Universitas Sriwijaya DISKUSI PRA PENELITIAN MAHASISWA
PROGRAM STUDI AGRONOMI JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
Judul : Pertumbuhan dan Produksi Aksesi BC2F4 Hasil Persilangan Inpago 5 di Lahan Rawa Lebak Desa Ibul Besar III, Kec.
Pemulutan, Kab. Ogan Ilir, Sumatera Selatan Pemrasaran/NIM : Rizky Budiyani Fadil M. N./05091281924019 Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Rujito Agus Suwignyo, M.Agr.
Pembahas : Dr. Irmawati, S.P., M.Sc., M.Si.
Hari/Tanggal : Kamis/12 September 2024 Waktu : Jam 10.00 WIB - Selesai
Tempat : Ruang SCL Jurusan Budidaya Pertanian FP UNSRI I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Padi merupakan komoditas tanaman pangan penghasil beras yang memegang peranan penting dalam kehidupan ekonomi Indonesia. Yaitu beras sebagai makanan pokok sangat sulit digantikan oleh bahan pokok lainnya. Diantaranya jagung, umbi- umbian, sagu dan sumber karbohidrat lainnya. Sehingga keberadaan beras menjadi prioritas utama masyarakat dalam memenuhi kebutuhan asupan karbohidrat yang dapat mengenyangkan dan merupakan sumber karbohidrat utama yang mudah diubah menjadi energi (Donggulo et al., 2017).
Pada umumnya permintaan padi terus meningkat seiring meningkatnya pertumbuhan penduduk. Perluasan lahan yang digunakan untuk pertanian tidak lagi menjadi pilihan yang lebih baik, karena lahan yang tersedia untuk ekstensifikasi pertanian sebagian besar berupa lahan sub-optimal. Peningkatan produktivitas padi juga memiliki tantangan tersendiri (Lindiana et al., 2016). Produksi padi pada 2021 yaitu sebesar 54,42 juta ton GKG, mengalami penurunan sebanyak 233,91 ribu ton atau 0,43 persen dibandingkan produksi padi di 2020 yang sebesar 54,65 juta ton GKG. Produksi beras pada 2021 untuk konsumsi pangan penduduk mencapai 31,3 juta ton, mengalami penurunan sebanyak 140,73 ribu ton atau 0,45 persen dibandingkan produksi beras di 2020 yang sebesar 31,50 juta ton (BPS, 2021).
Universitas Sriwijaya Oleh sebab itu dengan bertambahnya penduduk maka harus diimbangi dengan peningkatan produksi padi. Penanaman padi di rawa lebak dipengaruhi oleh tinggi dan lama genangan air sehingga terdapat tiga kategori lebak yaitu lebak dangkal, lebak tengahan dan lebak dalam. Penanaman padi berdasarkan air surut yang dimulai dari lebak dangkal, selanjutnya ke lebak tengahan dan lebak dalam. Sehingga produksi padi dari ke tiga tipologi tersebut bervariasi (Suparwoto & Waluyo, 2019).
Lahan rawa lebak sebagian besar dimanfaatkan untuk pengembangan budidaya padi. Lahan rawa lebak dangkal dapat ditanami dua kali setahun dengan pola tanam padi surung (umur 180 hari) tanam pertama dan padi rintak (padi unggul: berumur 110-115 hari) untuk tanam kedua (Hatta et al., 2018). Di Indonesia luas lahan rawa lebak mencapai 34,12 juta hektar. Namun kontribusinya dalam produksi pangsa pangan nasional masih rendah, tidak sebanding dengan luas lahan rawa lebak. Dari luasan tersebut yang berpotensi untuk pengembangan pertanian sekitar 41% dari total luas lahan rawa. Namun demikian, luas lahan rawa yang telah dikembangkan masih rendah (Sulaiman et al., 2018).
