• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan Nama BPPTK menjadi BPTBA LIPI

N/A
N/A
Nur Azizah Fitri

Academic year: 2025

Membagikan " Perubahan Nama BPPTK menjadi BPTBA LIPI"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

Chapter · November 2020

CITATIONS

0

READS

1,401 1 author:

Indayana Ratna Sari Universitas Negeri Yogyakarta 13PUBLICATIONS   0CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Indayana Ratna Sari on 30 November 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.

(2)

6 BAB II DASAR TEORI 2.1 BPTBA LIPI

Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia - Yogyakarta, disingkat BPTBA LIPI Yogyakarta, sebelumnya bernama UPT Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia (BPPTK) adalah satuan kerja setingkat eselon III pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia di bawah Kedeputian Ilmu Pengetahuan Teknik (IPT) LIPI.

Perubahan nama tersebut ditujukan untuk memperluas bidang penelitian sehingga cakupan kegiatan menjadi lebih komprehensif, tidak hanya terbatas pada pengembangan (developing) tapi juga menyasar pada penelitian dasar (basic research). Perubahan nama dari BPPTK menjadi BPTBA efektif berlaku sejak 25 Februari 2016 sesuai Peraturan Kepala LIPI nomor 6 tahun 2016 tanggal 25 Februari 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam. BPTBA LIPI berlokasi di Jl Jogja – Wonosari Km 31,5 Desa Gading, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul, D.I.Yogyakarta.

Sejarah BPTBA LIPI Yogyakarta diawali pada 26 Juni 1983 dengan pembentukan Stasiun Percontohan dan Pengembangan Teknologi Pembuatan Bahan Makanan Campuran Ternak untuk sapi (SPPT – BMCT), Lembaga Kimia Nasional (LKN) – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Gading, Playen, Kabupaten Gunungkidul, D.I.Yogyakarta yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak terutama ruminansia di sekitar Kabupaten Gunungkidul.

Kegiatan unggulan pada stasiun percontohan ini adalah penelitian Bahan Makanan

(3)

Campuran untuk sapi. Satu unit SPPT LIPI juga berada di Gunung sempu, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I.Yogyakarta yang fokus pada pengolahan dan pelatihan Tahu Tempe sehingga disebut sebagai SPPT Tahu Tempe yang dibentuk berdasarkan hasil kerjasama Koperasi Tahu Tempe Indonesia (KOPTI) dan LKN LIPI.

Pada 8 Mei 1987 dengan berkembangnya kegiatan riset maka SPPT – BMCT berubah nama menjadi Balai Diseminasi Hasil Penelitian dan Pengembangan Bahan Baku dan Olahan Kimia (BBOK). Fokus kegiatan BBOK tidak hanya pada bidang pakan ternak saja tetapi ditambah dengan kegiatan pada bidang olahan pangan. Bahan Baku dan Olahan Kimia (BBOK) LIPI memiliki tiga unit yang berada di tiga lokasi yaitu Lampung, Bandung dan Yogyakarta. Unit BBOK LIPI yang berkedudukan di Lampung merupakan satuan kerja terbesar di antara ketiga satuan kerja di atas. Kegiatan utamanya adalah implementasi teknologi pada bidang pertanian. Bandung menjadi pusat kegiatan administrasi dan eksperimen laboratorium. Sedangkan unit yang berada di Gunungkidul, Yogyakarta, diarahkan pada pengembangan teknologi pengolahan pangan.

Pada 12 Juni 2012, melalui Surat Keputusan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia nomor 1022/M/2002, tanggal 12 Juni 2002 dilakukan reorganisasi terhadap BBOK dengan peleburan tiga unit BBOK yang ada di Lampung, Bandung dan Yogyakarta menjadi Unit Pelaksana Teknis Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia - Yogyakarta, disingkat UPT BPPTK LIPI Yogyakarta. UPT BPPTK

(4)

LIPI secara struktur berada di bawah pembinaan Pusat Penelitian Kimia LIPI (Eselon 2). Tugas Fungsi UPT BPPTK LIPI adalah melaksanakan pengembangan, pemanfaatan dan penerapan hasil penelitian di bidang proses dan teknologi kimia dan lingkungan, pangan dan pakan, farmasi dan teknologi lingkungan.

Dengan terus berkembangnya kegiatan pengembangan dan riset di UPT BPPTK LIPI maka sesuai Peraturan Kepala LIPI nomor 6 tahun 2016 tanggal 25 Februari 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam, maka nama UPT BPPTK berubah nama menjadi Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam (BPTBA) LIPI.

