h. 362.

(22)

f.e.o, yang juga disebut dengan istilah “penyerahan hak milik atas kepercayaan.“23 Menurutnya istilah Fiduciair Eigendom Overdracht (f.e.o) ini sering terjadi dimasyarakat terutama dalam dunia perbankan, yang mana seorang nasabah meminta kredit pada bank, dan yang dijadikan sebagai jaminan berupa barang bergerak tetapi barang jaminan barang bergerak itu tidak diserahkan oleh pemilik barang itu kepada yang meminjamkan uang (bank) tetapi tetap dikuasai dan digunakan oleh si pemilik. Jadi fiduciair eigendom overdracht ada dua unsur gadai karena barang jaminan berupa barang bergerak sedangkan disamping itu ada unsur hipotik karena barang jaminan tersebut tidak diserahkan oleh siberutang kepada siberpiutang.

Dengan istilah tersebut di atas pengertian mengenai jaminan fidusia menurut Marhainis, seolah-olah pihak si berutang menyerahkan barang jaminan itu kepada siberpiutang dan seolah-olah hak milik barang itu dipegang oleh siberpiutang, maka oleh siberpiutang barang itu diserahkan kembali kepada siberutang, sehingga hal inilah yang menimbulkan pengertian fiduciair eigendon overdracht (penyerahan hak milik atas kepercayaan).24

Mengenai pengertian Jaminan Fidusia dijelaskan juga dalam pasal 1 ayat (1 dan 2) UUJF No. 42 Th. 1999 sebagai berikut:7 (1) Menyatakan bahwa Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya

23 Marhainis Abdul Hay, Hukum Perdata, (Jakarta: Badan Penerbit Yayasan Pembinaan Keluarga UPN Veteran), h. 185

24 M. Yasir. 2016. Aspek Hukum Jaminan Fidusia. Jurnal Sosial & Budaya Syar-i.

Volume 3 No. 1 hlm.4

(23)

dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. (2) Menyatakan bahwa Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya.

(24)

C. Kerangka Pemikiran

Dalam diktum penjelasan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris dinyatakan bahwa Undang- undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum. Adapun salah satu aktivitas hukum dalam masyarakat sebagai subyek hukum adalah dalam hal perjanjian-perjanjian tertulis yang dibuat dihadapan Notaris sebagai pejabat umum yang kemudian disebut akta. Akta, atau disebut juga akte, ialah tulisan yang sengaja dibuat untuk dijadikan alat bukti. Akta itu bila dibuat dihadapan Notaris namanya akta notarial, atau akta Authentik, atau akta Notaris.

1) Bagaimanakah

pertanggungjawaban dalam pembuatan akta fidusia berdasarkan UU No.2 tahun 2014 tentang Jabatan Notaris di Kabupaten Banyumas ?

2) Bagaimanakah hambatan dalam dalam penegakan ketentuan batas kewajaran pembuatan akta berdasarkan UU No.2 tahun 2014 tentang Jabatan Notaris di Kabupaten Banyumas ?

Dianalisis dengan metode yuridis

normatif dan menggunakan Undang-undang

yang berlaku.

Dianalisis dengan metode yuridis

Normatif dan menggunakan wawancara dengan

responden dan di terapkan dengan menggunakan Undang-undang

yang berlaku.

- Undang-undang No. 2 tahun 2014 - Peraturan Mentri

Nomor 19 tahun 2019

- Peraturan Dewan Kehormatan Pusat Ikatan Notaris Indonesia No. 1 Tahun 2017 - Kode Etik Notaris

- Undang-undang No. 2 Tahun 2014 - Peraturan Mentri

Nomor 19 tahun 2019.

- Peraturan Dewan Kehormatan Pusat Ikatan Notaris Indonesia No. 1 Tahun 2017 - Kode Etik Notaris

Pertanggungjawaban Notaris dalam pembuatan akta fidusia berdasarkan Pasal 16 angka 1 huruf (m) UU No. 2 tahun 2014 tentang Jabatan Notaris dan Pasal 2 angka 1 peraturan Dewan Kehormatan Pusat Nomor 1 tahun 2017 di Kabupaten Banyumas, Atas perbuatan tersebut maka Notaris dapat dimintai pertanggungjawaban yang diatur dalam Pasal 6 angka (1) Kode Etik Notaris yaitu : a.Teguran; b. Peringatan c. Pemecatan sementara d. Pemecatan dengan hormat e.

Pemecatan dengan tidak hormat.

Hambatan Notaris disebabkan oleh Notaris sendiri terdapat perilaku dan persepsi untuk tidak terlalu menghiraukan peraturan perkumpulan dan kode etik Notaris, juga hambatan dari segi ekonomi kebutuhan untuk pengeluaran iuran rutin, biaya oprasional dan untuk gaji karyawan.

Habatan MPD, karena MPD terdiri dari 9 orang yang 3 diataranya adalah Notaris aktif sehingga ada perasaan tidak enak untuk menjatuhkan sanksi terhadap rekan sejawat.

Adanya toleransi yang diberikan karena Notaris tersebut memang dalam keadaan tidak mampu dari segi ekonomi.

Referensi

Dokumen terkait

Mengacu pada pasal 15 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, yang berbunyi: “Notaris