• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA KOMUNIKASI KELUARGA DALAM MENANGANI ANAK PENGIDAP ANXIETY DISORDER

N/A
N/A
Nafis Naufal

Academic year: 2023

Membagikan "POLA KOMUNIKASI KELUARGA DALAM MENANGANI ANAK PENGIDAP ANXIETY DISORDER"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

POLA KOMUNIKASI KELUARGA DALAM MENANGANI ANAK PENGIDAP ANXIETY DISORDER

Disusun guna memenuhi Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Metode Penelitian Kualitatif

DISUSUN OLEH:

RAFITA PUTRI RAMADHANI 6662210113

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA 2023

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kecemasanvvadalahvketakutanvvbahwavvsesuatuvvyangvvburukvakanvsegeravterjadi, sedangkanvkecemasanvsosialvadalahvperasaanvterhinavkarenavdievaluasivatau diperhatikan olehvvorangvvlainvvkarenavprasangkavorangvlainvvterhadapvdirinya.vRasavvtakutvvuntuk evaluasiaolehvorangvvlain,vsertavvkemungkinanvdipermalukan atau dihina oleh perilakunya sendiri,vsemuanyavterkaitvdenganvkecemasanvsosial. Seseorang yang menderita kecemasan sosialvsecaravintrinsikvtakutvberinteraksivdenganvorangvlain, takut bahwa mereka mungkin melakukanvsesuatuvyangvakanvmembuatvmerekavterlihatvburukv(Desiningrum, 2016).

Manusiavadalahvmakhluk sosial,vyang menyiratkan bahwa mereka memiliki keinginan yangvtakvterpuaskanvuntukvterlibatvdenganvorang lain.vIkatanvsosialvindividu muncul dari kebutuhanvuntukvbelajarvtentangvsemuavyangvterjadi di dunia sekitar mereka.vSetiap orangvvinginvvbelajarvbagaimanavmembangunvhubunganvyangvpositifvdanvaman dengan lingkunganvdivsekitarvmerekavsaatvmerekavtumbuh.vTidakvsemua orang merasa aman dan nyamanvsaatvmelakukanvinteraksivsosialvbeberapa orang mengalami kecemasan, ketakutan, atauvkekhawatiranvtentangvlingkunganvmereka,vyangvdisebutvsebagaivvkecemasan sosial.

Kecemasanvtentangvsituasivsosialvdisebutvsebagaivkecemasan sosial, lalu ketidaknyamanan emosional,vketakutan,vdanvkekhawatiranvtentangvkeadaanvsosialvvtertentu menjadi ciri kondisivini.

MenurutvJacofsky (2013), Rasa cemas mencerminkanvantisipasi terhadapvrasavtakut dan mewakili tindakanvuntukvmencegahvtimbulnyavsituasi yang memicu rasavtakut.

Kecemasanvdapatvmenimbulkanvrasavtakutvdan ketakutanvdapatvmenimbulkan rasa cemas.

Rasavcemasvdanvrasavtakutvadalahvvreaksi normalvvyangvvada pada manusiavvketika berhadapanvdengan situasi dan kondisivyang tidak pasti danvmengancam. Kedua hal tersebutvmembantuvuntukvmemperingatkanvseorangvindividu jikaVada kondisi yang mengancamvdirinyavsertavmempersiapkanvtindakanvyangvakan diambil. Rasavcemas dan takutvyangvdimilikivseorangvindividuvdikatakanvnormalvdan tidak normalvberdasarkan tigavfaktorvyaituvdurasi,vintensitas, danvfrekuensi (Jacofsky,v2013). Jika rasavcemas dan

(3)

takutvhanyavterjadivsesekali,vberlangsungvdalamvwaktuvyangvpendek, dan individu tetap melanjutkanvaktivitasvyang dikehendakinya, masihvdikatakanvindividu tersebutvmemiliki rasavcemasvdan takut yang normal. Namunvjikavrasa cemasvdan takut tersebut sering terjadi,vvberlangsungvvterus-menerusvvhingga menggangguvvaktivitas sehari-harivvdan menunjukkanvvgejala kecemasan apada tubuhVindividu tersebut, dapatvdikatakan bahwa individuvtadi menderitavgangguan kecemasanvdalam dirinya.