BPTBA LIPI mempunyai tugas melakukan penelitian di bidang teknologi bahan alam. Dalam melaksanakan tugas, BPTBA LIPI menyelenggarakan fungsi :

1. Pelaksanaan penelitian di bidang teknologi bahan alam;

2. Pemanfaatan hasil penelitian di bidang teknologi bahan alam;

3. Pengelolaan sarana dan prasarana penelitian;

4. Pelaksanaan layanan jasa dan informasi;

5. Diseminasi hasil penelitian di bidang teknologi bahan alam; dan 6. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.

Dalam menjalankan tugas dan fungsinya BPTBA LIPI dipimpin oleh seorang Kepala dengan empat struktural eselon 4 yang terdiri dari:

1. Sub bagian Tata Usaha, mempunyai tugas melakukan urusan kepegawaian, keuangan, umum, dan kerumahtanggaan.

(5)

2. Seksi Pemanfaatan Teknologi, mempunyai tugas melakukan pemanfaatan hasil penelitian teknologi bahan alam.

3. Seksi Sarana dan Prasarana Teknis, mempunyai tugas melakukan perencanaan, pengelolaan, dan pengembangan sarana dan prasarana penelitian.

4. Seksi Pelayanan Jasa dan Informasi, mempunyai tugas melakukan pelayanan jasa dan informasi, dokumentasi, promosi, dan diseminasi hasil penelitian teknologi bahan alam serta kerjasama.

Fungsi penelitian dan pengembangan dijalankan oleh kelompok fungsional peneliti di tiga kelompok penelitian (Keltian) yaitu Keltian Teknologi Proses Pangan Lokal, Keltian Teknologi Bioaditif Pakan dan Keltian Proses Teknologi Kimia Bahan Alam yang masing – masing dipimpin oleh Kepala Keltian.

Untuk menjalankan visi misi LIPI, BPTBA membuat Rencana Kegiatan Lima Tahun dengan tiga sasaran penting yaitu :

1. Terbentuknya Pusat Unggulan Pengemasan Makanan Tradisonal

2. Terbentuknya Pusat Kajian Teknologi Bahan Alam untuk Food (pangan), Feed (pakan) and Fuel (bahan bakar)

3. Terbentuknya Pusat Kajian Integrated Farming System (sistem pertanian terpadu)

Sejak awal berdiri banyak capaian penting yang didapatkan BPTBA LIPI baik dalam hal publikasi ilmiah nasional, internasional, Kerjasama Kelembagaan / Riset baik skala regional, nasional maupun internasional, Hak Kekayaaan Intelektual

(6)

berupa Paten dan lain-lain serta keberhasilan pendampingan UMKM dan industri dalam proses alih teknologi dan kerjasama pengembangan produk.

2.1.1 Visi dan Misi LIPI

Visi : Menjadi lembaga ilmu pengetahuan berkelas dunia dalam penelitian, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan untuk meningkatkan daya saing bangsa.

Misi : Menciptakan invensi ilmu pengetahuan yang dapat mendorong inovasi dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi bangsa;

1. Mengembangkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat untuk konservasi dan pemanfaatan sumber daya berkelanjutan;

2. Meningkatkan pengakuan internasional dalam bidang ilmu pengetahuan;

3. Meningkatkan kualitas SDM Indonesia melalui aktivitas Ilmiah.

2.1.2 Tugas Pokok dan Fungsi

BPTBA LIPI mempunyai tugas melakukan penelitian di bidang teknologi bahan alam. Dalam melaksanakan tugas, BPTBA LIPI menyelenggarakan fungsi :

1. Pelaksanaan penelitian di bidang teknologi bahan alam;

2. Pemanfaatan hasil penelitian di bidang teknologi bahan alam;

3. Pengelolaan sarana dan prasarana penelitian;

4. Pelaksanaan layanan jasa dan informasi;

5. Diseminasi hasil penelitian di bidang teknologi bahan alam; dan

(7)

6. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.

2.1.3 Struktur Organisasi

(8)

2.2 Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) a. Klasifikasi

Kingdom : Fungi

Divisi : Agaricomycota Kelas : Basidiomycota Ordo : Polyporales Famili : Ganodermataceae Genus : Ganoderma

Spesies : Ganoderma lucidum (Parjimo dan Soenanto, 2008).

b. Nama Daerah

China : chi zhi, ling chi, chih ling chi, ling chih, ch’I chi dan ling zee Jepang : reizhi, ray-she dan ree-she

Luar China : herb of spirit potency (herba pembangkit potensi), the thousand year mushroom (jamur seribu tahun), red fungus (cendawan merah) dan elixir of life (cairan kehidupan) (Jaelani, 2008).