Untuk meningkatkan produktivitas lahan rawa lebak terutama pada tipologi lahan yang memungkinkan untuk ditanam padi varietas unggul, dengan meningkatkan kesuburan yang dilakukan dengan pengapuran dan pemupukan (Waluyo & Suparwoto, 2014). Varietas padi unggul yang berdaya hasil tinggi, tahan terhadap hama penyakit utama, dan adaptif pada lingkungan spesifik berperan sangat penting dalam menunjang peningkatan produksi padi. Untuk mendukung pencapaian swasembada beras, produksi padi perlu ditingkatkan di antaranya melalui pemanfaatan sumber daya genetik dalam perakitan varietas (Suhartini, 2017).
Salah satu masalah yang di hadapi para petani untuk meningkatkan hasil produksi padi pada lahan rawa lebak yaitu kurangnya ketahanan varietas padi terhadap cekaman terendam pada fase vegetatif dan cekaman kekeringan pada fase generatif saat pertumbuhan tanaman padi. Kendala utama dalam budidaya tanaman padi di lahan rawa lebak adalah tata air yang masih belum terkendali, sehingga pada musim hujan seluruh areal tergenang cukup dalam dan dalam waktu yang cukup lama. Hal ini menyebabkan petani sulit menduga masa tanam padi dan budidaya tanaman menjadi sulit dikendalikan dengan baik (Gusmiatun et al., 2015).
Kesulitan yang dihadapi petani dalam menentukan waktu tanam adalah datang dan surutnya air pada areal persawahan yang tidak menentu dan setiap tahun selalu
Universitas Sriwijaya berubah-ubah, kadang-kadang perkiraan surutnya air yang memungkinkan untuk menanam dan setelah beberapa waktu tiba-tiba datang air besar yang mengakibatkan areal pertanaman dan tanaman padinya terendam, sebaliknya sering terjadi penurunan air yang drastis (Waluyo & Suparwoto, 2014). Pada daerah dataran rendah, tingkat ancaman banjir juga meningkat karena terjadinya kerusakan lingkungan pada wilayah tangkapan hujan yang menyebabkan debit sungai meningkat di kawasan hilir, ditambah dengan adanya masalah kenaikan muka air laut (Saleh et al., 2019).
Kemudian (Suryana, 2016) mengatakan bahwa lahan rawa lebak mempunyai kendala di antaranya fluktuasi air yang cukup tinggi, yaitu banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau terutama pada lahan rawa lebak dangkal. Fluktuasi genangan menjadi salah satu permasalahan yang cukup menantang untuk dihadapi dalam pengelolaan lahan lebak untuk pertanian (Hatna et al., 2022). Cekaman kekeringan menyebabkan kerusakan pada membran sel akar, sehingga penyerapan air dan unsur hara ke tanaman terganggu. Air digunakan tanaman untuk proses fotosintesisnya, apabila kekurangan air maka proses fotosintesis juga terhambat dan hasil fotosintesis tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup tanaman (Fadhilah & dan Kristanto, 2021).
Menurut (Maisura et al., 2015) menyatakan cekaman kekeringan secara umum berdampak negatif terhadap pertumbuhan padi. Akibat dari cekaman kekeringan menyebabkan komponen pertumbuhan vegetatif seperti tinggi tanaman, luas daun dan pertumbuhan reproduktif seperti umur berbunga, jumlah anakan produktif dan bobot gabah menurun dibandingkan dengan pertumbuhan pada kondisi optimum. Cekaman kekeringan menyebabkan terjadinya perubahan terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Hal ini sejalan dengan penelitian (Mawardi et al., 2016) bahwa cekaman kekeringan memberikan pengaruh daya pertumbuhan dan hasil tanaman padi, semakin tingginya tingkat kekeringan maka semakin tinggi tingkat menurunnya hasil dan daya pertumbuhan tanaman padi.