Untuk meringankanvtekanan dan stress yang dirasakan, anak harusvmemiliki hubungan yang baik dengan keluarga. Karenavkuncivkeberhasilanvdari sebuahvhubunganvvadalah komunikasi. vMeskipun tampakvsederhana,vkomunikasivmudahvvsekali hilang ketika keluarga sibuk dengan urusannya masing-masing. Ditambah lagi, jika keluarga yang memiliki anak pengidap gangguan kecemasan, melakukanvkomunikasivdenganvsatuvsama lain sajavtampak mustahil untukvdilakukan, sebab vmereka terlalu sibuk memberikanvperawatan dan perhatiannya kepadavanak pengidap gangguan kecemasan.

Komunikasivsangatlahvpenting,vtanpa komunikasi masalah seperti ini tidakvvakan terselesaikan.vTerlebih lagivditekankanvolehvDeddyvMulyanavbahwa tanpa melibatkan diri dalamv komunikasiv seseorangv tidakv akanv mengetahui bagaimana berperilaku sebagai manusiavdanvmemperlakukanvmanusiavlain secaravberadab,vkarenavcara-caravberperilaku harusvdipelajarivlewatvpengasuhanvkeluargavdanvpergaulan dengan orang lain yang intinya adalahvkomunikasi,vbahkanvlebihvjauhvmenurutvbeliauvbahwavorang yang tidak pernah berkomunikasivvdengan manusia vdapatv dipastikanvvakanvvtersesat,vvkarena via tidak berkesempatanvuntukvmenatavdirinyavdalamvsuatuvlingkunganvsosial (Deddy,v2000).

Menurut Rahmah (2018), didalam komunikasi keluarga terdapat beberapa komponen.

Komunikasivdivdalamvsebuahvkeluargavadalahvpenyampaianvpesanvdari ayah, ibu, orangvvtua,vvanak,vsuami,visteri,vmertua,vkakek,vnenek,vdanvvsaudaravvlainnyav sebagai penerimavpesan.vPesanvyangvakan disampaikanvdalamvkomunikasivtersebutvdapatvberupa informasi,vnasehat,vpetunjuk,vpengarahan,vmaupunvmemintavbantuan.vKomunikasiv yang terjadivdalamvkeluargavmerupakanvsuatuvkomunikasi yang unik,vdan komunikasi yang terjadivdidalamvkeluargavtentuvakanvmelibatkan paling sedikitvdua orang yang mempunyai sifat,vnilai-nilai,vpendapat,vsikap,vpikiranvdanvperilaku yang khas danvvberbeda-beda.

Komunikasivvkeluargavadalah komunikasi yang berlangsungvvdalam sebuah keluarga, yakni cara seorangvanggotavkeluargavuntuk berhubunganvdengan anggota keluarga lainnya,

(4)

sebagaivtempatvuntukvmenanamkan dan mengembangkanvnilai-nilai yang diperlukan sebagaivpeganganvhidup.

Keluargavmerupakanvtempatvpertama komunikasi diajarkan, dan di dalam keluargalah kita pertama kali belajar bagaimana membentuk, membina, dan mengakhiri sebuah hubungan, berekspresi, berdebat, danvmenunjukkan kasih sayang, disamping suasana kekeluargaanvdanvkelancaranvberkomunikasi antaravanggotavvkeluarga dapat tercapai apabila setiap anggota keluargavvmenyadari dan menjalankan tugas dan kewajiban masing-masingvsambil menikmativhaknyavsebagaivanggota keluarga, karena apa yang terjadivjikavsebuahvpolavkomunikasivkeluargavtidakvterjadivsecara harmonis tentu akan mempengaruhivperkembanganvanakv(Rahmah, 2018).

Komunikasiv keluargav tidakv dapatv disamakan vdengan komunikasi antar anggota kelompok biasa.vKomunikasi yang terjadi dalamvsuatu keluarga tidak sama dengan komunikasiv keluargavyangvlain. Setiapvkeluargavmempunyaivpolavkomunikasivtersendiri.

Hubunganvkeluarga dengan anakvsenantiasavdipengaruhivdanvditentukanvolehvsikap orang tuavituvsendiri,vbaikvsikapvyangvberhubungan dengan afeksi maupunvdominasi, karena padavkenyataannyavadavorang tua yangvmendominasi,vyang memanjakan,vacuhvtak acuh dan adavorang tua yangvakrab, terbukavdan bersahabatvdengan anak-anaknya. Keluarga merupakanvujungvtombakvdalamvpembentukan pribadivanak karena keluargavmempunyai perananvyang palingvpentingvdalam persoalanvpendidikan anak,vdan keluargavmerupakan tempatvtumbuhvkembangvanak mulai dariv lahirvvhingga dewasa. Olehvvsebab itulah komunikasivdalam keluarga harusvmenjadi perhatian yang utama.

