POLA KOMUNIKASI DALAM PROGRAM GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN (GERHAN) DI KECAMATAN PRACIMANTORO KABUPATEN WONOGIRI
Oleh :
M MUFLIH FIRMANSYAH H 0403048
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2010
POLA KOMUNIKASI DALAM PROGRAM GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN (GERHAN) DI KECAMATAN PRACIMANTORO KABUPATEN WONOGIRI
Skripsi
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana Pertanian
Di Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Jurusan/Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian
Oleh :
M MUFLIH FIRMANSYAH H 0403048
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2010
POLA KOMUNIKASI DALAM PROGRAM GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN (GERHAN) DI KECAMATAN PRACIMANTORO KABUPATEN WONOGIRI
Yang dipersiapkan dan disusun oleh M MUFLIH FIRMANSYAH
H 0403048
Telah dipertahankan di depan Tim Penguji Pada tanggal : 22 Desember 2009 Dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Tim Penguji
Ketua
D. Padmaningrum, SP, MSi NIP. 19720915 199702 2001
Anggota I
Emi Widiyanti, SP, MSi NIP. 19780325 200112 2001
Anggota II
Ir. Marcelinus Molo, MS, PhD NIP. 19490320 197611 1001
Surakarta, Mengetahui Universitas Sebelas Maret
Fakultas Pertanian Dekan
Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS
NIP. 19551217 198203 1003
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah dan nikmat kesehatan yang diberikan sehingga penulis dapat melaksanakan dan menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul ”Pola Komunikasi dalam Program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri”.
Selama penelitian dan penyusunan skripsi ini penulis banyak memperoleh bantuan serta pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS, selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
2. Ir. Kusnandar, MSi, selaku Ketua Jurusan/Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta 3. Dwiningtyas Padmaningrum, SP, MSi, selaku Pembimbing Utama Skripsi
sekaligus Pembimbing Akademik yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skipsi dan studi
4. Emi Widiyanti, SP, MSi, selaku Pembimbing Pendamping yang telah membimbing dan mengarahkan penulis sampai selesainya skripsi ini
5. Ir. Marcelinus Molo, MS, PhD selaku dosen tamu yang telah memberikan masukan dan saran atas penyelesaian skripsi ini
6. Seluruh jajaran Pemerintah Kabupaten Wonogiri yang telah mengijinkan peneliti untuk melakukan riset Program GERHAN di wilayah Kecamatan Pracimantoro.
7. Semua pihak yang secara langsung ataupun tidak langsung telah membantu penulis dalam menyusun skripsi ini
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kemajuan di masa mendatang. Ridho Allah SWT yang penulis harapkan, semoga skripsi ini dapat diterima dan bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
RINGKASAN x
SUMMARY ... xi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 6
B. Kerangka Teoritis ... 35
III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 39
B. Lokasi Penelitian ... 39
C. Strategi Penelitian ... 40 Surakarta, Februari 2010 Penulis
D. Metode Penentuan Cuplikan (sampling) ... 40
E. Jenis dan Sumber Data ... 41
F. Teknik Pengumpulan Data ... 44
G. Validitas Data ... 46
H. Teknik Analisis ... 47
IV. DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN A. Keadaan Alam ... 50
B. Keadaan Penduduk ... 51
C. Keadaan Pertanian ... 56
D. Keadaan Kehutanan dan lahan Kritis di Kecamatan Pracimantoro ... 58
E. Keadaan Perekonomian ... 61
V. PELAKSANAAN PROGRAM GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN (GERHAN) DI KECAMATAN PRACIMANTORO ... 63
VI. POLA KOMUNIKASI PROGRAM GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN (GERHAN) DI KECAMATAN PRACIMANTORO ... 71
VII. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 128
B. Saran ... 130
DAFTAR PUSTAKA ... 131
LAMPIRAN ... 135
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Luas, Jumlah dan Kepadatan Penduduk Menurut Desa di
Kecamatan Pracimantoro Tahun 2007 51
Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kecamatan Pracimantoro 52
Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Pracimantoro 54
Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Di Kecamatan Pracimantoro 55
Tabel 5. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian 56 Tabel 6. Luas Penggunaan Lahan Pertanian di Kecamatan
Pracimantoro . 57
Tabel 7. Jumlah Produksi Komoditas Utama di Kecamatan Pracimantoro 58
Tabel 8. Luas Hutan Negara dan Hutan Rakyat di Kecamatan Pracimantoro Tahun 2007 59
Tabel 9. Luas Lahan Kritis di Kecamatan Pracimantoro Tahun 2007 60
Tabel 10. Keadaan Sarana Perekonomian di Kecamatan Pracimantoro 61
Tabel 11. Data pembuatan Hutan Rakyat Sistem Pot 63
Tabel 12. Data Pelaksanaan GERHAN Tahun 2003 Hingga Tahun 2007 70
Tabel 13. Unsur Komunikasi Massa dalam Pelaksanaan Kegiatan GERHAN 74
Tabel 14. Unsur Komunikasi Organisasi Formal Vertikal Dinas Hutbun 87
Tabel 15. Unsur Komunikasi Organisasi Formal Horisontal Dinas Hutbun 88
Tabel 16. Unsur Komunikasi Organisasi Informal Dinas Hutbun 90 Tabel 17. Unsur Komunikasi Organisasi Formal Vertikal Kelompok Tani 94
Tabel 18. Unsur Komunikasi Organisasi Formal Horisontal Kelompok Tani 95
Tabel 19. Komunikasi Organisasi Informal Kelompok Tani dalam GERHAN
di Kecamatan Pracimantoro 96
Tabel 20. Unsur Komunikasi Kelompok 103
Tabel 21. Unsur Komunikasi Kelompok di Dinas Hutbun 107
Tabel 22. Unsur Komunikasi Kelompok di Kelompok Tani 109
Tabel 23. Unsur Komunikasi Kelompok di dalam Masyarakat 114
Tabel 24. Unsur Komunikasi Interpersonal 116
Tabel 25. Efektifitas Pola Komunikasi dalam Gerhan di Kecamatan Pracimantoro 125
Tabel 26. Efektifitas Pola Komunikasi dalam Gerhan di Kecamatan Pracimantoro per Kegiatan 126
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Kerangka Berfikir Pola Komunikasi dalam Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten wonogiri ... 38
Gambar 2. Triangulasi Data ... 47
Gambar 3. Model Analisis Interaktif ... 48
Gambar 4. Bagan Model Komunikasi Massa dalam GERHAN di Kecamatan Pracimantoro ... 73
Gambar 5. Bagan Organisasi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Wonogiri. ... 79
Gambar 6. Bagan Stuktur Organisasi Pelaksana Kegiatan GERHAN ... 84
Gambar 7. Bagan Struktur Organisasi kelompok Tani ... 93
Gambar 8. Model Struktur Jaringan Komunikasi Roda ... 98
Gambar 9. Model Komunikasi Kelompok Besar ... 104
Gambar 10. Pola Komunikasi dalam Pelaksanaan GERHAN di Pracimantoro Kabupaten Wonogiri ... 127
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Identitas Informan ... 135
Lampiran 2. Pedoman Wawancara ... 136
Lampiran 3. Transkrip Wawancara ... 142
Lampiran 4. Peta Kecamatan Pracimantoro ... 170
Lampiran 5. Dokumentasi ... 171
RINGKASAN
M Muflih Firmansyah. H0403048. “POLA KOMUNIKASI DALAM PROGRAM GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN DI KECAMATAN PRACIMANTORO KABUPATEN WONOGIRI”. Dibawah bimbingan D. Padmaningrum, SP, MSi dan Emi Widiyanti, SP, MSi.
Pengelolaan hutan dan lahan kritis yang tidak sesuai dengan kaidah konservasi menyebabkan mundurnya kualitas lingkungan hidup. Bencana banjir, tanah longsor yang sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia merupakan dampak langsung dari pengelolaan hutan yang salah. Selain itu, sejak krisis moneter tahun 1997 hutan menjadi sumberdaya yang sangat potensial sebagai sumber devisa. Akan tetapi persoalannya adalah bagaimana mengembalikan hutan yang gundul direhabilitasi kembali sehingga kelak dapat menjadi sumber devisa yang sangat besar. Untuk itu perlu adanya usaha untuk merehabilitasi hutan serta lahan kritis untuk jangka panjang. Pada tahun 2003 pemerintah mencanangkan program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL / GERHAN).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan GERHAN di Kecamatan Pracimatoro Kabupaten Wonogiri. Untuk mengetahui pola komunikasi dalam pelaksanaan GERHAN serta untuk mengetahui efektifitas pola komunikasi yang dilakukan dalam Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Lokasi penelitian di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri, dipilih dengan pertimbangan bahwa selain termasuk daerah tangkapan hujan Waduk Gajah Mungkur, sudah diikutkan dalam Gerhan sejak tahun 2003 dan merupakan wilayah terluas yang diikutkan dalam program GERHAN. Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus.
