• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Belajar dalam Tafsir Surah As Sajdah Ayat 7-9

N/A
N/A
Edlin Edwieka

Academic year: 2024

Membagikan "Potensi Belajar dalam Tafsir Surah As Sajdah Ayat 7-9 "

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Potensi Belajar dalam Tafsir Surah As Sajdah Ayat 7-9

Edlin Edwieka Anantasha Aufadilla [email protected]

trus makhluk satu tu..

Abstrak

Allah menciptakan segala sesuatu dalam bentuk yang sempurna sesuai dengan tugas dan fungsinya. Begitu pun manusia menjadi makhluk paling sempurna di antara makhluk yang lain. Oleh karena itulah manusia mengemban tugas sebagai khalifah di bumi. Agar dapat menjalankan peran dan fungsinya dengan baik, manusia tidak bisa terlepas dari Pendidikan. Pendidikan Islam sangat berperan dalam membekali manusia. Tujuan penulisan jurnal ini adalah untuk menggali dan mendeskripsikan konstektualisasi Al Quran Surah As Sajdah ayat 7-9 dalam Proses Pendidikan Agama Islam. Hasil dari penelitian ini yaitu 1) Q.S As Sajdah ayat 7-9 mengandung makna utama yaitu;

pengakuan keimanan kepada Allah SWT, memperhatikan komponen-komponen dasar Pendidikan, menggunakan metode sistematis-pragmatis, 2) Pendidikan dan pembelajaran akan optimal memperoleh hasil jika mengoptimalkan petensi indera manusia berupa pendengaran, penglihatan, dan akal(hati), 3) Al Quran Surah As Sajdah ayat 7-9 dalam pendidikan Islam dapat difahami dari berbagai sudut pandang yaitu dimensi fisiologis, psikologis, teologis dan sosiologi Pendidikan serta sikap terbuka dan menerima informasi dari berbagai ilmu dapat meminalisir dikotomi ilmu dan melahirkan orang-orang yang terdidik dengan kemampuan multidisiplin.

Kata Kunci: Manusia, Pendidikan, Q.S As Sajdah, Potensi Indera.

(2)

Abstract

Allah created everything in a perfect form according to its duties and function.

Likewise, humans are the most perfect sreatures among other creatures. Tahat is why humans carry out their duties as caliph on earth. In odrer to carry out their roles and functions properly, humans cannot be separated from education. Islamic education is plays a very important role in equipping humans. Tehe purpose of writing this jurnal is to explore and describe the contextualization of the Al Quran Surah As Sajdah verses 7- 9 in the Process of Islamic Eucation. The result of this study are; 1) Islamic education in Q.S As Sajdah verses 7-9 contains the main meaning, namely; confession of faith in Allah SWT, paying attention to the basic components of education, using a systematic- pragmatic method, 2) education and learning will get optimal result if optimizing the potential of the human senses in the form hearing, sight and reason (heart), 4) Al Quran Surah As Sajdah verses 7-9 in Islamic education can be understood from various point of view, namely physiological, phylogical, and teology and sociology of education as well as an open attitude and receiving information from various sciences can minimize the dichotomy of knowlwdge and give birth to educated people with multidisciplinary abilities.

Keywors: Humans, Education, Q.S As Sajdah, Potencial Sense.

(3)

Pendahuluan

Manusia diciptakan Allah dalam bentuk yang paling sempurna.

Kesempurnaan manusia ini dapat dilihat dari segi bentuk fisik, psikologis, sosial, dan semua aspek yang melekat padanya sebagai fitrah yang dianugerahkan Allah. Oleh kerena itulah dari sekian banyak makhluk yang telah Allah ciptakan di muka bumi ini hanya manusialah yang mengemban tugas dan tanggung jawab yang kelak akan dihisab di akhirat kelak. Manusia menjadi khalifah di bumi yang bertanggung jawab mengatur, mengelola dan menjaga kelestarian alam ini.

Peran manusia itu menuntut keniscayaan adanya kemampuan dan wawasan yang luas untuk melaksanakan tugas dan perannya dengan baik. Allah telah banyak memberikan motivasi yang sangat besar kepada manusia untuk selalu mengembangkan dirinya. Potensi atau fitrah yang dimiliki manusia tidak dapat berkembang optimal dengan sendirinya tanpa adanya usaha sadar manusia itu sendiri dalam mengembangkannya. Usaha dan proses yang dapat dilakukan adalah dengan pelatihan-pelatihan yang dalam arti luas disebut pendidikan. Pendidikan menjadi sangat urgent berperan dalam proses kedewasaan manusia secara fisik dan psikis.

Telah banyak ayat maupun hadist tentang pentingnya ilmu dan sekaligus yang menjadi dasar pentingnya pendidikan dan menuntut ilmu bagi manusia. Dengan pendidikan yang efektif diharapkan manusia akan terus berkembang dalam hal kemempuan dan kedewasaannya. Tak terlepas dari segala

fenomena perubahan yang deras ini, dunia pendidikan islam juga mau tidak mau harus mengalami pergeseran yang konsep dan paradigma sehingga mampu membangun bangsa, memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.

Pemahaman konsep, ajaran agama islam yang komperehensif akan melahirkan paradigma yang utuh dalam pendidkan agama islam. Sehingga bukan hanya pemahaman secara parsial saja.

Pemahaman agama yang sempit seringkali memicu terciptanya perpecahan umat bahkan antar umat bernegara, khususnya dalam lingkup negara majemuk keindonesiaan.

Tujuan umum pendidikan islam adalah terwujudnya pribadi muslim yang akalnya berkembang, bersedia menerima kebenaran ilmu pengetahuan, cakap mengaplikasikan pengetahuan yang dimilikinya. Pendidikan islam memposisikan manusia manusia sebagai objek sekaligus juga objek pendidikan yang tidak terlepas nilai. Hidup dan kehidupan manusia selalu terikat nilai- nilai yang terkandung dalam hakikat penciptaannya. Konsekuensi logis dari yang diperoleh adalah ketika manusia dalam menjalankan kehidupannya sejlan dengan hakikat tersebut secara sikap dan pengetahuannya, maka ia akan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Namun sebaliknya, jika menyimpang bahkan mengingkarinya maka kerugiaan dan kehancuranlah yang akan didapat. 1(referensi no 1)

1 Rahmat Hidayat, Ilmu Pendidikan Islam, Menuntun Arah Pendidikan Islam Indonesia (Medan: LPPPI, 2016), 4-5.

(4)

Metode Penelitian

Adapun metode penelitian dalam penulisan ini adalah, penulisan dengan metode penelitian kepustakaan (library research), yaitu dengan mengadakan penelaahan terhadap sejumlah buku- buku, jurnal, dokumentasi-dokumentasi dan majalah-majalah, berbagai literatur, ensiklopedia islam, berbagai literatur dan referensi lainnya guna menemukan dasar-dasar teoritis yang dapat

mendukung data-datadalam

pembahasan ini. Metode yang digunakan sangat menentukan untuk mencapai hasil yang digunakan. Oleh karena itu metode yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif analisis yaitu suatu usaha

mengumpulkan, menyusun,

menginterpretasikan data yang ada kemudian menganalisa data tersebut.

