• Tidak ada hasil yang ditemukan

PPT INTERNASIONALISASI DAN GLOBALISASI - Dr. Abdul Kadir, SH, M.Si

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PPT INTERNASIONALISASI DAN GLOBALISASI - Dr. Abdul Kadir, SH, M.Si"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

ETIKA PUBLIK

Dr. Abdul Kadir, M.Si

DALAM PERSPEKTIF ADMINISTRASI PUBLIK

(2)

Di Indonesia, etika publik banyak dibicarakan. Ada kesan etika publik

disamakan dengan etika politik. Ada yang mengira hanya sebagai etika

bermasyarakat, bahkan ada yang

menafsirkan sebagai kewajiban publik untuk menghormati etika.

(3)

Etika publik mulai serius dibahas setelah skandal Watergate. Skandal itu memicu pengesahan The Ethics in Government Act of 1978. sejak itu, orang mengenal istilah

“etika publik” bukan “etika pemerintahan”

karena fokus pada pelayanan publik.

(4)

Etika publik terkait langssung dengan pelayanan publik, terutama masalah integritas publik para pejabat. Integritas

pribadi tumbuh di keluarga dan teruji dalam kehidupan profesional, terutama

dalam keterlibatannya di berbagai

organisasi.

(5)

Tanggung jawab pelayanan publik, integritas

pribadi itu menjadi dasar integritas publik dengan dua modalitasnya, yaitu akuntabilitas dan

transparansi. Etika publik berawal dari

keprihatinan terhadap pelayanan publik yang buruk karena konflik kepentingan dan korupsi.

(6)

Pertaruhan kebijakan publik adalah memenuhi kebutuhan publik dan

membangun institusi-institusi yang lebih adil. Lemahnya komitmen ini

menggerogoti integritas publik para

pejabat dan politisi.

(7)

Tiga dimensi etika publik itu:

1.Dimensi sarana menyiratkan modalitas etika yang menuntut sistem, prosedur, atau instrumen baru dalam organisasi kebijakan publik;

2.Dimensi tujuan menunjukkan pertaruhannya, yaitu pelayanan publik. Maka pengertian pelayanan publik, prosedurnya dan prinsip- prinsipnya perlu dijelaskan;

3.Dimensi tindakan mendasarkan pada integritas pejabat publik atau politik.

(8)

Integritas publik memengaruhi kualitas kebijakan publik karena menjadi cermin

dari visi, komitmen, dan praktik

kehidupan pejabat publik. Maka biasa orang mengasosiasikan integritas publik dengan kualitas pribadi yang jujur, penuh

komitmen.

(9)

• Konflik, korupsi, dan birokrasi berbelit

menyebabkan buruknya pelayanan publik.

Masalahnya bukan hanya terletak pada kualitas moral seseorang (jujur, adil, fair), namun terutama pada sistem yang tidak kondusif

(10)

 Etika publik adalah refleksi tentang

standar/norma yang menentukan

baik/buruk, benar/salah prilaku,

tindakan dan keputusan untuk

mengarahkan kebijakan publik

dalam rangka menjalankan

tanggung jawab pelayanan publik.

(11)

Etika publik mengutamakan etika institutional,

yaitu bagaimana mengorganisir agar tanggung jawab bisa dijalankan, mencari prosedur atau modalitas apa yang bisa menolong. Jadi mencari sistem, prosedur, sarana, modalitas yang bisa memudahkan tindakan etis.

(12)

Etika publik mengatur terutama political

society, semua orang yang terlibat di

lembaga-lembaga negara. Semua pejabat publik, baik yang memperoleh jabatan

karena terpilih dalam pemilu atau

pilkada, maupun yang menjabat karena ditunjuk atau berkat karier.

(13)

Etika publik adalah lembaga bagian dari etika

politik. Etika politik didefinisikan sebagai “ upaya hidup baik (memperjuangkan kepentingan publik) untuk dan bersama orang lain dalam rangka memperluas lingkup kebebasan dan membangun institusi- institusi yang lebih adil” ( P. Ricoeur, 1990)

(14)

PELAYANAN PUBLIK

YANG BERKUALITAS & RELEVAN TUJUAN

TUJUAN

MODALITAS AKUNTABILITAS TRANSPARANSI

NETRALITAS

(skema baru ini hasil modifikasi segitiga etika politik B.

Sutor, Politische Erbik, 1991:86)

ETIKA PUBLIK

TINDAKAN INTEGRITAS PUBLIK

(15)

Tiga dimensi etika publik :

1. Tujuan “upaya hidup baik” diterjemahkan menjadi

“mengusahakan kesejahteraan umum melalui pelayanan publik yang berkualitas dan relevan” ;

2. Sarana: “membangun institusi-institusi yang lebih adil

“dirumuskan sebagai” membangun infrastruktur etika dengan menciptakan regulasi, hukum, aturan agar dijamin akuntabilitas, transparansi, dan netralitas pelayanan publik” ; 3. Aksi/tindakan dipahami sebagai “integritas publik” untuk

menjamin pelayanan publik yang berkualitas dan relevan.

