JRGI
Thalya Febyanti1, La Hamimu1*, Al Rubaiyn2, Suryawan Asvar3
1Jurusan Teknik Geofisika, Universitas Halu Oleo, Kendari, Indonesia
2Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Halu Oleo, Kendari, Indonesia
3Jurusan Teknik Geologi Universitas Halu Oleo, Kendari, Indonesia E-mail: [email protected]
Abstrak
Daerah Lainea merupakan salah satu daerah di Sulawesi Tenggara yang memiliki potensi panas bumi non-vulkanik berupa sumber air panas dan batuan teralterasi. Metode geomagnetik dapat digunakan dalam survei panas bumi dikarenakan terjadinya proses demagnetisasi pada batuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran dan kedalaman batuan reservoar panas bumi. Instrumen yang digunakan yaitu PPM bermerk GMS-19 jumlah titik pengukuran 97 dengan jarak 400 – 1000 meter.
Koreksi data berupa koreksi harian, koreksi IGRF, koreksi kelelahan alat, setelah diperoleh anomali medan magnet akan reduksi ke kutub, analisis spektrum, kontinuasi ke atas dan pemodelan inversi.
Berdasarkan anomali magnetik hasil RTP nilai anomali medan magnetik total diperoleh nilai -207.7 – 186.1 nT. Hasil Reduksi ke kutub anomali rendah diinterpretasikan zona reservoar. Hasil RTP, anomali regional dan anomali residual memperlihatkan korelasi pada sebaran anomali medan magnet rendah berada ditengah yang berarah utara – selatan diinterpretasikan daerah yang dekat dengan sumber panas atau batuan reservoar. Hasil interpretasi diperkuat dengan pemodelan inversi 3D zona reservoar berada ditengah menerus ke timur laut dengan suseptibilitas rendah berkisar 0 – 0.00001 SI pada kedalaman 420 mdpl – 1320 mdpl yang diinterpretasi berupa batu filit yang terdeformasi kuat, batupasir dan batugamping. Model 3D dengan kontras suseptibilitas rendah dan tinggi diinterpretasikan sebagai zona lemah (sesar) yang mongontrol panas bumi ke permukaan.
Kata kunci: Panas bumi Non-Vulkanik, Metode Geomagnetik, Anomali Medan Magnet, Reservoar.
Abstract. Lainea is one of many areas in Southeast Sulawesi that has a non-volcanic geothermal potential the form of hot springs and altered rocks. Geomagnetic methods can be used in geothermal surveys due to the demagnetization process in rocks. This study aim to determine the distribution and depth of geothermal reservoir rocks. Using PPM GMS-19 with 97 measurement points with a distance about 400 – 1000 meters. Data correction contains of diurnal correction, IGRF correction and drift correction, that after obtaining the magnetic field anomaly, it will be analyzed using reduced to the pole, spectrum analysis, upward continuation and inversion modeling. Based on the RTP magnetic anomaly the value of the total magnetic field anomaly is obtained from -207.7 – 186.1 nT. The low magnetic anomaly from RTP is interpreted as a reservoir zone. The results of RTP, regional and residual anomalies showing a correlation in the distribution of low magnetic field anomalies in the middle of study area with north-south trend interpreted as an area close to heat sources or reservoir rocks. The interpretation results are strengthened by 3D inversion modeling the reservoir zone is in the middle continuously to the northeast with low susceptibility ranging from 0 - 0.00001 SI at a depth of 420 mbsl - 1320 mbsl which interpreted in the form of strongly deformed phyllite rocks, sandstones and limestones. The 3D model with low and high susceptibility contrast is interpreted as a weak zone (fault) that controls geothermal to the surface.
Key words: Non-Volcanic Geothermal, Geomagnetic Method, Magnetic Field Anomaly, Reservoir.
Pemodelan 3D Reservoar Panas Bumi Non-Vulkanik Menggunakan Metode Geomagnetik di Daerah Lainea Kabupaten Konawe Selatan
Provinsi Sulawesi Tenggara
JRGI
1. Pendahuluan
Seiring bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan kebutuhan akan energi semakin meningkat namun dengan semakin berkurangnya potensi akan energi minyak dan gas bumi, sehingga dibutuhkan ketersediaan energi alternatif yang ramah lingkungan. Salah satu energi terbarukan adalah energi panas bumi. Panas bumi merupakan energi yang bersifat berkelanjutan dengan pemanfaatan yang relatif aman.