Dan menggambarkan serta menelaah secara lebih jelas dari berbagai sumber berkaitan dengan pembahasan.

(Arikunto,2007)2

Pembahasan

Pengertian Potensi Belajar Potensi berasal dari bahasa Inggris yaitu potency, potential dan potentiality. Masing-masing kata tersebut mempunyai arti tersendiri. Kata potency yang berarti kekuatan, gaya, tenaga dan kemampuan. Kemudian kata potential memiliki arti kemampuan yang terpedam dan memiliki kemungkinan untuk bisa dikembangkan serta apat menjai aktual. Sedangkan kata potentiality berarti karakteristik

2 Suharsimi Arikunto. (2007). Manajemen Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta

atau ciri khas yang mempunyai satu kemampuan, daya atau kekuatan bertingkah laku untuk masa mendatang yang dilakukan dengan cara tertentu.

Pada kajian studi Islam, potensi diistilahkan dengan fitrah. Fitrah berasal dari Bahasa Arab yaitu fithrah jamaknya fithar, yang berarti tabiat, perangai, kejadian, asli, agama, ciptaan.3 (referensi I no 51 ~ bab III potensi belajar). Istilah fitrah iambil dari akar kata al-fithr yang memiliki arti belahan. Fitrah juga dapat diartikan sebagai ciptaan, setiap sifat yang mau disifati dengan masa awal penciptaanya, setiap sifat manusia yang aa sejak lahir, agama as-sunnah.4 (referensi no 52) Apabila pengertian potensi dikaitkan dengan penciptaan manusia, maka potensi merupakan kemampuan dasar yang diberikan allah kepada manusia sampai pada akhir hayat, yang masih terpedam dalam dirinya untuk diwujukan menjadi sesuatu yang manfaat nyata alam kehidupan baik di dunia maupun akhirat nanti.5 (referensi no 53 ).

Menurut pandangan ulama dan ilmuwan Islam makna fitrah berarti kemampuan dasar dalam setiap perkembangan yang dianugrahkan kepada manusia oleh Allah. Komponen- komponen penting yang terdapat dalam fitrah diantaranya yaitu: pertama, kemampuan dasar untuk beragama islam (ain al qayyimah). Kedua, bakat (muwahib) dan kecederungan

3 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara PenterjemahPenafsir Al- Qur’an

4 Muhaimin, dkk, Paradigma Pendidikan Islam, Upaya mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, h. 16.

5 Slamet Wiyono, Manajemen Potensi Diri, (Jakarta: Grasindo, 2004), h. 37-38.

(5)

(qabiliyah) yang mengacu terhadap iman kepada Allah. Ketiga, naluri dan wahyu.6 (referensi no 54). Keempat, kemampuan dasar untuk beragama.

Kelima, kemampuan untuk merespon terhadap pengaruh luar.7 (referensi no 55). Sehingga fitrah merupakan komponen yang dinamis, responsif terhadap pengaruh lingkungan luar, termasuk juga pengaruh pendidikan.

Komponen dasar tersebut yaitu bakat, insting, nafsu dan karakter.8 (referensi no 56).

Jadi potensi atau fitrah adalah kemampuan manusia sejak lahir yang perlu dikembangkan khususnya lewat kependidikan untuk menjadi lebih baik yang ditiupkan oleh Allah sejak masih dalam kandungan.9 (referensi no 57).

Islam memandang umat manusia sebagai makhluk yang dilahirkan degan tangan kosong, tak memiliki ilmu pengetahuan. Akan tetapi, Allah SWT memberikan potensi yang bersifat jasmaniah dan rohaniah untuk belajar dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan manusia itu sendiri.

Potensi-potensi tersebut terdapat dalam organ-organ fisio-psikis manusia yang berfungsi sebagai alat-alat penting untuk melakukan kegiatan belajar.

Adapn ragam alat fisio-psikis itu,

6 Azimatil Khoirot, “Studi Komparatif Tentang Konsep Potensi Anak Didik dalam Perspektif John Dewey dan Pendidikan Islam”, h. 190- 191.

7 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:

Bumi Aksara, 2003), h. 49.

8 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:

Bumi Aksara, 1996), h. 48-50.

9 Azimatil Khoirot, “Studi Komparatif Tentang Konsep Potensi Anak Didik dalam Perspektif John Dewey dan Pendidikan Islam”, h. 181.

seperti yang terungkap dalam beberapa firman Allah SWT. Sebagai berikut.

I. Penafsiran Makna Al Quran Surah As-Sajadah: 7-9

(As-Sajdah/32:7)

َاَدَََبَو ٗهَقَلَخ ٍءْي َش ّلُك َنَسْحَا ْٓيِذّلا /ةدجّسلا ) ٍنْيِط ْنِم ِناَسْنِ ْلا َقْلَخ 32:7 ( Terjemahan

7.(Dia juga) yang memperindah segala sesuatu yang Dia ciptakan dan memulai penciptaan manusia dari tanah. (As- Sajdah/32:7)

(As-Sajdah/32:8)

ٍء ّم ْنّم ٍةَلٰل ََُس ْنِم ٗهَل ََْسَن َلَََعَج ّمُثۤا

ٍنْيِهّم

ۚ /ةدجّسلا ) 32:8

( Terjemahan

8.Kemudian, Dia menjadikan keturunannya dari sisa pati air yang hina (air mani). (As-Sajdah/32:8)

ِحْو ّر ْنِم ِهََََْيِف َخَفَنَو ُهىّٰوََََس ّمُثَ

ٖه

َراََََصْبَ ْلاَو َعْم َّ ََََسلا ُمُكَل َلَََََعَجَو َنْو ُرُك ْشَت اّم للْيِلَق َدَِْٕفَ ْلاَوَۗة /ةدجّسلا ) 32:9

( Terjemahan

9.Kemudian, Dia menyempurnakannya dan meniupkan roh (ciptaan)-Nya ke dalam (tubuh)-nya. Dia menjadikan pendengaran,penglihatan dan hati Nurani untukmu. Sedikit kali kamu bersyukur. (As-Sajdah/32:9)

1. Tafsir Mufradat

َنسسسسسسسسس ْحَا (sebaik-baiknya) َ berarti membuat sesuatu menjadi lebih baik. Kebaikannya diukur pada potensi dan kesiapannya secara sempurna mengemban fungsi yang

(6)

dituntut darinya. Pisau yang baik adalah yang tajam, karena ia diciptakan untuk memotong. Kata ini menyatakan bahwa Allah SWT telah menciptakan semua ciptaan- Nya dalam keadaan sebaik-baiknya, yakni diciptakan-Nya secara sempurna agar masing-masing dapat berfungsi sebagaimanaa yang dikehendaki-Nya.