Metode penentuan cuplikan menggunakan teknik criterion-base selection. Sumber data berasal dari informan, arsip dan dokumen. Validitas data ditentukan dengan cara triangulasi data, serta teknik analisis menggunakan teknik analisis interaktif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan GERHAN di Kecamatan Pracimantoro telah berlangsung sejak tahun 2003 dengan luasan total 1.675 hektar.
Pola komunikasi yang digunakan meliputi pola komunikasi massa, pola komunikasi organisasi, pola komunikasi kelompok dan pola komunikasi interpersonal.
Komunikasi massa digunakan Dinas Kehutanan dan Perkebunan dalam melakukan rillis kegiatan, pola komunikasi organisasi digunakan dalam menjalankan roda organisasi dinas maupun kelompok tani, pola komunikasi kelompok digunakan dalam bimbingan teknis dan sosialisasi dan pola komunikasi interpersonal digunakan pada seluruh tahapan kegiatan. Penggunaan pola komunikasi dipandang efektif,
terlihat dari pesan yang disampaikan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Wonogiri sampai kepada petani. Petani mampu melaksanakan kegiatan pembuatan tanaman sesuai dengan petunjuk yang diberikan.
SUMMARY
M Muflih Firmansyah. H0403048. " PATTERN OF COMMUNICATION IN THE NATIONAL MOVEMENT OF FORESTRY AND LAND REHABILITATION PROGRAM IN PRACIMANTORO DISTRICT OF WONOGIRI REGENCY ". Under the guidance of D.
Padmaningrum, SP, MSi and Emi Widiyanti, SP, MSi.
Management of forestry and critical land which doesn`t suit to the mean of conservation, cause the decline of the quality of environment. Floods and landslides which often occurred in several region of Indonesia constitute direct impact from wrong management of forestry exploitations. In addition, since monetary crisis in 1997s, forest becomes potential natural resources as huge income. For this purpose, it is necessary to hold effort s to rehabilitate forest and critical land for long term.
On 2003 the government holds program of a national Movement for Forestry and Land Rehabilitation (GN-RHL/GERHAN).
This research aims to know the implementation of GERHAN in Pracimantoro district of Wonogiri regency. It aims to know the pattern of communication in the implementation of GERHAN, and also to study the effectiveness from the pattern of communication which is performed in national movement of forestry and land rehabilitation (GERHAN) in Pracimantoro district of Wonogiri regency.
The kind of this research is qualitative research. The location of the research is in Pracimantoro, Wonogiri regency which is selected with consideration that this region includes rain catchments of from Gajah Mungkur dam, it also has been involved in GERHAN program since 2003, and it is a widest area which is included in GERHAN program. The strategy used in this research is case study. The determination of cheating method uses a criterion-base selection technique. The source of data is derived from informers, archive, and documents. Validity of data is determined by the way of data triangulation, and analysis technique which is used, is interactive analysis technique.
The result of the research showed that the implementation of GERHAN in Pracimantoro regency have been lasting since 2003 with the width of the area 1.675 hectare. The patterns of the communication which is used, include mass communication pattern, organization communication pattern, group communication pattern, interpersonal communication pattern. Mass communication pattern is used by Forestry and Plantation service in doing release activity. Organization communication pattern is used in operating the wheel of organization of the agency and farmer group, in group communication pattern is used in technical guidance and socialization and interpersonal communication pattern is used in all of the stages of activities. The usage of communication pattern is considered effective, it is seen from the messages which is delivered by forestry and plantation agency of Wonogiri regency to the farmers. Farmers are able to carry out the activity of plant establishing according to the guidance which are given.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semakin berkurangnya lahan produktif serta luas hutan di Indonesia secara umum menyebabkan berbagai masalah baik lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi. Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Longgena Ginting mengatakan kerusakan hutan di Indonesia mencapai 3,8 juta hektar setahun. Hal ini berarti dalam satu menit 7,2 hektar hutan mengalami kerusakan. Dari tutupan hutan Indonesia seluas 130 juta hektar, menurut World Reseach Institute 72 % hutan asli Indonesia telah hilang yang berarti hutan Indonesia tinggal 28 %. Data Departemen Kehutanan mengungkapan 30 juta hektar atau 25 % hutan di Indonesia telah rusak parah. (Tempointeraktif, 2004).
Pengelolaan hutan dan lahan kritis yang tidak sesuai dengan kaidah konservasi menyebabkan mundurnya kualitas lingkungan hidup. Bencana banjir, tanah longsor yang sering terjadi di berbagai daerah di Indonesia merupakan dampak langsung dari pengelolaan hutan yang salah. Apabila hal ini tidak dihadapi dengan serius maka bencana yang lebih besar telah siap mengancam. Akar penyebab terjadinya bencana tersebut adalah karena rusaknya lingkungan terutama di daerah hulu yang berfungsi sebagai daerah resapan yang juga merupakan daerah tangkapan hujan (catchment area).
Oleh karena itu upaya penanggulangan yang diperlukan adalah mengembalikan kondisi daerah hulu kepada fungsinya sebagai daerah dapat menahan limpasan air permukaan (run off) dan memperbaiki lingkungan fisik dengan cara yang ramah lingkungan yaitu dengan rehabilitasi hutan dan lahan.
Selain itu, sejak krisis moneter tahun 1997 hutan menjadi sumberdaya yang sangat potensial sebagai sumber devisa. Akan tetapi persoalannya adalah bagaimana mengembalikan hutan yang gundul direhabilitasi kembali
sehingga kelak dapat menjadi sumber devisa yang sangat besar. Untuk itu perlu adanya usaha untuk merehabilitasi hutan serta lahan kritis untuk jangka panjang. Pada tahun 2003 pemerintah mencanangkan program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL / GERHAN) melalui Surat Keputusan Bersama 3 Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan No: 09/KEP/MENKO/KESRA/III/2003, No:
KEP.16/M.EKON/03/2003, No: KEP.08/MENKO/POLKAM/III/2003 tentang Tim Koordinasi Perbaikan Lingkungan melalui Rehabilitasi dan Reboisasi Nasional (TKPLRRN), dengan sasaran 3 juta hektar selama 5 tahun (2003-2007).
Secara umum program GN-RHL/ GERHAN ini memiliki tujuan untuk mengembalikan fungsi hutan yang telah rusak, menanggulangi bencana banjir, tanah longsor, bencana kekeringan secara terpadu. Program ini melibatkan berbagai pihak, baik pemerintah, swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), akademisi, serta masyarakat petani. Ruang lingkup kegiatan GERHAN meliputi perencanaan, pembuatan tanaman (reboisasi, hutan rakyat, hutan kota, turus jalan, dan penghijauan lingkungan), pengembangan model RHL (Rehabilitasi Hutan dan Lahan), pembuatan bangunan konservasi tanah, pembinaan dan pengendalian.
Proses yang panjang membutuhkan pengawasan serta pengendalian secara rutin agar program yang telah berjalan tidak akan berhenti di tengah jalan. Maka dalam program GERHAN diperlukan evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan. Evaluasi juga berfungsi sebagai alat kontrol pemeliharaan hasil kegiatan GERHAN sendiri. Dengan adanya pemeliharaan berarti terdapat usaha untuk mencapai tujuan utama program GERHAN, dengan kata lain pemeliharaan berarti tidak mensia-siakan usaha yang ditempuh masyarakat serta pemerintah untuk merehabilitasi hutan dan lahan kritis.
Tindak lanjut penanaman hutan rakyat dengan melakukan pemeliharaan merupakan langkah yang harus dilaksanakan oleh semua pihak yang terlibat dalam program GERHAN. Pihak-pihak yang terlibat memiliki peran sendiri-sendiri. Peran optimal dapat dicapai bila masing-masing pihak dapat memahami dan menjalankan fungsi masing-masing dalam program GERHAN dengan baik. Pelaksanaan yang melibatkan banyak komponen, termasuk berbagai organisasi menuntut komunikasi yang terjalin haruslah efektif. Komunikasi tidak hanya menyangkut individu dengan individu tetapi juga antara kelompok dengan individu maupun organisasi, sehingga dimungkinkan banyak pola komunikasi yang digunakan dalam pelaksanaan program. Pola komunikasi yang digunakan menentukan tersebarnya informasi secara luas dan keefektifitasan dalam mempengaruhi perilaku masyarakat sasaran.