(9)

c. Morfologi

Gambar 1 . Morfologi Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) (Hikmatun, 2007 dalam Rahmania, R.K., 2010)

Badan buah bertangkai panjang yang tumbuh lurus ke atas, berbentuk setengah lingkaran, diameter 10 – 35 cm. Pada bagian buah terdapat garis-garis melingkar yang merupakan batas periode pertumbuhan, tepi berombak atau berlekuk, pada sisi atas terdapat lipatan-lipatan radier, warna coklat merah keunguan, mengilap seperti lak, konsistensinya keras dan alot. Umurnya beberapa tahun dengan setiap tahun membentuk lapisan-lapisan himefora baru. Jamur ini tumbuh liar di hutan pada batang kayu mati maupun hidup, sekarang telah dibudidayakan (Jaelani, 2008).

Spesies G. lucidum memiliki 6 kultivar yang dapat diketahui dari perbedaan bentuk spora dan warna tubuh buahnya, yaitu antara lain berupa Jamur Lingzhi kuning, merah, hijau, ungu, putih dan Lingzhi hitam. Ganoderma termasuk sebagian dari jenis jamur raksasa, yang dalam perkembangan tubuh buahnya dapat membentuk badan setengah lingkaran atau seperti kipas (Jaelani, 2008).

(10)

d. Penyebaran dan habitat jamur lingzhi

Ganoderma lucidum dan jenis lainnya yang termasuk marga Ganoderma termasuk jamur yang hidupnya kosmopolitan. Jenis ini umumnya hidup pada batang-batang atau bagian dari kayu jenis kayu keras (Gilbertson & Ryvarden, 1986; Ryvarden & Gilbertson, 1993 dalam Diaz Vega A., 2010), dikotil, sedikit pada konifer, palem dan bambu (Quanten, 1993; Rifai, 1990 dalam Diaz Vega A., 2010).

Jenis jamur ini hidup sebagai parasit pada tumbuhan inangnya yang menyebabkan penyakit root rot dan butt rot, yaitu penyakit pembusukan pada akar dan pangkal batang tumbuhan (Quanten, 1993 dalam Diaz Vega A., 2010 diambil dari Diaz Vega A., 2010). Tumbuhan yang menjadi inangnya antara lain Albizia, Cocos nucifera, Delonix regia (Quanten, 1993 dalam dari Diaz Vega A., 2010), Quercus (Gilbertson dan Ryvarden, 1986; Gilbertson dan Ryvarden, 1993), Acer, Alnus, Betula, Carpinus, Castanea, Fagus, Fraxinus, Juglandaceae, Malus, Populus, Pyrus, Robinia dan Picea ( Ryvarden dan Gilbertson, 1993 dalam dari Diaz Vega A., 2010). Juga ditemukan pada kenari (Canarium indicum) dan angsana (Pterocarpus indicus) di kebun raya bogor (dalam Diaz Vega A., 2010).

e. Kandungan Jamur Lingzhi ( Ganoderma lucidum )

Zat utama yang terkandung dalam Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) adalah ganodermin, ganoderan, asam ganodermin, triterpenoid, adenosin, peptidaglukan, germanium dan polisakarida (betaglukan). Kandungan lainnya yaitu thiamin,

(11)

riboflavin, niasin, biotin dan vitamin C. Juga beberapa mineral antara lain seperti kalium, fosfor, kalsium, natrium, tembaga dan magnesium (Jaelani, 2008).

Jamur lingzhi memiliki kandungan kimia seperti polisakarida, terpenoid, protein, dan nitrogen (Soloman,P., 2005). Kandungan kimia jamur lingzhi yang paling banyak memiliki aktivitas farmakologis adalah polisakarida dan triterpenoid ( Boh,B.,dkk.,2007).

Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) mengandung senyawa-senyawa aktif yang dapat berfungsi sebagai antioksidan diantaranya adalah triterpenoid, polifenol, betaglukan.

Triterpenoid

Triterpenoid adalah senyawa dengan kerangka karbon yang tersusun atas 6 unit isoprene (C30 hidrokarbon) (Harborne, J. B. 1987). Senyawa golongan triterpenoid yang terdapat di dalam jamur lingzhi diduga memiliki aktivitas antioksidan, dimana senyawa triterpenoid pada strukturnya memiliki gugus hidroksil yang dapat mendonorkan atom hidrogennya kepada radikal bebas (Ery Al Ridho, 2013) Polifenol

Senyawa fenolik atau polifenolik antara lain dapat berupa golongan flavonoid.

Kemampuan flavonoid sebagai antioksidan telah banyak diteliti. Flavonoid memiliki kemampuan untuk merubah atau mereduksi radikal bebas dan juga sebagai anti radikal bebas (Giorgio, 2000).