هاوسسسسسسسسسسسس (menyempurnakannya) menisyaratkannya proses lebih lanjut dari kejadian manusia setelah terbentuk organ-organnya.

ٖهِح ْوّر ْنِم (dari ruh-Nya) yakni ruh Allah SWT. Ini bukan berarti ada

“bagian” Ilahi- yang di anugerahkan kepada manusia.

Karena Allah SWT tidak terbagi, tidak juga terdiri dari unsur-unsur.

Yang dimaksud adalah ruh ciptaanya-Nya. Penisbatan ruh itu kepada Allh SWT adalah penisbatan pemuliaan dan penghormatan. Ayat ini bagaikan bekata: Dia meniupkan ke dalamnya tuh yang mulia dan terhormat dari (ciptaan)-Nya.

2. Tafsir ayat

Ibnu Katsir (1988) dalam kitab tafsirnya menjelaskan tentang ayat ini,

“Allah berfirman, bahwa Dia membuat sebaik-baiknya dan seindah- indahnya segala sesuatu yang Dia ciptakan. Dan Dia menciptakan pada permulaannya bapak manusia, Adam dari tanah liat, kemudian mencipatakan keturunannya, turun temurun dari

saripati air yang hina yakni air mani, dan Allah SWT telah menyempurnakan penciptaannya Adam yang dari tanah menjadi manusia utuh dengan sebaik baik-baiknya bentuk ke dalam tubuhnya ditiupkan roh dan diberinya pendengaran, penglihatan, hati dan akal.

Tetapi sedikit sekali di antara kamu yang pandai bersyukur atas segala nikmat Allah dan karunia-Nya itu.”

(Tafsir Al Quran Al- ‘Azhim, 1988, juz VI: 274).10

Quraish Shihab (2005) dalm kitab tafsirnya menjelaskan tentang ayat ini,

“Ayat di atas melukiskan sekelumit dari substansi manusia, Makhluk ini terdiri dari tanah dan ruh ilahi. Karena tanah, sehingga manusia dipengaruhi oleh kekuatan alam sama halnya dengan makhluk-makhluk di bumi lainnya. Ia butuh makan, minum, hubungan seks dan lain-lain. Dengan ruh, ia menigkat dari dimensi kebutuhan tanah itu walau ia tidak dapat bahkan tidak boleh melepaskannya, kerena tanah adalah bagian dari substansi kejadiannya. Ruh pun memiliki kebutuhan-kebutuhan, agar dapat terus menghiasi manusia dengan ruh, manusia diantar menuju tujuan non materi yang tidak dapat diukur di laboraturium, tidak juga dikenal oleh alam meteri. Demensi spiritual inilah yang mengantar manusia untuk cenderung pada keindahan, pengorbanan, kesetiaan, pemujaan dan lain-lain. Itulah yang mengantar menuju suatu realitas yang Maha Sempurna, tanpa cacat, tanpa batas, dan tanpa akhir (baca QS. Al-Alaq [98]: 8) dan (QS. Al-

10 Katsir, Isma’il Ibnu. (1990). Mukhtasar Tafsir Ibnu Katsir.Alih Bahasa: Salim & Said Bahreis, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir.

Surabaya: Bina Ilmu.

(7)

Insiqaq [84]: 6). Demikian manusia yang diciptakan Allah, disempurnakan ciptaannya dan dihembuskan kepadanya ruh ciptaan-Nya. Dengan gabungan unsur kejadiaannya itu manusia akan berada dalam satu alam yang hidup dan bermakna, yang dimensi melebar keluar, melampui dimensi tanah dan dimensi material.” (Shihab, 2002, : 186)11

Habib ash-Shiddiey menafsirkan ayat ini dengan,

“Dia (Allah) yang telah menciptakan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya, yang telah mengkokohkan kejadian segala sesuatu yang telah Dia ciptakan- Nya; dan Dia telah memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menyempurnakan penciptaan manusia itu, Dia tiupkan padanya dari ruh-Nya.

Dia jadikan ruh padanya dan Dia menjadikan pendengaran, penglihatan, dan hati; sedikit sekali kamu mensyukuri-Nya.”12

Setelah pada ayat sebelumnya Allah menjelaskan tentang penciptaan langit dan bumi kemudian pada ayat 7-9 ini Allah menyebutkan mulai penciptaan manusia.

Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat ini bahwa Allah telah menjelaskan bahwa Dia telah menciptakan segala sesuatu dengan ciptaan yang sebaik- baiknya dan serapi-rapinya. Ibnu Katsir mengutip ungkapan Malik yang telah

11 M. Quraish Shihab. (2002). Tafsir al- Misbah; Pesan, Kesan an Keserasian al-Quran.

Jakarta: Lentera Hati.

12 Ash-Shiiqieqy, T.M. Hasbi. (t.t). Tafsir al- Bayaan. Bandung: al-Ma’arif.

meriwayatkan dari Zaid ibnu Aslam terkait dengan makna kalimat َنَس ْحَا ْٓيِذّلا

ٗهََََََقَلَخ ٍء ْي ََََََش ّلَََََُك yakni Dzat yang menciptakan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya, seolah-olah Allah menciptakan taqdim dan ta’khir.

Kemudian setelah menyebutkan penciptaan langit dan bumi Allah menyebutkan proses penciptaan manusia.13 (referensi di file yg judulnya dimensi pend islam) (no 5)

Sedangkan menurut Syech Muhammad Sholih Al ‘Utsaimin dalam tafsirnya menjelaskan bahwa Allah adalah sang Khaliq, dan semua yang diciptakan Allah pasti dalam keadaan yang paling baik atau sebaik-baik bentuk).14 (no 6) Dengan demikian semua makhluk ciptaan Allah dalam kondisi yang sempurna dan baik sesuai dengan peran dan fungsinya di muka bumi ini.

Ibnu Utsaimin menjelaskan bahwa makna al af’idatu adalah al Quluub (hati). Allah telah menyebutkan jalan memahami dan tempat kepahaman manusia. Jalan atau cara manusia untuk memahami sesuatu adalah pendengaran dan penglihatan, sedangkan tempat kepahaman dan kesadaran itu sendiri adalah hati. Oleh karena itulah pendengaran dan penglihatan merupakan dua saluran yang menuju hati. Segala sesuatu yang didengar dan dilihat manusia akan sampai ke dalam hati sebagai tempat untuk menyadari dan memahami.15 (no 7)

13 Al Hafidz ‘Imamududdin Abi Al Fida’

Isma’il Ibnu Umar Katsir Ad Dimasyqi, Tafsir Ibnu Katsir, Juz 6 (Beirut: Darul Kutub Ilmiyah, 1998), 321-22.