Cekaman kekeringan memengaruhi semua faktor pertumbuhan tanaman padi, mulai dari perubahan fisiologi, morfologi, pola pertumbuhan, dan akhirnya memengaruhi hasil. Respons morfologi dan fisiologi dapat digunakan sebagai salah satu indikator yang dapat digunakan dalam seleksi varietas yang toleran kekurangan air. Mekanisme ketahanan tanaman terhadap kekeringan adalah dengan cara lolos dari kekeringan dan ketahanan terhadap kekeringan dengan pengelakan dan toleran kekeringan (Sujinah &
Jamil, 2016).
Universitas Sriwijaya Pembentukan varietas unggul padi toleran cekaman rendaman dilakukan melalui pendekatan penggabungan sifat-sifat baik yang diinginkan ke dalam suatu varietas.
Penggabungan sifat-sifat tersebut dilakukan dengan melakukan persilangan antar genotipe yang telah teridentifikasi sebagai sumber sifat yang diinginkan, kemudian menyeleksi dan memfiksasi rekombinan yang merupakan gabungan dari sifat-sifat baik yang diinginkan tersebut. Strategi yang ditempuh dalam pembentukan varietas unggul padi toleran rendaman adalah dengan pembentukan populasi bahan pemuliaan, kemudian menyeleksi galur-galur yang memiliki sifat agronomi baik sekaligus toleran cekaman rendaman, serta mengevaluasi daya hasil galur-galur harapan di lingkungan target (Yullianida et al., 2014).
Perakitan varietas-varietas baru yang tahan terendam sangat penting dilakukan dengan memperhatikan material genetik lokal rawa lebak. Pada tingkat nasional, dalam rangka penyediaan jenis varietas yang toleran terhadap kondisi lahan rawa, telah dikembangkan beberapa varietas yang toleran untuk lahan rawa, seperti varietas Inpara 1, Inpara 2, Inpara 3, Inpara 4, dan Inpara 5. Varietas Inpara 1 adalah varietas yang cocok ditanam di daerah rawa lebak dan pasang surut. Apabila ditanam pada kondisi lahan rawa lebak rata-rata dapat mencapai hasil 5,65-ton GKG/ha (Lakitan & Gofar, 2013).
Telah dilakukan penelitian sebelumnya menghasilkan keturunan BC2F4 dengan menyilangkan padi Inpago 5 sebagai tetuanya. Kelompok aksesi BC2F4 ini, yang terdiri dari T1, T2, T3 dan TR1, TR2, TR3 harus diuji untuk memilih varietas baru yang memiliki pertumbuhan dan hasil produksi yang baik.
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aksesi T1, T2, T3 dan TR1, TR2, TR3 pada BC2F4 hasil persilangan padi varietas Inpago 5 yang memiliki pertumbuhan dan produksi yang tinggi.
1.3 Hipotesis
Diduga ada beberapa aksesi T1, T2, T3 dan TR1, TR2, TR3 pada BC2F4 yang memiliki pertumbuhan dan hasil produksi yang baik untuk digunakan sebagai calon varietas baru.
Universitas Sriwijaya II. PELAKSANAAN PENELITIAN
2.1 Tempat dan Waktu
Penelitian ini akan dilaksanakan pada lahan rawa lebak dangkal di Desa Ibul Besar III, Jalan Lingkar Selatan, Kec. Pemulutan, Kab. Ogan Ilir, Sumatera Selatan.
Penelitian akan berlangsung pada bulan Juli sampai dengan November 2024.
2.2 Alat dan Bahan
Adapun alat yang akan digunakan pada penelitian adalah 1) Alat tulis, 2) Baki, 3) Kain, 4) Kamera, 5) Label, 6) Meteran, 7) Neraca analitik, 8) Patok, 9) Pinset, 10) Spidol, 11) Sprayer, dan 12) Tali.
Sedangkan bahan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah: 1) Air, 2) Benih padi BC2F4 kelompok aksesi T1, T2, T3 dan TR1, TR2, TR3 serta tetua Inpago 5, 3) Pestisida, 4) Pupuk NPK Mutiara, dan 5) Tanah top soil.