Pulau Sulawesi merupakan pulau yang memiliki potensi panas bumi non-vulkanik. Salah satu potensi panas bumi berada di Daerah Lainea, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara. Potensi panas bumi di Daerah Lainea adalah mata air panas dan batuan teralterasi yang berasosiasi dengan lingkungan non-vulkanik [1]. Sistem panas bumi Lainea dikontrol oleh Sesar Boro-boro, Sesar Kaendi, Sesar Landai, Amowolo, Lainea dan Sesar Rumbalaka, dengan sumber panas berupa batuan intrusi/plutonik [2].
Salah satu metode geofisika yang dapat digunakan untuk mengetahui posisi dan kedalaman sumber daya panas bumi adalah metode geomagnet. Metode ini didasarkan dengan adanya anomali medan magnet bumi akibat sifat kemagnetan batuan yang berbeda terhadap yang lainnya akibat adanya pengaruh temperatur [3]. Dimana jika suatu batuan mengalami kenaikan temperatur maka batuan tersebut akan mengalami penurunan kemagnetan (demagnetisasi).
Oleh karena itu metode geomagnet cocok digunakan untuk mengetahui keberadaan resevoar panas bumi yang ditandai dengan kemagnetan yang rendah dibandingkan dengan sekitarnya dan pengoperasian pengukuran geomagnetik di lapangan relatif sederhana, mudah dan cepat [4].
Hasil penelitian geomagnetik daerah lainea mengindikasikan adanya proses demagnetisasi pada batuan akibat aktivitas panas bumi [5]. Pada penelitian Lainea menggunakan metode Magnetotelurik mengindikasikan keberadaan reservoar berada pada kedalaman ±750 – 1000m dan pengolahannya hanya sampai 2D [6][7]. Penelitian ini membuat model reservoar panas bumi, sebaran batuan reservoar dibuat dalam model 3D berdasarkan data anomali magnetik.
2. Geologi Daerah Penelitian
Daerah penelitian merupakan bagian lengan Tenggara Sulawesi yang tersusun oleh beberapa jenis batuan. Gambar 1 merupakan geologi daerah penelitian yang tersusun oleh Satuan Batuan Metamorf (Trm) batuan penyusun berupa batusabak, filit, sekis dan kuarsit. Satuan Meta- Batugamping (Trmbg), batuan ini berada di sekitar daerah Landai berupa batugamping yang telah termetamorfkan. Satuan Meta-Batupasir (Trmbp) batuan ini tersebar di bagian selatan satuan metamorf, berlapis baik dengan sisipan kuarsit. Satuan Batupasir Non-karbonat (Tbpn).
Satuan Batupasir-Gampingan (Tbpg) berupa batuan perselingan batupasir kasar dengan batupasir halus Satuan Konglomerat (Qkg) batuan penyusun berupa konglomerat dan batupasir.
Aluvium tersusun oleh bongkah, pasir, lempung, kerikil dan kerakal yang masih lepas - lepas dan belum terkompakkan. Terdapat pula potensi panas bumi berarah menenggara sekitar zona struktur. Hasil penelitian sebelumnya sistem panas bumi Lainea dikontrol oleh Sesar Boro- boro, Sesar Kaendi, Sesar Landai, Amowolo, Lainea dan Sesar Rumbalaka, dengan sumber panas berupa batuan intrusi/plutonik. Berdasarkan lokasi kemunculan manifestasi panas bumi dibagi menjadi empat kelompok yaitu kelompok Lainea, kelompok Landai, kelompok Amowolo, kelompok Kaendi yang berasosiasi dengan satuan batuan metamorf, batuan meta- batugamping dan meta-batupasir [1].
JRGI
Gambar 1. Geologi lokal daerah penelitian (PSDG, 2010)
3. Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di daerah Lainea Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara. Instrumen yang digunakan yaitu PPM bermerk GSM-19. Jumlah pengambilan data sebanyak 97 titik dengan jarak 400 hingga 1000 meter. Data yang diperoleh dari pengukuran magnetik adalah data magnetik berupa medan magnet total di titik pengukuran, koordinat, waktu pengambilan data, cuaca, kondisi geologi dan elevasi.
