• Tidak ada hasil yang ditemukan

PDF Post Traumatic Stress Disorder Pada Pasien Kecelakaan Lalu Lintas - Unud

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "PDF Post Traumatic Stress Disorder Pada Pasien Kecelakaan Lalu Lintas - Unud"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

POST TRAUMATIC STRESS DISORDER PADA PASIEN KECELAKAAN LALU LINTAS

OLEH : NURUL FATIN

DR. NI KETUT SRI DINIARI, SPKJ

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

2016

(2)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke hadapan Tuhan Yang Maha esa, karena hanya atas kurnia-Nya, laporan elective study tahap I ini dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Ni Ketut Sri Diniari, SpKJ,sebagai pembimbing I yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan saran selama penulis mengikuti program penulisan laporan elective study tahap I. Terima kasih sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada dr. Anak Ayu Sri Wahyuni, SpKJ, sebagai Pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.

Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD. KEMD atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Program S1 di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan kepada Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang dijabat oleh Dr. dr. Dewa Putu Gde Purwa Samatra, Sp.S(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program S1 pada PSPD FK Universitas Udayana. Tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT (K), M.Kes., Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan program S1.

Ungkapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada penguji elective study tahap I, yaitu dr. dr. Gusti Ayu Indah Ardani, SpKJ yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan, dan koreksi sehingga laporan elective study tahap I ini dapat selesai.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian skripsi ini, serta kepada penulis sekeluarga.

(3)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR LAMPIRAN... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 LATAR BELAKANG ... 1

1.2 RUMUSAN MASALAH ... 2

1.3 TUJUAN PENELITIAN... 3

1.4 MANFAAT PENELITIAN ... 3

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 4

2.1 POST TRAUMATIC STRESS DISORDER ... 4

2.2 KECELAKAAN LALU LINTAS ... 12

2.3 HUBUNGAN ANTARA KECELAKAAN LALU LINTAS DENGAN POST TRAUMATIC STRESS DISORDER ... 14

BAB III PENUTUP ... 17

3.1 KESIMPULAN ... 17

DAFTAR PUSTAKA ... 18

(4)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Kriteria diagnosis Post traumatic Stress Disorder sesuai DSM -5...8

(5)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Logbook………...

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, kebutuhan akan transportasi juga semakin meningkat sehingga secara tidak langsung jumlah kecelakaan lalu lintas semakin meningkat tiap tahunnya. Berdasarkan data dari Direktorat Jendral Perhubungan Darat, peristiwa kecelakaan lalu lintas di Indonesia tahun 2010 tercatat 109.319 kejadian dan pada tahun 2011 tercatat 109.776 kejadian. Sedangkan di Denpasar, menurut data dari Poltabes Denpasar terjadi peningkatan kecelakaan lalu lintas sejak tahun 2008 tercatat sebanyak 297 kejadian, tahun 2009 tercatat 491 kejadian dan pada tahun 2010 tercatat 495 kejadian.

Kecelakaan lalu lintas merupakan suatu kejadian yang bersifat traumatis tidak hanya menimbulkan trauma fisik tetapi juga memicu terjadinya gangguan psikologis. Kecelakaan lalu lintas dengan luka berat merupakan suatu pengalaman traumatis yang berat yang dapat menyebabkan gangguan stres pasca trauma (GSPT) atauPost Traumatic Stress Disorder (PTSD). PTSD adalah gangguan yang terjadi karena mendapatkan peristiwa yang sangat mengancam atau kejadian yang mengerikan (First . B.M, . Reed G, ,dkk, ,2015). Umumnya pasien kecelakaan dikatakan mengalami gangguan PTSD apabila terdapat kriteria sebagai berikut terbayang dengan kejadian taumatis (flashback), menghindar dari hal-hal yang berhubungan dengan kejadian traumatis dan terus terjaga selama lebih dari 1 bulan serta mempengaruhi area penting kehidupan secara signifikan seperti keluarga dan pekerjaan (Maslim. R, 2013).

(7)

Berdasarkan hasil studi di RSUP Sanglah selama bulan Desember 2013 sampai dengan Januari 2014 pada 10 orang pasien kecelakaan lalu lintas yang menjalani pengobatan di RSUP Sanglah, didapatkan kasus PTSD sebanyak 4 orang yang terdiri dari 3 orang wanita dan 1 orang pria (Prabandari et al. 2015).

Jika tidak mendapatkan penanganan maka sekitar 30% pasien akan pulih sempurna, 40% akan terus mengalami gejala ringan, 20% mengalami gejala sedang dan sekitar 10% pasien tidak berubah atau bertambah buruk. Setelah satu tahun, sekitar 50% pasien akan pulih (Sadock, B.J. & Sadock, V.A., 2010).