Penelitian dengan judul Pola Komunikasi dalam Program Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri dirasa perlu untuk dilakukan. Karena penelitian mengkaji pola komunikasi yang terdapat dalam pelaksanaan program tersebut, mengingat program GERHAN merupakan usaha untuk merehabilitasi hutan dan lahan kritis yang ditujukan untuk kemakmuran rakyat.
B. Rumusan Masalah
Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) pada hakikatnya usaha untuk merehabilitasi hutan dan lahan kritis serta konservasi tanah dan air.
Dimulai dengan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat dan pemerintah kabupaten/kota untuk secara swakarsa dan swadaya melaksanakan rehabilitasi hutan dan lahan serta konservasi sumberdaya lahan yang dikelolanya.
Pelaksanaan GERHAN di Kabupaten Wonogiri dari tahun 2003 hingga 2007 sendiri meliputi seluruh kecamatan dengan luas total lahan 198.651 ha.
Dalam pelaksanaannya program GERHAN melibatkan pihak Pemerintah melalui Dinas Pertanian Sub Lingkungan Hidup Kehutanan dan Pertambangan, masyarakat petani sekitar hutan, organisasi kemasyarakatan, maupun stakeholder yang lain. Pemerintah sebagi pembuat kebijakan memberikan aturan-aturan pelaksanaan program GERHAN. Masyarakat sebagai pelaku utama, organisasi kemasyarakatan sebagai pengawas pelaksanaan kebijakan, dan stakeholders yang mendukung kegiatan. Untuk Kabupaten Wonogiri, Kecamatan Pracimantoro merupakan wilayah terluas yang dilibatkan dalam program GERHAN, yaitu seluas 1.700 ha.
Diperlukan koordinasi yang mantap serta komunikasi yang efektif di antara pihak-pihak yang terkait dengan program GERHAN. Kebijakan yang dibuat pemerintah harus dapat tersosialisasikan kepada masyarakat maupun stakeholder yang terkait dan pemerintah harus mengetahui perkembangan pelaksanaan program agar dapat segera ditindaklanjuti. Untuk mendapatkan komunikasi yang efektif, diantara pihak yang terlibat menggunakan pola komunikasi tertentu. Penggunaan pola komunikasi disesuaikan dengan kondisi ataupun situasi dari proses komunikasi.
Begitu pentingnya komunikasi menjadikan komunikasi sebagai salah satu hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan program ini.
Keberhasilan suatu program yang melibatkan banyak pihak akan sangat dipengaruhi oleh kelancaran jalannya komunikasi antar unit yang ada dalam sistem tersebut. Adanya komunikasi berarti menyatukan arah tujuan yang hendak akan dicapai bersama, komunikasi menyediakan alat-alat untuk mengambil keputusan, melaksanakan keputusan, menerima umpan balik dan mengoreksi tujuan.
Sehingga dari uraian tersebut dapat dibuat perumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pelaksanaan program Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri?
2. Bagaimana pola komunikasi yang diterapkan dalam pelaksanaan program Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Kecamatan Pracimantoro?
3. Bagaimana efektifitas pola komunikasi yang diterapkan dalam program Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa tujuan, adapun tujuan-tujuan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui pelaksanaan program Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri.
2. Mengkaji pola komunikasi yang diterapkan dalam program Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri.
3. Mengkaji efektifitas pola komunikasi yang diterapkan dalam program Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Kecamatan Pracimantoro Kabupaten Wonogiri.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi peneliti, sebagai sarana untuk belajar serta memperdalam pemahaman tentang materi perkuliahan yang selama ini telah disampaikan terutama yang berkaitan dengan program GERHAN, serta untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar Sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bagi Pemerintah, diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan bahan-bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan yang berkaitan dengan program GERHAN.
3. Bagi peneliti lain, dapat dipergunakan sebagai pembanding dalam menyusun penelitian sejenis.
II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Hutan
Berdasarkan pasal 1 ayat (1) UU Nomor 5 Tahun 1997 arti hutan dirumuskan sebagai “suatu lapangan bertumbuhkan pohon-pohonan yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya dan ditetapkan pemerintah sebagai hutan.”
(Tinjauan Pustaka.mht, 2001).
Menurut Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Berdasarkan fungsinya hutan dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
a. Hutan Produksi, yaitu kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.
b. Hutan Lindung, yaitu kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai sistem penyangga kehidupan, Mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah.
c. Hutan Konservasi, yaitu kawasan hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.
Hutan merupakan asosiasi kehidupan baik tumbuh-tumbuhan (flora) maupun binatang (fauna) dari yang sederhana sampai yang bertingkat tinggi dengan luas sedemikian rupa serta memiliki kerapatan tertentu dan menutupi areal, sehingga dapat membentuk iklim mikro tertentu (Arief, 1994).
Hutan sebagai sumberdaya alam memiliki potensi untuk mencegah krisis pangan,energi dan lingkungan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hutan merupakan life support system (penyangga kehidupan), karena selain kayu hutan masih menyimpan banyak kekayaan, diantaranya air, jasa wisata, gondorukem, rotan, damar, minyak atsiri serta hasil-hasil yang lain. Data perum perhutani tahun 2007 menyebutkan bahwa hasil hutan bukan kayu baru memeberikan kontribusi 25 % terhadap pendapatan total ( Nasution, 2008).
Menurut Widianto (2003) hutan merupakan sistem penggunaan lahan yang tertutup dan tidak ada campur tangan manusia. Masuknya kepentingan manusia secara terbatas misalnya pengambilan hasil hutan untuk subsisten tidak mengganggu hutan dan fungsi hutan. Tekanan penduduk dan ekonomi yang semakin besar mengakibatkan pengambilan hasil hutan semakin intensif (misalnya penebangan kayu) dan bahkan penebangan hutan untuk penggunaan yang lain misalnya perladangan, pertanian atau perkebunan. Gangguan terhadap hutan semakin besar sehingga fungsi hutan juga berubah. Ditambahkan, bahwa hutan memiliki beberapa fungsi bagi kehidupan manusia. Fungsi-fungsi tersebut antara lain sebagai berikut :
a. Penghasil kayu bangunan (timber)
Di hutan tumbuh beraneka spesies pohon yang menghasilkan kayu dengan berbagai ukuran dan kualitas yang dapat dipergunakan untuk bahan bangunan (timber). Kayu bangunan yang dihasilkan mempunyai nilai ekonomi sangat tinggi.
b. Sumber Hasil Hutan Non-kayu (Non Timber Forest Product = NTFP) Tingkat biodiversitas hutan alami sangat tinggi dan memberikan banyak manfaat bagi manusia yang tinggal di sekeliling hutan. Selain kayu bangunan, hutan juga menghasilkan beraneka
6
hasil yang dapat dimanfaatkan sebagai obat-obatan, sayuran dan keperluan rumah tangga lainnya (misalnya rotan, bambu dsb).
c. Cadangan karbon (C)
Salah satu fungsi hutan yang penting adalah sebagai cadangan karbon di alam karena C disimpan dalam bentuk biomasa vegetasinya. Alih-guna lahan hutan mengakibatkan peningkatan emisi CO2 di atmosfer yang berasal dari hasil pembakaran dan peningkatan mineralisasi bahan organik tanah selama pembukaan lahan serta berkurangnya vegetasi sebagai lubuk C (C- sink).
d. Habitat bagi fauna
Hutan merupakan habitat penting bagi beraneka fauna dan flora. Konversi hutan menjadi bentuk-bentuk penggunaan lahan lainnya akan menurunkan populasi fauna dan flora yang sensitif sehingga tingkat keanekaragaman hayati atau biodiversitas berkurang.
e. Filter
Kondisi tanah hutan umumnya remah dan memiliki kapasitas infiltrasi yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh adanya masukan bahan organik ke dalam tanah yang terus menerus dari daun-daun, cabang dan ranting yang berguguran sebagai seresah, dan dari akar tanaman serta hewan tanah yang telah mati. Dengan meningkatnya infiltrasi air tanah dan penyerapan air oleh tumbuhan hutan serta bentang lahan alami dari hutan, maka terjadi pengurangan limpasan permukaan, bahaya banjir, dan pencemaran air tanah. Jadi hutan berperan sebagai filter (saringan) dan pada peran ini sangat menentukan fungsi hidrologi hutan pada kawasan daerah aliran sungai (DAS).
f. Sumber tambang dan mineral berharga lainnya
Seringkali di bawah hutan terdapat berbagai bahan mineral berharga yang merupakan bahan tambang yang bisa dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan hidup manusia. Namun sayang, pemanfaatan bahan tambang itu seringkali harus menyingkirkan hutan yang ada di atasnya.
g. Lahan
Hutan menempati ruangan (space) di permukaan bumi, terdiri dari komponenkomponen tanah, hidrologi, udara atau atmosfer, iklim, dan sebagainya dinamakan ‘lahan’. Lahan sangat bermanfaat bagi berbagai kepentingan manusia sehingga bisa memiliki nilai ekonomi yang tinggi.
h. Hiburan
Manfaat hutan sebagai tempat hiburan ini jarang dibicarakan karena sulit untuk dinilai dalam rupiah. Banyak hutan dipakai sebagai ladang perburuan bagi orang yang memiliki hobi berburu. Hutan dapat merupakan sumber pendapatan daerah dengan adanya eco- tourism yang akhir-akhir ini cukup ramai memperoleh banyak perhatian pengunjung baik domestik maupun manca negara (Widianto, 2003).