1.2 Rumusan Masalah

Dengan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, peneliti merumuskan pertanyaan penelitian menjadi, “Bagaimana pola komunikasi antara keluarga dengan anak yang mengidap anxiety disorder (gangguan kecemasan)?”.

1.3 Identifikasi Masalah

1. Bagaimana pola komunikasi tentang pendidikan antara keluarga dengan anak yang mengidap anxiety disorder (gangguan kecemasan)?

(5)

2. Bagaimana pola komunikasi tentang perencanaan masa depan antara keluarga dengan anak yang mengidap anxiety disorder (gangguan kecemasan)?

1.4 Tujuan Penelitian

Untuk memberikan panduan yang tegas dan deskriptif di penelitian ini, maka tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengidentifikasi pola komunikasi keluarga dengan anak yang mengidap anxiety disorder(gangguan kecemasan).

1.5 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini memiliki potensi untuk memberikan manfaat pengetahuan tentang pola komunikasi keluarga dengan anak yang mengidap anxiety disorder (gangguan kecemasan).

2. Manfaat Praktis

a. Untuk Pengidap, penelitian ini dapat membantu pengidap untuk lebih memahami potensi penyakit gangguan kecemasan. Hal ini memberikan dorongan bagi mereka untuk mencari dukungan psikologis dan konseling yang sesuai.

b. Untuk Masyarakat, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang gangguan kecemasan dan dampaknya pada remaja. Selain itu, dapat mengurangi stigmatisasi dan membantu masyarakat untuk lebih peduli terhadap pengidap. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang gangguan kecemasan, masyarakat dapat lebih berfokus pada upaya pencegahan timbulnya gangguan kecemasan.

c. Untuk Mahasiswa, penelitian ini dapat menambah pengetahuan tentang penyakit gangguan kecemasan, memahami bahwa gangguan kecemasan meninggalkan trauma yang sangat mendalam bagi para pengidap, dan yang terakhir dapat memberikan pemahaman yang lebih dalam kepada masyarakat terkait gangguan kecemasan.

(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pola Komunikasi Keluarga

BerdasarkanvpadavbukuvFamily Communication : Nurturing and Control in a Changing WorldvyangvditulisvolehvBethvA.vLevPoirevtahunv2006,vbahwa komunikasi keluargavmerupakanvsebuah pesanvyang divsampaikan secara sengaja danvmemiliki makna bagivindividuvyang memilikivhubungan secaravbiologis,vhukum, atauvpernikahan,vserta dapat memelihara danvmengendalikanvsatu sama lain (Le Poire,v2006).

Komunikasivkeluargavdapatvterjadi sangat intens,v sebab keluarga terdirivatas hubungan-hubunganvyangvvtidak disengaja denganvvpenuh intensitasvemosi,vpesan-pesan relasionalvyangvhalus, sertavsejarahvyangvberisikan kisahvhangat dan penuhvkasihvsayang hinggavperiodevkonflikvyangvintens,vdanvmasing-masingvmemiliki tujuanvyang berbeda.

Seperti halnya,vpasanganvvsuami istri yang mengalamivvperdebatan mengenai cara mereka mengolahvpendapatanvvkeluarga,vvmenentukan cara terbaikvvuntukvvmendidikvvanak, dan mengurusvrumah tangga.vBegitu jugavseorangvanak yang berjuang melawanvkonsepsi orangvtua terhadapvcara mereka bertahanvhidup ketika merekavterpisah denganvorang tua.

Setiapvvkeluargavmemiliki cara masing-masingvdalamvberkomunikasi, halvvini bergantungvpada situasiv(kondisi) yang ada di dalamvkeluarga.vAda yangvberasal dari situasivkeluarga yangvsangat memuaskanvdimana mereka merasavmendapatkanvkasih sayang,vperhatian, danvdukungan.vSedangkanvada yang berasalvdari keluargavdengan situasivdi manavmerekavmengalami tingkatvkontrol yang tinggi danvkurangnya pengasuhan (perawatan).vKomunikasivmembantuvanggotavkeluarga dalamvmenjalankan fungsivmereka di dalamvkeluarga.

Dalamvpandanganvteknikal, fungsi merupakanvsesuatu yang harusvdijalankan agar tidak terjadivkerusasakan di dalamvsistem keluarga.vMenurutvLevPoire, dalamvbukunya menjelaskanvbahwavterdapat duavfungsi utama dalamvkeluarga dan empatvfungsi pendukungv yangv mempengaruhi vdan dipengaruhiv olehv komunikasivsertavdigabungkan agarvmembentuk identitasvkolektifvkeluargav(Rahmadani,v2018).