Korban kecelakaan lalu lintas diharapkan dapat mengatasi kegelisahan yang timbul akibat kecelakaan yang dialami. Akan tetapi tidak semua korban kecelakaan lalu lintas mampu keluar dari pengalaman traumatisnya. Hal ini disebabkan oleh perbedaan setiap individu untuk menyesuaikan diri terhadap masalah yang dimilikinya.

Dampak psikologis dari kecelakaan lalu lintas baik pemahaman maupun upaya penanganannya belum mendapat perhatian yang maksimal dari pihak rumah sakit. Perhatian yang diberikan kepada korban kecelakaan lalu lintas hanya terpusat pada penanganan secara fisik, sedangkan penanganan secara psikologis seringkali tidak mendapatkan perhatian. Bantuan serta upaya pemulihan korban kecelakaan lalu lintas hendaknya dilakukan dengan segera, sebab jika PTSD berlangsung terus menerus akan menyebabkan gangguan kronis sehingga akan sangat mengganggu kehidupan sosial dan pekerjaan individu yang mengalaminya.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apakah pasien yang mengalami kecelakaan lalu lintas mengalami Post Traumatic Stress Disorder?

(8)

1.2.2 Kecelakaan lalu lintas tipe manakah yang menimbulkan Post Traumatic Stress Disorder?

1.3 Tujuan

1.3.1 Untuk mengetahui apakah pasien dengan kecelakaan lalu lintas mengalami Post Traumatic Stress Disorder

1.3.2 Untuk mengetahui kecelakaan lalu lintas tipe manakah yang menimbukan Post Traumatic Stress Disorder

1.4 Manfaat

1.4.1 Dengan mengetahui Post Traumatic Stress Disorder pada pasien kecelakaan lalu lintas sehingga dapat menjadi pertimbangan penanganan pasien Post Traumatic Stress Disorder secara holistik

(9)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) 2.1.1 Definisi

Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) adalah sindrom yang muncul setelah seseorang melihat, mendengar atau terlibat dalam stresor traumatis yang ekstrem.

PTSD terjadi karena paparan peristiwa traumatis dan didefinisikan berdasarkan cluster gejala yang berbeda antara lain kembali merasakan sedang dalam peristiwa trauma atau flashback, menghindar, emosi tumpul/numbing dan gejala tersebut tetap bertahan selama lebih dari 1 bulan. (Sadock, B.J .& Sadock, V.A., 2007).

Stresor ekstrem yang memiliki risiko menimbulkan PTSD antara lain serangan teroris, peperangan, kecelakaan lalu lintas berat, dan bencana alam seperti tsunami dan gempa bumi (Santiago et al. 2013).

PTSD memiliki dampak jangka panjang yang parah dan individu dengan PTSD memiliki risiko terkena depresi berat, ketergantungan zat, dan gangguan kondisi kesehatan lainnya serta terganggunya fungsi peran yang dapat mengurangi kualitas hidup.

2.1.2 Epidemiologi

Prevalensi PTSD pada wanita lebih tinggi dari pria. Prevalensi pada wanita berkisar 10-12% dan 5-6% pada pria. Walaupun PTSD dapat muncul pada usia berapapun, tetapi kebanyakan sering terjadi pada dewasa muda karena cenderung lebih mudah terpapar. Gangguan ini cenderung terjadi pada orang yang belum memiliki pasangan, bercerai, janda, dikucilkan dari lingkungan atau sosial ekonomi yang rendah. Faktor risiko gangguan ini yaitu pada tingkat keparahan trauma, durasi, serta trauma yang dialami individu. Trauma yang sering muncul

(10)

pada pria antara lain kekerasan, sedangkan pada wanita yaitu pemerkosaan (Sadock, B.J. & Sadock, V.A., 2010). Namun kecelakaan lalu lintas dapat menimbulkan gangguan ini baik pada pria maupun wanita. Berdasarkan hasil studi di RSUP Sanglah selama bulan Desember 2013 sampai dengan Januari 2014 pada 10 orang pasien kecelakaan lalu lintas yang menjalani pengobatan di RSUP Sanglah didapatkan kasus PTSD sebanyak 4 orang, yang terdiri dari 3 orang wanita dan 1 orang pria (Prabandari et al. 2015).

2.2.3 Etiologi

Stresor merupakan faktor utama yang menyebabkan stres akut dan PTSD. Tidak semua peristiwa traumatis yang dialami oleh individu dapat menyebabkan PTSD.

Peristiwa traumatis dapat menimbulkan PTSD jika peristiwa tersebut menjadi stesor yang kuat dalam kehidupan individu. Sresor tersebut dapat timbul dari pengalaman perang, kekerasan, bencana alam, pemerkosan, dan kecelakaan lalu lintas yang serius. Kriteria suatu peristiwa menjadi stresor untuk mendiagnosis PTSD yaitu ; ancaman serius terhadap keselamatan individu baik secara fisik maupun psikologis, menyaksikan ancaman kekerasan dan kematian, kerusakan yang terjadi tiba-tiba baik rumah dan komunitas. Kriteria tersebut dapat menimbulkan respon subjektif antara lain ketakutan (terror dan horror) serta intensitas maupun durasi dari suatu peristiwa traumatis yang mempengaruhi kepribadian individu sehingga menimbulkan distress.(Nurtanty, N.D., 2009) 2.2.4 Patofisiologi

PTSD mengakibatkan terjadinya perubahan yang memengatur memori dan emosi.