(16)

Dimensi tujuan terumuskan dalam upaya mencapai kesejahteraan masyarakat yang berarti tersedianya pelayanan publik yang

berkualitas dan relevan. Keprihatinan utama ialah upaya penerapan kebijakan

umum (Policy) yang transparan dalam

manajemen publik.

(17)

Dimensi Modalitas (sarana, policy) yang memungkinkan pencapaian tujuan.

Dimensi ini meliputi sistem dan prinsip-

prinsip dasar dan pengorganisasian praktik pelayanan publik dengan perhatian khusus

pada membangun institusi-institusi sosial

yang lebih adil.

(18)

Dimensi, tindakan politisi dan pejabat publik dituntut memiliki integritas publik. Dalam dimensi

etika publik ketiga ini, pelaku memegang peran sebagai yang menentukan rasionalitas tindakan

dan keutamaan (kualitas moral

pelaku).

(19)

Pejabat publik atau politisi dituntut memiliki integritas publik, dalam

arti menghindari kekerasan

menjadi imperatif moral (ungkapan hormat terhadap martabat

manusia), maka penguasaan

manajemen konflik adalah syarat

aksi politik yang etis.

(20)

Kebijakan publik mempunyai makna

karena memperhitungkan kepentingan publik dan responsif terhadap harapan, keluhan, protes, kritik, persetujuan,

penolakan. Makna etis semakin tersurat ketika tindakan didasari belarasa dan

keberpihakan kepada yang lemah, miskin, atau tersingkir.

(21)

Dengan mempertimbangkan sumbangan teori etika di dalam proses pengambilan keputusan,

pejabat publik diajak mengkaji alasan atau

“mengapanya” suatu norma atau kode etika perlu dipatuhi. Dibalik suatu penalaran etis, terdapat alasan pilihan nilai yang mendasari

suatu komitmen.

(22)

Meski etika publik menekankan modalitasnya atau etika institusional, ia tidak mengabaikan etika keutamaan. Institusi dan keutamaan adalah dua dimensi etika yang saling mendukung. Keutamaan merupakan faktor stabilisasi tindakan yang berasal dari dalam diri pelaku sehingga tindakan bisa diramalkan dan kebaikan bisa diandalkan; sedangkan institusi yang baik akan menjamin stabilitas tindakan dari luar diri pelaku ( B. Sutor, 1991:65 )

(23)

Etika publik bertujuan menjamin integritas pejabat dalam pelayanan publik, maka berurusan dengan praktik institusi sosial, hukum, komunitas, struktur-struktur sosial,

politik, dan ekonomi.

(24)

Etika publik yang diarahkan pada dimensi refleksinya akan membuka cakrawala baru:

1.Memungkinkan orang untuk memikirkan secara kritis tanggung jawabnya di dalam pengambilan keputusan dan tindakan;

2.Memberi legitimitas dalam suatu pertimbangan moral karena memperhitungkan cakrawala budaya masyarakat yang menyumbang dalam mematangkan suatu proses keputusan;

3.Aspek refleksif melengkapi kelemahan yuridis (yang terlalu menekankan kepatuhan) dengan menghubungkan norma dan cara penerapannya dalam sistem tindakan.

(25)

Ada empat hal yang dipertaruhkan dalam menegakkan etika publik :

1.Menangani masalah korupsi dan konflik kepentingan,

2.Membantu pejabat publik yang sering harus berhadapan dengan dilema etika antara prinsip yang mereka yakini, nilai-nilai pribadi, dan tuntutan profesional,

(26)

3. Bagaimana mengintegrasikan nilai-nilai etika di dalam proses pengambilan keputusan. Integritas semacam itu semakin sulit karena masalah pluralitas nilai dan kemajuan ilmu-teknologi. Apalagi struktur pemaknaan ekonomi (logika pasar) sangat menentukan cara berpikir di segala bidang,

4. Bagaimana menghadapi logika pasar yang besar pengaruhnya dalam mengarahkan layanan publik.

(27)

Mengapa orang berpaling ke etika publik?

Karena dengan menekankan pada

sekumpulan nilai dan norma, serta prinsip moral, etika publik mau membentuk dasar

integritas pelayanan publik (E. Kolthoff, 2007:3)

(28)

Hakikat moral dari etika publik menuntut lebih dari sekedar kompetensi teknis karena harus mampu mengidentifikasi masalah-masalah dan konsep etika yang

khas dalam pelayanan publik.

(29)

Etika publik mengarahkan analisa sosial, budaya, dan politik dalam suatu perspektif

pencarian sistematik bentuk pelayanan publik dengan memperhitungkan interaksi

antara nilai-nilai masyarakat dan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh lembaga-lembaga

publik (Y. Boisvert, 2002:29).

(30)

Elaborasi etika publik tidak bisa lepas dari dua tugasnya, yaitu memperhitungkan nilai-nilai masyarakat yang sedang berkembang dalam mengarahkan keputusan pejabat publik dan memahami dampak sosial, politik, dan moral dari keputusan itu merefleksikan nilai, prinsip, norma, dan bentuk regulasinya, karena keempat hal ini menopang organisasi, struktural, dan manajemen kehidupan kolektif, terutama masalah pembagian kekuasaan dan tanggung jawab.