(12)

Senyawaan fenol biasanya terdapat dalam berbagai jenis sayuran, buah-buahan dan tanaman. Turunan senyawaan fenol merupakan metabolit sekunder terbesar yang diproduksi oleh tanaman. Senyawaan ini diproduksi dalam tanaman melalui jalur sikimat dan metabolisme fenil propanoid. Senyawaan fenol dapat memiliki aktivitas antioksidan, antitumor, antiviral, dan antibiotik (Apak,dkk., 2007)

Betaglukan

Beta glukan merupakan suatu homopolisakarida yang dapat disintesis oleh jamur, alga, khamir maupun bakteri (Kusmiati, dkk., 2007).

Beta glukan adalah bentuk polisakarida yang sukar dicerna, banyak terkandung dalam bahan alam seperti serealia, termasuk oats dan barley, dalam jamur, alga, bakteri, dan khamir (Young Lee, 2004).

Berbagai penelitian telah melaporkan manfaat β-glukan yaitu sebagai:

antiseptik, antioksidan, antiaging, aktivator sistem kekebalan tubuh, proteksi terhadap radiasi, antiinflamasi, antikolesterol, antidiabetes, dan sebagainya.

Sedangkan di bidang industri makanan tercatat bahwa sejak tahun 1989 β-glukan telah dipasarkan di Taiwan, Korea, dan Jepang sebagai penstabil makanan dan penambah rasa, bahkan di Jepang telah dibuat menjadi daging sintetis bagi para vegetarian karena bentuk gelnya yang memiliki viskositas tinggi (>600 g/cm2 dalam 2% suspensi) (Young Lee, 2004).

(13)

2.3 Senyawa Radikal Bebas

Senyawa radikal bebas adalah senyawa yang tidak stabil dan sangat reaktif karena mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan. Atom atau molekul radikal bebas akan bereaksi dengan molekul di sekitarnya untuk memperoleh kestabilan dengan cara menarik elektron. Reaksi radikal bebas dengan molekul lain dapat berlangsung secara berkesinambungan dan menimbulkan reaksi berantai, jika berlangsung terus menerus akan menimbulkan berbagai gangguan kesehatan seperti kanker, jantung, penuaan dini serta penyakit degenarif lainnya (Antolovich, et al., 2002 dalam Astrid Pangestuty 2016). Elektron tidak berpasangan tersebut menyebabkan instabilitas dan bersifat reaktif sehingga menyebabkan kerusakan sel,gangguan fungsi sel, bahkan kematian sel. Molekul utama di dalam tubuh yang dirusak oleh radikal bebas dan produk oksidatifnya adalah DNA, lemak, dan protein. Radikal bebas yang dihasilkan oleh metabolisme aerobik, radiasi dan kimiawi cenderung menyebabkan peroksidasi lipid in vivo, sehingga diperlukan suatu mekanisme perlindungan antioksidan ( Andriani, 2007).

Kerusakan akibat radikal bebas disebut dengan kerusakan oksidatif pada dasarnya dapat diminimalisir oleh senyawa endogen, yaitu antioksidan yang secara alami terdapat di dalam tubuh. Namun jika jumlah radikal bebas dalam tubuh melebihi batas kemampuan proteksi antioksidan endogen, maka dibutuhkan antioksidan dari luar untuk membantu sistem pertahanan tubuh terhadap radikal bebas (Birben, et al., 2012 dalam Astrid Pangestuty 2016).

(14)

2.4 Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron atau reduktan. Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi, dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif. Antioksidan dapat berupa enzim, vitamin, dan senyawa lain. Antioksidan enzimatis merupakan sistem pertahanan utama (primer) terhadap kondisi stres oksidatif, bekerja dengan cara mencegah terbentuknya senyawa radikal bebas baru. Di samping antioksidan enzimatis, ada juga antioksidan nonenzimatis yang dapat berupa senyawa nutrisi maupun nonnutrisi yang disebut dengan antioksidan sekunder. Vitamin dan senyawa fenolik termasuk dalam antioksidan sekunder (Kartika,2015).

Antioksidan dapat menghambat oksidasi melalui penangkapan radikal bebas dan tanpa melibatkan penangkapan radikal bebas. Antioksidan yang menggunakan penangkapan radikal bebas disebut antioksidan primer. Senyawa fenolik seperti galat dan flavonoid termasuk ke dalam golongan antioksidan primer. Antioksidan sekunder merupakan antioksidan yang menghambat reaksi oksidasi melalui pengikatan logam dan penyerapan sinar ultraviolet (Pokorny, 2007).

Ada banyak bahan pangan yang dapat menjadi sumber antioksidan alami, misalnya rempah-rempah, teh, coklat, dedaunan, biji-biji serelia, sayur-sayuran, enzim dan protein. Kebanyakan sumber antioksidan alami adalah tumbuhan dan umumnya merupakan senyawa fenolik yang tersebar di seluruh bagian tumbuhan baik di kayu, biji, daun, buah, akar, bunga maupun serbuk sari (Sarastani, dkk., 2002).