Ditinjau dari aspek biologis, PTSD terjadi karena adanya proses yang terjadi di otak. Individu dengan PTSD akan mengalami perubahan yang terjadi pada fisik.

Kondisi ini mempengaruhi sistem saraf pusat dan sistem saraf otonom. Selain itu

(11)

akan terjadi penurunan ukuran dari hipokampus dan amigdala yang over reaktif.

Dalam hal ini, komponen yang paling penting adalah memori karena kejadian traumatis akan berulang terus menerus melalui memori. Hipokampus dan amigdala adalah kunci dari memori manusia (Schiraldi, 2009).

Amigdala merupakan fear center dari otak. Sehingga penderita PTSD akan mengalami amigdala yang over reaktif. Amigdala membantu otak dalam membuat hubungan antara situasi yang menimbulkan ketakutan di masa lalu. Kondisi ini dapat berpasangan dengan situasi saat ini yang bisa saja netral. Individu dengan gangguan ini akan mempertahankan kondisi waspada yang konstan pada saat situasi yang tidak tepat karena pada saat itu otak memerintahkan individu bahwa dalam situasi yang aman pun individu sedang menghadapi ancaman (Sun et al.

2013).

Hipokampus adalah bagian yang menciptakan harapan terhadap situasi yang akan memberikan reward atau situasi traumatis yang kita alami berdasarkan pada memori dan pengalaman belajar dari masa lalu. Penderita PTSD dengan kerusakan hipokampus, akan mengalami kesulitan untuk belajar dan menciptakan harapan baru untuk berbagai situasi yang terjadi setelah kejadian traumatis (Erwina Ira., 2010).

Selain itu pada penderita PTSD juga terjadi derajat hormon stres yang tidak normal. Individu dengan PTSD memiliki hormon kortisol yang rendah jika dibandingkan dengan individu yang tidak mengalami PTSD dan hormon epinefrin dan norepinefrin dalam jumlah yang lebih dari rata-rata. Ketiga hormon tersebut berperan penting dalam menciptakan respon flight or fight terhadap situasi stres.

Ini berarti bahwa individu dengan PTSD akan selalu berada dalam kondisi flight

(12)

or fight. Individu dengan PTSD juga memiliki kadar natural opiate yang tinggi.

Kondisi ini akan membuat individu untuk mengalami kembali trauma dalam hal untuk mencapai respon dari opiate (Erwina Ira., 2010).

2.2.5 Faktor Risiko

Faktor risiko merupakan faktor pendukung bagi individu untuk mengalami PTSD.Faktor risiko untuk PTSD meliputi tetap hidup setelah mengalami kejadian berbahaya dan traumatis, memiliki riwayat penyakit mental, mengalami kecelakaan, perasaan tertekan, tidak berdaya dan ketakutan yang amat sangat, melihat orang lain terluka atau meninggal, menghadapi banyak stresor setelah kejadian traumatis yang dialami, seperti kehilangan anggota keluarga, kehilangan pekerjaan atau tempat tinggal (Markowitz et al. 2015).

Selain itu faktor risiko lain yang memperberat PTSD yaitu jenis kelamin.

Berdasarkan epidemiologinya, wanita memiliki risiko lebih besar untuk mengalami PTSD daripada pria. Hal ini disebabkan kerana rendahnya sintesis serotonin serta tingginya prevalensi wanita untuk menjadi korban dalam peristiwa traumatis seperti pemerkosaan dan kekerasan. Sedangkan faktor yang memperberat PTSD pada individu antara lain masalah kesehatan yang dimiliki, penggunaan alkohol, sosial ekonomi yang rendah, perasaan yang tidak aman, tingkat pendidikan yang rendah, status sebagai minoritas, dan banyaknya jumlah tanda atau gejala yang dialami (Erwina Ira., 2010).

2.2.6 Diagnosis

Diagnosis Post Traumatic Stress Disorder dapat ditegakkan berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder 5th Edition dan PPDGJ-III.

Menurut DSM – 5 Post traumatic Stress Disorder digolongkan kedalam Trauma- and Stressor Related Disorders. Sedangkan dalam PPDGJ-III gangguan ini

(13)

dimasukan kedalam golongan Gangguan Neurotik, Gangguan Somatoform dan Gangguan Terkait Stres pada kategori Reaksi Terhadap Stres Berat dan gangguan Penyesuaian (F.43) (Maslim, R ., 2013).

