• Tidak ada hasil yang ditemukan

Plagiarism Checker X Originality Report

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Plagiarism Checker X Originality Report"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

Plagiarism Checker X Originality Report

Similarity Found: 16%

Date: Jumat, September 20, 2019

Statistics: 1101 words Plagiarized / 6775 Total words

Remarks: Low Plagiarism Detected - Your Document needs Optional Improvement.

---

1 Penerapan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dalam Tindak Pidana Narkotika 290 Abstrak Tulisan ini hendak mengkaji mengenai penerapan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi yang dihubungkan dengan kasus tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh anak di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Tanjung Pati.

Dari kasus tindak pidana narkotika tersebut diketahui bahwa dalam salah satu kasus mengupayakan diversi terhadap anak sedangkan terhadap kasus yang lain tidak diupayakan diversi. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif. Tipe penelitiannya adalah deskriptif dengan menggunakan data sekunder dengan didukung data primer yang dianalisis secara kualitatif.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa Penerbitan Peraturan Mahkamah Agung Diversi Anak yang hanya mengharuskan hakim untuk melakukan upaya diversi dengan tidak melakukan konsolidasi dengan pengak hukum yang lain membuat ketidakpastian hukum dan merusak hakekat dari sistem peradilan pidana anak. Kata Kunci: Anak, Diversi, Kepastian Hukum, Tindak Pidana Narkotika.

Abstract This paper asks to review the application of Supreme Court (MA) Regulation Number 4 of 2014 concerning Diversity Implementation Guidelines that discuss narcotics crimes committed by children in the Legal Area of the Tanjung Pati District Court. From the narcotics crime case, one of the cases sought diversion to children while the other cases were not attempted the diversion.

The research method used in this study is a normative juridical method. The type of research is descriptive by using secondary data and be supported by primary data then

(2)

analyzed qualitatively. The results of the study on the Issuance of Childhood Diversity Supreme Court Regulation are only asking for an assessment to diversify by not consolidating with the existing law enforcers to make permits and to damage the essence of the juvenile justice system. Keywords: Children, Diversion, Legal Certainty, Narcotics Crime.

A. PENDAHULUAN Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (selanjutnya disebut UU SPPA) menjelaskan bahwa dalam penyelenggaraan sistem peradilan pidana anak dikenal tiga bentuk kategori anak yang digolongkan sebagai Anak yang berhadapan dengan hukum, yaitu anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 2 UU SPPA.

Anak yang berkonflik dengan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 3 UU SPPA, adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum 2 berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.1 Sedangkan anak yang menjadi korban menurut Pasal 1 angka 4 UU SPPA merupakan anak yang belum berumur 18 (delan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana.

Selanjutnya anak yang menjadi saksi tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 5 merupakan anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan/atau

dialaminya sendiri.2 Setiap tahun anak yang menjadi pelaku suatu tindak pidana selalu meningkat jumlahnya.

Saat ini jumlah Anak yang berkonflik dengan hukum (ABH) menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang disampaikan oleh Komisioner Bidang Trafficking menyebutkan bahwa pada enam tahun terakhir (2011-2017) jumlah Anak yang berkonflik dengan hukum sangat mengkhawatirkan yaitu mencapai 9.266 kasus.3 Sedangkan pada semester pertama 2018, KPAI mencatat telah menangani 1.855 kasus anak yang berkonflik dengan hukum diantaranya kasus narkoba4, pencurian, dan asusila menjadi kasus yang paling banyak terjadi.5

1 Fransiska Novita Eleanora, “Penerapan Diversi Terhadap Anak Dalam Sistem Hukum Pidana Indonesia,” Jurnal Hukum to-ra Vol. 2, No. 2 (Agustus 2016): hlm. 382.,

https://doi.org/10.31227/osf.io/gkb4w. 2 Rodliyah dan Joko Jumadi, “Implementasi Diversi Terhadap Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum (Studi Kasus Di Pulau Lombok),” Jurnal Masalah-Masalah Hukum Vol. 42, No. 2 (2013): hlm. 274.,

(3)

https://doi.org/10.14710/mmh.42.2.2013.274-281.

3 Davit Setyawan, “KPAI ? : Enam Tahun Terakhir, Anak Berhadapan Hukum Mencapai Angka 9.266 Kasus,” 10 November 2017,

https://www.kpai.go.id/berita/kpai-enam-tahun-terakhir-

anak-berhadapan-hukum-mencapai-angka-9-266-kasus., diakses tanggal 2 Februari 2019 pukul 10.00 WIB. 4 Sujasmin Sujasmin, “Pemberian Remisi Bagi Narapidana dan Anak Pidana Narkoba di Lembaga Pemasyarakatan Menurut UU No.

12 Tahun 1995, KEPPRES No 174 Tahun 1999, PP No 32 Tahun 1999, PP No 28 Tahun 2006, dan PP No 99 Tahun 2012,” Jurnal Wawasan Yuridika Vol. 2, No. 2 (28 September 2018): hlm. 155., https://doi.org/10.25072/jwy.v2i2.179. 5 Arief Ikhsanudi, “Ada 504 Kasus Anak Jadi Pelaku Pidana, KPAI Soroti Pengawasan Ortu,” detiknews, 23 Juli 2018, https://news.detik.com/berita/d-4128703/ada-504-kasus-anak-jadi-

pelaku-pidana-kpai-soroti-pengawasan-ortu., diakses tanggal 2 Februari 2019 pukul 10.41 WIB.

3 Selain itu, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika oleh anak sangat memprihatinkan.6 Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat dari 87 juta populasi anak di Indonesia, sebanyak 5,9 juta di antaranya menjadi pecandu narkotika dan sebanyak 1,6 juta anak sebagai pengedar.7 Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga menyebutkan bahwa pada semester pertama tahun 2018, KPAI tengah menangani 2.218 kasus yang berkaitan dengan kesehatan dan napza yang menimpa anak-anak.

Sabanyak 15,69% di antaranya merupakan kasus anak pecandu narkotika dan 8,1%

merupakan kasus anak sebagai pengedar narkotika.8 Hal ini sejalan dengan prediksi yang disampaikan KPAI sebelumnya yang menyatakan bahwa selama kurun waktu 2014-2015 telah terjadi peningkatan terhadap kasus penyalahgunaan narkotika oleh Anak mencapai hampir 400% dan diprediksi terus meningkat.9

Upaya pencegahan dan penanggulangan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum perlu dilaksanakan dengan seksama oleh setiap pihak. Salah satu upaya

pencegahan dan penanggulangan terhadap Anak yang berkonflik dengan hukum saat ini dilaksanakan melalui penyelenggaraan sistem peradilan pidana anak.10

Penyelenggaraan sistem peradilan pidana anak ini bertujuan agar dapat terwujudnya peradilan yang benar-benar menjamin perlindungan kepentingan terbaik terhadap anak yang berkonflik dengan hukum sebagai penerus bangsa.11 Tujuan tersebut diwujudkan melalui pengaturan secara tegas mengenai keadilan restoratif dan diversi yang

dimaksudkan untuk menghindari dan menjauhkan anak dari proses peradilan 6 Gilang

(4)

Fajar Shadiq, “Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Narkotika New Psychoactive Subtances Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika,”

Jurnal Wawasan Yuridika Vol. 1, No. 1 (31 Maret 2017): hlm. 36., https://doi.org/10.25072/jwy.v1i1.126.

7 Annisa Ulva Damayanti, “5,9 Juta Anak Indonesia Jadi Pecandu Narkoba,” okenews, 6 Maret 2018,

https://nasional.okezone.com/read/2018/03/06/337/1868702/5-9-juta-anak-indonesia- jadi-pecandu-narkoba. diakses tanggal 31 Januari 2019 pukul 16.00 Wib. 8 Ibid. 9 Ibid.

10 Dey Ravena, “Wacana Konsep Hukum Progresif Dalam Penegakan Hukum Di Indonesia,” Jurnal Wawasan Yuridika Vol. 23, No. 2 (2010): hlm. 160.,

https://doi.org/10.25072/jwy.v23i2.10.

11 Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak. 4 agar anak terhindar dari stigma negatif, sehingga anak dapat kembali ke dalam lingkungan sosialnya secara wajar.12 Diversi merupakan salah satu bentuk pembaruan hukum dalam sistem peradilan pidana anak.

Diversi menurut Pasal 1 angka 7 UU SPPA merupakan pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Melalui diversi, aparat penegak hukum diberikan kewenangan untuk mengambil tindakan-tindakan kebijaksanaan dalam menangani atau menyelesaikan masalah pelanggaran anak dengan tidak membawa perkara ke dalam proses peradilan pidana.13 Upaya diversi

dilaksanakan melalui musyawarah yang melibatkan anak dan orang tua/walinya, korban dan/atau orang tua/walinya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial

Profesional melalui pendekatan keadilan restoratif untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan kepada pemulihan kembali kepada

keadaan semula, dan bukan pembalasan.14 Dalam rangka mengusahakan pelaksanaan diversi yang lebih baik, Mahkamah Agung menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak (selanjutnya disebut Perma Diversi).