Berdasarkan kenyataan yang ada di lapangan saat ini penebangan hutan sering dilakukan dengan intensitas sangat tinggi menyebabkan masa bera (masa pemulihan) menjadi lebih pendek dan bahkan dialih-gunakan menjadi non hutan. Karena singkatnya masa bera, kayu yang dihasilkan tidak layak sebagai bahan bangunan tetapi hanya dapat dipakai sebagai kayu bakar yang nilai ekonominya jauh lebih rendah. Masa bera yang singkat menyebabkan perubahan iklim mikro sehingga banyak spesies sensitif asal hutan berkurang populasinya dan akhirnya punah. Manfaat atau fungsi hutan bagi
kehidupan manusia secara langsung maupun tidak langsung ternyata sangat banyak dan beragam. Hutan tidak sekedar sebagai sumber kayu dan hasil hutan yang memberikan manfaat ekonomi, tetapi menjadi habitat bagi fauna dan flora serta menjadi penyeimbang lingkungan. Beralihnya sistem penggunaan lahan dari hutan alam menjadi lahan pertanian, perkebunan atau hutan produksi atau hutan tanaman industri mengakibatkan terjadinya perubahan jenis dan komposisi spesies di lahan bersangkutan. Hal ini membawa berbagai konsekuensi terhadap berbagai aspek biofisik, sosial dan ekonomi (Widianto, 2003).
Pengelolaan hutan bukan hanya sekedar menetapkan hutan sebagai perlindungan tanah iklim, sumberdaya air dan pemenuhan kebutuhan kayu dan produk lainnya. Tetapi pengelolaan hutan harus ditujukan untuk mendayagunakan semua lahan demi kepentingan negara bahkan negara lain. Pemerintah melalui surat keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No.677/Kpts-II/1998 menyebutkan bahwa pengelolaan hutan kemasyarakatan diberikan kepada masyarakat lokal untuk memanfaatkan sumberdaya hutan sesuai dengan kebutuhan, kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki dalam jangka waktu tertentu (Arief, 1994).
Hutan sebagi sumber daya yang sangat potensial dengan berbagai macam manfaatnya. Hutan juga sangat potensial dengan kerusakan. Hutan memiliki daya tarik tersendiri bagi manusia.
Sehingga manusia secara besar-besaran mengeksplorasi hutan untuk keperluan pembangunan. Seringkali dalam proses pemanfaatan hutan manusia meninggalkan berbagai kerusakan yang justru akan menurunkan fungsi hutan dan pada akhirnya akan memberikan dampak negatif bagi manusia itu sendiri.
Efek negatif dari pemanfaatan hutan yang tak terkendali tersebut antara lain:
a. Efek rumah kaca dan global warming
Berkurangnya hutan dan meningkatnya pemakaian energi fosil (akan menyebabkan kenaikan gas Co2 (karbon dioksida) di atmosfer yang menyelebungi bumi. Gas ini makin lama akan semakin banyak, yang akhirnya membentuk satu lapisan yang mempunyai sifat seperti kaca yang mampu meneruskan pancaran sinar matahari yang berupa energi cahaya ke permukaan bumi, tetapi tidak dapat dilewati oleh pancaran energi panas dari permukaan bumi. Akibatnya energi panas akan dipantulkan kembali ke permukaan bumi oleh lapisan Co2 (karbon dioksida) tersebut, sehingga terjadi pemanasan di permukaan bumi. Keadaan ini menimbulkan kenaikan suhu atau perubahan iklim bumi pada umumnya. Kalau ini berlangsung terus maka suhu bumi akan semakin meningkat, sehingga gumpalan es di kutub utara dan selatan akan mencair. Hal ini akhirnya akan berakibat naiknya permukaan air laut, sehingga beberapa kota dan wilayah di pinggir pantai akan terbenam air, sementara daerah yang kering karena kenaikan suhu akan menjadi semakin kering (Edwards, 1991). Khaerul Tanjung (2006) menambahkan, lebih jauh lagi dari efek tersebut dapat berdampak pada pergeseran musim terutama di daerah tropik.
b. Kepunahan species
Hutan merupakan habitat penting bagi beraneka fauna dan flora. Konversi hutan menjadi bentuk-bentuk penggunaan lahan lainnya akan menurunkan populasi fauna dan flora yang sensitif sehingga tingkat keanekaragaman hayati atau biodiversitas berkurang (Widiyanto, 2003).
c. Erosi dan banjir
Pembalakan hutan secara besar-besaran mengakibatkan tumbuhnya rumput dan alang-alang. Jenis tanaman ini sangat kecil sekali resistensinya dalam menahan air saat musim hujan. Dengan kata lain akar tanaman tidak dapat menahan tanah yang jenuh dengan air. Selain itu, penyebab yang lain adalah DAS (daerah aliran sungai) yang berdaya dukung rendah, ditandai dengan perubahan tata guna lahan dari daerah tangkapan hujan dengan koeffisien aliran permukaan (koefisien run off rendah berubah menjadi tanah terbuka dengan koeffisien run off tinggi (sebagian besar air hujan menjadi aliran permukaan) (Arifin, 2008).
2. Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN)
Program Gerakan Rehabilitasi Hutan (GERHAN) diselenggarakan untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan dengan pendekatan Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai unit pengelolaannya selain kegiatan vegetatif, program GERHAN juga melakukan kegiatan sipil teknis seperti pembuatan dam penghambat, saluran pelimpasan dan teras. Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-GERHAN) bertujuan melakukan upaya rehabilitasi hutan dan lahan secara terpadu dan terencana dengan melibatkan semua instansi pemerintah terkait, swasta dan masyarakat, agar kondisi lingkungan hulu sungai kembali berfungsi sebagai daerah resapan air hujan yang baik.
Dengan demikian diharapkan bencana hidrometeorologi yaitu banjir, tanah longsor dan kekeringan dapat dicegah atau paling tidak dapat dikurangi (BPDAS-AGAMKUANTAN, 2007).
Program Gerakan Rehabilitasi Hutan (GERHAN) merupakan bagian dari sistem pengelolaan hutan dan lahan, yang ditempatkan pada kerangka daerah aliran sungai. Rehabilitasi mengambil posisi untuk mengisi kesenjangan ketika sistem perlindungan tidak dapat mengimbangi hasil sitem budidaya hutan dan lahan, sehingga terjadi
deforestasi dan degredasi fungsi hutan dan lahan. Program Gerakan Rehabilitasi Hutan (GERHAN) merupakan bagian dari sistem pengelolaan hutan dan lahan, yang ditempatkan pada kerangka daerah aliran sungai.
Rehabilitasi mengambil posisi untuk mengisi kesenjangan ketika sistem perlindungan tidak dapat mengimbangi hasil sitem budidaya hutan dan lahan, sehingga terjadi deforestasi dan degredasi fungsi hutan dan lahan (Hidayat, 2003).
Penyelenggaran GERHAN terdiri dari unsur pemerintah, swasta dan masyarakat yang harus diposisikan sesuai peranannya. Pemerintah sebagai regulator, dinamisator, fasilitator dan supervisor kegiatan GERHAN. Dunia usaha/swasta diperankan sebagai pembangunan/
pengembangan ekonomi dan pencipta lapangan kerja yang berbasis GERHAN, sedangkan masyarakat sebagai inisiator, pelaku dan pengelola kegiatan GERHAN termasuk pengamanan dan pemanfaatan hasilnya. Di tingkat wilayah kerja GERHAN (dalam kawasan dan luar kawasan hutan) yang berbasis pemberdayaan masyarakat, penyuluh lapangan (kehutanan, pertanian, koperasi) serta tokoh masyarakat dijadikan sebagai pendamping masyarakat untuk membangun dan menguatkan kelembagaannya sebagai sarana membuat perencanaan dan pelaksanaan pengawasan GERHAN (Hidayat, 2003).