(7)

2.2 Anak

Menurut Witanto (2012), seorang anak hadir sebagaivamanah dari Tuhan untuk dirawat,vdijagavdan dididik yangvkelak setiapvorang tua akanvdiminta pertanggung jawaban atasvsifat danvperilaku anakvsemasa didunia. Anakvadalah seorangvcikal bakal yang kelak akanvmeneruskan generasivkeluarga, bangsavdan negara. Anakvjuga merupakanvsebuah aset sumbervdaya manusiavyang kelak dapatvmembantu membangunvbangsa dan Negara.

Masavdepan bangsa danvnegara dimasavyang akanvdatang berada ditanganvanak sekarang,vsemakin baik kepribadianvanak sekarangvmaka semakinvbaik pula kehidupan masavdepan bangsa.vBegitu pula sebaliknya,vapabila keperibadianvanakvtersebut buruk makavakanvbobrok pulavkehidupan bangsavyang akan datang.

2.3 Anxiety Disorder

Kecemasanvadalahvketakutanvvbahwavvsesuatuvvyangvvburukvakanvsegeravterjadi, sedangkanvkecemasanvsosialvadalahvperasaanvterhinavkarenavdievaluasivatau diperhatikan olehvvorangvvlainvvkarenavprasangkavorangvlainvvterhadapvdirinya.vRasavvtakutvvuntuk evaluasiaolehvorangvvlain,vsertavvkemungkinanvdipermalukan atau dihina oleh perilakunya sendiri,vsemuanyavterkaitvdenganvkecemasanvsosial. Seseorang yang menderita kecemasan sosialvsecaravintrinsikvtakutvberinteraksivdenganvorangvlain, takut bahwa mereka mungkin melakukanvsesuatuvyangvakanvmembuatvmerekavterlihatvburukv(Desiningrum, 2016).

Manusiavadalahvmakhluk sosial,vyang menyiratkan bahwa mereka memiliki keinginan yangvtakvterpuaskanvuntukvterlibatvdenganvorang lain.vIkatanvsosialvindividu muncul dari kebutuhanvuntukvbelajarvtentangvsemuavyangvterjadi di dunia sekitar mereka.vSetiap orangvvinginvvbelajarv bagaimanav membangunv hubunganv yangv positif danvaman dengan lingkunganvdivsekitarvmerekavsaatvmerekavtumbuh.vTidakvsemua orang merasa aman dan nyamanvsaatvmelakukanvinteraksivsosialvbeberapa orang mengalami kecemasan, ketakutan, atauvkekhawatiranvtentangvlingkunganvmereka,v yangvdisebutvsebagaivvkecemasan sosial. Kecemasanvtentangvsituasivsosialvdisebutv sebagaivkecemasan sosial, lalu ketidaknyamanan emosional,vketakutan,vdanvkekhawatiranv tentangvkeadaanvsosialvvtertentu menjadi ciri kondisivini.

MenurutvJacofsky (2013), Rasa cemas mencerminkanvantisipasi terhadapvrasavtakut dan mewakili tindakanvuntukvmencegahvtimbulnyavsituasi yang memicu rasavtakut.

(8)

Kecemasanvdapatvmenimbulkanvrasavtakutvdan ketakutanvdapatvmenimbulkan rasa cemas.

Rasavcemasvdanvrasavtakutvadalahvvreaksi normalvvyangvvada pada manusiavvketika berhadapanvdengan situasi dan kondisivyang tidak pasti danvmengancam. Kedua hal tersebutvmembantuvuntukvmemperingatkanvseorangvindividu jikaVada kondisi yang mengancamvdirinyavsertavmempersiapkanvtindakanvyangvakan diambil. Rasavcemas dan takutvyangvdimilikivseorangvindividuvdikatakanvnormalvdan tidak normalvberdasarkan tigavfaktorvyaituvdurasi,vintensitas, danvfrekuensi (Jacofsky,v2013). Jika rasavcemas dan takutvhanyavterjadivsesekali,vberlangsungvdalamvwaktuvyangvpendek, dan individu tetap melanjutkanvaktivitasvyang dikehendakinya, masihvdikatakanvindividu tersebutvmemiliki rasavcemasvdan takut yang normal. Namunvjikavrasa cemasvdan takut tersebut sering terjadi,vvberlangsungvvterus-menerusvvhingga menggangguvvaktivitas sehari-harivvdan menunjukkanvvgejala kecemasan apada tubuhVindividu tersebut, dapatvdikatakan bahwa individuvtadi menderitavgangguan kecemasanvdalam dirinya.