Mahkamah Agung menerbitkan Perma tersebut karena memandang bahwa UU SPPA belum jelas mengatur tentang tatacara dan tahapan proses diversi.15 Dalam Pasal 3 Perma Diversi dijelaskan bahwa hakim anak wajib mengupayakan diversi dalam hal anak yang didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun dan didakwa pula dengan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih, dalam bentuk surat dakwaan subsidaritas, alternatif, kumulatif maupun kombinasi (gabungan). 12 Ibid.

(5)

13 Angger Sigit Pramukti dan Fuady Primaharsya, Sistem Peradilan Pidana Anak (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2015), hlm. 68. 14 Azwad Rachmat Hambali, “Penerapan Diversi terhadap Anak yang Berhadapan dengan Hukum dalam Sistem Peradilan Pidana,” Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol 13, No. 1 (27 Maret 2019): hlm. 16., https://doi.org/10.30641/kebijakan.2019.V13.15-30.

15 Konsiderans Peraturan Mahkamah Agung Indonesia Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi. 5 Melalui ketentuan Perma di atas, Mahkamah Agung mencoba untuk memperluas ketentuan Pasal 7 ayat (2) UU SPPA mengenai syarat dapat dilaksanakannya diversi kepada anak yang berkonflik dengan hukum.

Namun, pengaturan demikian membuat ketidakpastian dalam penerapan diversi oleh penegak hukum kepada anak yang berkonflik dengan hukum, khususnya dalam perkara- perkara tindak pidana yang mengatur ancaman pidana yang tinggi terhadap pelaku seperti dalam tindak pidana narkotika. Ketidakpastian penerapan diversi dalam perkara tindak pidana narkotika terjadi karena penegak hukum seperti Penyidik dan Penuntut Umum hanya berpijak kepada ketentuan Pasal 7 ayat (2) UU SPPA, sebab memang Pasal 3 Perma Diversi mengatur secara jelas bahwa hakim anak yang berkewajiban melakukan upaya diversi.

Dalam hal demikian Penyidik dan Penuntut Umum tidak dimungkikan melakukan diversi terhadap anak walaupun dalam berkas perkara, pasal yang disangkakan terhadap anak membuat ancaman pidana kurang dari 7 (tahun) di samping adanya ancaman pidana yang lebih dari 7 (tujuh) tahun. Selain itu, ketentuan yang demikian juga menyebabkan inkonsistensi dalam penerapan upaya diversi oleh hakim di pengadilan.

Dalam praktik penegakan hukum di wilayah hukum Pengadilan Negeri Tanjung Pati terhadap penanganan dan penanggulangan anak yang berkonflik dengan hukum dalam perkara tindak pidana narkotika, sedikitnya terdapat 2 (dua) perkara tindak pidana narkotika yang terjadi selama tahun 2018. Dari kedua perkara tersebut, satu perkara diselesaikan melalui upaya diversi sedangkan perkara lainnya tidak dilaksanakan melalui upaya diversi, melainkan langsung melalui proses persidangan.

Hal ini mendasari penulis untuk mengkaji dan menelusuri bagaimanakah kepastian hukum pelaksanaan diversi terhadap anak yang berkonflik dengan hukum dalam tindak pidana narkotika dengan meninjau pelaksanaan upaya diversi terhadap anak yang berkonflik dengan hukum dalam tindak pidana narkotika di wilayah hukum Pengadilan Negeri Tanjung Pati. 6 B.

METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat deskriptif dengan jenis penelitian yuridis

(6)

normatif, yaitu pendekatan yang menggunakan konsepsi legis positivis, yang memandang hukum identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat dan

diundangkan oleh lembaga atau pejabat yang berwenang. Konsepsi ini, memandang hukum sebagai suatu sistem hukum normatif yang bersifat mandiri, tertutup dan terlepas dari kehidupan masyarakat nyata.

Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan historis (historical approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu bahan pustaka yang mencakup dokumen-dokumen resmi yang dapat berupa peraturan

perundang-undangan, buku, karya ilmiah, artikel serta dokumen yang berkaitan dengan objek penelitian, kemudian didukung dengan data primer berupa wawancara.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini, dilakukan dengan studi kepustakaan.

Metode pengolahan data melalui proses editing, dan analisis data dilakukan secara kualitatif. C. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pemberlakuan Perma Diversi Diversi merupakan kewenangan sekaligus kewajiban bagi aparat penegak hukum (Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim) untuk mengupayakan diversi menurut syarat-syarat dan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (2) UU SPPA.

Melalui ketentuan Pasal 3 Perma Diversi, Mahkamah Agung mencoba untuk memperjelas ketentuan Pasal 7 ayat (2) UU SPPA mengenai syarat dapat

dilaksanakannya diversi. Berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (2) UU SPPA, maka syarat pengajuan diversi hanya didasarkan kepada dua hal, yaitu pidana yang diancamkan kepada anak di bawah 7 tahun dan bukan sebuah pengulangan tindak pidana.

Jika dilihat penjelasan Pasal 7 ayat (2) UU SPPA tersebut dapat diketahui, bahwa pidana di bawah 7 tahun tersebut mengacu kepada hukum pidana, sedangkan bukan

pengulangan tindak pidana mencakup tindak pidana yang dilakukan oleh 7 Anak baik merupakan tindak pidana sejenis maupun tidak sejenis termasuk tindak pidana yang diselesaikan melalui diversi.

Berdasarkan penjelasan Perma Diversi terhadap Pasal 7 ayat (2) UU SPPA tersebut, maka ancaman pidana di bawah 7 (tujuh) yang mengacu kepada hukum pidana mempunyai arah patokan diversi kepada jenis dan berat ringannya tindak pidana yang dilakukan.

Sedangkan prinsip hukum yang dianut oleh ketentuan Pasal 3 Perma, uang pengganti adalah ketentuan pidana yang memenuhi dan tidak memenuhi persyaratan diversi dilihat berdasarkan kepada model dakwaan yang didakwakan Penuntut Umum kepada anak.

(7)

Berkaitan dengan tindak pidana narkotika, jika dilihat dari tujuan pelaksanaan diversi yang diatur dalam Pasal 6 UU SPPA, maka upaya diversi yang dilakukan oleh penegak hukum harus bertujuan sebagai berikut: a. Mencapai perdamaian antara korban dan anak; b. Menyelesaikan perkara anak di luar proses peradilan; c. Menghindarkan anak dari perampasaan kemerdekaan; d. Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan e.

Menanamkan rasa tanggungjawab kepada anak.

Selain mencapai tujuan diversi yang dijelaskan oleh Pasal 6 UU SPPA, berdasarkan Pasal 8 ayat (3) UU SPPA, upaya diversi juga wajib memperhatikan beberapa hal, yaitu: a.

Kepentingan korban; b. Kesejahteraan dan tanggungjawab anak; c. Pengindaran stigma negatif; d. Pengindaran pembalasan; e. Keharmonisan masyarakat; dan f. Kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum.

Berdasarkan ketentuan tujuan diversi dan hal-hal yang harus diperhatikan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 8 ayat (3) UU SPPA tersebut, dapat diketahui bahwa dalam tindak pidana narkotika, negara atau setidak-tidaknya masyarakat luaslah yang menjadi korban tindak pidana tersebut. Dapat dikatakan 8 bahwa dalam tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh anak, negara adalah yang menjadi korban dari tindak pidana.

Dalam hal demikian, negara selain menjadi korban di satu sisi, juga berkewajiban melindungi anak sebagai bagian dari pemenuhan hak-hak terhadap anak sebaimana diatur dalam konvensi hak anak seperti, anak berhak memperoleh kesempatan yang dijamin oleh hukum dan sarana lain, agar menjadikannya mampu untuk

mengembangkan diri secara fisik, kejiwaan, moral, spritual dan kemasyarakatan dalam situasi yang sehat, normal sesuai dengan kebebasan dan harkatnya.

Salah satu tujuan anak ini dituangkan ke dalam prinsip kepentingan yang terbaik atas diri anak yang merupakan pertimbangan utama. Jika berbicara dari aspek tujuan ini, maka secara prinsip tidak ada hal yang menghalangi agar anak yang melakukan tindak pidana narkotika dilakukan upaya diversi. Dilihat berdasarkan rumusan Pasal 10 ayat (1) UU SPPA, dapat diketahui bahwa upaya diversi untuk mencapai kesepatakan diversi dalam menyelesaikan tindak pidana yang berupa pelanggaran, tindak pidana ringan, tindak pidana tanpa korban, atau nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimun provinsi setempat, dapat dilakukan oleh Penyidik bersama Pelaku dan atau keluarganya, Pembimbing Kemasyarakatan, serta dapat melibatkan tokoh masyarakat.