Wilayah GERHAN didasarkan kepada wilayah DAS yang ditentukan pada wilayah DAS prioritas. Pada wilayah DAS prioritas terpilih harus ditetapkan tujuan melaksanakan GERHAN karena setiap DAS mempunyai karakteristik tersendiri, kontribusi terhadap sektor lain serta memberikan dampak sosial, ekonomi dan lingkungan. Wilayah DAS tersebut terbagi menjadi wilayah administratif propinsi, kab/kota, dan wilayah kerja GERHAN. Dalam pengelolaan wilayah DAS dikenal kelas kemampuan lahan yang didasari oleh kajian-kajian teknis rehabilitasi lahan dan konservasi tanah. Tujuan pokok GERHAN DAS yang dimaksud antara lain
pengamanan umur teknis dan umur ekonomis waduk, pencegah longsor dan banjir dalam rangka pengamanan jalur ekonomi dan investasi publik di daerah hilir, penghambatan sedimentasi untuk mencegah pendangkalan sungai dan mempertahankan kondisi tanah sebagai unsur produksi yang berdampak pada pengembangan ekonomi wilayah (Hidayat,2003).
Pola penyelenggaraan gerhan meliputi kawasan dalam hutan negara dan luar hutan negara dilaksanakan dengan pendekatan pola subsidi/biaya penuh, pola intensif dan pola Rehabilitasi Hutan dan Lahan Model.
Pola intensif dalam kawasan hutan negara terdiri dari kegiatan:
a. Reboisasi
b. Reboisasi pengkayaan
c. Rehabilitasi mangrove dan hutan pantai dalam kawasan hutan Pola rehabilitasi hutan model dalam kawasan hutan negara terdiri dari : a. Konservasi jenis tanaman langka / tanaman unggunkan setempat
dengan silvikultur intensif
b. Model pengembangan rehabilitasi hutan pola khusus (meranti) c. Model rehabilitasi mangrove pola rumpun berjarak
d. Rehabilitasi hutan pada daerah tangkapan air (DTA) waduk dan danau prioritas
Pola intensif di luar kawasan hutan negara meliputi : a. pembuatan hutan rakyat
b. pengkayaan hutan rakyat
c. rehabilitasi mangrove dan hutan pantai d. penghijauan lingkungan
Pola subsidi / biaya penuh dilaksanakan dengan memberikan bantuan biaya untuk semua komponen kegiatan perancangan , pengadaan bahan dan bibit, penanaman, pemeliharaan I dan II kepada masyarakat
/kelompok tani pelaksana di daerah tertinggal sesuai dengan ketentuan yang berlaku meliputi:
a. pembuatan hutan rakyat pada daerah tertinggal b. pengkayaan hutan rakyat pada daerah tertinggal c. pembuatan hutan kota
d. penanaman turus jalan
e. pembuatan hutan rakyat pada DTA waduk dan danau prioritas f. pembuatan green belt
Rehabilitasi lahan pola model meliputi:
a. hutan rakyat pola hibah (block grant)
b. model silvikultur intensif konservasi jenis tanaman langka/unggulan setempat dengan silvikultur intensif
c. model rehabilitasi mangrove pola rumpun berjarak d. model hutan rakyat sistem pot
e. model pembuatan tanaman hasil hutan bukan kayu (HHBK)
Bangunan konversi tanah/sipil teknis dilakukan di luar kawasan hutan negara. Sasaran lokasi kegiatan adalah daerah yang memenuhi kriteria teknis sesuai dengan kebutuhan upaya untuk melindungi, mempertahankan dan meningkatkan daya dukung dan produktifitas tanah dan air sebagai penyangga kehidupan.
Kebijakan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan merupakan upaya rehabilitasi hutan dan lahan serta perbaikan lingkungan yang sifatnya terpadu, menyeluruh, bersama-sama dan terkoordinasi dengan melibatkan semua stakeholders melalui suatu perencanaan, pelaksanaan serta pemantauan dan evaluasi yang efektif dan efisien. Strategi penyelenggaraan GERHAN adalah :
a. Memadukan kemampuan Pusat, mendayagunakan Pemerintah Daerah, menggerakan peran serta masyarakat dan swasta dengan kepeloporan TNI di lapangan.
b. Diselaraskan dengan upaya penekanan laju kerusakan hutan dan lahan.
c. Diprioritaskan pada hutan dan atau lahan kritis yang menimbulkan daya rusak besar.
d. Diterapkan sistem monitoring dan evaluasi terbuka dan menerus dengan menggunakan analisis citra satelit.
e. Dipilih jenis tanaman yang akrab dengan kehidupan masyarakat setempat.
Dalam rangka meningkatkan keberhasilan GERHAN diperlukan upaya yang terkoordinasi dalam menjaga, merehabilitasi dan menanam kembali hutan. Untuk mewujudkan hal tersebut maka pada tingkat nasional dibentuk Tim Koordinasi Nasional beranggotakan lembaga pemerintah Departemen /Non Departemen yang bersifat lintas sektor.
Tim Nasional Rehabilitasi dan Reboisasi Hutan bertugas:
a. Mengkoordinasikan penyusunan kebijakan dan langkah-langkah pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi sertasosialisasi perbaikan lingkungan melalui rehabilitasi dan reboisasi hutan.
b. Menyusun petunjuk teknis perbaikan lingungan melalui rehabilitasi dan reboisasi hutan.
c. Menyelesaikan masalah-masalah dalam rangka perbaikan lingkungan melalui rehabilitasi dan reboisasi hutan.
d. Mengkoordinasikan penyiapan dukungan anggaran baik untuk pencegahan maupun penanaman (DEPHUT, 2007).
Untuk mewujudkan koordinasi, sinkronisasi, keterpaduan dan keselarasan kebijakan dan program di Provinsi untuk mendukung penyelenggaraan GERHAN di daerah, maka dibentuk Tim Pengendali GERHAN Provinsi yang beranggotakan instansi terkait, dibentuk dan ditetapkan oleh Gubernur. Tugas Tim Pengendali GERHAN Provinsi adalah melakukan koordinasi, pengendalian, pemantauan, dan evaluasi serta
melaporkan hasil-hasil pelaksanaan tugasnya kepada Gubernur (DEPHUT,2007).
Untuk mewujudkan koordinasi, sinkronisasi, keterpaduan dan keselarasan kebijakan dan program di Kabupaten/Kota untuk mendukung pelaksanaan GERHAN, maka dibentuk Tim Pembina Gerhan Kabupaten/Kota yang beranggotakan instansi atau dinas terkait yang dibentuk dan ditetapkan oleh Bupati/Walikota. Tugas Tim Pembina Gerhan Kabupaten/Kota adalah melaksanakan sosialisasi dan penyebarluasan informasi, pembinaan dan bimbingan teknis terhadap pelaksanaan kegiatan fisik lapangan, pengawasan dan pengendalian serta melaporkan hasil tugasnya kepada Bupati/Walikota (DEPHUT, 2007).
Kelembagaan masyarakat merupakan modal dasar masyarakat yang dapat mendorong individu anggota masyarakat bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama berdasarkan pranata sosial, yang diwujudkan dalam bentuk pengakuan terhadap kepemilikan, batas-batas kewenangan, perangkat aturan perwakilan dalam masyarakat. Lembaga dimaksud meliputi kelompok tani, tokoh masyarakat, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan atau organisasi masyarakat (ormas) serta badan usaha. Lembaga-lembaga tersebut diharapkan mendukung dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan gerhan. Pada tahun 2007 peran LSM sebagai advisor pemberdayaan masyarakat yang ditempatkan pada satker Dinas Kabupaten/Kota (DEPHUT, 2007).
3. Komunikasi
Komunikasi mengandung makna bersama-sama (common). Istilah komunikasi atau communication berasal dari bahasa latin, yaitu communicatio yang berarti pemberitahuan atau pertukaran. Kata sifatnya communis, yang bermakna umum atau bersama-sama. Sarah Trenholm dan Artur Jensen mendefinisikan komunikasi demikian : “a process by which a source transmits a message to a receiver through some channel.”
(komunikasi adalah suatu proses dimana sumber mentranmisikan pesan kepada penerima melalui beragam saluran). Hoveland mendefinisikan komunikasi demikian : “The process by which an individual (the communicator) transmits stimuli (usually verbal symbol) to modify, the behaviour of other individu.”. Komunikasi adalah proses individu mentransmisikan stimulus untuk mengubah perilaku individu yang lain (Wiryanto, 2006).