Tabel 1. Diagnostic Criteria Post Traumatic Stress Disorder menurutDSM-5 Diagnostic Criteria :

A. Exposure to actual or threatened death, serious injury, or sexual violence in one (or more) of the following ways:

1. Directly experiencing the traumatic event(s).

2. Witnessing, in person, the event(s) as it occurred to others.

3. Learning that the traumatic event(s) occurred to a close family member or close friend. In cases of actual or threatened death of a family member or friend, the event(s) must have been violent or accidental.

4. Experiencing repeated or extreme exposure to aversive details of the traumatic event(s) (e.g., first responders collecting human remains: police officers repeatedly exposed to details of child abuse).

B. Presence of one (or more) of the following intrusion symptoms associated with the traumatic event(s), beginning after the traumatic event(s) occurred:

1. Recurrent, involuntary, and intrusive distressing memories of the traumatic event(s).

2. Recurrent distressing dreams in which the content and/or affect of the dream are related to the traumatic event(s).

3. Dissociative reactions (e.g., flashbacks) in which the individual feels or acts as if the traumatic event(s) were recurring. (Such reactions may occur on a continuum, with the most extreme expression being a complete loss of awareness of present surroundings.)

4. Intense or prolonged psychological distress at exposure to internal or external cues that symbolize or resemble an aspect of the traumatic event(s).

5. Marked physiological reactions to internal or external cues that symbolize or resemble an aspect of the traumatic event(s).

C. Persistent avoidance of stimuli associated with the traumatic event(s), beginning after the traumatic event(s) occurred, as evidenced by one or both of the following:

1. Avoidance of or efforts to avoid distressing memories, thoughts, or feelings about or closely associated with the traumatic event(s).

2. Avoidance of or efforts to avoid external reminders (people, places, conversations, activities, objects, situations) that arouse distressing memories, thoughts, or feel ings about or closely associated with the traumatic event(s).

D. Negative alterations in cognitions and mood associated with the traumatic event(s), beginning or worsening after the traumatic event(s) occurred, as evidenced by two (or more) of the following:

1. Inability to remember an important aspect of the traumatic event(s) (typically due to dis sociative amnesia and not to other faktors such as

(14)

head injury, alcohol, or drugs).

2. Persistent and exaggerated negative beliefs or expectations about oneself, others, or the world (e.g., “I am bad,” “No one can be trusted,” ‘The world is completely dangerous,” “My whole nervous system is permanently ruined”).

3. Persistent, distorted cognitions about the cause or consequences of the traumatic event(s) that lead the individual to blame himself/herself or others.

4. Persistent negative emotional state (e.g., fear, horror, anger, guilt, or shame).

5. Markedly diminished interest or participation in significant activities.

6. Feelings of detachment or estrangement from others.

7. Persistent inability to experience positive emotions (e.g., inability to experience happiness, satisfaction, or loving feelings).

E. Marked alterations in arousal and reactivity associated with the traumatic event(s), beginning or worsening after the traumatic event(s) occurred, as evidenced by two (or more) of the following:

1. Irritable behavior and angry outbursts (with little or no provocation) typically expressed as verbal or physical aggression toward people or objects.

2. Reckless or self-destructive behavior.

3. Hypervigilance.

4. Exaggerated startle response.

5. Problems with concentration.

6. Sleep disturbance (e.g., difficulty falling or staying asleep or restless sleep).

F. Duration of the disturbance (Criteria B, C, D, and E) is more than 1 month.

G. The disturbance causes clinically significant distress or impairment in sosial, occupational, or other important areas of functioning.

H. The disturbance is not attributable to the physiological effects of a substance (e.g., medication, alcohol) or another medical condition

American Pcychiatric Association. (2013). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder. 5th ed. Washington, DC: American Pcychiatric Publishing.

Sementara itu penegakan diagnosis untuk Post Traumatic Stress Disorder dapat melalui kriteria diagnosis menurut PPDGJ-III yaitu :

• Diagnosis baru ditegakan bilamana gangguan ini timbul dalam kurun waktu 6 bulan setelah kejadian traumatis berat (masa laten yang berkisar antara beberapa minggu sampai beberapa bulan, jarang sampai melampaui 6 bulan).

(15)

Kemungkinan diagnosis masih dapat ditegakkan apabila tertundanya waktu mulai saat kejadian dan onset gangguan melebihi waktu 6 bulan, asal saja manifestasi klinisnya adalah khas dan tidak didapat alternatif kategori gangguan lainnya.

• Sebagai bukti tambahan selain trauma, harus didapatkan bayang - bayang atau mimpi- mimpi dari kejadian traumatis tersebut secara berulang - ulang kembali ( flashback).

• Gangguan otonomik, gangguan afek dan kelainan tingkah laku semuanya dapat mewarnai diagnosis tetapi tidak khas.

• Suatu “sequelae” menahun yang terjad lambat setelah stres yang luar biasa, misalnya saja beberapa puluh tahun setelah trauma, diklasifikasikan dalam kategori F62.0 (perubahan kepribadian yang berlangsung lama setelah mengalami katasfora).