14 Muhammad Sholih Al ‘Utsaimin, Tafsir Al Qur’anul Karim surah As Sajdah, Cet. I (Mesir:

Darul IbnuL Juzi, 2015), 42.

15 ‘Utsaimin, 47.

(8)

II. Konsep Pendidikan Islam menurut QS As-Sajdah 7-9

Makna pendidikan sangat luas karena tidak hanya terbatas pada interaksi seseorang murid di dalam kelas atau sekolah saja. Proses pendidikan yang sebenarnya adalah ketika terjadi transformasi tatanan sosial dalam masyarakat yang lebih luas memiliki sikap lebih bertanggung jawab, mandiri dan menjadi masyarakat yang, lebih baik. Pendidikan bisa saja berlangsung di mana saja dan kapan saja melalui semua bentuk interaksi sosial di masyarakat. 16(no 8)

Islam sangatlah apresiatif terhadap ilmu pengetahuan. Bentuk apresiatif Allah terhadap ilmu pengetahuan dapat diperhatikan melalui firman-Nya dalam Al Quran. Telah cukup banyak ayat yang secara terang-terangan memerintahkan mencari pengetahuan ataupun dalam bentuk sindiran-sindiran.

Pendidikan dalam agama islam termasuk menjadi suatu ibadah yang wajib dan utama. Kewajiban ini karena Pendidikan adalah proses internalisasi nilai-nilai agama untuk menyiapkan generasi yang takwa kepada Allah SWT. Al Quran dan Hadist nabi sebagai sumber hukum sekaligus sumber ilmu dalam islam terdapat banyak dalil yang mendorong bahkan mewajibkan para pemeluknya untuk menuntut ilmu.

Pendidikan islam mengandung penegrtian suatu proses dan upaya menciptakan lingkungan yang kondusif sehingga menjadi media untuk mengembnagkan potensi peserta didik dari aspek-aspek jasmaniah dan rohaniah secara seimbang. Potensi yang ada dalam manusia berupa fisik, akal, jiwa dan hati seyogyanya

16 Hamdan Ihsan and Fuad Ihsan, Filasafat Pendidikan Islam (Bandung: CV Pustaka Setia, 1998), 11.

dikembangkan secara kontinu dan seimbang agar manusia mampu merealisasikan kesaksian terhadap kemahaesaan Tuhannya sebagai konsekuensi logis sebagai konsekuensi logis sebagai hamba dan mengemban dan memenuhi tugas/fungsi utamanya sebagai khalifah Allah di muka bumi.17 (no 10)

Dari defenisi di atas tampak jelas konsepsi Pendidikan islam yang menempatkan manusia sebagai makhluk subjek dan objek dalam sebuah proses Pendidikan secara utuh dan integral.

Seluruh aspek dan dimensi yang dimiliki manusia harus senantiasa dikembangkan dilatuh dan diarahkan menjadi sebuah pribadi yang utuh dengan istilah insan kamil. Sebuah pribadi yang benar-benar tahu akan hak dan kewajibannya serta peran dan fungsinya sebagi khalifah di muka bumi dan selalu berada di jalan Allah SWT.

Pendidikan Islam secara umum mengacu paa tiga terminologi yaitu al Tarbiyyah, al Ta iib., an al ta liim dapat diartikan sebagai pengajaran.18 (referensi no 11) . tiga istilah tersebut memiliki makna dan maksud yang berbeda. Di antara ketiga istilah tersebut yang paling popular dan sering digunakan dalam istilah akademik Pendidikan islam aalah kata al Tarbiyyah.

1. Al Tarbiyyah

Pendidikan sesuai makna yang terkandung dalam istilah al tarbiyyah adalah memelihara, menumbuhkan an lain-lain. Konsep makna tarbiyyah

17 Rasyidin, Falsafah Pendidikan Islam (Membangun Kerangka Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi Praktik Pendidikan Islam) (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2017), 18 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam Jakarta:

Kalam Mulia, 2002), 2.

(9)

menjadi salah satu konsep yang digunakan untuk mendefenisikan Pendidikan islam. Kata tarbiyyah adalah derivasi dari tiga kata kerja yang berbeda dalam bahasa Arab yaitu; 1) rabba–yarbuu yang memiliki arti tumbuh, bertambah dan berkembang, 2) rabbiya-yarbaa yang berarti tumbuh menjadi lebih besar, menjadi lebih dewasa, 3) rabba-yarubbuu yang berarti memperbaiki, mengatur, mengurus dan mendidik, menguasai dan memimpin, menjaga, memelihara.

Menurut defenisi sesuai makna tarbiyyah ini kemudian pendidikan dimaknai sebagai proses untuk mendidik anak sampai pada tingkatan yang lebih sempurna. Dalam istilah tarbiyyah ini terapat implikasi memperhatikan proses mengurus, mengatur dan memelihara agar potensi manusia dapat maksimal

Dalam surah al Fatihah ayat 2:

“segala puji bagi Allah Rabb semesta alam”. Menurut para ahli tafsir ayat ini menganung penafsiran bahwa “Allah itu maha pendidik semesta alam “tidak ada sesuatu pun ari makhluk Allah jauh dari didikan-Nya. Allah mendidik makhluk- Nya dengan seluas arti kata tersebut.

Sebagai pendidik, Allah menumbuhkan, menjaga, memberikan daya dan senjata kepada makhluk untuk kesempurnaan hidup masing-masing. Selain Allah sang Khaliq, manusia di sisi lalin juga dapat menjai pendidik bagi manusia lainnya sebagaimana firman Allah dalam QS.

Al Isra’ 24.

َحاََََنَج اََََمُهَل ْضِفْخاَو

ْلََُقَو ِةَََمْحّرلا َنِم ّلّذََلا

ْيِنٰيّب َر اَََمَك اَََمُهْمَح ْرا ّب ّر /ء رسلا) لرْيِغَصۤا ۗا

17:24 )

Terjemahan

Rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, “Wahai Tuhanku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua (menyayangiku ketika) mendidik aku pada waktu kecil.”

(Al-Isra'/17:24)

Dari makna tarbiyyah di atas dalam konsep Pendidikan islam dapat dimaknai bahwa;

1. Proses pengembangan dan pembimbingan meliputi jasad, akal dan jiwa haruslah berkelanjutan agar peserta didik tumbuh dewasa dan hidup mandiri.

2. Proses Pendidikan dilakukan dengan penuh kasih sayang, hati yang lembut, perhatian dan menyenangkan.

3. menyempurnakan fitrah manusia sesuai syariat Allah SWT.

4. Proses Pendidikan dilakukan secara bertahap.

5. Menggunakan metode yang suah diterima.

b. Al Ta’diib

Kata Ta’diib adalah bentuk mashdar dari addaba-yu’addibu yang secara konsisten memiliki arti mendidik. Dari kata addaba ini kemudian muncul derivasi tiga kata yakni adib, ta’diib dan mu’addib.