Merujuk dari pasal tersebut, secara jelas dan terang Pasal 10 ayat (1) UU SPPA, menyebutkan bahwa dalam hal tindak pidana yang dilakukan tanpa korban dapat langsung diselesaikan oleh Penyidik dengan upaya diversi bersama dengan

(8)

pembimbing kemasyarakatan dan dapat melibatkan tokoh masyarakat. Namun sayangnya, dalam hal anak yang berkonflik dengan hukum melakukan tindak pidana narkotika, meskipun merupakan tindak pidana tanpa korban (dalam artian korban secara langsung), Penyidik tidak dapat melakukan upaya diversi karena pemahaman Penyidik berpegang pada Pasal 7 ayat (2) UU SPPA.16 Berkaitan dengan diversi ini, melalui pemberlakukan Pasal 3 Perma Diversi, secara prinsip tidaklah selaras dengan tujuan pengupayaan diversi yang diatur dalam 16 Wawancara dengan Despa Ningrat, Penyidik di Kantor Kejaksaan Negeri Payakumbuh, 10 April 2019, 10.00 WIB. 9 Pasal 6 UU SPPA.

Pada butir b tujuan diversi, sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa tujuan diversi adalah untuk menghindarkan anak dari proses peradilan dengan menyelesaikan perkara anak di luar proses peradilan. Kehadiran ketentuan Pasal 3 Perma Diversi menunjukkan bahwa proses peradilan pidana telah berjalan dan dilaksankan oleh Penyidik dan Penuntut Umum, sebagai akibat tindakan yang dilakukan oleh anak yang berkonflik dengan hukum yang diancam dengan pidana di atas 7 tahun.

Jika peraturan pelaksana dari UU SPPA, hanya mengacu kepada Perma Diversi, maka penerapan diversi terhadap tindak pidana yang ancaman pidananya di atas 7 tahun seperti tindak pidana narkotika, bukan hanya menimbulkan ketidakpastian hukum, tetapi juga telah bertentangan dengan tujuan diversi yang diamanatkan oleh UU SPPA.

Terhadap tindakan yang sama, dalam hal penerapan diversi dengan mengacu kepada Perma Diversi khususnya Pasal 3 Perma Diversi dan UU SPPA, maka sesuai dengan amanat pasal tersebut yang menyatakan bahwa “Hakim Anak wajib mengupayakan diversi dalam hal anak didakwa melakukan tindak pidana...”.

Kata wajib mengupayakan dalam hal hakim dihadapkan terhadap perkara anak yang berkonflik dengan hukum, diancam dengan dakwaan subsider, alternatif, atau kumulasi, sedangkan dalam salah satu dakwaannya anak diancam dengan pidana penjara di bawah 7 tahun, maka hakim tanpa memandang hal-hal subjektif terhadap anak wajib terlebih dahulu untuk mengupayakan diversi.

Bukan malah sebaliknya, terhadap satu kasus diupayakan pelaksanaan diversi,

sedangkan terhadap kasus yang lainnya anak yang berkonflik dengan hukum tadi tidak diberikan peluang untuk diupayakannya diversi. Hal ini sebagaimana terjadi dalam kedua kasus tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh Anak yang berkonflik dengan hukum di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Tanjung Pati, terhadap perkara Nando, hakim terlebih dahulu mengupayakan diversi.

Sedangkan terhadap perkara Apin, hakim sama sekali tidak memberikan peluang

(9)

kepada Terdakwa untuk diupayakan diversi, sehingga akhinya Apin divonis bersalah melakukan tindak pidana Narkotika. 10 2. Penerapan Diversi dalam Perkara Narkotika Penanganan perkara melalui diversi dapat dilihat melalui Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Tanjung Pati Diversi 7/Pid.Sus-anak/2018/PN Tjp terhadap perkara anak atas nama Wido Fernando panggilan Wido Fernando. Saat tindak pidana dilakukan, Wido Fernando berumur 17 tahun.

Terdakwa ditangkap pada hari Minggu tanggal 6 Mei 2018 sekitar Pukul 23.00 WIB atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam bulan Mei 2018 bertempat di depan WC Pos Lantas Fly Over kelok 9, Jorong Hulu, Kenagarian Hulu Air, Kec. Harau, Kab. 50 Kota atau setidak-tidaknya pada tempat lain dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Tanjung Pati yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara tersebut.

Terdakwa pada hari tersebut bersama saksi Toni Fransisco panggilan Toni mengajak Wido Fernando panggilan Wido Fernando agar menemaninya pergi ke kelok 9 sekitar pukul 23.00 WIB untuk mengambil paketan ganja. Saat itu Wido Fernando menunggu Toni di Parkiran sepeda motor, sedangkan Toni pergi menuju WC depan Pos lantas Fly Over kelok 9 untuk mengambil ganja miliknya.

Keduanya ditangkap sesaat setelah Toni dan Wido Fernando akan meninggalkan lokasi dan mengambil ganjanya. Pada diri Wido Fernando tidak ditemukan barang bukti, sedangkan pada saksi Toni ditemukan 1 (satu) paket ganja yang dibungkus dengan lakban warna kuning. Dalam dakwaannya, Penuntut Umum mendakwa Terdakwa telah melanggar Pasal 111 ayat (1) Undang-Undang 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Selanjutnya disebut UU Narkotika) subsidair Pasal 131 ayat (1) UU Narkotika.

Ancaman pidana penjara dalam pasal tersebut masing-masing untuk pelanggaran Pasal 111 ayat (1) UU Narkotika diancam dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun, sedangkan pelanggaran Pasal 131 ayat (1) UU Narkotika diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun penjara. Dalam penetapan diversi tersebut Wido Fernando diharuskan untuk melakukan pelayanan masyarakat di Kantor Wali Nagari Lubuak Alai selama 1 (satu) bulan yang dilaksanakan selama 4 (empat) jam setiap hari kerja.

Selain itu ia juga diwajibkan mengikuti kegiatan sosial keagamaan (menjadi gharim) di Mesjid Muchsinin yang bertempat di Jorong Balai Tangah selama 2 (dua) bulan. 11 Sedangkan terhadap perkara anak yang tidak dilakukan upaya diversi dapat dilihat dalam Putusan Nomor 9/Pid.Sus.anak/2018/PN Tjp atas nama Alvin Junnito panggilan Alvin Junnito. Saat tindak pidana tersebut dilakukan Terdakwa berumur 17 tahun.

(10)

Terdakwa pada hari Jumat tanggal 31 Agustus 2018, sekitar Pukul 22.00 atau

setidak-tidaknya pada waktu lain pada bulan Agustus tahun 2018 bertempat di depan Kantor Departemen Agama di Jorong Tanjung Pati Nagari Koto Tuo, Kec. Harau, Kab. 50 Kota tertangkap sedang menggenggam 1 (paket) ganja kering seberat 4,55 gram.

Berdasarkan surat keterangan bebas narkoba yang diterbitkan oleh Poliklinik 50 Kota Nomor 01/SKK/VIII/2018 tanggal 31 Agustus 2018 dinyatakan bahwa Terdakwa positif menggunakan narkotika. Dalam dakwaannya, Penuntut Umum mendakwa Terdakwa telah melanggar Pasal 111 ayat (1) UU Narkotika subsidair Pasal 127 ayat (1) UU Narkotika. Ancaman pidana penjara dalam pasal tersebut masing-masing untuk pelanggaran Pasal 111 ayat (1) UU Narkotika diancam dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun, sedangkan pelanggaran Pasal 127 ayat (1) UU Narkotika diancam dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun penjara.

Dalam putusannya, Hakim menyatakan Terdakwa Alvin Junnito terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana tanpa hak memiliki narkotika golongan I jenis tanaman, dengan itu menjatuhkan pidana penjara selama 2 (dua) tahun dan denda sebesar Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) kepada Terdakwa. Dari kedua putusan tersebut dapat diketahui bahwa terdapat inkonsistensi Hakim dalam melaksanakan diversi terhadap anak yang berkonflik dengan hukum dalam tindak pidana narkotika.

Salah satu perkara Hakim mengupayakan dan melaksanakan diversi sebagai penerapan dari Pasal 3 Perma Diversi, sedangkan di perkara yang lainnya Hakim tidak memberikan peluang atau tidak mengupayakan diversi melainkan langsung melalui proses

pemeriksaan pengadilan. Menurut pandangan dari Penyidik yang juga selaras dengan pandangan dan Penuntut Umum diketahui bahwa Penyidik dan Penuntut Umum tidak mempunyai keberanian dalam mengupayakan proses diversi terhadap anak yang berkonflik 12 dengan hukum dalam perkara narkotika.

Penyidik dan Penuntut Umum sebagai akibat tidak mempunyai aturan pelaksana yang menjelaskankan ketentuan Pasal 7 UU SPPA hanya berpijak dan bepatokan pada ketentuan undang-undang tersebut.17 Akibat pandangan dari Penyidik dan Penuntut Umum tersebut dan Perma Diversi sebagai peraturan pelaksana dari UU SPPA, Pasal 10 ayat (1) UU SPPA, tersebut tidak dapat diterapkan secara maksimal dalam hal

penyelesaian tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh anak yang berkonflik dengan hukum.