Istilah gangguan kecemasan atau Social Anxiety Disorder (SAD)vdiciptakan oleh Janetvpada tahun 1903 (Erwina,v2013) untuk mendeskripsikanvorang-orang yangvmerasa takut danvcemas saat diamativoleh orang lain.Halvyang membedakanvSAD dari rasavcemas yangvnormal dan gangguanvkecemasan lain adalahvpenderitavSAD selalu merasakanvtakut dan cemasvketika berada divsituasi sosial karenavtakut akan mempermalukanvdiri sendiri di situasi tersebut dan dinilaivsecara negatif oleh orangvlain.

Clark dan Wells pada tahun 1995 menjelaskanvteori cognitive-behavioural model of social anxietyvyang menjelaskanvtahapan-tahapanvkarakteristik SADvyang terjadi ketika individuvmemasuki situasi-situasivsosial yang iavanggap sebagai ancaman,vyaituvsebagai berikut:

a. Cognitive aspect

Merupakanvpikiran-pikiranvyang muncul ketika individuvakan memasukivdan berada padavsituasivsosial karena khawatirvakan pandangan orang lainvterhadapnya, contohnyavindividu beranggapanvorang lain menganggapnyavsedangvnervous, tidak kompetenvdan lain-lain.vAspek ini yangvpaling berpengaruhvbesar terhadapvperilaku individuvSAD.

(9)

b. Behavioural aspect

Saat menghadapivsituasi sosialvyang ditakutinyavdan menyadarivancaman, individu SADvmenampilkan safetyvbehaviour untukvmencegah atauvmengurangi rasavcemas dan takut yangvdirasakannya.vBeberapavcontoh safetyVbehaviour yangvdigunakan oleh individuvSAD yaitu menghindarvsepenuhnya dari situasivsosial yangvditakuti (avoidance),vsegeravpergivketika merasa berbahayavdanvmeningkatkan rasavcemas (escape),vmeminimalisasi bahayavketika masihvdi situasi yangvmenimbulkan rasa cemasv(subtlevavoidance), persiapanvsecara berlebihan (over-preparation), berpura- puravtertarik, dan berbohong.vHal-hal tersebut dilakukanvagar menghindari penolakan,vmenjaga image,vdan menghindarivpenilaian orang lain.vNamun safety behaviourvyang dilakukanvdapat semakinvmemfokuskan individuvpada dirinya sendirivdan menduga apa yangvdilakukannya akan menarikvperhatian darivorang lain.

c. Physiological aspect

Rasavtakut dan cemasvyang dirasakan olehvindividu SAD mengakibatkanvmunculnya reaksivdi otaknyavdan menimbulkanvgejala-gejala kecemasanvterhadap tubuhnya.

Gejala-gejalavkecemasan tersebutvadalahvberkeringat,vwajah memerah,vgemetaran, jantungvbedebarvkencang, nafasvpendek, susahvbernafas, menangis,vmual, dan sakit perut.vIndividu yangvsadar jika memilikivreaksi-reaksivtersebut bisavmemperparah rasa cemasvdan takutnya.

2.4 Kerangka Berpikir

Penelitianvinivbertujuanvvuntuk menjelaskan bagaimana individuvvmengalami gangguan kecemasan yang membuat mereka susah untuk bersosialisasi. Peneliti menggunakan teorivyang dikemukakanvolehvOlson,vSprenkle, danvRussel, yangvmencakup cohesion,vadaptability,vdanvcommunication untuk melihatvbagaimana polavvkomunikasi keluarga yang memiliki anak pengidap gangguan kecemasan dengan memasukkan beberapa tema.

(10)

Berikut merupakan kerangka berpikir yang dapat dipahami:

2.5 Penelitian Terdahulu

NO. JUDUL METODE HASIL

1. Penulis:

Riski Rahmadani, 2018 Judul:

Pola Komunikasi Suami Istri Bekerja yang tinggal Bersama lansia Dimensia

Kualitatif dengan studi

deskriptif

Komunikasivvvvpasangan suamivvvvistri dipengaruhi olehvvv(finansial,vvkontribusi saudara kandung,vkeberadaanvasisten,vdan kepemilikanvrumah yangvditinggali oleh suami istrivdan lansiavdemensia).