Seseorang yang mengajarkan etika dan kepribadian dapat disebut mu’addib yang berarti pendidik.

Istilah al Ta’diib sudah semenjak awal dipergunakan dalam Pendidikan islam. Para pejabat kahifah dan kalangan di lingkup istana suah familiar dan terbiasa menyebut para guru-guru yang mengajar pitera-puteri kerajaan dengan sebutan Mu’addib yang berarti orang yang mengajarkan adab atau

(10)

perilaku baik (budi pekerti). Kata Mu’addib itu senidiri bentuk fa’il atau subjek ari kata addaba yang bermakna budi pekerti, akhlaq dan meriwayatkan.

Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Shalaby. Guru/pendidik mendapat sebutan Mu’addib bagi putera-puteri para khalifah an kalangan istana lainnya karena memang tugas utama ari guru tersebut adalah memberikan pengarahan, pembimbingan dan menanamkan budi pekerti yang luhur dengan metode periwayatan kecerasan yang memiliki oleh para pendahulu.

Sehingga anak didik menjunjung tinggi moralitas sebagai calon pemimpin penerus.19 (referensi no 15)

Sementara itu menurut Al Attas, konsep istilah ta’diib dianggap paling tepat untuk memberikan konsep tentang Pendidikan islam, yaitu meresapkan dan menanamkan adab kepada manusia.

Dalam istilah ta’diib ini dianggap juga sekaligus sudah mencakup unsur-unsur kegiatan meningkatkan pengetahuan (ilmu), mengajar (ta’lim), dan mengasuh (tarbiyyah). Lebih lanjut lagi bagi Al Attas memegang peranan yang sangat penting alam memberikan makna pendidikan islam. Adab adalah perilaku disiplin tubuh, jiwa, dan ruh yaitu keisiplinan yang secara mengenal, mengakui kedudukan yang tepat dalam hubungannya denagn kemampuan an potensi jasmaniah, intelektual serta ruhaniah.20 (referensi no 16).

Secara umum pemahaman konsep Pendidikan islam berasarkan pada defenisi ta’dib yaitu segala bentuk usaha yang dilakukan manusia untuk

19 Ahmad Shalaby, Sejarah Pendidikan Islam Terj. Muchtar Yahya dan M. Snusi Latief (Singapura: Pustaka nasional Singapura, 1976), 32.

20 Muhammad Nuquib al Attas, Konsep Pendidikan Islam, Terj. Hidar Bagir (Bandung:

Mizan, 1994), 52-60.

menciptakan situasi an konisi yang nyaman agar anak didik memiliki motivasi untuk terus berkembang an memperbaiki moral dan akhlaknya.

Dapat dikatakan bahwa tujuan pendidikan adalah menjadikan generasi generasi yang adib.

c. Al Ta’liim

Makna al Ta’liim cenerung iartikan sebagai bentuk proses mentransferkan atau menyalurkan berbagai ilmu pengetahuan dari individu ke satu individu lainnya yang tidak dibatasi oleh aturan atau kategorisasi ilmu tertentu. Pendapat ini maka Pendidikan mencakup pengajaran semua ilmu pengetahuan termasuk di dalamnya ilmu-ilmu yang dikategorikan ilmu yang menyimpang dari ajaran agama islam salah satunya yaitu ilmu sihir.

Seseorang yang mengajar disebut dengan mu’allim. Dengan demikian istilah ta’liim adalah istilah yang masih umum untuk menyebut kegiatan pengajaran. Sehingga kurang mampu mencakup makna Pendidikan islam secara komprehensif.

Pendidikan islam Indonesia dikenal dengan istilah PENDIDIKAN ISLAM (Pendidikan Agama Islam) yang memiliki karakteristik khusus sesuai kultur yang ada di Indonesia. Oleh karena itu Pendidikan islam di Indonesia khususnya perlu diperlukan hal-hal sebagai berikut:

a. Pendidikan islam sebagai usaha sadar untuk membimbing, mengajar, mendidik dan melatih secara terencana, terprogram dan sadar atas tujuan yang hendak dicapai Pendidikan islam,

a. Adanya peserta didik sebagai subjek pembelajar yang dipersiapkan dalam mencapai Pendidikan islam,

(11)

b. Seorang guru/pendidik dalam bidang Pendidikan islam yang berkompeten dalam mendesain pembelajaran dan selalu berorientasi pada peningkatan

keyakinan, pemahaman,

penghayatan, serta pengamalan ajaran agama islam untuk membentuk keshalehan pribadi maupun sosial.21 (referensi no 18).

Berdasarkan beberapa defenisi dan konsep tentang Pendidikan islam tersebut memberikan pemahaman kepada kita bahwa pendidikan islam merupakan usaha yang dilakukan secara sadar untuk memberikan bekal hidup bagi manusia menjadi hamba yang taat beribadah dan taqwa kepada Allah SWT sehingga mendapatkan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat kelak. Dalam kerangka itulah seharusnya Pendidikan islam berfungsi. Sejak dari jenjang Pendidikan usia ini Pendidikan islam dengan Pendidikan tinggi.

Berkenaan dengan fungsi Pendidikan islam itu sendiri adalah sebagai tahapan sosialisasi individu yang mengandung arti bahwa Pendidikan agama kan mengantarkan anak didik menjadi lebih dewasa. Proses pendewasaan inilah setiap orang mutlak butuh adanya bimbingan ataupun tuntunan yang selalu mengarah aktivitasnya dalam masyarakat luas sebagai pengembangan kepribadiannya. Dalam ajaran islam setiap anak harus selalu dibimbing dan diarahkan pertumbuhan jasmaniah maupun rohaniahnya, dengan cara mengarahkan, mendidik, mengajarkan serta mengawasi sesuai dengan aturan islam.22 (referensi no 19).

21 Akmal Hawi, Kompetensi Guru Pendidikan Agam Islam (Jakaerta: Raja Grafindo Persada, 2014), 19-20.

22 Hawi, 21.

a. Sebagai pembimbing hidup

Ajaran agama yang telah ditanamkan sejak kecil kepada anak-anak secara tidak langsung akan menjadi bagian dari unsur-unsur yang membentuk kepribadian mereka. Karena sejak ini mengenal dan membiasakan diri dengan perilaku ajaran agamanya menjaikan anak semakin terampil bertindak dalam berbagi hal. Mereka cenderung mampu mengendalikan dirinya dari bermacam dorongan dan keinginan yang timbul.

Ini dikarenakan keyakinan yang kuat terhadap agamanya sudah menyatu dalam kepribadian utuh sehingga tercermin alam segala perilakunya.

Dengan kata lain keyakinan tersebut menjadi control otomatis dari dalam diri anak.

b. Sebagai penolong dalam kesukaran Orang yang benar-benar taat menjalankan ajaran agamanya akan selalu tegar dalam menghadapi berbagai keadaan yang tidak mengenakkan.