Menurut Wilbur Schrarmm bahwa apabila kita sedang berkomunikasi sebenarnya kita sedang berusaha menumbuhkan suatu kebersamaan (commonest) dengan seseorang, yaitu kita berusaha berbagi informasi, ide atau sikap. Sehingga dapat disimpulkan bahwa komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang berhasil melahirkan kesamaan (commonest); kesepahaman antara sumber sumber (source) dengan penerima (receiver-audience)-nya. Sebuah komunikasi akan benar-benar efektif apabila audience menerima pesan, pengertian dan lain-lain persis sama seperti apa yang dikehendaki oleh penyampai (Suprapto, 2006).
Joseph A. Devito mengemukakan komunikasi adalah transaksi.
Dimaksudkan bahwa komunikasi merupakan suatu proses di mana komponen-komponennya saling terkait, dan bahwa komunikatornya beraksi dan bereaksi sebagai suatu kesatuan dan keseluruhan. Dalam setiap proses transaksi, setiap elemen berkaitan secara integral dengan elemen lain. Elemen-elemen komunikasi saling bergantung, tidak pernah independen, masing-masing komponen saling mengait dengan komponen lain. Tidaklah mungkin antara sumber, pesan dan penerima berdiri sendiri. Tidak mungkin ada sumber tanpa penerima, tidak ada pesan tanpa sumber dan bahkan tidak terjadi umpan-balik tanpa ada penerima (Suprapto,2006).
Untuk lebih memahami fenomena komunikasi, maka digunakan model-model komunikasi. Model adalah representasi suatu fenomena, baik nyata maupun abstrak, dengan menonjolkan unsur-unsur terpenting fenomena tersebut (Mulyana, 2007). Model pada dasarnya adalah anologi yang mengabstrakkan dan memilih bagian dari keseluruhan, unsur, sifat atau komponen yang penting dari fenomena yang dijadikan model. Sejalan dengan itu model dimungkinkan dapat diobservasi mengenai interaksi unsur vital bebas dari pencampuradukkan unsur yang tidak penting (Rahmat, 1993). Model komunikasi dapat dikatakan sebagai gambaran yang sistematis dan abstrak. Fungsinya untuk menerangkan potensi-potensi tertentu yang berkaitan dengan beragam aspek dari suatu proses. Model adalah suatu cara untuk menunjukkan sebuah objek yang mengandung kompleksitas proses di dalamnya dan hubungan antara unsur-unsur pendukungnya (Wiryanto, 2006).
4. Unsur komunikasi
Komunikasi antar manusia hanya terjadi jika ada seseorang menyampaikan pesan kepada orang lain dengan tujuan tertentu, artinya komunikasi hanya bisa terjadi kalau didukung oleh adanya sumber, pesan, media, penerima, dan efek. Aristoteles menyebut bahwa suatu proses komunikasi memerlukan tiga unsur yang mendukung, yaitu siapa yang berbicara, apa yang dibicarakan, dan siapa yang mendengarkan.
Sedangkan Claude E. Shannon dan Warren Weaver menyatakan bahwa terjadinya proses komunikasi memerlukan lima unsur yang mendukungnya, yakni pengirim, transmiter, signal, penerima dan tujuan.
Kesimpulan ini didasarkan studi mengenai pengiriman pesan lewat radio dan telepon. Secara lebih sederhana David K. Berlo memformulasikan unsur komunikasi yang lebih sederhana dan biasa dikenal dengan nama SMCR, yakni Source (pengirim), Message (pesan), Chanel (saluran-media), dan Receiver (penerima) (Hafied, 2005).
a. Sumber
Sumber sering disebut pengirim, komunikator atau dalam bahasa inggrisnya disebut source, sender atau encoder. Dalam komunikasi antar manusia, sumber bisa terdiri satu orang, tetapi bisa juga dalam bentuk kelompok, misalnya organisasi (Hafied, 2005).
Vardiansyah mendefinisikan komunikator sebagai manusia berakal budi yang berinisiatif menyampaikan pesan untuk mewujudkan motif komunikasinya.
Dilihat dari jumlahnya, komunikator dapat terdiri dari : 1). Satu orang; 2). Banyak orang dalam pengertian lebih dari satu orang (kelompok kecil, kelompok besar/publik, organisasi) serta 3). Massa (Padmaningrum et al; 2005).
b. Pesan
Pesan yang dimaksudkan dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima. Pesan dapat disampaikan dengan cara tatap muka atau dengan menggunakan media komunikasi. Isinya dapat berupa pengetahuan, informasi, hiburan, nasihat atau propaganda. Pesan juga sering diterjemahkan dengan kata message, content atau information (Hafied, 2005).
c. Saluran Komunikasi dan Media
Saluran komunikasi adalah jalan yang dilalui pesan komunikator untuk sampai kepada komunikannya. Terdapat dua jalan agar pesan komunikator dapat sampai kekomunikannya, yaitu tanpa media (nonmediated communication yang berlangsung face to face, tatap muka) atau dengan media (mediated communication). Media yang dimaksud adalah media komunikasi. Media merupakan bentuk jamak dari medium. Medium komunikasi diartikan sebagai perantara yang senganja dipilih komunikator untuk menghantarkan pesannya agar sampai pada komunikan. Jadi, unsur utama dari media komunikasi adalah pemilihan dan penggunaan alat perantara yang dilakukan komunikator secara sengaja. Artinya, hal ini mengacu kepada pemilihan dan penggunaan teknologi media komunikasi (Vardiansyah dalam Padmaningrum et al; 2005).
Media adalah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima. Indera manusia dan saluran komunikasi seperti telepon, surat, telegram digolongkan sebagai media komunikasi antarpribadi.
Komunikasi massa, media adalah alat yang dapat digunakan untuk menghubungkan antara sumber dan penerima yang sifatnya terbuka, di mana setiap orang dapat melihat, membaca, dan mendengarkan. Media dalam komunikasi massa dibedakan menjadi dua macam, yakni media cetak dan elektronik. Media cetak seperti halnya surat kabar, majalah, buku, leaflet, spanduk, buletin, brosur, stiker serta bentuk-bentuk hasil cetakan lain.
Sedangkan media elektronik antara lain radio, film, televisi, video recording, komputer, electronic board, audio dan semacamnya.selain itu kegiatan dan tempat-tempat tertentu yang banyak ditemui dalam masyarakat pedesaan, bisa juga dipandang sebagai media komunikasi sosial, misalnya rumah-rumah ibadah, balai desa, arisan, panggung kesenian, dan pesta rakyat (Hafied, 2005).
d. Penerima
Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirimkan oleh sumber. Penerima bisa tediri dari satu atau lebih, bisa dalam bentuk kelompok, partai atau negara. Komunikasi dipahami bahwa dalam prosesnya keberadaan penerima adalah akibat karena adanya sumber, tidak ada penerima jika tidak ada sumber. Penerima adalah elemen penting dalam proses komunikasi, karena itu yang menjadi sasaran komunikasi. Jika suatu pesan tidak diterima oleh penerima, akan menimbulkan berbagai macam masalah yang seringkali menuntut perubahan, apakah pada sumber, pesan ataukah pada saluran (Hafied, 2005).
e. Efek
Efek komunikasi adalah pengaruh yang ditimbulkan pesan komunikator dalam diri komunikannya. Efek komunikasi dapat diukur dengan membandingkan antara pengetahuan, sikap dan tingkah laku sebelum dan sesudah komunikan menerima pesan. Karena efek adalah salah satu elemen komunikasi yang sudah diinisiatifkan oleh komunikator. Terdapat tiga tataran pengaruh dalam diri
komunikan, antara lain: 1). Kognitif (seseorang menjadi tahu tentang sesuatu) 2).
Afektif (sikap seseorang terbentuk) 3). Konatif (tingkah laku, yang membuat seseorang bertindak melakukan sesuatu) (Hafied, 2005).
De Fleur dalam Hafied (2005) menyebutkan bahwa efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap dan tingkahlaku seseorang. Oleh karena itu efek dapat diartikan sebagai perubahan atau penguatan keyakinan pada pengetahuan, sikap dan tindakan seseorang sebagai akibat penerimaan pesan.
f. Umpan balik
Umpan balik adalah salah satu bentuk pengaruh yang berasal dari penerima, akan tetapi sebenarnya umpan balik bisa juga berasal dari unsur lain seperti pesan dan media, meski pesan belum sampai kepada penerima. Misalnya sebuah konsep surat yang memerlukan perubahan sebelum dikirim, atau alat yang digunakan untuk mengirim pesan itu mengalami gangguan sebelum sampai kepada tujuan, hal-hal tersebut yang menjadi tanggapan balik yang diterima oleh sumber (Hafied, 2005).
g. Lingkungan
Lingkungan adalah faktor-faktor tertentu yang dapat mempengaruhi jalannya komunikasi. Faktor ini dapat digolongkan menjadi empat macam, yaitu lingkungan fisik, lingkungan sosial budaya, lingkungan psikologis dan dimensi waktu.