2.2.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan penderita PTSD dapat dilakukan dengan farmakoterapi dan Psikoterapi. Pemberian farmakoterapi merupakan pegobatan penting untuk penderita PTSD dengan disesuaikan berdasarkan tingkat keparahan gejala dan gejala spesifik yang dialami penderita.

a. Farmakoterapi

Pemberian SSRI atau Selective Serotonin Re- uptake Inhibitor merupakan obat lini pertama. Obat golongan ini akan bekerja sebagai penghambat pengambilan kembali serotonin di celah sinaps sehingga jumlah serotonin dicelah sinaps semakin bertambah. Sehingga golongan ini efektif untuk semua gejala penderita PTSD dan memiliki efek samping paling minimal.

Ada lima golongan SSRI yang dapat digunakan untuk penderita PTSD,

(16)

yaitu Zoloft (setraline), Paxil (paroxetine), Prozac (fluoxetine), Luvox (Fluvoxamine), Celaxa (citalopram) (Rosss, D ., 1999).

Gejala yang dapat obati dengan golongan SSRI antara lain ; Pikiran yang intrusif, flashback, ketakutan yang berhubungan dengan trauma, panik, menghindar, emosi tumpul/numbing, gejala disasosiatif, mudah marah/tersinggung, sulit konsentrasi dan rasa bersalah.

Selain itu terdapat golongan psikotropika lain yang juga diajurkan untuk mengobati gejala PTSD yang timbul seperti golongan anti-depresi trisiklik (Amitriptyline dan Imipramine), mood stabilizers, golongan SNRI (Venlafaxine) dan antiansietas (Benzodiazepine)(Nurtanty, N.D., 2009).

b. Psikoterapi

Pendekatan psikoterapi setelah mengalami peristiwa traumatis harus bersamaan dengan edukasi dan pembentukan mekanisme koping serta penerimaan terhadap peristiwa yang dialami. Ketika mengalami gangguan PTSD dapat dilakukan dua pendekatan yaitu membayangkan peristiwa traumatis untuk meningkatkan mekanisme koping. Pendekatan kedua yaitu penatalaksanaan stres yang dialami dengan teknik relaksasi dan pendekatan kognitif. Terapi individual, terapi kelompok dan terapi keluarga juga efektif dalam penatalaksanaan PTSD.

Penatalaksanaan dengan psikoterapi lainnya yang dapat digunakan untuk penderita PTSD antara lain, Cognitive Behavioral Therapy (CBT), Prolonged Exposure, Stress inoculation Training, Imagery Rehearsal Theraphy (IRT), CPT, EMDR, Psychodinamic therapy, Hypnosis dan Debriefing. Penatalaksanaan psikoterapi tersebut menggunakan

(17)

pendekatan fungsi kognitif pasien untuk mengurangi gejala yang terjadi pasca trauma (Markowitz et al. 2015).

2.2 Kecelakaan Lalu Lintas 2.2.1 Kecelakaan Lalu Lintas

Peraturan Pemerintah (PP) No 43 Tahun 1993 menyatakan bahwa : a. Kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak

disangka – sangka dan tidak disengaja melibatkan kendaraan yang sedang bergerak dengan atau tanpa pemakai jalan lainnya, mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda.

b. Kecelakaan lalu lintas sebagaimana yang dimaksud diatas berdasarkan ayat (a) dapat berupa :

1. Korban mati 2. Korban luka berat 3. Korban luka ringan

c. Korban mati sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (b) angka 1 adalah korban yang dipastikan mati sebagai akibat kecelakaan lalu lintas dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah kecelakaan tersebut.

d. Korban luka berat sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (b) angka 2 adalah korban yang karena luka-lukanya menderita cacat tetap atau harus dirawat dalam jangka waktu lebih dari 30 (tiga puluh) hari sejak terjadi kecelakaan.

e. Korban luka ringan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (b) angka 3 adalah korban yang tidak termaksud dalam pengertian ayat (c) dan (d).

(18)

Data dari Markas Besar Polisi Republik Indonesia mulai dari Januari hingga Februari 2012, kasus kecelakaan lalu lintas yang terjadi sebanyak 9.884 kasus, dengan korban meninggal dunia 1.547 orang, luka berat 2.562 orang, dan luka ringan 7.564 orang (Qoriyah NM. .,2012).

Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 menunjukkan cedera akibat kecelakaan lalu lintas lebih tinggi pada pria yaitu 31,9% dibandingkan wanita 19,8% dan kelompok umur terbanyak mengalami kecelakaan lalu lintas ialah usia 15-59 tahun sebesar 38,8% (Riyadina W ., 2009).