Mereka akan tetap tenag dan pantang putus asa meskipun sering tertimpa kekecewaan dan terjebak dalam situasi yang menyusahkan. Dengan selalu mengingat Tuhan dan kebesaranNya maka dapat menerima dengan sabar dan menanggapinya sebagai ujian hidup dari Tuhan untuk kualitas hidup yang lebih baik dan derajat lebih baik dan derajat yang lebih tinggi di sisi Tuhan.

c. Sebagai penenteram Batin

Masa muda bisa dikatakan sebagai masa pencarian jati diri yang sebenarnya. Pada fase ini anak muda sering mengalami gejolak jiwa yang kuat dan kegelisahan sehingga terjebak dalam perilaku yang menyimpang.

Konflik lingkungan dan batin sering terjadi dan sulit dihindari. Bagi mereka yang tidak pernah mengenyam Pendidikan agama lebih cepat mengalami frustasi dan justru malah

(12)

kehilangan jati dirinya. Di sinilah kehadiran agama sangat terasa. Dengan mendalami ajaran agama dan mengamalkannya mampu memberikan ketenangan jiwa mereka. Sehingga agama berfungsi sebagai kontrol moral sekaligus menentramkan jiwa dan batin.

Menuntut ilmu bukanlah semata- mata untuk mencari kemewahan di dunia saja. Namun juga untuk meraih keselamatan dunia akhirat. Oleh karenanya Al Imam Ghalzali yang bergelar Hujjatul Islam berpandangan dan memperingatkan kepada semua pencari ilmu: “wahai saudaraku seandainya engkau mencari ilmu untuk berlomba-lomba, bermegah-megahan dan supaya terkemuka diantara kawanmu ataupun menghimpun kekayaan dunia maka hakikatnya engkau telah berusaha menghancurkan agamamu sendiri dan berjalan pada jalan yang sesat. Namun apabila niatmu adalah untuk mencari keridhaan dan untuk menapatkan petunjuk (hidayah) Allah, maka para malaikat akan melebarkan sayapnya sehingga mengembang di atasmu saat engkau berjalan dan semua ikan yang ada di lautan memohonkan ampunan bagimu.23 (referensi no 21)

Pendapat Al Ghazali tersebut berdasarkan haist nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Abu Manshur ad Dilami: “man izdaada

‘ilman wa lam yazdad hudan lam yazdad min Allahi illa bu’dan” yang artinya barang siapa yang bertambah ilmunya namun tidak bertambah hidayahnya, maka ia hanya bertambah jauh dari Allah.24 (referensi no 22).

23 Abu Hamid Muhammad Al Ghazali, Bidayatul Hidayah (Beirut: Dar Sader, 1998), 16-17.

24 Ghazali, 18.

Memperhatikan pandangan Imam Al Ghazali tersebut dapat dipahami seyogyanya Pendidikan islam mampu menjadi media transformasi petunjuk (hidayah) Allah kepada peserta didik sehingga menjadi generasi yang semakin dekat dengan sang Khaliq.

Semakin dekat dengan Allah menjadikan manusia semakin terkontrol

perbuatan dan mendapatkan

keselamatan dunia dan akhirat. adapun mengenai keterampilan penyampaian materi dalam pengajaran atau menyampaikan materi hendaknya seorang guru memperhatikan tingkat kemapuan peserta didiknya, menyampaikan dengan menggunakan bahasa yang jelas, ringan, dan mudah dipahami peserta didik.25 (referensi no 23).

Perbedaan karakteristik dan kemampuan peserta didik menjadi faktor utama dalam menentukan metode, teknik maupun materi dalam pembelajaran. Tanapa memperhatikan dan memeahami perbedaan karakteristik tersebut dikhawatirkan apa yang dilaksanakan hanya menjadi sia-sia.

Kontekstualisasi QS. As Sajdah: 7-9 dalam Pendidikan Islam pada era Globalisasi

Konsep pendidikan berdasarkan Surah As Sajdah ayat 7-9 yang telah penulis paparkan, setidaknya terdapat beberapa prinsip penting yang harus diperhatikan dalam Pendidikan agama islam. Dalam ayat 7 menekankan bahwa materi dan tujuan dalam Pendidikan islam adalah penanaman keimanan bahwa Allah adalah sang khaliq yang maha sempurna dan semua makhlukNya

25 Abu Hamid Muhammad Al Ghazali, Ihya

‘Ulumiddin, Jilid I. Terj Moh Zuhri (Semarang:

Asy Syifa, 2003), 179.

(13)

diciptakan dalam bentuk yang sempurna pula.

Dalam pandangan Nuquib Al Attas dalam Moh. Roqib,

mngemukakan bahwa tujuan

Pendidikan islam yang penting adalah membentuk insan kamil (manusia sempurna).26 (referensi no 24). Makna ini tentu masih butuh penjelasan operasional sehingga mampu secara pragmatis dilaksanakan dalam proses Pendidikan.

Sementara itu menurut Sanaky dalam Rahmat Hidayat menyebut tujuan Pendidikan islam dengan istilah visi an misi Pendidikan islam. Menurutnya visi dan misi Pendidikan islam sangat ideal yaitu “rahmatun lil ‘aalamin”. Selain itu konsep dasar filosofis Pendidikan islam sangat mendalam dan menyangkut persoalan hidup yang multidimensi. Pendidikan islam tidak dapat terpisahkan dari tugas kekhalifahan manusia di muka bumi ini, yaitu menyiapkan pribadi-pribadi kader khalifah yang mampu membangun dan memelihara kehidupan yang makmur, demokratis, adil, taat, harmonis, dinamis dan lestari.27 (referensi no 25).

Dalam surah As Sajdah ayat 7-9 setidaknya terdapat beberapa dimensi yang penting diperhatikan dalam dunia Pendidikan islam. Yaitu;

1. Dimensi Fisiologis

Dilihat dari segi fisiologis secera umum, manusia tidak ada bedanya dengan hewan. Satu hal mendasar yang

26 Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam, Penegembangan Pendidikan Integratif di Sekolah, Keluarga an Masyarakat (Yogyakarta:

Lkis, 2009), 27.

27 Hidayat, Ilmu Pendidikan Islam, Menunun Arah Pendidikan Islam Indonesia, 40.

membedakan manusia dengan hewan serta makhluk lainnya adalah aspek ruhaniahnya. Mausia memiliki akal yang dengannya ia dapat berfikir, berimajinasi, memiliki tujuan, visi dan misi. Dengan akal budinya tersebut, manusia melahirkan kebudayaan dan peradaban. Oleh karena manusia

dikatakan sebagai makhluk

homosapiens (makkhluk yang memiliki tujuan), homofaber (makhluk yang pandai menggunakan alat). Selain itu pula manusia disebut sebagai homo religious (makhluk yang percaya adanya tuhan dan takdirNya.28 (referensi no 26).