(15)

Dari sejumlah penelitian pada tanaman obat dilaporkan bahwa banyak tanaman obat yang mengandung antioksidan dalam jumlah besar. Efek antioksidan terutama disebabkan karena adanya senyawa fenol seperti flavonoid, asam fenolat. Biasanya senyawa-senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan adalah senyawa fenol yang mempunyai gugus hidroksi yang tersubstitusi pada posisi ortho dan para terhadap gugus –OH dan –OR (Andayani, 2008).

2.5 Ekstraksi

Ekstraksi adalah penarikan zat aktif yang diinginkan dari bahan mentah obat dengan menggunakan pelarut yang dipilih dimana zat aktif yang diinginkan dapat larut. Sistem pelarut yang digunakan dalam ekstraksi dipilih berdasarkan kesesuaian pelarut dalam melarutkan jumlah maksimum zat aktif yang diharapkan larut dan sedikit mungkin untuk unsur yang tidak diharapkan. Zat aktif dari tanaman obat yang secara umum sama sifat kimianya, mempunyai sifat kelarutan yang sama dan dapat diekstraksi secara simultan dengan pelarut tunggal atau campuran (Ansel, 1989).

Menurut Badan POM RI (2010), ekstrak merupakaan sediaan kering, kental atau cair yang dibuat dengan penyari simplisia menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung. Penyarian dapat dilakukan dengan metode maserasi, perkolasi atau penyeduhan dalam air mendidih (Infundasi).

Sifat kimia bahan mentah obat merupakan faktor utama yang harus dipertimbangkan dalam memilih metode ekstraksi. Metode dasar dari ekstraksi obat adalah maserasi dan perkolasi (Ansel, 1989). Proses ekstraksi sampel pada penelitian ialah menggunakan metode maserasi dan metode rebus (infundasi).

(16)

Maserasi merupakan perendaman sampel dengan pelarut yang digunakan pada temperatur ruangan. Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan memberikan efektifitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam terhadap pelarut ( Lenny,2006).

Maserasi adalah proses pengairan yang paling sederhana. Maserasi berasal dari bahasa inggris macerace, artinya melunakkan atau mengairi. Simplisa yang telah halus direndam dengan bahan ekstraksi atau pelarut dan dikocok secara berulang (kira-kira tiga kali sehari). Selama proses perendaman larutan penyair akan meresap dan melunakkan susunan sel sehingga zat-zat yang mudah larut akan larut. Waktu maserasi berbeda-beda berkisar antara 4-10 hari. Metode penyairan ini dapat dilakukan dengan cara menyair bahan serbuk atau simplisia dengan satu atau lebih penyair secara berturut-turut berdasarkan kepolaran (Voight, 1994).

Sebagai cairan pengekstraksi, air atau etanol lebih disukai penggunaannya.

Ekstraksi air dari suatu bagian tumbuhan dapat melarutkan gula, bahan lendir, amina, tanin, vitamin, asam organik, garam organik serta bahan pengotor lain.

Sedang jika etanol sebagai cairan pengekstraksi dia mampu menarik balsam, klorofil, dan hanya sedikit menarik asam organik, garam anorganik dan gula (Voight, 1994).

Etanol tidak menyebabkan pembengkakaan membran sel, sehingga memperbaiki stabilitas bahan obat terlarut. Ekstrak etanol 70% volume dapat mengandung bahan aktif yang optimal, karena bahan pengotor hanya larut dalam

(17)

skala kecil (Voight, 1994). Proses ekstraksi jamur lingzhi pada penelitian ini, pelarut yang digunakan yaitu aquades dan etanol 70%.

Hasil maserasi diperoleh ekstrak, yang merupakan cairan kental yang diperoleh dengan cara mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan hingga massa atau serbuk saja yang tersisa (Diaz Vega A., 2010).

Infundasi merupakan teknik ekstraksi dalam bejana berisi massa yang akan diekstrak yang tercelup dalam penangas air pada temperatur sebesar 96-98 oC dan berlangsung cepat (15-20 menit) (Dirjen POM, 2000 dalam Astrid Pangestuty, 2016).

2.6 Spektrofotometer Uv-Vis

Spektrum Uv-Vis merupakan hasil interaksi antara radiasi elektromagnetik (REM) dengan molekul (Harmita, 2006). Bentuk energi radiasi elektromagnetik mempunyai sifat gelombang dan partikel (foton). (Harmita, 2006) Besarnya tenaga foton berbanding luus dengan frekuensi dari REM dinyatakan dengan rumus:

E = hv Dimana : E = Energi ( Joule.molekul-1)

h = Tetapan Planck = 6,63.10-34 Joule.S.molekul-1 v = Frekuensi (S-1)

(18)

Pengukuran serapan dapat dilakukan pada panjang gelombang daerah ultraviolet ( panjang gelombang 190 nm – 380 nm) atau pada daerah cahaya tampak ( panjang gelombang 380 nm – 780 nm).