2.2.2 Personality (Kepribadian)

Kepribadian digunakan sebagai deskriptif global untuk perilaku seseorang yang dapat diamati secara objektif dan dinilai secara subjektif. Kata kepribadian dapat dijadikan kata sifat yang dapat memberikan makna psikiatri seperti pasif dan agresif atau kata tanpa konotasi patologis seperti ambius. Serangkaian perilaku tersebut dapat menghasilkan diagnosis gangguan kepribadian yang berdampak bagaimana seseorang akan bersikap pada keadaan tertentu (Sadock, B.J. &

Sadock, V.A., 2010).

Personality Disorder merupakan gangguan dalam prilaku yang memberikan dampak atau nilai negatif oleh masyarakat. Penyebab adanya perkembangan kepribadian adalah proses interaksi individu dengan lingkungan.

Biasanya terjadi saat remaja dan dapat berkembang hingga dewasa. Sehingga perilaku individu terbentuk menjadi individu yang periang atau pendiam, menaati peraturan atau melanggar peraturan serta bersosialisasi atau antisosial.

Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder edisi kelima (DSM-5) Personality Disorder adalah pengalaman dan perilaku yang

(19)

menyimpang secara nyata dari budaya. Dalam DSM- 5 kepribadian digolongkan menjadi tiga cluster. Cluster A mencakup gangguan kepribadian paranoid, skizoid dan szikotipal, individu dengan gangguan ini sering dianggap sebagai orang aneh dan eksentrik. Cluster B terdiri atas gangguan kepribadian gangguan antisosial, ambang, histrionik dan narsisistik, individu dengan gangguan ini sering tampak dramatik, emosional dan tidak stabil. Sedangkan cluster C yaitu gangguan dengan kepribadian avoidant, dependent dan obsesif kompulsif serta kategori lain yang disebutkan gangguan kepribadian yang tidak digolongkan seperti kepribadian agresif dan pasif serta gangguan kepribadian depresif, biasanya orang dengan gangguan ini mengalami kecemasan dan ketakutan.

Individu yang memiliki personality tipe cluster B khususnya kepribadian antisosial dan emosional yang tidak stabil akan cenderung memiliki sikap tidak perduli terhadap norma, peraturan dan kewajiban sosial. Hal ini dapat dihubungkan dengan bagaimana cara indivu berkendara atau berlalu lintas karena individu dengan kepribadian antisosial dan emosional tidak stabil akan memiliki kecenderungan melanggar aturan lalu lintas (Maslim, R., 2013).

2.3 Hubungan antara PTSD dengan Kecelakaan Lalu Lintas

Kecelakaan lalu lintas menurut UU RI Pasal 1 No. 22 tahun 2009 adalah suatu peristiwa di jalan raya yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan kerugian. Peristiwa kecelakaan lalu lintas akan menimbulkan luka fisik maupun perasaan terkejut dan trauma bagi individu yang mengalaminya.

Pasal 299 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) menjelaskan bahwa kecelakaan lalu lintas dikelompokkan atas kecelakaan lalu lintas ringan, sedang

(20)

dan berat. Kecelakaan lalu lintas ringan yaitu kecelakaan yang menyebabkan kerusakan kendaraan atau barang. Kecelakaan lalu lintas sedang yaitu kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan kendaraan atau barang.

Sedangkan kecelakaan lalu lintas berat yaitu kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat. Kecelakaan lalu lintas dapat disebabkan karena kelalaian pengguna jalan dalam menaati peraturan, kerusakan kendaraan serta kerusakan jalan raya atau lingkungan.

Berdasarkan pengelompokkan kecelakaan lalu lintas tersebut, terdapat dua jenis luka yang diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas yaitu luka ringan dan luka berat. Luka ringan adalah luka yang dialami tidak membahayakan jiwa dan/atau tidak memerlukan pertolongan/perawatan lebih lanjut di rumah sakit. Contohnya luka lecet. Sedangkan luka berat adalah luka yang mengakibatkan korban kehilangan salah satu panca indra atau cacat, terganggunya daya pikir, keguguran atau matinya janin dalam kandungan serta luka yang membutuhkan perawatan dirumah sakit lebih dari 30 hari. Contohnya cedera kepala dan tangan yang diamputasi (Wedasana, A.S., 2011).

Lebih dari 80% pasien yang masuk ke ruang gawat darurat adalah disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, berupa tabrakan sepeda motor, mobil, sepeda dan penyeberang jalan yang ditabrak (Japardi, I .,2009). Luka terbanyak akibat dari kecelakaan lalu lintas adalah luka lecet yaitu 39,62% dan lokasi luka terbanyak terdapat pada regio frontalis et orbitalis sedangkan patah tulang terbanyak terdapat pada os. frontal sebesar 19,40%. Cedera kepala akibat dari kecelakaan lalu lintas banyak terjadi pada individu dengan usia 11-30 tahun yaitu sebesar 48,27%. Pria menjadi korban paling besar untuk kasus kecelakaan lalu

(21)

lintas yaitu sebesar 67,27% dimana cedera kepala merupakan penyebab utama kematian korban (Rahmi, W .,2002).

