IMPLEMENTASI UNDANG UNDANG DASAR 1945 PASAL 18B AYAT 2 TENTANG
KEHUTANAN TERHADAP HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT
Hukum Dan Masyarakat
Disusun Oleh :
● Dian Chrystanty Telaumbanua (2110631010079)
● Farras Alifa Rizkyta (2110631010088)
● Lingga Pramulya(2110631010021)
● Muhammad Haykal Rainandri(2110631010121)
● Putri Tamara Panjaitan(2110631010132)
● Raihan Hakim(2110631010134)
● Siska Muhasaroh(2110631010047)
● Sri Riski Nurhikmah(2110631010048)
● Suci Kusmayanti(2110631010049)
TOPICK :
Latar belakang Pembahasan
Hak-Hak Masyarakat Hukum Adat
Pembahasan Pembahasan
Penerapan terhadap Hak-Hak Masyarakat Hukum Adat dalam Pengelolaan Hutan yang diatur di dalam
Undang-Undang Kehutanan
Tindakan Pemerintah terhadap Pelanggaran Hak-Hak Masyarakat
Hukum Adat
01 02
03 04
Latar Belakang
Masyarakat hukum adat merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dari Indonesia, terutama dalam perjalanan panjang sejarah perkembangan hukum di Indonesia.
Masyarakat hukum adat, secara
historis, sudah ada, hidup, dan
berkembang di Indonesia sejak masa
kerajaan, penjajahan, sampai masa
kemerdekaan Indonesia. Campur
tangan pemerintah terhadap
keberadaan masyarakat hukum adat
berubah-ubah sesuai zaman. Saat
ini, bentuk campur tangan
pemerintah dapat kita lihat dalam
Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Latar Belakang
Dalam pasal 18B ayat (2) dengan jelas menayatakan
bahwa “Negara mengakui dan menghormati
kesatuan-kesatuan Masyarakat Hukum Adat beserta
hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang
diatur dalam undang-undang”.
Pembahasan
1. Hak-Hak Masyarakat Hukum Adat :
Pengertian Hak
Hak merupakan suatu kekuasaan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu atau kekuasaan untuk memiliki sesuatu yang diperoleh melalui ketentuan baik secara hukum positif maupun menurut aturan lainnya. Ciri-ciri yang melekat pada hak menurut hukum adalah hak itu diletakkan kepada seseorang yang disebut sebagai pemilik atau subjek dari hak itu.
Masyarakat Hukum Adat
Menurut Ter Haar, masyarakat hukum adat adalah kelompok masyarakat yang teratur, menetap di suatu daerah tertentu, mempunyai kekuasaan sendiri, dan mempunyai kekayaan sendiri baik berupa benda yang terlihat maupun yang tidak terlihat, dimana para anggota kesatuan masing-masing mengalami kehidupan dalam masyarakat sebagai hal yang wajar menurut kodrat alam dan tidak seorang pun diantara para anggota itu mempunyai pikiran atau kecenderungan untuk membubarkan ikatan yang telah tumbuh itu atau meninggalkan dalam arti melepaskan diri dari ikatan itu untuk selama-lamanya.
Prof. Dr. R. Soepomo, S.H menyatakan bahwa:
a) Hukum adat adalah hukum non statutair b) Hukum adat adalah hukum tidak tertulis.
● Hak Konstitusional dan Hak Tradisional Masyarakat Hukum Adat
Masyarakat Hukum Adat adalah warga negara yang memiliki hak-hak khusus secara tradisional. Pengakuan terhadap hak masyarakat adat tersebut secara konstitusional diakui didalam UUD 1945 pada Pasal 18B ayat (2) yang menyatakan : “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.”
● Hak Pengelolaan dan Pemanfaatan Hutan
Pemanfaatan Hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan, memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya.
● Hak Ulayat dan Penguasaan Tanah Ulayat
Peraturan tanah ulayat termuat dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Pasal tersebut berbunyi,
“Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat
dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang
menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan
kepentingan Nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak
boleh bertentangan dengan Undang-Undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih
tinggi.”
• Hak Pengelolaan atas Ladang atau Perkebunan
Pengelolaan hak atas tanah untuk usaha perkebunan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan tetap harus memperhatikan hak ulayat masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada dan tidak bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi serta kepentingan nasional.
• Perlindungan dan pengelolaan Lingkungan hidup
Dalam hal perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup diatur dalam Pasal 63 ayat (1) huruf t yang berbunyi Pemerintah bertugas dan berwenang untuk menetapkan kebijakan mengenai tata cara pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
• Pengelolaan Wilayah Pesisir
Pasal 61 ayat (1) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menyatakan bahwa
Pemerintah mengakui, menghormati, dan melindungi hak-hak masyarakat adat,
masyarakat tradisional, dan kearifan lokal atas wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil yang telah dimanfaatkan secara turun temurun.
Hutan bagi masyarakat hukum adat merupakan identitas. Di hutan mereka menggantungkan hidup, semua kebutuhan sandang dan pangan diperoleh dari hutan. Bukit Rimbang Bukit Baling ditunjuk sebagai kawasan suaka alam karena areal hutan di sekitar Bukit Rimbang Bukit Baling memiliki fungsi Suaka Margasatwa Dan Sumber mata air Yang Perlu Dibina kelestariannya, demi kepentingan pengaturan tata udara , Pencegahan Bahaya banjir, tanah Longsor, dan Erosi. Sebelum ditetapkan sebagai Kawasan Suaka Margasatwa, di Kawasan Penyanyi Terdapat beberapa Perusahaan Sektor Kehutanan Dan batubara Yang beroperasi, ANTARA HPH lain PT Brajatama I , PT Brajatama II , dan PT Union Timber .