Dalam pengupayakan diversi terhadap anak yang berkonflik dengan hukum, Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim menyatakan bahwa, pertimbangan utama Penegak Hukum dalam mengupayakan diversi mengacu kepada Pasal 9 UU SPPA, yaitu: a. kategori

(11)

tindak pidana; b. umur anak; c. hasil penelitian kemasyarakatan dari Bapas; dan d.

dukungan lingkungan keluarga dan masyarakat.1819 Lebih lanjut, dijelaskan oleh Penegak Hukum tersebut, bahwa dalam ketentuan UU SPPA telah secara jelas diuraikan mengenai pertimbangan yuridis dan pertimbangan non yuridis yang harus dipedomani oleh ketiga Penegak Hukum tersebut dalam hal mengupayakan diversi terhadap anak yang berkonflik dengan hukum.

Hal-hal yang dipertimbangkan tersebut menyangkut mengenai syarat objektif dapat dilakukannya upaya diversi sebagaimana diatur oleh Pasal 7 ayat (2) UU SPPA, selain itu, juga telah diatur secara jelas, hal-hal yang harus diperhatikan selain hal yang harus dipertimbangkan dalam mengupayakan diversi terhadap anak.2021 Lebih lanjut, Penyidik dan Penuntut Umum mengharapkan, ketiga institusi penegak hukum yang sebagaimana diatur dalam UU SPPA, sama-sama mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk dapat mengupayakan diversi terhadap anak yang berkonflik dengan hukum dapat bekerjsama dan berkonsilidasi untuk membuat 17 Wawancara dengan IPTU Despa Ningrat dan Jaksa Mirzanola, 10 April 2019, 10.00 WIB. 18 Wawancara dengan IPTU Despa Ningrat dan Jaksa Mirzanola, 10 April 2019, 10.00 WIB.

19 Wawancara dengan Hakim Anak M. Iqbal Hutabarat, 11 April 2019, 09.00 WIB. 20 Wawancara dengan IPTU Despa Ningrat dan Jaksa Mirzanola, 10 April 2019, 10.00 WIB.

21 Wawancara dengan Hakim Anak M. Iqbal Hutabarat, 11 April 2019, 09.00 WIB. 13 peraturan pelaksana UU SPPA, yang lebih baik sehingga sistem peradilan pidana anak tersebut berjalan sesuai dengan koridornya.22 Penyidik dan Penuntut Umum

menyampaikan bahwa model kerjasama antara ketiga institusi penegak hukum

bukanlah hal yang tabu dan baru di Indonesia, telah banyak peraturan bersama maupun kesepatakan bersama yang dibuat ketiga institusi dalam menjalankan undang-undang.

Jika ketika institusi sama-sama mempunyai pandangan untuk menegakan hukum dan keadilan hal tersebut adalah hal tidak sulit sama sekali. Terkait dengan penangan perkara anak yang berkonflik dengan hukum ini, Penyidik dan Penuntut Umum menyampaikan dulunya ada kesepatakan bersama terkait dengan penanganan anak yang berkonflik dengan hukum, hal ini dapat dibenarkan dengan mengacu kepada kesepakatan bersama tanggal 23 Desember 2009 yang berkaitan dengan penanganan anak yang berkoflik dengan hukum.23 Berkaitan dengan perkara tindak pidana

narkotika yang dilakukan oleh anak yang berkonflik dengan hukum di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Tanjung Pati, Hakim menjelaskan bahwa dalam mengupayakan diversi ini, Hakim sebagaimana ketentuan Pasal 9 ayat (1) UU SPPA, melakukan upaya diversi dengan pertimbangan: a.

kategori tindak pidana; b. umur anak; c. hasil penelitian kemasyarakatan dari Bapas; dan

(12)

d. dukungan lingkungan keluarga dan masyarakat.24 Dalam dua perkara tindak pidana narkotika yang terjadi pada tahun 2018 tersebut, Hakim menjelaskan bahwa Hakim juga mempertimbangkan hal-hal sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (1) tersebut. Berikut dijelaskan pertimbangan Hakim tersebut, yaitu: a. Kategori tindak pidana yang

dilakukan.

Berdasarkan ketegori ini menurut Hakim, bahwa memang kedua anak yang berkonflik dengan hukum tersebut merupakan anak yang berkonflik dengan hukum dalam tindak pidana narkotika. Namun berdasarkan berkas perkara yang dilimpahkan oleh Penuntut Umum kepada pengadilan, dapat diketahui bahwa dalam kedua perkara tersebut, kedua anak yang berkonflik dengan hukum tersebut jelas 22 Wawancara dengan IPTU Despa Ningrat dan Jaksa Mirzanola, 10 April 2019, 10.00 WIB.

23 Wawancara dengan IPTU Despa Ningrat dan Jaksa Mirzanola, 10 April 2019, 10.00 WIB. 24 Wawancara dengan Hakim Anak M. Iqbal Hutabarat, 11 April 2019, 09.00 WIB.

14 mempunyai peranan yang berbeda dalam melakukan tindak pidana narkotika,

meskipun dakwaan primernya adalah sama yaitu Pasal 111 UU Narkotika. Namun dalam kronologis kejadian dan fakta yang terungkap saat proses penyidikan dan penuntutan berlangsung yang dituangkan dalam berkas perkara, diketahui bahwa Wido Fernando dan Alvin Junnito mempunyai porsi kesalahan yang berbeda.

Terhadap Wido Fernando, saat dilakukan penangkapan, tidak ditemukan pada dirinya barang bukti, barang bukti ditemukan pada Terdakwa lain yang saat ini berstatus DPO.

Namun berdasarkan uji klinik terkait dengan penggunaan narkotika, Wido Fernando terbukti menggunakan Narkotika jenis ganja sejak bulan April 2018. Dalam hal kejadian perkara, saat Wido Fernando ditangkap oleh Polisi, berdasarkan fakta yang tertungkap di berkas perkara dan laporan hasil penelitian kemasyarakatan, Wido Fernando hanya menemani Toni (DPO) untuk mengambil paket ganja milik Toni (DPO).

Sedangkan terhadap perkara Alvin Junnito, pada saat dilakukan penangkapan, di tangan Alvin Junnito ditemukan 1 (satu) paket ganja kering seberat 4,55 gram. Selain itu,

berdasarkan uji klinik berkaitan dengan penggunaan narkotika, Alvin Junnito terbukti positif menggunakan narkotika. Diketahui laporan hasil penelitian kemasyarakatan, bahwa paket ganja yang ada di tangan Alvin Junnito, dibeli untuk digunakan bersama temannya.

Berdasarkan uraian di atas, menurut Hakim jika dibandingkan porsi kesalahan yang ada pada kedua anak yang berkonflik dengan hukum tersebut jelas berbeda. Pertimbangan Hakim tentu akan berbeda sesuai dengan bobot kesalahan yang dilakukannya, sehingga meskipun kedua anak yang berkonflik dengan hukum tersebut sama-sama positif

(13)

menggunakan narkotika, namun menurut Hakim keduanya tidaklah sama.

Saat Hakim menilai dan mempetimbangkan kasus Wido Fernando, Hakim

berkeyakinnan bahwa Wido Fernando adalah korban penyalahgunaan narkotika akibat pergaulan. Sedangkan saat menilai dan mempertimbangkan kasus Alvin Junnito, Hakim menilai tindakan Alvin Junnito seperti dijelaskan di atas, membuat dia mempunyai potensi yang sangat besar untuk melakukan dan melakukan lagi tindak pidana dan bahwa menjadi pengerdar gelap 15 narkotika.

Oleh sebab itu, pertimbangan kategori tindak pidana yang dilakukan dalam hal ini juga harus mempertimbangkan bobot kesalahan dari tindakan yang dilakukan oleh anak yang berkonflik dengan hukum tersebut. Menurut Hakim pertimbangan demikian tidaklah dibuat dengan mudah dan patut di hormati.25 b. Umur anak Berkaitan dengan usia atau umur dari anak yang berkonflik dengan hukum dalam tindak pidana narkotika tersebut, dapat diketahu bahwa kedua anak yang berkonflik dengan hukum tersebut berusia 17 tahun.

Namun dalam pandangan Hakim, bahwa meskipun dalam ketentuan UU SPPA, menjelaskan pertimbangan umur, namun pemaknaannya tidak sekedar melihat umur dalam artian usia angka saja. Tetapi kita juga melihat usia sekolah dari anak yang berkonflik dengan hukum tersebut. Hubungan pendidikan sangat berperan dalam penentuan umur anak tersebut.

Sebab jika bicara dengan umur jelas bahwa pelakunya adalah seorang anak yang batas usianya telah ditentukan secara limitatif oleh undang-undang. Sedangkan setiap orang yang tergolong sebagai anak yang berkonflik dengan hukum yang memenuhi kriteria umur dan memenuhi ketentuan sebagaimana di atur dalam Pasal 7 ayat (2) UU SPPA, sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU SPPA, wajib dilakukan upaya diversi.