Koreksi data yang dilakukan yaitu koreksi harian untuk menghilangkan pengaruh efek luar bumi, koreksi IGRF untuk menghilangkan pengaruh medan magnet utama, nilai medan magnet utama diperoleh dari situs medan magnet BMKG. Nilai IGRF sebesar 42433,73 nT dengan sudut inklinasi sebesar -24,3104º dan sudut deklinasi sebesar 0,621003º, dan kelelahan alat untuk mengetahui besarnya penyimpangan nilai medan magnet dititik yang sama, sehingga menghasilkan nilai anomali medan magnet yang diakibatkan oleh batuan bawah permukaan.
Setelah itu dilakukan proses reduksi ke kutub dengan mengubah sudut inklinasi dan deklinasi berada di daerah kutub utara memiliki inklinasi 90º dan deklinasi 0º. Estimasi kedalaman anomali, digunakan analisis spektrum yang memanfaatkan FFT. Hasil diperoleh dengan rata- rata kedalaman anomali regional berada di 761.9 meter dan residual berada 216.9 meter. Setelah itu dilakukan pemisahan dengan menggunakan kontinuasi ke atas. Pemodelan inversi dilakukan untuk mengetahui sebaran nilai suseptibilitas bawah permukaan yang ditampilkan dengan menggunakan Oasis Monjat. Proses interpretasi dilakukan dua tahap yaitu interpretasi kualitatif dengan melihat pola kontur anomali medan magnet dan interpretasi kuantitatif dengan membuat sebuah model inversi 3D yang tiap cell memiliki nilai suseptibilitas. Setelah itu interpretasi kualitatif dan kuantitatif akan dikorelasikan terhadap data geologi.
JRGI
4. Hasil dan Pembahasan
Gambar 2 merupakan peta anomali medan magnetik yang memperlihatkan pola yang bervariasi dengan nilai -101.0 nT – 114.7 nT.
Gambar 2. Peta anomali medan magnetik total 4.1 Reduksi ke Kutub (RTP)
Teknik reduksi ke kutub merupakan metode terbaik dan lebih umum digunakan untuk menghilangkan distorsi magnetik. Proses ini merelokasi anomali magnet ekstrim ke sumbernya, dapat diaplikasikan pada daerah yang memiliki inklinasi lebih dari ±20º [8]. Gambar 3 merupakan anomali medan magnet hasil reduksi ke kutub.
Gambar 3. Peta anomali medan magnetik setelah di reduksi ke kutub
JRGI
Gambar 4. Overlay anomali medan magnet terhadap peta geologi
Gambar 3 memperlihatkan nilai anomali setelah dilakukan reduksi ke kutub diperoleh nilai -207.7 – 186.1 nT. Anomali medan magnetik tinggi berada pada rentang nilai 95.2 nT – 186.1 nT yang di tandai berwarna ungu hingga merah yang bertempat di selatan dan timur daerah penelitian, anomali medan magnetik sedang yang mengelilingi anomali medan magnet tinggi berada pada rentang nilai -25.9 nT – 95.2 nT yang di tandai berwarna jingga hingga kuning yang bertempat tengah berarah barat laut, timur laut dan tenggara daerah penelitian, sedangkan anomali medan magnetik rendah yang berada pada rentang nilai -207.7 nT hingga -25.9 nT ditandai berwarna hijau hingga biru yang bertempat di utara, barat laut dan timur laut daerah penelitian.
Anomali medan magnet bervariasi disebabkan karena ketidakseragaman batuan yang ada di daerah penelitian. Sehingga dilakukan di overlay terhadap peta geologi (Gambar 4). Perubahan anomali yang mencolok diinterpretasikan, bahwa daerah tersebut terdapat zona lemah (sesar), dan peta overlay (Gambar 4) memperlihatkan adanya korelasi keberadaan struktur geologi yang bertempat di selatan, tenggara dan timur laut, sedangkan pada bagian barat laut dan timur terdapat anomali positif dan negatif yang tidak berkorelasi terhadap struktur geologi, sehingga perlu dilakukan analisis derivatif untuk memperjelas keberadaan zona lemah. Adanya zona lemah (sesar), diidentifikasikan sebagai salah satu elemen dasar dari sistem panas bumi sebagai jalur naiknya fluida panas bumi ke permukaan.