Pengukuran serapan dari suatu sampel dapat dilakukan dengan perhitungan Lambert-Beer sebagai berikut :

A = Log Io = ɛ. b.c = a. b. c Log It

Dimana : A= serapan; a = daya serap; b = tebal lapisan zat yang menyerap sinar (kuvet) (cm); c = kadar (g/L); ɛ = absorbsivitas molekuler (mol.cm.L-1); Io = intensitas sinar datang; It = intensitas sinar yang diteruskan.

Senyawa atau zat yang dapat diperiksa adalah memiliki ikatan rangkap terkonjugasi yang lebih dikenal dengan sitilah kromofor. Senyawa yang mengandung gugus kromofor akan mengabsorbsi radiasi sinar ultraviolet dan cahaya tampak jika diikat oleh senyawa –senyawa bukan pengabsorbsi (auksokrom). Gugus auksokrom yaitu gugus yang mempunyai elektron non bonding dan tidak menyerap radiasi UV jauh contohnya –OH, -NH2, - NO2, -X, (Harmita, 2006).

Spektrum serapan adalah hubungan antara serapan dengan panjang gelombang yang biasanya digambarkan dalam bentuk grafik. Untuk mengidentifikasi suatu zat pada daerah ultraviolet pada umumnya dilakukan dengan menggambarkan spektrum serapan larutan zat dalam pelarut, dan dengan kadar yang tertera seperti pada monografi, untuk menetapkan serapan maksimum atau minimum. Spektrum serapan dari zat yang diperiksa kadang-kadang perlu dibandingkan dengan

(19)

pembanding kimia yang sesuai. Pembanding kimia tersebut dikerjakan dengan cara yang sama dan kondisi yang sama dengan zat yag diperiksa. Blanko digunakan untuk koreksi serapan yang disebabkan pelarut, pereaksi, sel ataupun pengaturan alat. Pengukuran serapan biasanya dilakukan pada panjang gelombang serapan maksimum atau yang tercantum dalam monografi (Departemen Kesehatan, 2000 dalam Mely Mailandari, 2012)

Jenis spektrofotometer UV-Vis ada dua yaitu single beam dan double beam.

Pada single beam celah keluar sinar monokroatis hanya satu, wadah kuvet yang dapat dilalui sinar hanya satu dan setiap perubahan panjang gelombang alat harus dinolkan. Pada double beam celah keluar sinar monokromais ada dua, wadah melalui dua kuvet sekaligus dan cukup satu kali dinolkan dengan cara mengisi kedua kuvet dengan larutan blanko (Harmita, 2006 dalam Mely Mailandari, 2012 ) 2.7 ELISA reader

Prinsip dasar ELISA adalah analisis interaksi antara antigen dan antibodi yang teradsorpsi secara pasif pada permukaan padat dengan menggunakan konjugat antibodi atau antigen yang dilabel enzim. Hasil dari ELISA adalah suatu warna sebagai hasil reaksi antara enzim dan substrat. Warna yang dihasilkan dapat diidentifikasi secara kasat mata dan dibaca secara kuantitatif menggunakan ELISA plate reader atau spektrofotometer kanal ganda. Pembacaan ini memungkinkan data diperoleh dengan cepat, dapat disimpan dan dianalisis secara statistik. Reaksi spesifik antara antigen dan antibodi, waktu analisis yang cepat, dan dapat digunakan untuk mendeteksi sampel tunggal maupun banyak sekaligus merupakan

(20)

keunggulan penggunaan ELISA sebagai teknik analisis (Yusrini,2005 dan Crowther,1995).

2.8 Uji Kadar Total Polisakarida (Betaglukan) Ekstrak Jamur Lingzhi Menggunakan Metode Fenol-Sulfat

Gambar 2. Struktur molekul Betaglukan

Betaglukan merupakan komponen utama polisakarida yang terdapat pada dinding sel. Beberapa mikroorganisme, seperti ragi dan jamur/cendawan dan juga sereal seperti gandum dan jelai, mempunyai nilai ekonomi tinggi karena mengandung sejumlah besar betaglukan. Zat-zat yang terkandung dapat merangsang sistem kekebalan tubuh, modulasi imunitas humoral dan selular, dengan demikian memiliki efek menguntungkan dalam memerangi infeksi bakteri, virus, jamur dan parasit. betaglukan juga menunjukkan sifat hipokolesterolemik dan sifat antikoagulan. Akhir – akhir ini telah terbukti sebagai senyawa anti-sitotoksik, anti-mutagenik dan anti-tumor, sehingga dapat diharapkan sebagai promotor farmakologis kesehatan (M.S.Mantovani, 2007 dalam Widyastut, Netti, dkk.,2011).