Aturan Adat soal Pengelolaan Hutan
Masyarakat hukum adat memiliki beberapa peruntukan dalam pengelolaan lahan, antara lain:
• Peruntukan lahan pemukiman;
• Peruntukan untuk perkuburan;
• Peruntukan untuk perladangan dan perkebunan, dari sini sumber beras, bumbu dapur, dan gula;
• Peruntukan untuk sumber protein/ikan yaitu sungai;
• Peruntukan sarana umum dan pendidikan.
Dalam Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan, dijelaskan bahwa masyarakat berhak atas pemanfaatan hutan sesuai dengan ketentuan perundang- undangan. Masyarakat yang dimaksud termasuk masyarakat hukum adat yang disebutkan dalam Pasal 7 UU Nomor 18 Tahun 2013. Dalam pasal tersebut juga dijelaskan mengenai pengertian masyarakat hukum adat, yaitu masyarakat tradisional yang masih terkait dalam bentuk paguyuban, memiliki kelembagaan dalam bentuk pranata dan perangkat hukum adat yang masih ditaati, dan masih mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah hutan sekitarnya yang keberadaannya dikukuhkan dengan Peraturan Daerah.
2. Penerapan terhadap Hak-Hak Masyarakat Hukum Adat dalam Pengelolaan Hutan yang
diatur dalam Undang-Undang Kehutanan
Lanjutan...
Bukit Rimbang Bukit Baling,
melalui keputusan gubernur,
dijadikan hutan tutupan atau
suaka alam karena areanya
yang perlu dibina
kelestariannya. Setelah
dilakukan penataan lahan,
Bukit Rimbang Bukit Baling
ditetapkan sebagai suaka
margasatwa melalui
keputusan menteri. Hal itu
membuat kehidupan
masyarakat adat berubah.
Dalam Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan, dijelaskan bahwa masyarakat berhak atas pemanfaatan hutan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Masyarakat yang dimaksud termasuk masyarakat hukum adat yang disebutkan dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013.
Masyarakat hukum adat beberapa waktu belakang ini mengalami permasalahan terhadap eksistensinya, baik pengakuan keberadaannya maupun hak-hak masyarakat hukum adat.
Meskipun secara normatif sudah ada pengakuan konstitusional terhadap keberadaan dan hak-hak masyarakat adat atas sumber daya alam.
Namun, situasi lapangan sangatlah jauh berbeda dengan bunyi kedua pasal yang mengakui masyarakat adat dalam UUD 1945. Penerapan hak-hak masyarakat hukum adat seringkali mendapat konflik sumber daya alam khususnya yang menyingirkan hak-hak masyarakat adat. Contohnya seperti kebijakan pembangunan bias pertumbuhan ekonomi.
Konflik sumber daya alam khususnya sumber daya alam hutan adat, menyingkirkan hak-hak masyarakat adat sekalipun di daerah yang sudah memiliki Peraturan Daerah yang mengatur tentang pengakuan dan perlindungan hak masyarakat hukum adat.
Selain itu keberadaan Putusan MK 35/2012 belum benar-benar benar-benar
dijadikan rujukan serta dasar bagi perbaikan berbagai peraturan terkait hak-hak
masyarakat hukum adat dan sumber daya alam.
3. Tindakan Pemerintah Terhadap Pelanggaran Hak-Hak Masyarakat
Hukum Adat
• Pelaksanaan perlindungan hak masyarakat hukum adat dalam melakukan kegiatan ekonomi, sosial dan budaya sudah
dilakukan oleh Pemerintah
Provinsi/Kabupaten/Kota walaupun belum maksimal. Seperti membuat kebijakan dan undang-undang tentang pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat hukum adat.
• “Negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak- hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dengan Undang Undang.”
(Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945).
• Banyaknya Peraturan Perundang-
undangan tidak menjamin adanya peningkatan
kesejahteraan rakyat. Peraturan perundang-
undangan telah cukup banyak tetapi tidak
menjamin peningkatan kesejahteraan
masyarakat dan akses masyarakat terhadap SDA.
Kesimpulan...
Adanya pasal 18B ayat 2 UUD 1945 membuktikan bahwa masyarakat hukum adat masih diakui keberadaan nya dan tidak dapat dipisahkan dari Indonesia. Hak merupakan suatu kekuasaan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu atau kekuasaan untuk memiliki sesuatu yang diperoleh melalui ketentuan baik secara hukum positif maupun menurut aturan lainnya. Hak-hak masyarakat hukum adat dapat diuraikan ke dalam beberapa jenis yaitu :
a) Hak konstitusional dan hak tradisional MHA, b) Hak pengelolaan dan pemanfaatan hutan, c) Hak ulayat dan penguasaan tanah ulayat,
d) Hak pengelolaan atas ladang atau perkebunan,
e) Hak perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, f) Serta hak pengelolaan wilayah pesisir.
Perseteruan utama hak masyarakat hukum adat atas wilayahnya pada kawasan hutan yang ditimbulkan minimnya pengakuan hukum bagi masyarakat, hukum adat menjadi subjek hukum antara masyarakat hukum adat dengan korporasi . Tindakan Pemerintah Terhadap Pelanggaran Hak-Hak Masyarakat Hukum Adat Masyarakat telah beroperasi turun-temurun melakukan aktivitas ekonomi , sosial dan budayanya .