Gambar 4 memperlihatkan manifestasi panas bumi berasosiasi dengan nilai anomali medan magnet sedang dengan rentang nilai -25.9 nT – 95.2 nT yang tersebar berarah menenggara. Hal ini disebabkan karena spasi antar titik pengukuran yang terlalu jauh yaitu antara 400 – 1000 meter, sehingga perubahan anomali tinggi ke rendah panas bumi kurang tergambarkan, sedangkan indikasi keberadaan reservoar tidak tepat berada dibawah munculnya fluida panas
JRGI
panas bumi. Didukung oleh hasil interpretasi dengan menggunakan metode magnetotelurik di daerah penelitian keberadan reservoar berada di bagian tengah dan terdeteksi dari permukaan yang nilai tahanan jenis sekitar 50 – 200 ohm [2].
4.2 Kontinuasi ke Atas
Panas bumi hanya dapat diindentifikasi pada sumber yang dalam. Sehingga dibutuhkan hasil anomali regional, sedangkan anomali residual hanya membaca sumber dangkal [9]. Proses Kontinuasi dilakukan dengan cara trial and error yaitu, dengan mengamati kecenderungan pola sebaran magnetik.
Gambar 5. Anomali regional
Gambar 6. Anomali residual
Hasil kontinuasi ke atas pada ketinggian 1300 meter, memperlihatkan pola anomali regional yang cukup jelas dan pola anomali yang tidak berubah (Gambar 5). Nilai anomali
JRGI
regional yang diperoleh dari hasil kontinuasi ke atas bernilai -24.1 – 95.2 nT. Peta regional memperlihatkan sebaran yang cenderung merendah ke arah utara. Peta RTP dan anomali regional memperlihatkan korelasi pada bagian tengah daerah penelitian pola sebaran anomali rendah relatif sama, berarah utara hingga selatan. Hal ini menegaskan bahwa daerah ini berasosiasi dengan zona demagnetisasi batuan akibat dekat dengan aktivitas panas bumi.
Interpretasi ini, didukung oleh data anomali residual, pada bagian tengah anomali residual terdapat persebaran anomali rendah melebar ke selatan, yang berasosiasi dengan zona demagnetisasi batuan akibat panas bumi. Anomali residual diperoleh dengan cara mengurangkan anomali medan magnet setelah di RTP dengan anomali regional (Gambar 6).
Nilai yang anomali residual berkisar antara -196.9 – 103.9 nT. Hasil anomali regional selanjutnya digunakan sebagai data untuk interpretasi kuantitatif.
4.3 Pemodelan Inversi 3D
Data yang digunakan untuk membuat model adalah anomali regional ketinggian 1300 meter.
Penggunaan data anomali regional, karena dapat mengurangi efek sumber dangkal. Gambar 7 merupakan hasil 3D, dalam bentuk kubus dengan koordinat X, Y (UTM), Z adalah kedalaman mencapai 2160 mdpl (meter dibawah permukaan laut) dan dengan mistif error sebesar 17%.
Hasil inversi memperlihatkan dibagian permukaan daerah penelitian, memiliki nilai suseptibilitas rendah hingga sedang yang bernilai 0 – 0.00124 SI. Jika dikaitkan dengan informasi geologi, daerah penelitian disusun oleh batuan metamorf dan batuan sedimen yang memiliki nilai suseptibilitas sedang hingga rendah. Daerah bagian selatan semakin dalam nilai suseptibilitasnya semakin besar, sedangkan bagian timur laut semakin dalam nilai suseptibilitas semakin rendah, hal ini menandakan bahwa sebaran zona demagnetisasi menerus ke timur laut.
Batuan dengan nilai suseptibilitas 0 – 0.00002 SI berada pada kedalaman 0 sampai 240 mdpl merupakan zona alluvium, nilai suseptibilitas 0.00003 – 0.00027 SI berada pada kedalaman 240 sampai 570 mdpl merupakan batuan sedimen, nilai suseptibilitas 0.00379 – 0.01558 SI berada di kedalaman dibawah 570 mdpl merupakan batuan basement, berupa batuan metamorf.