2.3 Metode Penelitian
Metode Penelitian ini akan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan masing-masing perlakuan terdiri dari 3 ulangan. Penelitian ini akan menggunakan 7 genotipe, yaitu 6 aksesi BC2F4 (T1, T2, T3 dan TR1, TR2, TR3) dan padi varietas Inpago 5. Jumlah total tanaman adalah 2.016, dengan 96 tanaman per petakan dan masing-masing petakan diambil 10 sampel tanaman.
2.4 Cara Kerja
2.4.1 Persiapan Lahan
Lahan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan lahan rawa lebak dangkal yang berada di Desa Ibul Besar III, Kecamatan Pemulutan, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan. Tahapan persiapan lahan yaitu dengan membersihkan lahan rawa yang akan digunakan dari sisa-sisa tanaman sebelum dilakukan pindah tanam.
2.4.2 Persemaian
Benih yang digunakan untuk persemaian adalah benih dengan aksesi T1, T2, T3 dan TR1, TR2, TR3 pada BC2F4 dan tetuanya, yaitu padi varietas Inpago 5. Sebelum disemai, benih direndam 2 x 24 jam dan dipisahkan antara benih yang mengapung dan terendam. Setelah 24 jam, benih yang terendam diletakkan pada kain yang lembap.
Setelah berkecambah, benih disemai pada baki yang diisi tanah dan disiram setiap hari.
Universitas Sriwijaya 2.4.3 Penanaman
Padi ditanam saat berumur 28 hari setelah penyemaian. Setelah itu, padi dikeluarkan dari baki dan ditanam di tempat yang sudah disediakan. Jarak tanam yang digunakan 25 x 25 cm pada petakan 2 x 3 m.
2.4.4 Pemeliharaan
Pada penelitian ini, penyulaman, pemupukan, pengendalian gulma, dan pengendalian hama dan penyakit tanaman dilakukan. Setelah pindah tanam, padi yang mati disulam dengan menggunakan tanaman cadangan yang telah ditanam sebelumnya.
Saat pindah tanam awal, 8 HST, dan fase pembungaan, pemupukan dilakukan..
Pengendalian gulma dilakukan dengan tangan, yaitu dengan mencabut gulma di sekitar tanaman. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menyemprotkan pestisida pada hama dan penyakit tanaman.
2.4.5 Pemanenan
Karena umur panen setiap varietas atau aksesi berbeda, proses panen dapat dimulai apabila umur tanaman sudah mencapai puncaknya, yaitu sekitar 90 hingga 120 HST, atau kurang lebih 30 hari setelah fase reproduksi. Padi yang sudah siap panen memiliki tanda-tanda berikut: bulirnya penuh atau keras dan daun dan malainya menguning secara merata.
2.5 Parameter Pengamatan 2.5.1 Tinggi Tanaman (cm)
Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang hingga ujung daun. Dihitung dari saat tanaman berumur 14 HST sampai tanaman padi mulai berbunga dan sekali lagi saat panen. Pengamatan dilakukan setiap 2 minggu sekali.
2.5.2 Jumlah Anakan Per Rumpun (batang)
Setiap 2 minggu sekali, jumlah anakan per rumpun dihitung dengan menghitung jumlah batang tanaman padi per rumpun. Pengamatan ini dilakukan pada saat tanaman padi berumur 14 HST sampai tanaman padi mulai berbunga, dan sekali lagi pada saat panen.
2.5.3 Jumlah anakan produktif
Pada saat panen, jumlah batang tanaman padi yang menghasilkan malai per rumpun dihitung untuk menghitung jumlah anakan produktif.
Universitas Sriwijaya 2.5.4 Umur Berbunga (Hari)
Umur berbunga dihitung pada saat pembungaan pertama yakni peralihan antara fase vegetatif menuju fase generatif.
2.5.5 Panjang Malai (cm)
Dengan menggunakan meteran, setiap rumpun tanaman mengukur panjang malai dari pangkal hingga ujungnya.