Selainvitu, usia pernikahanvvvjuga mempengaruhivcara merekavberkomunikasi, semakin tuavatau lama usiavpernikahan Anak yang mengidap

gangguan kecemasan/

anxiety disorder

Latar belakang terjadi - Individu/anak tersebut - Keluarga

Dalamvtema - Perilaku individu - Finansialvkeluarga - Pendidikanvanak - Perencanaanvmasa

depanvanak Keluarga

Pola komunikasi keluarga dengan teori teorivyang dikemukakanvolehvOlson,v

Sprenkle, danvRussel, yangvmencakup cohesion,vadaptability,vdan

vcommunication

(11)

mereka makavakan semakinvmengerti satu samavlain, begitu jugavsebaliknyavdengan usia pernikahanvyang lebihvmuda.

2. Penulis:

Nur Endah Januarti Judul:

Problematika Keluarga dengan Pola Karir Ganda

Kualitatif dengan studi

kasus

Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa terdapat beberapa problematika yang dihadapi oleh keluarga dengan pola karir ganda, seperti tidak adanya partisipasi di kehidupan bermasyarakat, dan adanya keterbatasan orangtua dalam membiarkan anaknya untuk bergerak bebas.

3. Penulis:

Chintya (2017) Judul:

Pola Komunikasi Keluarga pada Remaja yang diabaikan

Kualitatif dengan pendekatan fenomenolog

i

Dapat disimpulkan dari penelitian bahwa ada tahapan-tahapan di pertumbuhan pasca- trauma pada remaja yang ditinggalkan oleh orangtua. Tahapan-tahapan ini melibatkan krisis, refleksi, ekspresi diri, manajemen emosi, dan perubahan, yang akhirnya mengarah pada pencapaian proses ini. Faktor yang memengaruhi:

1. Faktor waktu dan jenis, yang mengindikasikan bahwa dibutuhkan waktu yang signifikan bagi remaja untuk mengalami pertumbuhan pasca-trauma setelah mengalami krisis.

2. Dukungan sosial, yang melibatkan dukungan yang diterima dari kerabat terdekat

3. Gaya penanganan (coping styles), dengan penekanan pada gaya penanganan yang aktif yang dapat membantu remaja dalam proses

(12)

pertumbuhan pasca-trauma.

BAB III

(13)

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Pendekatan Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah kualitatif, yang bertujuan untuk memahami atau menjelaskan fenomena sosial atau perilaku manusia dengan mendalam, tanpa menggunakan pengukuran atau angka-angka statistik. Penelitian kualitatif lebih berfokus pada aspek-aspek seperti makna, persepsi, konteks, dan interpretasi yang melibatkan partisipan dalam studi. Metode ini cenderung lebih deskriptif dan naratif daripada analitis atau kuantitatif.

Penelitian ini menggunakan pendekatan studi fenomenologi. Studi fenomenologi, seperti yang dijelaskan oleh Creswell (2015), berkaitan dengan pemahaman makna pengalaman hidup individu terkait dengan konsep atau fenomena tertentu. Fenomenologi merupakan sebuah pendekatan pemikiran yang digunakan untuk memperoleh pemahaman yang baru atau meningkatkan pengetahuan yang telah ada melalui proses yang rasional, sistematis, dan kritis. Di pendekatan ini, terdapat penekanan pada eksplorasi yang cermat dan mendalam terhadap kesadaran manusia tentang pengalaman mereka (Hajaroh, 2018).

Penelitian yang menggunakan pendekatan fenomenologi ini bertujuan untuk menggali pemahaman mengenai signifikansi dari peristiwa dan interaksi manusia dalam konteks tertentu. Pendekatan fenomenologi berusaha untuk memasuki kerangka berpikir dan pemahaman subjek yang sedang diteliti, lalu dapat dipahami apa arti dan makna suatu kejadian yang telah terjadi.

Pendekatan ini menekankan perlunya memiliki asumsi yang berbeda dibandingkan dengan pendekatan untuk menganalisis tingkah individu yang memiliki tujuan menemukan

"realitas" atau "sebab." Dengan kata lain, memperdalam pemahaman tentang subjek dari perspektif itu sendiri, sambil tetap mempertimbangkan interpretasi dengan membangun kerangka konseptual.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah kualitatif studi fenomenologi, lalu fokus pemahaman tentang aspek, proses, dan dampak pertumbuhan pasca-trauma pada remaja yang pernah menjadi korban pelecehan seksual. Pendekatan ini dipilih oleh peneliti karena dalam penelitian ini, peneliti berusaha untuk mengungkapkan realitas dari pengalaman yang terjadi dalam konteks yang peneliti pilih.