Keterangan;
Gambar 7. Penampang model 3D
4.3.1 Hasil slice model inversi 3D horizontal
Keberadaan zona reservoar dilakukan proses slice perkedalaman. Gambar 8a merupakan nilai suseptibilitas batuan pada kedalaman 240 mdpl dan Gambar 8b merupakan nilai suseptibilitas
Titik panas bumi
SI
JRGI
suseptibilitas batuan dengan nilai 0.00227 – 0.01558 SI yang berwarna merah hingga merah muda diinterpretasikan, bahwa batuan tersebut tidak terubahkan akibat panas bumi ataupun zona lemah, yang tersebar di bagian selatan dan barat daya – timur laut. Pada kontras suseptibilitas rendah mulai melebar yang berada dibagian tengah, memiliki nilai suseptibilitas 0 – 0.00001 SI yang diindikasikan mulai terdeteksi batuan reservoar panas bumi hingga kedalaman 1320 mdpl. Reservoar panas bumi ditandai dengan suseptibilitas rendah [10][11], sedangkan daerah yang bertempat di barat, tenggara, timur laut dan barat laut memiliki nilai suseptibilitas rendah berdasarkan informasi geologi merupakan daerah yang berasosiasi adanya zona lemah (Sesar) mengakibatkan munculnya mineral mineral baru dengan suseptibilitas rendah.
(a) (b)
Keterangan:
Gambar 8. Slice model inversi tiap kedalaman (a) kedalaman 240 mdpl (b) kedalaman 420 mdpl mengindikasikan zona reservoar
4.3.2. Hasil slice model inversi 3D vertikal
Slice secara vertikal juga dilakukan untuk mengetahui ketebatalan batuan reservoar pada hasil model inversi 3D (Gambar 9). Gambar 9a memperlihatkan irisan A – ‘A’ berarah selatan daerah penelitian, di bagian tengah terlihat zona suseptibilitas rendah yang diindikasi merupakan reservoar panas bumi dengan rentang nilai suseptiblitas 0 – 0.00001 SI. Kenampakan zona reservoar berada pada kedalaman 420 mdpl – 1320 mdpl, dengan ketebalan 900 mdpl.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan badan geologi meggunakan metode magnetotelurik zona reservoar berada dibagian tengah, dengan puncak berada pada kedalaman 750 – 1000 meter [2][7].
Berdasarkan peta geologi lokal [1] dan kemunculan panas bumi di permukaan berasosiasi dengan batu filit, batugamping dan batupasir. Indikasi jenis batuan reservoar panas bumi berupa batu filit, batugamping dan batupasir. Dikarenakan batu filit terdeformasi kuat akibat adanya sesar, sedangkan batupasir dan batugamping memiliki porositas dan permeabilitas antar butir yang baik. Karakteristik reservoar adalah memiliki porositas yang baik [11][12], sehingga batuan reservoar panas bumi diinterpretasi berupa batu filit, batupasir dan batugamping, sedangkan batuan penudung merupakan batuan metamorf yang teralterasi atau sedimen yang berupa alterasi lempung berada di atas batuan reservoar.
U
Lintang (UTM) Lintang (UTM)
Bujur (UTM) Bujur (UTM)
Indikasi reservoar Zona Reservoar
U
SI
JRGI
Sesar utama daerah penelitian yang berarah barat laut – tenggara. Terbentuknya struktur utama menghasilkan sesar – sesar minor yang relatif berarah barat daya – timur laut (Gambar 1). Struktur minor diindikasikan mengontrol potensi panas bumi di permukaan [2]. Gambar 9b merupakan slice B – ‘B’ berarah barat daerah penelitian, memperlihatkan adanya kontras suseptibilitas rendah dan tinggi, diinterpretasikan sebagai zona lemah (sesar) yang mongontrol munculnya panas bumi ke permukaan yang berarah menenggara dan barat daya – timur laut.
Pola pesebaran suseptibilitas rendah yang diindikasikan zona reservoar mengalami kemenerusan ke arah utara.