(21)

Betaglukan banyak terdapat pada dinding sel bakteri, jamur, maupun tumbuhan tingkat tinggi. Betaglukan telah mendapat rekomendasi aman dari Food and Drug Administration (FDA) untuk dikonsumsi manusia. Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa β-glukan yang dikonsumsi dapat memberikan efek pengobatan antara lain sebagai antioksidan, antikolesterol, perlindungan terhadap radiasi, antipenuaan dan juga sebagai antitumor (Spicer, 2005).

Metode ini dapat mengukur dua molekul gula pereduksi, gula sederhana, oligosakarida dan turunannya yang dideteksi dengan fenol dalam asam sulfat pekat dan akan menghasilkan warna jingga kekuningan yang stabil (Iwan Saskiawan, 2015).

Penentuan total polisakarida metode fenol sulfat dilakukan dengan menggunakan glukosa sebagai larutan standar (Mei-Su Lin, et al.,2015).

2.9 Uji Kadar Total Polifenol Ekstrak Jamur Lingzhi

Metode Folin-Ciocalteu banyak digunakan untuk mengukur kandungan fenolik total dalam suatu bahan alam berdasarkan prinsip reaksi oksidasi dan reduksi.

Reagen Folin-Ciocalteu diperoleh dari rekasi natrium tungstat (Na2WO4) dan natrium molibdat ( Na2MoO4) untuk menghasilkan senyawa molibdotungstat (MoW11O40)-4 yang berwarna kuning ( Astrid Pangestuty, 2016).

Penetapan kadar fenolik total dapat menggunakan pereaksi Folin-Ciocalteu.

Mekanisme dari metode ini berdasarkan kekuatan mereduksi dari gugus hidroksi fenolik. Semua senyawa fenolik termasuk fenol sederhana dapat bereaksi dengan reagen Folin Ciocalteu (Huang et al., 2005). Adanya inti aromatis pada senyawa

(22)

fenol ( gugus hidroksi fenolik ) dapat mereduksi fosfomolibdat fosfotungstat menjadi molybdenum yang berwarna biru (Sudjadi dan Rohman, 2004).

2.10 Uji Aktivitas Antioksidan Menggunakan Metode DPPH

Terdapat beberapa metode yang umum digunakan untuk mengukur aktivitas antioksidan yaitu metode deoksiribosa, metode DPPH, metode ABTS (2,2’

Azinobis (3-ethylbenzthiazoline)-6sulfonicacid), dan metode FRAP (Ferric Reducing Antioxidant Power) (Pangestuty, 2016).

DPPH merupakan senyawa radikal bebas yang stabil sehingga apabila digunakan sebagai pereaksi dalam uji penangkapan radikal bebas cukup dilarutkan dan bila disimpan dalam keadaan kering dengan kondisi penyimpanan yang baik dan stabil selama bertahun-tahun. Nilai absorbansi DPPH berkisar antara 515-520 nm. (Vanselow, 2007). Metode DPPH menggunakan 1,1-difenil-2- pikrilhidrazil sebagai sumber radikal bebas. Prinsipnya adalah reaksi penangkapan hidrogen oleh DPPH dari zat antioksidan (Widyastuti,2010) dengan reaksi sebagai berikut:

Gambar 3. Mekanisme DPPH bereaksi dengan Antioksidan

Adanya antioksidan sebagai pendonor elektron akan berpasangan dengan

elektron bebas DPPH, menyebabkaan turunnya intensitas warna larutan. Turunnya

(23)

absorbansi dan intensitas warna sebanding dengan jumlah elektron yang ditangkap oleh antioksidan (Astrid Pangestuty, 2016).

Nilai serapan larutan DPPH sebelum dan sesudah penambahan ekstrak tersebut

dihitung sebagai persen inhibisi (% inhibisi) dengan rumus sebagai berikut:

% Inhibisi = (A kontrol – A sampel) x 100%

A kontrol

Keterangan:

A kontrol = Absorbansi tidak mengandung sampel A sampel = Absorbansi sampel

Selanjutnya hasil perhitungan dimasukkan ke dalam persamaan regresi dengan konsentrasi ekstrak (ppm) sebagai absis (sumbu X) dan nilai % inhibisi (antioksidan) sebagai ordinatnya (sumbu Y). Nilai IC50 dari perhitungan pada saat

% inhibisi sebesar 50%. Y= aX + b (Cahyana, 2002).