Dalam islam manusia dipandang dari dua segi yaitu jasmaniah dan ruhaniah.

Jasmani dan ruhani adalah unsur esensi hakikat manusia. Salah satunya adalah akal. Islam menganggap sangat pentingnya aspek akal ini salah satu menjadi hakikat manusia. Dengan akal, manusia dapat berfikir, memiliki keinginan dan kemampuan. Slah satu kelebihan manusia yang diberikan Allah adalah memiliki indera dan akal.29 (referensi no 27).

Secara fisiologis, manusia diberikan alat pendengaran berfungsi untuk merespon atau mendengarkan suara- suara di sekitarnya. Selain pendengaran, juga diberikan alat penglihatan yang berfungsi untuk melihat dan mengamati lingkungan di sekitarnya. Akal dan hati Nurani untuk berfikir dan mempertimbangkan yang baik dan buruk untuk perkembangan kebudayaan dan peradaban manusia.

2. Dimensi Psikologis

Dalam pandangan psikologis, fungsi pendengaran, penglihatan dan

28 A. Heris Hermawan, Fisafat Pendidikan Islam (Jakarta: Dirjend Pendidikan Islam Kemenag RI, 2012), 48-49.

29 Hermawan, 52.

(14)

akal merupakan tiga serangkai yang saling berhubungan. Sistem persepsi (perceptual system) atau konseptualisasi informasi oleh manusia akan menjadi lebih baik ketika tiga alat tersebut difungsikan dengan baik pula.

Berkaitan denagn surah As Sajdah

ayat 7-9, dengan tegas

mengimplikasikan bahwa dalam proses pembentukan pengetahuan ataupun

pemahaman manusia, Allah

menganugrahkan indera berupa pendengaran, penglihatan dan akal.

Dalam ayat lain juga disebutkan bahwa ketika dilahirkan dari Rahim ibu, seorang manusia tidak memiliki ppengetahuan sama sekali, namun Allah menganugrerahi pendengaran, penglihatan, dan akal/hari Nurani. Hal ini terdapat dalam QS An Nahl ayat 78 berikut;

لل ْمُكِتٰهّمُا ِنْوُطُب ّم ْمُكلجلرْخلا ُهّٰللالوْۢن لرالصْبل ْلالو لعْمّسلا ُمُكلل لللعلجّو ٔٔـْي لش لنْوُمللْعلتۙا /لحنلا ) لنْوُرُك ْشلت ْمُكّللعلل لةلدِٕـْفل ْلالوۙ 16:78 (

Terjemah Kemenag 2019

Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani agar kamu bersyukur.

(An-Nahl/16:78)

Dari ayat tersebut kiranya dapat difahami bahwa pengetahuan, ilmu serta pemahaman manusia bukanlah anugerah bawaan. Akan tetapi merupakan sebuah usaha yang dilakukan oleh manusia itu sendiri untuk memperoleh pengetahuan, ilmu

serta pemahaman dengan

memaksimalkan alat yang menjadi

anugerah Allah berupa penglihatan, pendengaran dan akal.

3. Dimensi Teologis

30Sebagaimana hakikat manusia bahwa manusia juga dapat dikatakan sebagai homo religious, (referensi no 33) yaitu makhluk yang mengakui adanya Tuhan dan percaya adanya takdir. Berangkat dari konsep ini maka suatu keniscayaan bahwa manusia harus berterima kasih atau bersyukur kepada Tuhannya yang telah menganugerahkan indera dan akal yang dengannya manusia dapat berkembang kearah yang lebih baik lagi melalui proses Pendidikan. Karena hanya dengan Pendidikan manusia mampu menggali potensi yang ada pada dirinya.

Menurut Suparlan sebagaimana dikutip Heris Hermawan, bahwa dengan pendidikan dan pembelajaran secara kontinu, manusia memperoleh ilmu pengetahuan yang sarat dengan nilai kebenaran, baik universal, abstrak, teoretis, ataupun praktis. Nilai-nilai tersebut yang nantinya menorong terbentuknya sikap (attitude), kebudayaan dan peradaban baik material maupun spiritual. Dengan demikian akan terwujud hubungan baik secara seimbang antara horizontal maupun vertikal.31 (referensi no 34).

Surah as Sajdah ayat 7-9 memberikan pelajaran bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dengan sempurna sesuai peran dan fungsinya.

Allah pertama kali menciptakan manusia dari tanah (nabi Adam), kemudian semua keturunannya tercipta dari air mani yang hina kemudian

30 Hermawan, Filsafat Pendidikan Islam, 49.

31 Hermawan, 49.

(15)

menjadi segumpal arah lalu berevolusi sampai menjadi janin dan ditiupkan ruh dan terlahir ke dunia. Hal ini sangat memberikan pelajaran betapa maha kuasanya Allah sang maha pencipta.

Dengan memperhatikan ayat ini, manusia seharusnya dapat mengakui dan memahami tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Allah, serta dengan akal (hati nurani), manusia dapat berfikir dan beriman kepadaNya denganberbagai anugerah tersebut manusia diwajibkan selalu bersyukur.32 (referensi no 35).

4. Dimensi Sosial

Selaras dengan fungsinya sebagai makhluk sosial, Ibni Khalun alam kitab Muqaddimah sebagaimana dikutip Heris Hermawan menyatakan: Manusia adalah makluk sosial, pernyataan ini mengandung arti bahwa seornag manusia tidak bias hidup sendirian an eksistensinya tidaklah terlaksana kecuali dengan kehidupan Bersama. Ia tidak akan mampu menyempurnakan eksistensi dan mengatur kehidupannya dengan sempurna secara sendirian.

Benar-benar sudah menjadi wataknya apabila manusia butuh bantuan dalam memenuhi kebutuhannya.33 (referensi no 36).

Surah as Sajdah ayat 7-9 dapat dipandang dari segi sosiologis Pendidikan bahwa manusia harus menyadari kelemahannya yang asal usulnya dari tanah dan air mani yang secara wujud adalah hina. Dalam kehinaan tersebut manusia

32 Soni Samsu Rizal, “Nilai-Nilai Pendidikan Islam yang terkandung alam Al Qur’an Surah as Sajdah ayat 9 Relevansinyad engan Pendidikan Pranatal (Studi Analisis Tafsir Al Misbah Karya Muhammad Quraish Shihab),” Jurnal Trbuyah Al Aulad 1, no. 2 (2016): 32.

33 Hermawan, Filsafat Pendidikan Islam, 52.

membutuhkan orang lain dan tidak bisa hidup sendiri. Sedangkan dengan indera penglihat, pendengar dan akal (hati Nurani), manusaia mampu mengenal alam sekitar, komunitas masyarakat dan memahami tata nilai yang berlaku.