Keterangan:
(a) (b)
Gambar 9. Slice model inversi (a) slice A – ‘A’ berarah selatan (b) slice B – ‘B’ berarah barat
4. Kesimpulan
Hasil peta anomali medan magnet setelah di reduksi ke kutub sebaran anomali medan magnetik pada manisfestasi panas bumi Lainea berasosiasi dengan nilai anomali medan magnet sedang yang berarah menenggara, ini disebabkan karena spasi antar titik pengukuran yang terlalu jauh yaitu antara 400 – 1000 meter, sehingga perubahan anomali tinggi ke rendah panas bumi kurang tergambarkan, anomali medan magnet rendah di bagian tengah diinterpretasikan daerah dekat dengan batuan reservoar dan adanya perubahan anomali yang mencolok mengindikasikan keberadaan sesar dan hasil pemodelan inversi 3D memperlihatkan zona reservoar panas bumi Lainea memiliki rentang nilai suseptiblitas 0 – 0.00001 SI. Dengan kenampakan zona reservoar berada pada kedalaman 420 mdpl – 1320 mdpl, dengan ketebalan 900 m, dan jenis batuan reservoar panas bumi, diinterpretasi berupa batu filit yang terdeformasi kuat, batupasir dan batugamping.
5. Daftar Pustaka
Lintasan Hotspring
Indikasi Sesar
Indikasi zona reservoar
SI
JRGI
[1] PSDG, 2010, Laporan Akhir Survei Panas Bumi Terpadu Geologi dan Geokimia Daerah Panas Bumi Lainea Kabupaten Konawe Selatan Sulawesi Tenggara, Bandung:
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
[2] Sugianto, A., Zarkasyi, A., Wardhana, D. D., dan Setiawan, I., 2011, Survei Magnetotelurik Daerah Panas Bumi Lainea Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Bidang energi.
[3] Rafmin, F., Efendi R, dan Sandra, 2016, Pemodelan 2D Reservoar Geotermal Menggunakan Metode Geomagnet Pada Lapangan Panas bumi Mapane Tambu, Online Journal of Natural Science, 5 (2).
[4] Broto. S dan Putranto, 2012, Aplikasi Metode Geomagnetik Dalam Eksplorasi Panas bumi, Teknik, 32 (1).
[5] PSDG, 2010, Laporan Akhir Survei Geofisika Terpadu Gaya berat, Geomagnet, dan Geolistrik Daerah Panas Bumi Lainea Kabupaten Konawe Selatan Sulawesi Tenggara, Bandung: Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
[6] Sugianto, A., Zarkasyi, A., Wardhana, D. D., dan Setiawan, I., 2011, Survei Magnetotelurik Daerah Panas Bumi Lainea Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Bidang energi
[7] Zarkasyi. A dan Widodo.S, 2014, Survei Magnetotellurik (MT) dan Time Domain Electro Magnetic (TDEM) Daerah Panas Bumi Lainea, Provinsi Sulawesi Tenggara, Prosiding Hasil Kegiatan Pusat Sumber Daya Geologi Tahun 2014.
[8] Li. Xiong, 2008, Magnetic Reduction to the Pole at low Latutude: Observations and Considerations, Fugro Gravity & Magnetic Services, Houston, USA.
[9] Saputra.S. R, Putra. Y.S, Sutejab.A, Muhardi, 2020, Pemodelan Inversi 3D Daerah Panas Bumi Berbasis Data Anomali Magnetik di Kota Agung dan Sekitarnya, Provinsi Lampung.
Prodi Geofisika, FMIPA Universitas Tanjungpura, Prisma Fisika, 8 (1).
[10] Mawarni. L. W, Maryanto. S, Nadhir. A, 2018, Magnetic Method used in Geothermal Reservoirs Identification in Kasinan Songgoriti, East Java, Indonesia, Environmental and Earth Sciences Research Journal,5 (4).
[11] Maubana. W.M, Maryanto. S, Utami. I. W, Nadir. A, 2019, Reservoir Magnetic Anomaly at Geothermal Area of Mount Pandan, East Java, Indonesia. International Journal of Renewable Energy Research, 9 (2).
[12] Zulaikhah. S, Harmoko. U, Yulianto. T, Yulianto. G, Widada. S dan Dewantoro. Y.H, 2016, Pemodelan Inversi Anomali Magnetik 3D Daerah Mata Air Panas Diwak Dan Derekan, Youngster Physics Journal, 5 (4).