Dampak yang ditimbulkan oleh peristiwa kecelakaan lalu lintas tidak hanya luka fisik, tetapi juga berdampak pada psikologis individu yang mengalaminya. Hal ini dikarenakan kecelakaan lalu lintas merupakan suatu peristiwa traumatis yang apabila terjadi luka berat atau menyaksikan orang lain meninggal akan menjadi stresor bagi individu tersebut. Stresor ini akan menimbulkan stres akut bahkan PTSD.

Faktor risiko yang mengakibatkan individu mengalami PTSD antara lain, faktor biologis, psikologis dan sosial. Dari segi biologis, individu akan lebih cenderung menderita PTSD jika memiliki riwayat keluarga yang menderita gangguan jiwa seperti cemas dan depresi. Sedangkan dari segi psikologis yang dapat memperkuat timbulnya PTSD yaitu kepribadian dan pola asuh orang tua sejak kecil. Hal ini erat kaitannya karena kepribadian individu diciptakan berdasarkan pola asuh orang tua. Individu yang memiliki kecenderungan menderita PTSD merupakan individu dengan kepribadian ambang danavoiden dengan dominan sikap ansietas yang tinggi, sedangkan dependen dan obsesif kompulsif lebih dominan dengan sikap depresif. Segi sosial juga mempengaruhi munculnya gangguan PTSD misalnya individu dengan kecelakaan lalu lintas berada dalam status sosial ekonomi rendah. Hal ini bisa menjadi stresor sehingga menimbulkan PTSD karena kekurangan biaya untuk pengobatan dan kepentingan lainnya (Sadock, B.J. & Sadock, V.A., 2010).

(22)

BAB III SIMPULAN

Post Traumatic Stress Disorder adalah sindrom yang muncul setelah seseorang melihat, mendengar atau terlibat dalam stresor traumatis yang ekstrem. PTSD terjadi karena paparan peristiwa traumatis dan didefinisikan berdasarkan cluster gejala yang berbeda antara lain kembali merasakan sedang dalam peristiwa trauma atau flashback, menghindar dan emosi tumpul dan gejala tersebut tetap bertahan selama lebih dari 1 bulan. Dampak yang timbulkan oleh peristiwa kecelakaan lalu lintas tidak hanya luka fisik, tetapi juga berdampak pada psikologis. Kecelakaan lalu lintas berat dapat menjadi stresor bagi individu yang mengalaminya. Hal ini akan menimbulkan stres akut bahkan PTSD.

Faktor risiko yang mengakibatkan individu mengalami PTSD antara lain, faktor biologis, psikologis dan sosial. Dari segi biologis, individu akan lebih cenderung menderita PTSD jika memiliki riwayat keluarga yang menderita gangguan jiwa seperti cemas dan depresi. Sedangkan dari segi psikologis yang dapat memperkuat timbulnya PTSD yaitu kepribadian dan pola asuh orang tua sejak kecil. Hal ini erat kaitannya karena kepribadian individu diciptakan berdasarkan pola asuh orang tua. Individu yang memiliki kecenderungan menderita PTSD merupakan individu dengan kepribadian ambang danavoidant dengan dominan sikap ansietas yang tinggi, sedangkan dependent dan obsesif kompulsif lebih dominan dengan sikap depresif. Segi sosial juga mempengaruhi munculnya gangguan PTSD misalnya individu dengan kecelakaan lalu lintas berada dalam status sosial ekonomi rendah. Hal ini bisa menjadi stresor sehingga

(23)

menimbulkan PTSD karena kekurangan biaya untuk pengobatan dan kepentingan lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

American Pcychiatric Association. 2013. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder. 5th ed. Washington, DC: American Pcychiatric Publishing.

American Pcychiatric Association. 2000 . Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder. 4th ed. Revisi teks.Washington, DC:American Pcychiatric Association.

Connor, K. M & Butterfield, M.I. 2003. Post Traumatic Stress Disorder, Focus The Journal of Lifelong Learning in Psychiatry, 1(3), pp: 247-262.

Erwina Ira., 2010. Pengaruh Cognitive Behavior Therapy Terhadap Post- Traumatic Stress Disorder Pada Penduduk Pasca Gempa Di Kelurahan Air Tawar Barat. (Tesis). Jakarta : Universitas Indonesia.

First . B Michael, . Reed Geoffreym, Hyman S, Shekharsaxena. 2015. The development of the ICD-11 Clinical Descriptions and Diagnostic Guidelines for Mental and Behavioural Disorders. USA. Dept. of Psychiatry. Report number: 14:1.

Japardi I. 2009. Patologi dan Fisiologi Cedera Kepala. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer.

Lulie Y, Hatmoko JT. 2006. Analisis Hubungan Kecepatan dengan Tebal Helm yang Direkomendasikan. Jurnal Teknik Sipil. 6(2):171-84

Markowitz, J.C. et al., 2015. Is Exposure Necessary ? A Randomized Clinical Trial of Interpersonal Psychotherapy for PTSD. , (May).