Pemaknaan umur anak dalam mempertimbangkan diversi tidak sekedar melihat umur anak dalam artian usia secara limitatif, tetapi juga menyangkut dengan perkembangan pendidikan anak. Oleh sebab itu, berkaitan dengan kedua kasus tindak pidana yang dilakukan oleh anak yang berkonflik dengan hukum di atas, Hakim memiliki

pertimbangan yang berbeda, terhadap Wido Fernando, Hakim mempertimbangkan bahwa ia berusia 17 tahun dan saat itu tengah duduk di bangku kelas IX SMP, sedangkan terhadap Alvin Junnito, meskipun usianya sama dengan Wido Fernando, yaitu 17 tahun, namun sayangnya sudah putus sekolah sejak kelas VI SD.

Hal ini kemudian didukung oleh hasil penelitian kemasyarakatan yang berkaitan dengan hubungan sosial anak yang berkonflik dengan hukum tersebut. 26 25 Wawancara

(14)

dengan Hakim Anak M. Iqbal Hutabarat, 12 April 2019, 09.00 WIB. 26 Wawancara dengan Hakim Anak M. Iqbal Hutabarat, 12 April 2019, 09.00 WIB. 16 c. Hasil Penelitian Kemasyarakatan Penelitian kemasyarakatan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum, dimaksudkan untuk mengungkapkan dan menemukan data dan informasi secara objektif tentang perkembangan dan latar belakang kehidupan klien anak dari berbagai aspek kehidupan seperti, sosiologis, psikologis, ekonomis, dan lain

sebagainya.27 Terungkapnya latar belakang dan perkembangan klien anak akan lebih memberikan kemudahan bagi penegak hukum dalam mengemukakan rekomendasi yang akurat untuk menentukan dan menyelesaikan perkara anak yang berkonflik dengan hukum.

Dihubungkan dengan perkara anak yang berkonflik dengan hukum dalam tindak pidana narkotika di atas, dapat diketahui bahwa hasil penelitian kemasyarakatan kedua anak yang berkonflik dengan hukum tersebut, yaitu: 1) Terhadap perkara Wido Fernando, Wido Fernando merupakan anak dari keluarga menegah ke atas, Bapak Wido Fernando adalah seorang petani, sedangkan ibunya adalah seorang PNS. Hubungan Wido

Fernando dengan keluarganya termasuk saudara-saudaranya.

Mempunyai hubungan yang yang harmonis, setiap masalah dalam keluarga diselesaikan dengan cara musyawarah. Wido Fernando dalam hubungan beribadah tergolong

sebagai anak yang malas, namun sebagai umat islam ia berjanji untuk beribadah dengan lebih baik. Wido Fernando tidak memliki riwayat pelanggaran hukum

sebelumnya dan tindakan klien melanggar UU Narkotika, adalah hal yang pertama dia lakukan.

Wido Fernando merupakan anak yang merokok sejak umur 14 tahun dan akhirnya mencoba mengkonsumsi narkotika, sejak bulan April 2018 sejak berteman dengan Toni (DPO). Hubungan Wido Fernando dengan masyarakat cukup berjalan baik, masyarakat cukup prihatin dengan masalah yang menimpa Wido Fernando. Hubungan keluarga Wido Fernando dan Masyarakat berjalan dengan baik di lingkungan tempat tinggalnya.

Latar belakang terjadinya kenalakan Wido Fernando, diduga sejak berteman dengan saudara Toni (DPO), yang dia kenal sejak April 2018 lalu. Tanggapan dari keluarga dan masyarakat sekitar berkaitan dengan masalah yang terjadi pada 27 Wawancara dengan Pembimbing Kemasyarakatan Jonaidi, 15 April 2019, 09.00 WIB. 17 Wido Fernando, mengharapkan hukuman yang seringan mungkin.

Dalam hasil penelitian kemasyarakatan juga dijelaskan bahwa hal yang meringankan dari Wido Fernando adalah dia masih berstatus sebagai pelajar dan keluarga Wido Fernando menjamin untuk mendidik anaknya dengan baik. Perilaku Wido Fernando

(15)

diakibatkan oleh pergaulan bebas dan pertemanan yang salah di luar rumah.

Berdasarkan rekomendasi petugas pemasyarakatan adalah agar Wido Fernando dapat dihukum dengan seringan mungkin.

Rekomendasi ini didasarkan karena Wido Fernando masih sekolah dan mengikuti pendidikan di kelas IX SMP, sehingga diharapkan Wido Fernando tidak putus sekolah dan dapat melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi dan adanya

kesanggupan dari orangtua Wido Fernando untuk mendidik Wido Fernando kembali. 2) Terhadap perkara Alvin Junnito, merupakan anak dari keluarga menegah ke bawah, ayah Alvin Junnito telah meningga dunia, sedangkan ibunya adalah seorang buruh yang menerima upah dari memasak di kantin dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga di rumah temannya.

Alvin Junnito dikenal sebagai anak yang sopan dalam keluarganya patuh terhadap orang tua. Perubahan sikap Alvin Junnito terjadi setelah ayahnya meninggal dunia dan keluarga Alvin Junnito harus pindah ke kampungnya. Alvin Junnito mempunyai potensi di bidang olahraga, selama ini Alvin Junnito senantiasa membantu keluarga dirumah, hubungannya dengan saudaranya berjalan harmonis, namun Alvin Junnito semenjak pindah ke kampung pada malam hari sering sekali tidak berada dirumah.

Dari segi ibadah, Alvin Junnito termasuk rajin beribadah dia juga bergabung dengan ikatan remaja masjid setempat. Alvin Junnito berhenti sekolah di kelas VI SD, dan sejak itu tidak melanjutkan lagi pendidikannya. Berkaitan dengan pelanggaran hukum, Alvin Junnito pernah melakukan pencurian namun telah diselesaikan secara kemasyarakatan tanpa melibatkan pihak kepolisian.

Alvin Junnito diketahui mulai merokok pada tahun 2014, diawali dengan merokok secara sembunyi-sembunyi dari orang tuanya, sedangkan saat ini, klien sudah berani

terang-terangan merokok di depan orang tuanya. Berdasarkan hasil penelitian

pemasyarakatan, Alvin Junnito terjerat UU Narkotika, karena sudah 18 kecanduan, dan berniat membeli Narkotika untuk dipakai bersama-sama teman- temannya.

Menurut masyarakat sekitar, masyarakat di daerah tempat tinggal Alvin Junnito, telah merasa resah dengan perilaku anak-anak di sektar daerah tersebut, karena sudah banyak anak-anak daerah tersebut yang terlibat tindak pidana narkotika. Selain itu, pemerintah setempat juga membenarkan tanggapan masyarakat dan sudah mencoba membatasi pergaulan tersebut agar anak tidak terlibat lagi dengan narkotika.

Pemerintah setempat berharap Alvin Junnito dapat dirabilitas. Rekomendasi dari lembaga pemasyarakatan agar Hakim dapat mempetimbangkan klien anak dengan

(16)

sebaik-baiknya, dalam rekomendasi tersebut tidak di jelaskan hal yang meringankan terhadap anak.28 Dari kedua hasil penelitian kemasyarakatan di atas dan dihubungkan dengan pendapat Hakim, bahwa dalam hal perkara diversi, Hakim sangat

mempertimbangkan laporan dari hasil penelitian kemasyarakatan.

Hal ini dapat dilihat bahwa upaya diversi dilakukan oleh Hakim, karena Hakim

memandang bahwa masyarakat dapat menerima Wido Fernando kembali, serta adanya jaminan dari keluarga untuk dapat kembali mendidik Wido Fernando dengan baik.

Mengingat kehidupan ekonomi keluarga Wido Fernando tergolong mampu, terlebih lagi saat ini Wido Fernando tengah duduk di kelas 3 SMP.

Sedangkan terhadap perkara Alvin Junnito, Hakim menjelaskan bahwa melihat laporan masyarakat, dapat diketahui bahwa masyarakat maupun pemerintah setempat sudah kewalahan dalam mengahadapi kasus narkotika di daerah tempat tinggal setempat.

Melihat kondisi keluarga Alvin Junnito, juga tidak adanya jaminan dari keluarga akan dapat mendidik Alvin Junnito kembali, sehingga sangat berpeluang melakukan tindak pidana yang lebih berat. Terlebih lagi saat ini Alvin Junnito, tidak lagi mengikuti pendidikan.29 Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwa tindakan Hakim didasarkan pada Pasal 8 ayat (3) Perma Diversi yang menjelaskan bahwa dalam mengupayakan diversi, Penegak Hukum harus mempertimbangkan keharmonisan masyarakat. 28 Wawancara dengan Pembimbing Kemasyarakatan Jonaidi, 15 April 2019, 09.00 WIB.

29 Wawancara dengan Hakim Anak M. Iqbal Hutabarat, 12 April 2019, 09.00 WIB. 19 d.

Dukungan lingkungan keluarga masyarakat Dukungan dari keluarga dan masyarakat sangat berpengaruh dalam penetuan pelaksanaan diversi bagi anak yang berkonflik dengan hukum dalam melakukan tindak pidana.