Lingkungan fisik menunjukkan bahwa suatu proses komunikasi hanya bisa dilakukan kalau tidak terdapat rintangan fisik. Lingkungan sosial menunjukkan faktor sosial budaya, ekonomi, politik yang bisa menjadi kendala tejadinya komunikasi, misalnya kesamaan bahasa, kepercayaan, adat istiadat dan status sosial. Dimensi psikologis adalah pertimbangan kejiwaan yang digunakan dalam berkomunikasi. Dimensi waktu menunjukkan situasi yang tepat untuk melakukan kegiatan
komunikasi. Banyak proses komuniksi tertunda karena pertimbangan waktu, namun perlu diketahui karena dimensi waktu maka informasi memiliki nilai (Hafied, 2005).
Komunikasi memiliki ruang lingkup yang luas sehingga setiap komunikasi yang dilakukan pada saat yang berbeda pada tempat yang berbeda pada lingkungan yang berbeda merupakan bentuk komunikasi yang berbeda pula, hal ini terkait dengan konteks komunikasi. Konteks komunikasi merupakan semua faktor di luar orang-orang yang berkomunikasi, yang terdiri dari : (1). Aspek fisik meliputi: iklim, cuaca, bentuk ruangan warna dinding, penataan tempat duduk, jumlah peserta komunikasi, alat yang teredia untuk menyampaikan pesan; (2). Aspek psikologis meliputi: sikap, prasangka, emosi para peserta komunikasi; (3).
Aspek sosial meliputi: norma kelompok, nilai sosial, karakteristik budaya;
(4). Aspek waktu berhubungan dengan kapan kita berbicara. Indikator yang paling umum untuk mengklasifikasikan komunikasi berdasar konteksnya atau tingkatannya adalah jumlah peserta yang terlibat dalam komunikasi. (Mulyana,2007).
5. Pola Komunikasi
Littlejohn (2002) mengungkapkan bahwasannya pola komunikasi merupakan penggunaan berbagai bentuk komunikasi dengan variasi tertentu. Bentuk yang dimaksud meliputi komunikasi interpersonal, komunikasi grup, komunikasi organisasi, dan komunikasi massa.
Komunikasi interpersonal berhubungan dengan komunikasi antar orang-orang, biasanya dengan face to face (bertatap muka), suasana pribadi. Komunikasi kelompok relatif pada interaksi beberapa orang dalam kelompok kecil dan biasanya dalam pengambilan keputusan.
Komunikasi organisasi terjadi dalam jaringan kerjasama yang luas dan termasuk di dalamnya hampir seluruh aspek baik komunikasi interpersonal maupun komunikasi grup/ kelompok. Komunikasi
organisasi meliputi topik seperti struktur dan fungsi organisasi, hubungan antar manusia, komunikasi dan proses mengorganisasi, dan budaya organisasi. Komunikasi massa berhubungan dengan komunikasi publik.
Komunikasi interpersonal, grup/ kelompok, dan komunikasi organisasi termasuk dalam proses komunikasi massa (Littlejohn, 2002).
a. Komunikasi antarpribadi (interpersonal)
Komunikasi antarpribadi (interpersonal) menurut Wiryanto (2006) didefinisikan sebagai komunikasi yang berlangsung dalam situasi tatap muka antara dua orang atau lebih, baik secara terorganisasi maupun pada kerumunan orang. Deddy Mulyana (2007) mengemukakan bahwa komunikasi interpersonal adalah komunikasi antar orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun non verbal. Sehingga komunikasi antar pribadi merupakan penyampaian pesan antara orang-orang dalam situasi tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung dengan bahasa verbal maupun non verbal.
Dengan demikian komunikasi antar pribadi sangat potensial untuk mempegaruhi atau membujuk orang lain.
Gerald Miller dan M. Steinberg dalam Wiryanto (2006) mengatakan bahwa komunikasi interpersonal adalah proses sesungguhnya dari penetrasi social. Artinya bila komunikator meneruskan hubungan mereka, yakni jika komunikator termotivasi untuk melakukan usaha melanjutkan hubungannya, dan keterampilan antarpribadi mereka cukup memadai untuk memungkinkan pertumbuhannya, maka hubungan itu akan mengalami perubahan secara kualitatif. Ketika perubahan-perubahan itu menyertai pengembangan hubungan, pertukaran-pertukaran komunikasi akan meningkatkan hubungan antarpribadi.
Dapat dikatakan informasi-informasi yang dimiliki digunakan secara bersama,
sehingga komunikasi antarpribadi peranan yang cukup besar untuk mengubah sikap.
Salah satu asumsi terbesar mengenai teori sistem komunikasi interpersonal adalah hubungan antar individu. Hubungan antar individu didefinisikan sebagai interaksi diantara partisipan. Hubungan antara partisipan tersebut sangat mendalam. Sehingga untuk menjelaskan mengenai hubungan interpersonal ini tidak dapat dipisahkan antara komunikator dengan komunikan.
Tidak dipandang sebagai individu tetapi pada interaksi diantara individu (Neuliep, 1997).
Liliweri mengungkapkan komunikasi antar pribadi memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut: (1). Manusia berkomunikasi untuk menemukan kebutuhan biologis dan psikologis; (2). Manusia berkomunikasi untuk memenuhi kewajiban social; (3). Manusia berkomunikasi untuk mengembangkan hubungan timbal balik; (4). Manusia berkomunikasi untuk meningkatkan dan menjaga kulaitas diri sendiri. Pengambilan keputusan meliputi penggunaan informasi dan pengaruh yang kuat orang lain. Jika dikaitkan dengan komunikasi maka terdapat dua aspek dari fungsi pengambilan keputusan yaitu manusia berkomunikasi untuk membagi informasi dan manusia berkomunikasi untuk mempengaruhi orang lain (Amanah, 2006).
Sedangkan De Vito menjelaskan bahwa efektivitas komunikasi antarpribadi dengan menekankan lima kualitas yaitu keterbukaan, empati, sifat mendukung, sifat positif dan kesetaraan. Keterbukaan mengacu sedikitnya tiga aspek yaitu: komunikatir antar pribadi yang efektif harus terbuka kepada orang yang diajak berinteraksi; kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang; dan kepemilikan perasaan dan pikiran sehingga harus bertanggung jawab atas apa yang dilontarkan. Empati sebagai kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang dialami orang lain pada suatu saat tertentu (merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya). Komunikasi yang efektif adalah hubungan di mana terdapat sikap mendukung, tanpa suasana
mendukung maka komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung. Sikap positif dalam komunikasi antarpribadi ada dua cara yakni menyatakan sikap positif dan secara positif mendorong orang menjadi teman kita berinteraksi. Terakhir komunikasi antarpribadi akan lebih efektif bila suasananya setara artinya harus ada pengakuan bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga serta masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan (Amanah,2006).
b. Komunikasi kelompok
Deddy Mulyana (2007) mendefinisikan kelompok sebagai suatu perkumpulan orang yang memilki tujuan bersama, yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama (adanya saling ketergantungan), mengenal satu sama lainnya, memandang merekasebagai sebagian dari kelompok tersebut, meskipun setiap anggota boleh jadi punya peran berbeda. Dengan demikian, komunikasi kelompok merujuk pada komunikasi yang dilakukan kelompok kecil (small group communication), bersifat tatap muka. Umpan balik dari seorang peserta dalam komunikasi kelompok masih dapat diidentifikasi dan ditanggapi secara langsung oleh peserta lainnya. Komunikasi kelompok dengan sendirinya melibatkan juga komunikasi antarpribadi.
Komunikasi kelompok oleh banyak kalangan dinilai sebagai pengembangan dari komunikasi antarpribadi. Trenholm dan Jensen dalam Wiryanto (2006) mengatakan bahwa komunikasi antara dua orang yang berlangsung secara tatap muka, biasanya bersifat spontan dan informal. Peserta satu sama lain menerima umpan balik secara maksimal. Peserta komunikasi berperan secara fleksibel sebagai pengirim dan penerima. Setelah orang ketiga bergabung dalam interaksi tersebut, berakhirlah komunikasi antarpribadi, dan berubah menjadi komunikasi kelompok kecil.