(14)

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasivpenelitianvyangvdipilihvolehvpeneliti ialah remajavyangvpernahvmengalami pengalamanvtraumatisvsebagaivpengidap gangguan kecemasan. Penentuanvlokasivinforman dalamvpenelitian ini meliputi wilayah Serang Banten. Pemilihan lokasi tersebut didasari oleh observasi awal peneliti terhadap fenomena yang terjadi di lingkungan sekitar peneliti.

3.3 Informan Penelitian

Informanvpenelitianvadalahvindividuvatauvkelompokvyangvmemberikanvinformasi kepadav penelitiv dalamv konteksv sebuahv penelitianv. Merekav memilikivpengalaman, pengetahuan,vatauvwawasanvyangvrelevanv denganv topikv penelitianv yangv sedang dilakukan, dan mereka bersedia untuk berbagi informasi tersebut dengan peneliti. Informan penelitian dapat menjadi sumber data utama dalam penelitian, dan mereka dapat memberikan wawasan yang berharga, pandangan, atau pengalaman pribadi yang mendukung tujuan penelitian. Dalam beberapa penelitian, informan penelitian dapat berperan sebagai partisipan aktif dalam studi, sementara dalam penelitian lain, mereka dapat berperan sebagai sumber informasi yang berbagi pandangan mereka dengan peneliti.

Berdasarkanv hasilv surveiv awalv yangv dilakukan voleh vpeneliti vterhadap vdua informan, salah satunya merupakan mahasiswi dari Universitas Serang Raya Fakultas Kedokteran, informan tersebut mengungkapkan bahwa pengalaman gangguan kecemasan pertama kali dialaminya saat baru menjadi mahasiswi baru. Informan yang kedua merupakan mahasiswi dari Universitas Sultan Ageng Tirtyasa Fakultas Pertanian, informan tersebut juga mengungkapkan bahwa pengalaman gangguan kecemasan yang ia rasakan pertama kali saat menginjak semester 3. Kedua informan tersebut meminta identitasnya dirahasiakan.

3.4 Jenis dan Sumber Data

Teknik vyang vdigunakan vuntuk vmenentukan vinforman dan responden vdalam penelitianv vini adalah pendekatan purposivevsampling. Pendekatan ini adalahvcara pengambilanvsampel yang dilakukan berdasarkan pertimbanganvtertentu, di mana sampelv yang dipilih dipertimbangkan sesuai dengan harapan peneliti atau karena mereka memiliki

(15)

pemahaman yang mendalam tentang obyek atau situasivsosialvyangvakan ditelitiv(Sugiyono, 2013).

Karakteristikv informanvyangv menjadiv pertimbanganv dalam vproses pengambilan datav adalahv sebagaiv berikut:

1. Pernahvvmengalami pengalaman sebagai anak pengidap gangguan kecemasan. Hal ini menjadi fokus penelitian.

2. Informan merupakan perempuan dalam rentang usia 19-23 tahun, dengan jumlah informan sebanyak dua orang. Pemilihan subjek perempuan dalam kelompok usia ini karena menurut pengalaman peneliti, perempuan lebih sensitif dan gampang sekali merasakan gangguan kecemasan.

3. Memiliki pengalaman sebagai anak pengidap gangguan kecemasan selama kurun waktu minimal 3 tahun.

4. Bersediavvmenjadivvsubjekvvpenelitianvvdan vmemberikan vinformasi vyang relevan vsesuai vdengan kebutuhan penelitian. Peneliti memilih sumber informasi atau informan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, sehingga informan dapatvmenjadivsumbervdatavprimer. Selain itu, data sekunder diperoleh dari teman atau individu yang dekat dengan informan dan memiliki pemahaman yang baik tentang perkembangan dan kehidupan sehari-hari informan, yang dikenal sebagai significant others dalam penelitian ini. Kriteria significant others yang dimaksud dalam penelitian ini, yaitu orang yang memiliki hubungan dekat dengan informanvdalamvkehidupanvsehari-hari dan orang yang mengenal dan memahami perkembangan dan aktivitasvinformanvdenganv baik.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknikvpengumpulanvdatavadalah metode atau pendekatan yang digunakan untuk mengumpulkanvinformasi yang diperlukan dalamvsuatu vpenelitian. Dalamvvkonteks teknikvpengumpulanvdata,vvterdapat vbeberapa vmetode vyang vdapatv vdigunakan, termasukvvobservasivv(pengamatan), vwawancara, vdan vdokumentasi.vvPengumpulan datavdalamvpenelitianvinivakanvmenggunakanvbeberapavteknik,vyaitu:

1. Wawancarav

(16)

Wawancarav adalahvvpertemuanvvduavvindividu untuk pertukaran vinformasi dan idevmelaluivdialog tanyavjawab, yang bertujuan untuk memahami topik tertentu.