Terkait dengan dimensi sosial ini pula, Pendidikan islam bahwa pendidikan dapat berlangsung dengan baik karena didukung adanya komponen-komponen pendidikan atau unsur-unsur dasar pendidikan.

komponen-komponen dasar pendidikan tersebut adalah pendidik/gur, peserta didik, kurikulum, metode, media, dan evaluasi. Masing-masing komponen tersebut saling terkait dan mendukung dan tidak dapat terpisahkan dari proses pendidikan.34 (referensi no 38).

Manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna dengan dibekali akal yang mampu digunakan untuk berfikir.

Oleh karena itulah manusia menjadi khalifah yang taat dan berpotensi dalam menjalankan tugas kekhalifahannya.

Pendidikan islam di era sekarang hendaknya lebih komprehensif atau luas cakupan wacana yang ditransferkan kepada para peserta didik. Tantangan Pendidikan islam sangat berat dan akan tertinggal jika hanya mengedepankan dikotomi ilmu, yang cenderung fanatis dan preventif terhadap kemajuan perkembnagan teknologi yang secara umum berasal dari luar islam.

Paradigma seperti ini harus diubah dengan berbagai usaha untuk mengintegrasikan keilmuan yang memang pada hakikatnya adalah satu sumber yaitu Allah Swt. Dengan sikap yang menutup diri dari teknologi atau

34 Hidayat, Ilmu Pendidikan Islam, Menuntun Arah Pendidikan Islam Indonesia, 44-130.

(16)

digitalisasi informasi, justru akan melahirkan konflik sikap terhadap peserta didik. Mereka secara diam-diam menjadi user bahkan bisa menjadi korban dari penyalahgunaan teknologi.

Tantangan degradasimoral dan karakter inilah yang akan terus menghantui dunia Pendidikan.

Orang yang berpendidikan bukanlah hanya sekedar memiliki intelektual yang tinggi, namun juga kapasitas moral yang baik. Dengan kemajuan teknologi yang canggih, semua serba cepat dan mudah diakses dapat berpengaruh terhadap mentalitas dan karakter peserta didik.

Oleh karenanya Pendidikan islam di era globalisasi milenial ini harus mampu mengakomodir kemajuan teknologi dalam proses Pendidikan dan membekali peserta didik dengan kemempuan mempergunakannya dengan bijak dan tidak bertentangan dengan ajaran islam.

KESIMPULAN

Berdasarkan ayat-ayat di atas, maka dapat disimpulkan, bahwasanya manusia telah diberikan potensi-potensi oleh Allah SWT yang terdapat dalam organ-organ fisio-psikis manusia yang berfungsi sebagai alat-alat penting untuk melakukan kegiatan belajar.

Adapun ragam alat fisio-psikis itu, seperti yang terungkap dalam beberapa firman Allah SWT tersebut, sebagai berikut.

1. As-Sam’u / indera pendengar (telinga), yang berguna untuk menerima informasi visual; agar kita dapat mendengar kebenaran yang datang dari Allah, kita dapat mendengar ilmu yang mesti kita pelajari.

2. Al-Absharu / indera penglihatan (mata), yaitu alat fisik yang berguna untuk menerima informasi verbal;

agar kamu dapat melihat tanda-tanda kebesaran Allah. Berarrti kita bisa melihat alam sekitar dan belajar dengan baik.

3. Al-Afiatu / akal, yaitu potensi kejiwaan manusia berupa sistem psikis yang kompleks untuk menyerap, mengolah, menyimpan dan memproduksi kembali item-item informasi dan pengetahuan (ranah kognitif); gabungan daya fikir dan daya kalbu, yang menjadikan seseorang terikat sehingga tidak terjerumus dalam kesalahan dan kedurhakaan; potensi untuk meraih ilham dan percikan cahaya ilahi.

4. Al-Qulub / hati, yaitu akal sehat dan hati suci; kebebasan berfikir jernih, potensi untuk menemukan sendiri kebenaran, serta mengikuti ketrangan orang terpercaya dalam hal kebenaran yang didambakan itu.

5. Fitrah Allah / fitrah keagamaan (bawaan sejak lahir), yaitu potensi keyakinan tentang keesaan Allah SWT. Yang telah ditanamkan Allah dalam diri setiap insan; setiap manusia telah diciptakan atas dasar keimanan kepada Allah bahkan atas potensi mengetahui persoalan- persoalan sebagaimana adanya;

kemudahan mematuhi perintah Allah serta keluhuran budi pekerti yang merupakan cerminan dari fitrah islam; penerimaan keberadaan dan kemantapan mereka dalam penerimaannya; potensi untuk mampu membedakan ciptaan- ciptaaan Allah serta mengenal Tuhan dan Sya’riat-Nya; unsur-unsur dan

(17)

sistem yang Allah anugrahkan kepada setiap makhluk; apa yang diciptakan Allah dalam diri manusia yang terdiri dari jasad dan akal (serta) jiwa.

6. Ahsana … Khalaqahu (Dia membuat sebaik-baiknya), yaitu Allah SWT telah menciptakan semua ciptaan- Nya dalam keadaan baik, yakni diciptakan-Nya secara sempurna untuk menyukseskan tugas masing- masing, tetapi dalam saat yang sama, mereka diuji, dan untuk itu mereka pun diberi potensi sehingga pada akhirnya manusia berpotensi untuk menjadi baik dan buruk; Allah menciptakan manusia dalam keadaan sempurna sesuai dengan tujuan dan fungsi yang diembannya.

7. Ruhihi (dari ruh-Nya), yaitu ruh citaan-Nya; penisbatan ruh itu kepada Allah adalah penisbitan pemuliaan dan penghormatan; Dia meniupkan ke dalamnya ruh yang mulia dan terhormat dari (ciptaan)- Nya.

Pendidikan islam dalam QS as Sajdah ayat 7-9 mengandung makna utama yaitu; pengakuan keimanan kepada Allah SWT, memperhatikan

komponen-komponen dasar

pendidikan, menggunakan metode yang sistematis pragmatis, menyiapkan peserta didik menjadi pribadi insan kamil. Pendidikan dan pembelajara akan optimal

memperoleh hasil jika

mengoptimalkan potensi indera manusia berupa pendengaran, penglihatan dan akal (hati). Al Quran surah as Sajdah ayat 7-9 dalam Pendidikan islam dapat ifahami dari berbagai sudut pandang yaitu dimensi fisiologis, psikologis, teologis dan teologis dan sosiologi Pendidikan. Pendidikan islam di era globalisasi harus mampu mengintegrasikan berbagai informasi dan teknologi, sehingga melahirkan generasi manusia yang berkompeten dan berakhlak. Sikap terbuka dan menerima informasi dari berbagai ilmu dapat meminalisir dikotomi ilmu dan melahirkan orang-orang yang terdidik dengan kemampuan multidisiplin.

DAFTAR PUSTAKA

Referensi