2.5.6 Jumlah Gabah Per Malai (Butir)
Setelah panen selesai dan bulir gabah dipisahkan dari malai, jumlah gabah per malai dihitung dengan menggabungkan gabah hampa, hilang, dan bernas.
2.5.7 Berat Gabah Per Malai (gram)
Menggunakan timbangan dari seluruh gabah dalam satu malai, berat gabah per malai dapat dihitung. Pengambilan sampel dilakukan 1 kali setelah tanaman dipanen.
2.5.8 Jumlah Gabah Isi Per Malai (gram)
Jumlah gabah isi per malai dapat dihitung dengan menjumlahkan semua bulir gabah yang ada dalam satu malai. Jumlah ini dapat didapat saat tanaman padi telah dipanen.
2.5.9 Persentase Gabah Isi (%)
Perhitungan persentase gabah isi dilakukan setelah menyeleksi gabah bernas dengan hampa.
Persentase Gabah Isi =
2.5.10 Berat 100 Butir Gabah (gram)
Perhitungan Berat 100 butir gabah dihitung dengan mengambil 100 butir gabah secara acak dan kemudian ditimbang menggunakan neraca analitik. Sampel diambil setelah gabah kering.
2.5.11 Umur Panen (HST)
Pengamatan umur panen dilakukan berdasarkan kriteria matang panen pada setiap rumpun tanaman dan dimulai dari persemaian tanaman hingga siap untuk dipanen.
2.5.12 Hasil Produksi (ton/ha)
Menghitung berat total hasil produksi dari tanaman yang ditanam, kemudian dibagi dengan luas lahan, adalah cara untuk menghitung hasil produksi.
Jumlah seluruh gabah seluruhsggabah
X 100 % Jumlah gabah isi
Universitas Sriwijaya DAFTAR PUSTAKA
BPS. (2021). Luas Panen dan Produksi Padi di Indonesia 2021. Badan Pusat Statistik.
Donggulo, C. v, Lapanjang, I. M., & Made, U. (2017). Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi (Oryza sativa L) Pada Berbagai Pola Jajar Legowo dan Jarak Tanam. J.
Agroland, 24(1), 27–35.
Fadhilah, N., & dan Kristanto, K. B. (2021). Respons pertumbuhan dan produksi padi gogo (Oryza sativa L.) terhadap cekaman kekeringan dan pemupukan silika (Growth and production of upland rice response to drought stress and silica fertilization). J.
Agro Complex, 5(1), 1–13. https://doi.org/10.14710/joac.5.1.1-13
Gusmiatun, Suwignyo, R. A., Wijaya, A., & Hasmeda, M. (2015). Peningkatan Toleransi Rendaman Padi Lokal Rawa Lebak dengan Introgresi Gen Sub1. J. Agron Indonesia, 43(2), 99–104.
Hatna, Rizki Norfajerin, M., Lindawati, & Istiqomah, N. (2022). Keragaan Tiga Varietas Padi Adaptif Lahan Rawa Lebak Yang Ditanam Pada Umur Bibit Berbeda. Ziraa’ah, 47(1), 103–113.
Hatta, M., Noor, M., & Sulakhudin. (2018). Peningkatan Produktivitas Padi Rawa Lebak di Kalimantan Barat. Jurnal Pengkajian Dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 21(2), 101–112.
Lakitan, B., & Gofar, N. (2013). Kebijakan Inovasi Teknologi untuk Pengelolaan Lahan Sub optimal Berkelanjutan. Seminar Nasional Lahan Sub optimal, 1–11.
Lindiana, Lakitan, B., Herlinda, S., Kartika, Widuri, L. I., Siaga, E., & Meihana. (2016).
Potret Budidaya Padi Lebak oleh Petani Lokal di Kecamatan Pemulutan, Ogan Ilir, Sumatera Selatan. Jurnal Lahan Sub optimal, 5(2), 153–158.