Maslim, Rusdi. 2013. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa.

Jakarta: PT Nuh jaya.

Nurtanty, N.D., 2009. Post- Traumatic Stress Disorder (PTSD)., 3(2),pp.4-10.

Prabandari, N.P. et al., 2015. Pengaruh Cognitive Behavioral Therapy (CBT) Terhadap Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) Pada Pasien Post Kecelakaan Lalu Lintas di RSUP Sanglah Denpasar., 3(2), pp.22–26.

(24)

Qoriyah NM. Perbedaan Kelelahan Mata yang Terpapar Silau dalam Mengemudi Angkot pada Siang Hari dan Malam Hari Trayek Johar Banyumanik. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2012; 1(2):777-84.

Rahmi W., 2002. Gambaran Cedera Kepala Korban Kecelakaan Yang Dilakukan Pemeriksaan Luar Jenazah di Bagian Forensik RSUP Dr. M.

Djamil Padang periode 1 Januari 1997 – 31 Desember 2000. Padang:

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang.

Riyadina W, Suhardi, Perm

ana M. Pola dan Determinan Sosiodemografi Cedera Akibat Kecelakaan Lalu Lintas di Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia. 2009; 59(10): 464-72.

Santiago, P.N. et al., 2013. A Systematic Review of PTSD Prevalence and Trajectories in DSM-5 Defined Trauma Exposed Populations : Intentional and Non-Intentional Traumatic Events. , 8(4), pp.1–6.

Sun, Y. et al., 2013. Alterations in White Matter Microstructure as Vulnerabilit y Factors and Acquired Signs of Traffic Accident- Induced PTSD. , 8(12), pp.1–13.

Sadock, B.J. & Sadock, V.A. 2007. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. 10 th edition. Philadelphia:

Lippincott Williams and Wilkins.

Sadock, B.J. & Sadock, V.A. 2010. Kaplan & Sadock’s Concise textbook of Clinical Psychiatry. 2th edition. Jakarta : ECG.

Wedasana, A.S., 2011. Analisis Daerah Rawan Kecelakaan dan Penyusunan Database Berbasis Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus Kota Denpasar).

(Tesis). Denpasar : Universitas Udayana.

(25)

LOGBOOK ELECTIVE STUDY TAHAP I MAHASISWA PSPD FK UNUD

Nama Mahasiswa : Nurul Fatin

NIM : 1502005050

Dosen Pembimbing I : dr. Ni Ketut Sri Diniari, SpKJ Dosen Pembimbing II : dr. Anak Ayu Sri Wahyuni, SpKJ

No. Hari/Tanggal Aktivitas Tanda Tangan

Dosen pembimbing 1 Jumat/

15 Juli 2016

Perkenalan pembimbing I dan konsultasi topik

2 Senin/

18 Juli 2016

Konsultasi topik bersama Pembimbing I

3 Rabu/

20 Juli 2016

Konsultasi BAB I bersama Pembimbing I

Kamis/

21 Juli 2016

Konsultasi judul dan pembahasan BAB II oleh Pembimbing I

4 Jumat/

22 Juli 2016 Pembuatan BAB II dan BAB III 5 Sabtu/

23 Juli 2016

Revisi BAB I, II, dan III oleh Pembimbing I

6 Minggu/

24 Juli 2016

Revisi kembali BAB I, II, dan III oleh Pembimbing I

Denpasar, 25 Juli 2016

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II,

(26)

dr. Ni Ketut Sri Diniari, SpKJ dr. Anak Ayu Sri Wahyuni, SpKJ (NIP. 19670414 199703 2 005) (NIP. 19640819 199503 2 001)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) pada remaja Teluk Dalam pasca 8 tahun bencana gempa bumi di Pulau Nias. Untuk

Kecelakaan lalu lintas tersebut dapat mengakibatkan dampak psikologis seperti trauma, gangguan mental pada korban atau keluarga korban yang masih selamat. Dinamika psikologis

Pengaruh Menulis Jurnal Harian Terhadap Trauma Psikologis pada Remaja Tuna Daksa Pasca Mengalami Kecelakaan Lalu Lintas Remaja yang mengalami kecelakaan lalu lintas dapat

Post Traumatic Stress Disorder, Trauma, Fatigue, Depression, Headaches..

Upaya untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keparahan korban kecelakaan lalu lintas yang terbagi menjadi tiga kategori, yaitu meninggal dunia, luka berat, dan luka

Gangguan stress pascatrauma (posttraumatic stress disorder–PTSD) adalah suatu sindrom yang timbul setelah seseorang melihat, terlibat didalam, atau mendengar stresor traumatik

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) pada remaja Teluk Dalam pasca 8 tahun bencana gempa bumi di Pulau Nias.. Untuk

c Jumlah korban kecelakaan lalu lintas JKOj Jumlah korban mati, luka berat atau luka-luka yang diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas yang terjadi pada suatu ruas jalan, persimpangan