Dukungan keluarga dan masyarakat tersebut dapat mempengaruhi Hakim dalam megupayakan atau tidak mengupayakan diversi terhadap anak seperti yang terjadi dalam dua kasus anak yang berkonflik dengan hukum di atas. Berkaitan dengan ketentuan Pasal 3 Perma Diversi, dan Pasal 7 ayat (1) UU SPPA, hubungan kedua kasus di atas, bukankah berdasarkan ketentuan tersebut.

Pengupayaan diversi adalah menjadi sebuah kewajiban bagi Hakim, jika anak yang berkonflik dengan hukum telah memenuhi persyaratan objektif seperti yang telah dijelaskan sebelumnya untuk dilakukan upaya diversi. Terkait hal ini, Hakim

membenarkan bahwa mengupayakan diversi menjadi kewajiban bagi penegak hukum terhadap anak yang berkonflik dengan hukum, jika anak tersebut memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan untuk diupayakan diversi.

(17)

Namun dalam hal tindak pidana narkotika, ancaman dalam tindak pidana narkotika ini cukup tinggi, yakni di atas 7 tahun. Selain itu, tindak pidana narkotika juga dapat dikatakan sebagai tindak pidana tanpa korban. Menyebabkan, membuat Hakim dalam menjalankan kewenangan dan kewajibannya yang diatur dalam Pasal 3 Perma Diversi harus penuh dengan kebijaksanaan.

Hakim menilai bahwa tindakannya yang demikian merupakan bagian dari kebijaksanaan Hakim yang patut dihormati oleh setiap pihak. Sebab jika hanya mengacu kepada Pasal 7 ayat (1) Perma Diversi, maka terhadap anak yang berkonflik dengan hukum yang melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana di atas 7 tahun, seperti dalam tindak pidana narkotika, memang tidak patut diupayakan diversi.

Jika dalam hal ini Hakim tetap mengupayakan diversi terhadap anak tersebut, bukan tidak mungkin diversi akan tetap terjadi, namun sangat besar kemungkinan

pengupayakan diversi tersebut membuat anak yang berkonflik dengan hukum tersebut melakukan 20 tindak pidana yang lebih berat. Melalui pembinaan di Lapas anak, anak yang berkonflik dengan hukum tersebut dapat lebih baik lagi dan bisa direhabilitasi.

30 Berkaitan dengan pengawasan diversi sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 14 UU SPPA, Hakim menjelaskan bahwa pengawasan diversi ini berada pada atas pejabat yang membuat kesepatakan diversi. Jika diversi dilaksanakan di tingkat penyidikan maka atasan Penyidik yang harus mengawasi, sedangkan jika diversi dilaksanakan di tingkat penuntutan, maka atasan Penuntut Umum yang berkewajiban mengawasi, begitu juga dengan kesepakatan diversi yang disepakati di tingkat pemeriksaan pengadilan, maka kewenangan pengawasan berada pada Ketua Pengadilan, dibantu oleh Petugas Pemasyarakatan untuk meninjau di lapangan terkait dengan pelaksanaan diversi terhadap anak tersebut.31 Terhadap perkara Wido Fernando, dilakukan upaya diversi berdasarkan Penetapan Nomor 7/Pid.Sus-anak/2018N Tjp, berdasarkan data di lapangan yang disampaikan oleh Petugas Kemasyarakatan berdasarkan tugas dan tanggungjawabnya untuk melakukan pendampingan, pembimbingan dan pengawasan terhadap kesepatakan diversi, menujukkan bahwa Wido Fernando melaksanakan dengan baik kesepatakan diversi yang telah dibuat, hal ini dapat dibuktikan dengan tidak adanya laporan dari petugas pemasyarakatan terkait dengan tidak terlaksananya kesepatakan diversi terhadap perkara Wido Fernando.3233 Bertitik tolak dari penjelasan di atas, maka dalam hal penanganan tindak pidana narkotika di Wilayah Hukum

Pengadilan Negeri Tanjung Pati pada tahun 2018 seperti yang telah dijelaskan di atas, dapat diketahui bahwa tujuan diversi yang telah diuraikan dalam Pasal 6 UU SPPA tidak tercapai, karena dapat dilihat dalam perkara Alvin dan Nando bahwa proses peradilan pidana telah berjalan terlebih dahulu sampai ke tahap penuntutan tanpa adanya upaya

(18)

diversi yang dapat dilakukan oleh Penyidik dan Penuntut Umum. 30 Wawancara dengan Hakim Anak M. Iqbal Hutabarat, 12 April 2019, 09.00 WIB. 31 Wawancara dengan Hakim Anak M.

Iqbal Hutabarat, 12 April 2019, 09.00 WIB. 32 Wawancara dengan Hakim Anak M. Iqbal Hutabarat, 12 April 2019, 09.00 WIB. 33 Wawancara dengan Pembimbing

Kemasyarakatan Jonaidi, 15 April 2019, 09.00 WIB. 21 Hal ini disebabkan karena memang Pasal 3 Perma Diversi mengatur secara jelas bahwa hakim anak yang berkewajiban melakukan upaya diversi.

Dalam hal demikian Penyidik dan Penuntut Umum tidak dimungkinkan melakukan upaya diversi terhadap anak walaupun dalam berkas perkara pasal yang disangkakan terhadap anak membuat ancaman pidana kurang dari 7 (tahun) di samping ancaman pidana yang lebih dari 7 (tujuh) tahun.34 Dalam dua perkara tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh Anak yang berkonflik dengan hukum selama tahun 2018

sebagaimana telah dijelaskan di atas, adalah sebagai akbiat hukum dari pemahaman yang digunakan oleh Penyidik dan Penuntut Umum, terhadap kedua anak yang berkonflik dengan hukum tersebut dilakukan penyidikan dan penuntutan atau proses peradilan pidana.

Dilihat dari dua perkara tersebut, dapat diketahui dalam proses penyelesaian dan penanganan perkara anak dalam tindak pidana narkotika, terhadap perkara Nando dan Apin dari dimulainya penyidikan sampai ke tingkat penuntutan masing- masing 40 hari untuk perkara Nando, dan 58 hari untuk perkara Apin. Dalam proses yang demikian, Nando dan Apin pastilah diperlakukan sesuai kedudukannya sebagai Tersangka dan Terdakwa, karena pada saat itu Penyidik dan Penuntut Umum mempunyai pandangan bahwa keduanya akan diproses melalui proses peradilan pidana.

Melalui pandangan itu juga, maka Penyidik dan Penuntut Umum akan berusaha untuk membuktikan tindak pidana yang dilakukan oleh Nando dan Apin, agar saat proses pemeriksaan perkara di pengadilan, diharapkan Hakim dapat menjatuhkan putusan bahwa Terdakwa secara sah dan meyakinkan telah melakukan suatu tindak pidana.

Dilihat dari kemanfaatan Perma Diversi, khususnya setelah keduanya diproses melalui penyidikan dan penuntutan, sedangkan dalam konsep pikiran Penyidik dan Penuntut Umum, Nando dan Apin akan diadili melalui mekanisme peradilan, maka dalam hal ini telah terjadi ketidakmanfaatan dalam proses penanganan dan penyelesaian terhadap perkara anak yang berkonflik dengan hukum dalam melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana di atas 7 tahun seperti tindak pidana narkotika.

34 Wawancara dengan IPTU Despa Ningrat dan Jaksa Mirzanola, 15 April 2019, 10.00

(19)

WIB. 22 Dapat dilihat bahwa ketentuan Pasal 3 Perma Diversi khususnya yang

dihubungkan dengan UU SPPA, tidak memberikan manfaat terhadap dua aspek, yaitu: a.

Terhadap anak yang berkonflik dengan hukum sebagai seorang anak yang harus

dilindungi yang sesuai dengan prinsip kepentingan terbaik anak sebagai prinsip dan hak yang harus dia miliki olehnya, maka hal demikian akan sangat merugikan bagi anak dalam tumbuh kembangnya.

Sebut saja misalkan dalam perkara Nando, yang ternyata dilakukan upaya diversi oleh hakim, tentu akan berpengaruh dengan pendidikan maupun fisik dan psikis Nando secara langsung karena harus menunggu proses sampai diupayakannya diversi terhadapnya di tingkat pemeriksaan pengadilan. Selain itu, proses penyidikan dan penuntutan terhadap dirinya juga pasti akan memberatkan dan membebankan Nando sebagai seorang anak, sehingga kepentingan terbaik anak sebagai hak tidak akan terpenuhi. b. Terhadap proses peradilan pidana anak yang telah terjadi sebelum dilakukan upaya diveri oleh hakim di tingkat penyidikan.

Pemberlakuan diversi yang demikian juga tidak akan mendatangkan efisiensi dalam sistem peradilan pidana anak. Hal ini akan berbeda jika dari awal ketentuan UU SPPA memang tidak mengatur kewenangan dan kewajiban dari Penyidik dan Penuntut Umum untuk mengupayakan diversi, sehingga proses diversi memang harus dilakukan di peradilan.