Maisura, Ahmad Chozin, M., Lubis, I., Junaedi, A., & Ehara Hiroshi. (2015). Laju Asimilasi Bersih dan Laju Tumbuh Relatif Varietas Padi Toleran Kekeringan Pada Sistem Sawah (Rate of Assimilation Total and Relative Growth of Drought Tolerant Rice on Paddy System). Jurnal Agrium, 12(1), 10–15.
Mawardi, Ichsan, C. N., & Syamsuddin. (2016). Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Varietas Tanaman Padi (Oryza sativa L.) pada Tingkat Kondisi Kekeringan (Growth and yield of some varieties of rice plant (Oryza sativa L.) at the level of drought conditions). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Unsyiah, 1(1), 176–187.
www.jim.unsyiah.ac.id/JFP
Universitas Sriwijaya Saleh, E., Umar Harun, M., Jaya Priatna, S., & Sanjaya, R. (2019). Adaptasi Pola
Genangan Air Rawa Lebak Dengan Budidaya Tanaman Padi Mengambang di Desa Pelabuhan Dalam, Kabupaten Ogan Ilir. Jurnal Pengabdian Sriwijaya, 7(1).
Suhartini, T. (2017). Spesies Padi Liar (Oryza sp.) sebagai Sumber Gen Ketahanan Cekaman Abiotik dan Biotik pada Padi Budidaya. Jurnal Penelitian Dan Pengembangan Pertanian, 35(4), 197–207.
Sujinah, & Jamil, A. (2016). Mekanisme Respons Tanaman Padi terhadap Cekaman Kekeringan dan Varietas Toleran. Iptek Tanaman Pangan, 11(1), 1–7.
Sulaiman, A. A., Subagyono, K., Alihamsyah Trip, Noor, M., Hermanto, Muharam, A., Subiksa, I. G. M., & Suwastika, I. W. (2018). Membangkitkan Lahan Rawa, Membangun Lumbung Pangan Indonesia (A. M. Fagi & Yulianto, Eds.; 1st ed.).
IAARD PRESS.
Suparwoto, & Waluyo. (2019). Aplikasi Tiga Sistem Tanam Budidaya Padi Pada Lebak Dangkal Desa Sugihwaras Kabupaten OKI Sumatera Selatan. Publikasi Penelitian Terapan Dan Kebijakan, 2(2), 126–132.
Suryana. (2016). Potensi dan Peluang Pengembangan Usaha Tani Terpadu Berbasis Kawasan di Lahan Rawa. Jurnal Penelitian Dan Pengembangan Pertanian, 35(2), 57–68. https://doi.org/10.21082/jp3.v35n2.2016.p57-68
Waluyo, & Suparwoto. (2014). Karakteristik dan Masalah Sistem Produksi Usahatani Padi Secara Tradisional Lahan Rawa Lebak di Kabupaten Ogan Ilir Sumatera Selatan. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian, 77–86.
Yullianida, Suwarno, Ardie, S. W., & Aswidinnoor, H. (2014). Uji Cepat Toleransi Tanaman Padi terhadap Cekaman Rendaman pada Fase Vegetatif. J. Agron Indonesia, 42(2), 89–95.
Universitas Sriwijaya LAMPIRAN
Lampiran 1. Denah Plot Penelitian
Keterangan:
T1 (Aksesi terendam) TR1 (Aksesi tidak terendam) dari BC2F4 memiliki kedekatan genom < 30 % dengan padi varietas Inpago 5 sebagai tetua betina.
T2 (Aksesi terendam) TR2 (Aksesi tidak terendam) dari BC2F4 memiliki kedekatan genom < 40 % dengan padi varietas Inpago 5 sebagai tetua betina.
T3 (Aksesi terendam) TR3 (Aksesi tidak terendam) dari BC2F4 memiliki kedekatan genom > 40 % dengan padi varietas Inpago 5 sebagai tetua betina.