Wawancarav digunakanv sebagaiv teknikv pengumpulanv datav untuk mendapatkan pemahamanv mendalamv dariv responden.v Teknikv wawancarav yangv digunakan adalahvwawancaravsemi-terstruktur, di mana pertanyaanvbersifatvterbukavvdengan batasanvvtema dan pedoman wawancara untuk menjaga fokus pembicaraan.

Pendekatan ini memberikanv fleksibilitasv kepada respondenv untuk memberikanvjawabanvyang mendalam.

2. Observasi

Observasiv melibatkanv pengamatanv langsungv terhadapvobjek danvsumber data yangv akanv diteliti.vPeneliti akan mengamativ perilaku individu dan mendengarkan interaksi mereka tanpa campur tangan atau pengendalian, sambil mencatat temuan yang kemudian dapat diinterpretasikan dalam analisis. Observasi akan membantu dalam memahami perilaku dan interaksi yang terjadi dalam konteks penelitian ini.

3. Dokumentasi

Dokumentasi merujuk pada pengumpulan catatan tentang peristiwa yang sudah terjadi, termasuk dalam bentuk tulisan, gambar, atau benda-benda yang memiliki makna dan arti khusus bagi individu. Teknik dokumentasi melibatkan pengumpulan data yang kemudian akan ditafsirkan oleh peneliti dengan menggunakan sumber- sumber sekunder, sepertivfoto,vcatatan,vdanv dokumen-dokumenv yangvrelevanv denganvfokusvpenelitian.vDalam konteks penelitian ini, bentuk dokumentasivyang dapat digunakan adalahvvcatatanvvlapanganvvyang dihasilkan selama proses penelitian. Catatan-catatan tersebut akan menjadi sumber data yang dapat membantu peneliti dalam memahami fenomena yang diteliti.

Ketiganya, wawancara, observasi, dan dokumentasi akan digunakanvvuntuk mendapatkanvdatavyang mendalam dan kontekstual dalamvpenelitianvvini. Teknikvvini dipilih karena mampu memberikan wawasan yang kaya tentang pengalaman responden terkait topik penelitian.

(17)

3.6 Teknik Analisis Data

Pengorganisasian datavvdalamvvpenelitian akan dijalankan dengan langkah-langkah sebagaivberikut:

1. Penelitivakan mendatangi lokasivpengambilanvdatavdenganvmembawavpanduan wawancaravatauvpanduanvwawancara,vkemudian akan melakukanvwawancara danvdokumentasi.

2. Selamavprosesvpengambilanvdata,vpeneliti akanvvmenggunakanvvalatv perekam suaravuntukvmerekamvwawancaravbersamavinforman.

3. Untukvmengelolavdatavpenelitian,vpenelitivakan membuatvfolder khususvdalam laptop.vDalamvvfoldervvtersebut,vvakanvvdibuatv subfolder yang berbeda untuk mengkategorikan berbagai jenis data, seperti folder referensi, transkrip wawancara, file audio, foto, catatan lapangan, dan lainnya.

Analisisvdatavadalahvprosesvmengorganisir dan mengurutkan datavkevdalam pola, kategori,vdanvunitvdasarvsehingga tema-temavdapat diidentifikasi dan hipotesisvkerja dapatvdirumuskanvberdasarkan data.vAnalisis data membantu dalam mengungkap unsur- unsur atau elemen-elemen data yang termasuk dalam kategori-kategori yang lebih spesifik.

Datavyangvdiperolehvmelaluivobservasi,vwawancara,vdan studiv dokumen harus melalui proses analisis untuk mengungkap makna mereka. Proses analisis melibatkan pengolahan

data, penghubungan data, penyajian data, serta pembuatan

kesimpulanvatauvverifikasivselama dan setelahvpengumpulanvdata.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada teori yang diuraikan oleh Miles, et al., (2014) yang mencakup tiga langkah: kondensasi data, penyajian data, dan pembuatan kesimpulan atau verifikasi data.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti mencoba merumuskan masalah “bagaimana opini mahasiswa ilmu komunikasi UNSIKA terhadap program siaran

7 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian mengenai latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka penulis dapat merumuskan masalah penelitian ini dalam bentuk pertanyaan