Namun sayangnya diaturnya upaya diversi sebagai sebuah kewajiban dan kewenangan Penyidik dan Penuntut Umum seyogyanya merupakan upaya untuk mengefisienkan sistem peradilan pidana anak demi menjamin prinsip- prinsip dan hak-hak anak Apabila dihubungkan dengan ajaran Jeremy Bentham yang menyatakan bahwa kebahagian itu seharusnya dapat dirasakan oleh setiap individu.

Namun jika kebahagian itu tidak mungkin tercapai (dan pasti tidak mungkin dicapai), diupayakan agar kebahagian itu dinikmati oleh sebanyak mungkin individu dalam masyarakat (bangsa) tersebut (the greatest happiness for the greatest number of the people).35 Maka seyogyanya setiap orang dalam kondisi yang sama mendapatkan perlakuan dan 35 Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum: Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, 6 ed. (Jakarta: Gramedia, 2006), hlm. 128. 23 penanganan kasus yang sama demi menjunjung haknya terlebih dalam prinsip

perlindungan anak.

D. PENUTUP Penerapan diversi terhadap anak yang berkonflik dengan hukum dalam tindak pidana narkotika dengan mengacu kepada Perma Diversi menyebabkan ketidakpastian hukum dan ketidakmanfaatan, karena penerapan Perma Diversi justru

(20)

menyebabkan keragu-raguan kepada penegak hukum (khususnya Penyidik dan Penuntut Umum) mengenai kewajiban mengupayakan diversi terhadap anak yang berkonflik dengan hukum sehingga justru prinsip kepentingan terbaik untuk anak tidak tercapai.

Pertimbangan Penyidik dan pentut umum dalam upaya pelaksanaan diversi terhadap anak yang berkonflik dengan hukum dalam tindak pidana narkotika hanya mengacu dan berpedoman kepada Pasal 7 ayat (2) UU SPPA, yaitu pidana diancamkan di bahwa 7 tahun dan bukan pengulangan tindak pidana. Ketentuan yuridis tidak terpenuhi, Penyidik dan Penuntut Umum tidak dapat mempertimbangkan secara non yuridis.

Sedangkan Hakim dalam mempertimbangkan upaya pelaksanaan diversi, secara yuridis mengacu kepada ketentuan Pasal 7 ayat (2) UU SPPA, Pasal 3 Perma Diversi, Namun dalam pengupayaan diversi tersebut, Hakim tidak senantiasa menjalankan kewajibannya untuk mengupayakan diversi didasarkan pada pertimbangan non yuridis Hakim

mengenai peranan anak dalam tindak pidana narkotika, serta hasil penelitian kemasyarakatan dan dukungan dari keluarga dan masyarakat.

INTERNET SOURCES:

--- 1% -

https://www.academia.edu/37948420/PELAKSANAAN_DIVERSI_TERHADAP_RESIDIVIS_A NAK_DI_HUBUNGKAN_DENGAN_PERMA_No._4_Tahun_2014_Tentang_Pelaksanaan_Dive rsi_dan_Sistem_Peradilan_Pidana_Anak_Studi_Kasus_PN_Bale_Bandung_.docx

<1% - https://radarmas.blogspot.com/2015/11/200-skripsi-hukum-pidana-terbaru.html

<1% - http://repository.unpas.ac.id/31600/

<1% - https://journal.uii.ac.id/IUSTUM/article/view/9415/0

<1% - http://scholar.unand.ac.id/26512/2/BAB%20I%20PENDAHULUAN.pdf

<1% -

https://id.123dok.com/document/dy4e90qn-perlindungan-hukum-terhadap-anak-korba n-tindak-pidana-hubungan-seksual-sedarah-studi-kasus-di-pengadilan-negeri-binjai.ht ml

<1% - https://www.academia.edu/8988200/UU_SPPA

<1% - http://repository.unpas.ac.id/26586/3/BAB%202.pdf

<1% - http://digilib.unila.ac.id/10344/11/BAB%20I.pdf

<1% - http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexcrimen/article/download/9005/8559 1% -

http://bagianhukum.purwakartakab.go.id/wp-content/uploads/2014/11/UU_NO_11_201

(21)

2.pdf

<1% - http://ejournal.sthb.ac.id/index.php/jwy/article/view/179

<1% - http://ejournal.sthb.ac.id/index.php/jwy/article/view/179/0

<1% -

https://monitor.co.id/2018/12/31/riny-fitrianti-komitmen-perkuat-perbatasan-untuk-put us-mata-rantai-peredaran-narkotika/

<1% -

https://www.validnews.id/Peredaran-Narkotika-di-Kalangan-Pelajar-Meningkat-QwT

<1% - https://www.scribd.com/document/329823905/hasil-muktamar-1-1-pdf

<1% -

https://aldinotugaskuliah.blogspot.com/2014/03/penalaran-masalah-perlindungan-anak _47.html

<1% -

http://www.heibogor.com/post/detail/45035/perda-no-3-tahun-2017-tentang-penyelen ggaraan-kota-layak-anak/

<1% -

https://www.academia.edu/9021911/HUKUM_PIDANA_ANAK_Disusun_untuk_memenuhi _tugas_UTS_Semester_7_Hukum_Pidana_Anak_Dosen_SEKOLAH_TINGGI_HUKUM_BAND UNG_2014_DAFTAR_ISI

<1% -

https://kisobandi.blogspot.com/2014/10/permasalahan-pelaksanaan-perma-diversi.html

<1% -

https://www.academia.edu/33072018/PENEGAKAN_HUKUM_TERHADAP_TINDAK_PIDAN A_NARKOTIKA_NEW_PSYCHOACTIVE_SUBTANCES_BERDASARKAN_UNDANG-_UNDANG _NOMOR_35_TAHUN_2009_TENTANG_NARKOTIKA

<1% -

https://www.academia.edu/36076966/UU_No_11_Tahun_2012_Tentang_Sistem_Peradila n_Anak

<1% - http://lib.ui.ac.id/naskahringkas/2015-09/S45641-Muhammad%20Bonar

<1% - https://litigasi.co.id/diversi-dalam-sistem-peradilan-anak

<1% - http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/PH/article/download/1506/1173

<1% -

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/56430/Chapter%20I.pdf;sequen ce=4

<1% - http://eprints.ums.ac.id/49834/1/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf

<1% -

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt50bdf69456b7a/restoratif-justice

<1% -

http://etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/105476/potongan/S1-2016-334411-introd uction.pdf

(22)

<1% - https://rizal111291.blogspot.com/

<1% - https://lbhss.or.id/2018/06/22/337/

<1% - https://www.scribd.com/document/348815550/BAB-I-IV-docx

<1% - http://ejournal.balitbangham.go.id/index.php/kebijakan/issue/view/36

<1% - https://issuu.com/lp2kifhuh/docs/jurnal_legislatif_vol._2_no._2

<1% -

https://pemudapedulidhuafa.blogspot.com/2013/10/praktek-praktek-penanganan-anak.

html

<1% - http://repository.unand.ac.id/view/subjects/K1.html

<1% -

https://www.academia.edu/36724315/PENYELESAIAN_PERSELISIHAN_PEMUTUSAN_HUB UNGAN_KERJA_PHK_KARENA_KESALAHAN_BERAT_PADA_TINGKAT_MEDIASI_DI_DINAS_

SOSIAL_TENAGA_KERJA_DAN_TRANSMIGRASI_KABUPATEN_PURBALINGGA_SKRIPSI

<1% -

http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/Proceedings/article/download/770/635

<1% -

http://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16332/1/T1_312014146_BAB%20I.pdf

<1% - http://digilib.uinsby.ac.id/14961/2/Abstrak.pdf

<1% -

http://unmermadiun.ac.id/repository_jurnal_penelitian/Jurnal%20Yustisia%20Merdeka/2 015/maret/ANIK%20TRIHARIYANI.pdf

<1% -

https://www.academia.edu/7751466/Makalah_Filsafat_Ilmu_MENELAAH_METODE_ILMIA H_DITINJAU_DARI_ASPEK_ONTOLOGIS_DAN_EPISTEMOLOGIS

<1% - https://jaksabelajarhukum.blogspot.com/2015/

<1% -

https://lajaudi.blogspot.com/2014/08/jurnal-kebijakan-hukum-pidana-dalam_23.html

<1% -

https://id.123dok.com/document/1y9n35lz-analisis-yuridis-tndak-pidana-narkotika-yan g-dilakukan-oleh-anak.html

<1% - https://www.academia.edu/30665241/Hukum_Pidana

<1% -

https://www.academia.edu/9765802/SERI_DISKUSI_RANCANGAN_KUHP_2_CATATAN_SE MINAR_Pembaruan_KUHP_Meninjau_Kembali_Bentuk-bentuk_Hukuman_dalam_RUU_KU HP

<1% -

http://repository.ump.ac.id/3230/3/BAB%20II_SUCI%20VIETRASARI_HUKUM%2716.pdf

<1% -

https://docplayer.info/147177998-Implementasi-restorative-justice-dalam-penyelesaian- tindak-pidana-bullying-yang-dilakukan-anak-studi-putusan-no-5-pid-sus-anak-2017-pn