Komunikasi kelompok terbagi menjadi komunikasi kelompok kecil dan komunikasi kelompok besar. Robert F. Bales dalam Effendi (2000) mendefinisikan komunikasi kelompok kecil adalah sejumlah orang yang terlibat
dalam interaksi satu sama lain dalam suatu pertemuan yang bersifat tatap muka (face-to-face meeting) di mana setiap peserta mendapat kesan atau penglihatan antara satu dengan yang lain yang cukup kentara, sehingga dia-baik pada saat timbulnya pertanyaan maupun sesusahnya- dapat memberikan tanggapan kepada masing-masing sebagai perseorangan. Sedangkan komunikasi kelompok besar adalah kelompok komuikan yang jumlahnya banyak, dalam situasi komunikasi hampir tidak terdapat kesempatan untuk memberikan tanggapan secara verbal misalnya: ceramah, pidato, tabligh akbar dan sebagainya.
Komunikasi kelompok timbul karena adanya kebutuhan individu-individu untuk membandingkan pendapat, sikap, keyakinan dan kemampuan mereka sendiri dengan orang lain. Menurut dorongan-dorongan yamg dirasakan seseorang untuk berkomunikasi tentang suatu kejadian dengan anggota lain dalam kelompok akan meningkat bila ia menyadari tidak setuju dengan suatu kejadian, apabila kejadian itu semakin menjadi penting dan apabila sifat keterikatan kelompok menjadi meningkat. Selain itu dorongan-dorongan untuk mengadakan penyesuian untuk merubah posisi kita dalam struktur sosial kelompok atau untukberpindah kelompok juga merupakan motivasi bagi kita untuk berkomunikasi (Goldberg & Larson dalam Amanah, 2006).
Sesudah membuat keputusan, anggota kelompok akan berkomunikasi satu sama lain untuk mendapat informasi yang menghasilkan pengertian yang sesuai dengan hasil keputusan. Apabila keputusan kelompok berlawanan dengan pendapat perorangan atau kepercayaan individu dari anggota kelompok, tingkah laku komunikasi dari anggota tersebut mungkin akan mengarah kepada percobaan untuk mengurangi ketidaksesuaian atau kesalahpahaman antara pandangan umum dengan pandangan pribadi (Goldberg &Larson dalam Amanah, 2006).
De Vito menerangakan bahwa kelompok pemecah masalah merupakan sekumpulan individu yang bertemu untuk memecahkan masalah atau untuk mencapai suatu keputusan mengenai beberapa maslah tertentu. Tahapan dalam
diskusi pemecahan masalah meliputi: (1). Identifikasi dan analisis masalah; (2).
Menyusun kriteria untuk mengevaluasi pemecahan masalah yang terdiri dari kriteria praktis dan kriteria nilai; (3). Identifikasi pemecahan yang mungkin; (4).
Evaluasi pemecahan; (5). Memilih pemecahan terbaik; (6). Pengujian pemecahan terbaik (Amanah, 2006).
Peran tugas kelompok merupakan peran yang mampu membuat kelompok mampu memfokuskan secara lebih spesifik dalam mencapai tujuan kelompok. Peran membina dan mempertahankan kelompok merupakan fungsi untuk mendukung agar hubungan interpersonal anggota dalam kelompok berjalan efektif. Peran individual adalah peran yang menghambat kelompok dalam mencapai tujuannya karena lebih berorientasi pada individu dari pada kelompok. Sementara itu fungsi pemimpin antara lain: mengaktifkan interaksi kelompok; mempertahankan interaksi efektif; menjaga para anggota berada pada jalurnya; memastikan kepuasan anggota; merangsang evaluasi pernbaikan;
dan mdenyiapkan anggota untuk berinteraksi (De Vito dalam Amanah, 2006).
c. Komunikasi organisasi
Organisasi adalah sebuah kelompok individu-individu yang diorganisasikan untuk mencapai tujuan tertentu. Jumlah individu sangat beragam antara organisasi satu dengan organisasi lain. Selain jumlah individu, tingkat struktur juga sangat beragam dari organisasi satu dengan organisasi yang lain. Dalam struktur yang ketat, peran dan posisi setiap orang berada dalam hierarki yang didefinisikan dengan jelas. Di dalam organisasi dengan struktur yang longgar, peran bisa bergantian, dan status hierarki bisa juga kurang jelas dan relatif kurang penting. Sehingga komunikasi organisasi dapat didefinisikan sebagai pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi (Wiryanto,2006).
Selain bersifat formal dan informal, komunikasi organisasi juga berlangsung dalam jaringan yang lebih besar, lebih besar dari komunikasi
kelompok. Oleh karena itu organisasi dapat diartikan sebagai kelompok dari kelompok-kelompok. Komunikasi organisasi sering kali melibatkan komunikasi diadik, komunikasi antarpribadi, dan ada kalanya juga komunikasi komunikasi publik. Komunikasi formal ke bawah, komunikasi ke atas, dan komunikasi horisontal, sedangkan komunikasi informal tidak tergantung pada struktur organisasi (Mulyana, 2007).
Diantara sifat formal dan informal terdapat sifat non formal. Sutarto (1991) menjelaskan sifat nonformal merupakan kegiatan penataan warta antara pejabat dilakukan antara resmi dan tidak resmi. Artinya penyampaian warta atau informasi bersifat resmi namun dalam penyampaiaannya dalam kondisi tidak resmi. Komunikasi nonformal biasanya terdiri dari cara yang singkat dan baru, cara yang lebih baik untuk melaksanakan pekerjaan, dikembangkan dan diprakarsai oleh anggota-anggota yang mengerti pekerjaan terbaik.
Karena organisasi merupakan kumpulan dari individu-individu yang diorganisasikan, serta berada dalam hierarki yang ketat maka untuk menyelesaikan tugas maupun untuk menuju pencapaian tujuan maka organisasi perlu membuat sebuah jaringan komunikasi. Jaringan menurut Wiryanto (2006) adalah saluran yang digunakan untuk meneruskan pesan dari satu orang ke orang lain. Ditambahkan lagi bahwa jaringan komunikasi dapat dilihat dari dua perspektif. Pertama, kelompok kecil sesuai dengan sumber daya yang dimilikinya akan mengembangkan pola komunikasi yang menggabungkan beberapa struktur jaringan komunikasi. Jaringan komunikasi ini merupakan system komunikasi umum yang akan digunakan oleh kelompok dalam mengirimkan pesan dari satu orang ke orang lain. Kedua, jaringan komunikasi dapat dipandang sebagai struktur formal yang diciptakan oleh organisasi sebagai sarana komunikasi organisasi.
Josep A. De Vito (dalam Wiryanto, 2006) membagi struktur jaringan komunikasi ke dalam lima struktur sebahgai berikut:
1. Struktur Lingkaran
Struktur lingkaran tidak memiliki pemimpin. Semua anggota posisinya sama,mereka memiliki wewenang atau kekuatan yang sama untuk mempengaruhi kelompok. Setiap anggota bisa berkomunikasi dengan dua anggota lain yang terdekat.
2. Struktur Roda
Struktur roda memiliki pemimpin yang jelas, yaitu posisinya di pusat. Pemimpi merupakan satu-satunya orang yang dapat mengirim dan menerima pesan dari semua anggota. Oleh karena itu, jika seorang anggota ingin berkomunikasi dengan anggota lain, maka pesannya harus disampaikan melalui pemimpinnya.
3. Struktur Y
Struktur Y relative kurang tersentralisasi dibandingkan struktur roda, tetapi lebih tersentralisasi dibandingkan pola yang lainnya.
Pada struktur Y juga terdapat pemimpin yang jelas, satu anggota yang lain berperan sebagai pemimpin kedua (orang dari bawah).
Anggota ini dapat mengirimkan dan menerima pesan dari dua orang lainnya. Komunikasi ketiga anggota lainnya hanya dengan satu orang lainnya.
4. Struktur Rantai
Struktur rantai sama dengan struktur lingkaran, akan tetapi anggota yang di bagian ujung hanya dapat berkomunikasi dengan satu orang saja. Keadaan terpusat juga terapat di sini. Yang berada di posisi tengah lebih berperan sebagai pemimpin daripada mereka yang berada di posisi lain.
5. Struktur Semua Saluran
Struktur semua saluran atau pola bintang hampir sama denga struktur lingkaran, dalam arti semua anggota adalah sama, dan semuanya memiliki kekuatan yang sama untuk mempengaruhi anggota lainnya. Akan tetapi, dalam struktur semua saluran,