Nilai IC50 didefinisikan sebagai besarnya konsentrasi senyawa uji yang dapat meredam radikal bebas sebanyak 50%. Semakin kecil nilai IC50 maka aktivitas peredaman radikal bebas semakin tinggi (Molyneux,2004). Konsentrasi inhibisi (IC50) merupakan konsentrasi suatu senyawa yang menyebabkan penghambatan sebesar 50% terhadap sebuah sistem yang diberikan. Dengan demikian untuk aktivitas penangkalan radikal bebas DPPH, nilai IC50 diartikan sebagai konsentrasi ekstrak yang menyebabkan penurunan konsentrasi DPPH sebesar 50% dari konsentrasi DPPH awal (Febrinda,dkk., 2013).

(24)

Pengujian antioksidan dengan DPPH merupakan salah satu metode yang sederhana dengan menggunakan 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil (DPPH) sebagai senyawa pendeteksi. DPPH merupakan senyawa radikal bebas yang bersifat stabil sehingga dapat bereaksi dengan atom hidrogen yang berasal dari suatu antioksidan membentuk DPPH tereduksi (Molyneux 2004). Metode DPPH sensitif untuk menguji aktivitas antioksidan dalam ekstrak tanaman (Pourmorad,dkk.,2006).

Akan tetapi, metode DPPH kurang sensitif untuk mengukur aktivitas antioksidan selain dari senyawaan fenol (Apak,dkk., 2007).

Metode DPPH merupakan metode yang dapat mengukur aktivitas total antioksidan baik dalam pelarut polar maupun non polar. Beberapa metode lain mempunyai kemampuan yang terbatas untuk mengukur komponen yang larut dalam pelarut yang digunakan dalam analisa. Metode DPPH mengukur semua komponen antioksidan baik yang larut dalam lemak ataupun dalam air ( Prakash, et al., 2001).

Metode peredaman radikal bebas DPPH didasarkan pada reduksi dari larutan metanol radikal bebas DPPH yang berwarna oleh penghambatan radikal bebas.

Ketika larutan DPPH yang berwarna ungu bertemu dengan bahan pendonor elektron maka DPPH akan tereduksi, menyebabkan warna ungu akan memudar dan digantikan warna kuning yang berasal dari gugus pikril. (Prayoga, 2013)

Pengurangan intensitas warna yang terjadi berhubungan dengan jumlah elektron DPPH yang menangkap atom hidrogen. Pengurangan intensitas warna mengindikasikan peningkatan kemampuan antioksidan untuk menangkap radikal

(25)

bebas. Dengan kata lain, aktivitas antioksidan dengan menghitung jumlah pengurangan intensitas warna ungu DPPH yang sebanding dengan pengurangan konsentrasi larutan DPPH melalui pengukuran konsentrasi larutan DPPH melalui pengukuran absorbansi larutan uji air ( Prakash, et al., 2001).

Tabel 1. Sifat Antioksidan berdasarkan nilai IC50 (Molyneux, 2004)

Absorbansi kontrol yang digunakan dalam prosedur DPPH ini adalah absorbansi DPPH sebelum ditambahkan sampel. Kontrol digunakan untuk menkonfirmasi kestabilan sistem pengukuran. Nilai absorbansi kontrol dapat berkurang dari hari ke hari dikarenakan kehilangan aktivitasnya saat dalam stok larutan DPPH, tetapi nilai absorbansi kontrol tetap dapat memberikan batasan untuk pengukuran saat itu. Kontrol juga berfungsi menjaga kekonstanan total konsentrasi DPPH dalam serangkaian pengukuran ( Molyneux, 2003).

View publication stats

Referensi

Dokumen terkait

Ketua Umum Dewan Pengu- rus Ikadbudi, Sutrisna Wibawa mengatakan, perubahan nama dengan titel budaya dirasakan penting bagi perguruan tinggi yang saat ini masih memiliki fakultas

Yulfitri. Analisis Perubahan Ajektiva Menjadi Nomina. Bandung, Skripsi: Jurusan Pendidikan Bahasa Jerman. Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni. Universitas

Daftar Nama Perusahaan yang Menjadi Populasi Penelitian INDUSTRI DASAR KIMIA (BASIC INDUSTRY AND

Dalam konteks ini, untuk mendukung upaya para perempuan peneliti LIPI dan, termasuk juga saja non-peneliti, agar memiliki kinerja optimal dan mampu berdaya saing global,

Dalam melaksanakan perubahan nama WNI ketu- runan Tionghoa berpedoman pada kemiripan bunyi/suara, menggunakan nama bulan/hari besar, adanya unsur harapan, nama dari

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan kewenangan pemberian izin perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian di Kabupaten Karanganyar Tahun 2013

PERUBAHAN NAMA DAN PEMINDAHAN TEMPAT KEDUDUKAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PANARUKAN.. PRESIDEN

Selama masa peralihan perubahan nama Perseroan, maka seluruh surat-surat, dokumen-dokumen perjanjian dan dokumen lainnya, formulir-formulir dan properi lainnya yang