(23)

.html

<1% -

https://jdih.jakarta.go.id/old/uploads/default/produkhukum/PP_Nomor_65_Tahun_2015.

pdf

<1% - http://eprints.undip.ac.id/57127/1/TESIS_MIH_AWANG_14_AGUSTUS.doc

<1% - http://repositori.uin-alauddin.ac.id/544/1/HAIDIR%20ALI.pdf

<1% -

https://www.kompasiana.com/lisanawatigo/55193f69a333111316b65958/online-child-s exual-exploitation-dalam-perspektif-perundang-undangan-nasional-indonesia?page=all

<1% -

https://setkab.go.id/pemerintah-terbitkan-aturan-penanganan-hukum-anak-yang-belu m-berumur-12-tahun/

<1% -

https://id.123dok.com/document/7q087ly6-analisis-konsep-diversi-dan-restorative-justi ce-dalam-undang-undang-no-11-tahun-2012-tentang-sistem-peradilan-pidana-anak.ht ml

<1% -

http://gebersepti.semarangkota.go.id/admin148/filemateri/20180206161640DiversiMek anismeKebijakanDiversi.pdf

<1% - https://akuindonesiana.wordpress.com/2011/page/28/

<1% -

https://id.123dok.com/document/wq2de6y1-penerapan-sanksi-terhadap-anak-pelaku-ti ndak-pidana-pencurian-studi-kasus-putusan-no-2-235-pid-b-2012-pn-mdn.html

<1% - http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_31_99.htm

<1% -

https://www.antaranews.com/berita/738129/hakim-vonis-terdakwa-narkoba-lima-tahun -penjara

<1% - http://kantorpengacara-ram.com/contoh-dakwaan-kasus-penipuan-umroh/

<1% -

https://www.antaranews.com/berita/615971/ini-bentuk-tembakau-gorila-bagaimana-ef eknya-menurut-pemakai

<1% - https://issuu.com/e-jurnal-fh-unsri/docs/e-journal_bidang_kajian_pidana__edi

<1% - http://hukum.unsrat.ac.id/uu/kuhpidana.htm

<1% -

https://jauhinarkoba.com/undang-undang-nomor-35-tahun-2009-tentang-narkotika/

<1% -

https://m.facebook.com/permalink.php?id=628735520499620&story_fbid=6463365954 06179

<1% -

https://telisiknews.com/2019/02/20/ini-alasan-tersangka-ad-habis-nyawa-purnawirawan

(24)

-tni-al-tanjungpinang/

<1% -

http://icjr.or.id/data/wp-content/uploads/2016/08/Studi-SEMA-dan-SEJA-Rehabilitasi-d alam-Praktek-Peradilan.pdf

<1% -

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt56964786cc7fc/hukuman-bagi-ana k-di-bawah-umur-pengguna-sabu/

<1% -

http://putusan.mahkamahagung.go.id/putusan/e6e2bf7755fb5ea7eede1d5d38baad74

<1% -

https://www.researchgate.net/publication/305886402_PERLINDUNGAN_HUKUM_KORBA N_TINDAK_PIDANA_PENCURIAN_RINGAN_PADA_PROSES_DIVERSI_TINGKAT_PENYIDIKA N

<1% -

https://bahruninfocom.blogspot.com/2010/03/demokratisasi-hak-asasi-manusia-dan.ht ml

<1% -

https://id.123dok.com/document/nq790ky6-kebijakan-penanggulangan-tindak-pidana- penyalahgunaan-narkotika-yang-dilakukan-oleh-anak-di-bawah-umur-dan-penerapan- undang-undang-republik-indonesia-nomor-35-tahun-2009-tentang-narkotika-analisis- putusan-pengadilan-negeri-padang-sidimpuan-no-770-pid-su.html

<1% -

https://id.123dok.com/document/eqonojmy-perlindungan-hukum-terhadap-anak-yang- mengalami-kekerasan-dalam-lembaga-pendidikan-studi-pada-sekolah-dasar-negeri-di- kabupaten-labuhanbatu-selatan.html

<1% - http://repository.usu.ac.id/feed/rss_2.0/123456789/298

<1% - https://syafiunizar93.blogspot.com/2017/02/plkh-perundang-undangan.html

<1% -

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/lain-lain/sigit-dwi-kusrahmadi-drs-msi/PKn%20M KU%202008%201.doc

<1% - https://www.scribd.com/document/373377199/Inklusi

<1% - http://eprints.umm.ac.id/38935/3/BAB%20II.pdf

<1% - https://konsultasiskripsi.com/category/hukum/

<1% -

https://guseprayudi.blogspot.com/2015/09/diversi-perkara-tindak-pidana-tanpa.html

<1% - http://eprints.undip.ac.id/57096/2/Tesis_Joko_Purnomo.docx

<1% -

https://puslit.kemsos.go.id/upload/post/files/bc2e9cda0b9f353bdecd79fc68c64549.pdf

<1% -

https://www.academia.edu/5428550/BAB_II_PERLINDUNGAN_HUKUM_TERHADAP_ANA

(25)

K_PELAKU_TINDAK_PIDANA_DALAM_PROSES_PERADILAN_PIDANA_ANAK

<1% -

https://id.123dok.com/document/oz1mnez9-restorative-justice-sebagai-alternatif-penye lesaian-perkara-pidana-pada-anak-yang-berkonflik-dengan-hukum-studi-kasus-putusa n-no-2209-pid-b-2012-pn-mdn.html

<1% - https://mariana.my.id/kesehatan/bahaya-rokok-bagi-kesehatan-anak/

<1% -

https://pembaharuan-hukum.blogspot.com/2009/02/upaya-penyelesaian-masalah-anak -yang_03.html

<1% -

https://mafiadoc.com/jurnal-penelitian-hukum-hasanuddin-university-universitas-_59d3 3bd01723dda536a7f623.html

<1% -

https://idtesis.com/pembahasan-lengkap-teori-implementasi-kebijakan-perlindungan-a nak-menurut-para-ahli-dan-contoh-tesis-implementasi-kebijakan-perlindungan-anak/

<1% - https://arenahukum.ub.ac.id/index.php/arena/article/download/147/147

<1% - https://library.uns.ac.id/category/inaugural-lectures/

<1% -

http://fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/BAB%20I%20sampai%20BAB%20V.pdf

<1% -

https://mirdinatajaka.blogspot.com/2017/05/teori-pertimbangan-hukum-hakim.html

<1% - https://peradilananak.blogspot.com/2013/05/artikel-peradilan-anak.html

<1% -

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/64709/Chapter%20II.pdf?seque nce=3&isAllowed=y

<1% -

https://bolafutsal.org/2018/08/06/beberapa-manfaat-futsal-yang-dapat-dirasakan-setia p-pelakunya/

<1% -

https://hukum-dan-peradilan.blogspot.com/2016/08/v-behaviorurldefaultvmlo.html

<1% - https://mediaindonesia.com/read/detail/125405-slug-9iinda

<1% -

https://miftahulbari.blogspot.com/2012/05/keadilan-dalam-prespektif-teori-hukum.html

Referensi

Dokumen terkait

Dari uraian diatas keunggulan dari segi tingkat laba bersih, tingkat laba kotor, nilai ROA dan nilai ROE yang dimiliki usaha peternakan ayam pedaging dengan pola kemitraan

PERHATIAN - hati-hati - teliti - sopan JUMLAH Kompetensi Dilaksanakan tanggal Tanda Tangan Pembimbing Nilai Rata-rata Catatan Keterangan : Nilai 1 : Tidak dapat melakukan Nilai 2

Lembaga Pelaksana berfungsi hampir sama dengan Lembaga Penjamin Simpanan (selanjutnya disebut LPS) pada industri perbankan, bedanya jika LPS menjamin uang masyarakat yang disimpan

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan diperoleh hasil, Kenagarian Banjar Lawas memiliki rata- rata produksi nira perhari lebih tinggi dibanding 3 Kenagarian lain yaitu sebesar

Kegiatan ini dilaksanakan secara terpadu dengan pertanian organik dengan menerapkan pola “ Kawasan Rumah Pangan Lestari” KRPL dimana dalam satu kawasan rumah dilksanakan kegiatan mulai

Pada dendogram nilai koefisien yang semakin besar akan menunjukkan tingkat kemiripan dari aksesi yang dibandingkan akan semakin dekat, sedangkan tingkat kemiripan dari setiap aksesi

Hubungan efektifitas komunikasi interpersonal petugas kesehatan dengan tingkat kepuasan peserta JKN-KIS BPJS Kesehatan di Klinik Dharma Usada Barabai Hasil penelitian didapatkan dari 10

Inspektur Jenderal Arman Depari, Deputi Bidang Pemberantasan Narkotika BNN, mengatakan, jika diasumsikan dalam satu jaringan dari bisnis haram itu menghasilkan uang Rp 1 triliun per