(31)

Etika publik harus mampu membantu pejabat publik ketika menghadapi dilema antara

akuntabilitas terhadap atasan atau lebih

menjawab kebutuhan publik, bicara benar atau menjaga kerahasiaan, kepentingan partai

politiknya atau kepentingan publik melaporkan pelanggaran atau diam (K. Kernaghan, 1993:16)

(32)

Pelayanan publik merupakan pengambil alihan tanggung jawab oleh kolektivitas atas

sejumlah kekayaan, kegiatan, atau pelayanan dengan menghindari logika milik pribadi atau swasta karena tujuannya pertama-tama bukan

mencari keuntungan (B. Libois, 2007:141)

(33)

Pelayanan publik merupakan beragam bentuk organisasi hukum, baik di dalam maupun di luar sektor publik. Ada pula yang berbentuk

perusahaan swasta atau BUMN; asosiasi-

asosiasi yang berasal dari insiatif pribadi atau swasta diakui memiliki fungsi pelayanan

publik (organisasi keagamaan, asosiasi nirlaba)

(34)

Pelayanan publik merupakan lembaga rakyat yang memberi pelayanan kepada warga

negara, memperjuangkan kepentingan

kolektif, dan menerima tanggung jawab untuk memberi hasil (J. S. Bowman, 2009:9). Jadi

siapa saja yang berusaha memajukan kesejahteraan publik dan menumbuhkan

kepercayaan untuk mengusahakan

kesejahteraan bersama merupakan bagian dari pelayanan publik.

(35)

Kekhasan pelayanan publik terletak dalam upaya merespons kebutuhan publik sebagai konsumen.

Kebutuhan dasar yang tidak selalu bisa dipenuhi oleh pihak swasta, asosiasi, atau orang

perseorangan. Seandainya kebutuhan dasar itu bisa dipenuhi oleh pihak-pihak tersebut pelayanan

publik masih terlalu mahal atau sulit dijangkau oleh masyarakat.

(36)

Budaya etika publik ini bisa menjadi praktik kehidupan dalam organisasi, keterlibatan sosial dan politik, maka akuntabilitas dan transparansi perlu diterjemahkan ke dalam

program-program.

(37)

• Membangun budaya etika publik

melalui akuntabilitas dan transparansi

yang dimulai dengan mengusahakan

pembentukan Komisi Etika dan

pembangunan infrastruktur etika.

(38)

• Transparansi dalam pengadaan

barang/jasa publik, termasuk

pentingnya pejabat publik kompeten

yang khusus meneliti karier di bidang

ini.

(39)

• Memberdayakan civil society dengan

mendorong partisipasi masyarakat

dalam pengawasan terhadap

pelayanan publik oleh Warga Negara.

(40)

• Pembentukan jaringan dan

pendidikan/pelatihan dalam rangka

pemberantasan Kolusi, Korupsi dan

Nepotisme (KKN).

(41)

• Ikut serta dalam pengawasan

Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN), dan Anggaran

Pendapatan Belanja Daerah (APBD)

Provinsi dan Kab/Kota serta APBD

desa.

(42)

Pembentukan jaringan ini melibatkan berbagai kalangan: organisasi massa, organisasi

keagamaan, asosiasi profesi, asosiasi nirlaba, LSM, dan semua kelompok yang mempunyai

keprihatinan terhadap good governance.

(43)

Model lain pemberdayaan civil society ialah ikut mengontrol perencanaan anggaran belanja

pemerintah daerah dan pelaksanaannya.

Perhatian difokuskan pada alokasi anggaran, memperbaiki prosedur audit dan bagaimana

membangun mekanisme untuk

mengontrolnya serta menuntut akuntabilitas pejabat publik.

(44)

Hadirnya civil society dalam perencanaan anggaran, terbuka akses informasi tentang apa yang akan dilakukan pemerintah. Pada saat evaluasi pertanggungjawaban, meski wakil rakyat sudah melakukan pengawasan, tidak menutupi kemungkinan bahwa masyarakat menagih atau menuntut program/proyek yang tidak dilaksanakan dengan baik atau bila ada penyelewengan. Bentuk partisipasi pengawasan semacam ini mencegah terjadinya kolusi pemerintah dengan wakil rakyat.

(45)

Civil society diharapkan bisa memfokuskan

pengawasan pada pengadaan barang/jasa publik, terutama program/proyek besar

pemerintah seperti infrastruktur (jalan, jembatan, gedung, pabrik, universitas, instalasi listrik, telekomunikasi, unversitas,

sekolah).

(46)

Siapa saja yang dilibatkan dalam kelima program pembangunan etika publik ini?

1.Pengalaman, pengetahuan, dan organisasi yang sudah terstruktur. Sudah terbiasa dalam hal advokasi; jaringan yang luas dan komitmen yang jelas untuk pelayanan publik.

(47)

2. Fungsi pengawasan bukan hanya mengkritik dan mengingatkan, tetapi juga menyediakan modalitas pencegahan dengan terlibat mengawasi dan memverifikasi penyelenggaraan negara, dengan semboyannya: “Trust, but verity”

(M.C.Munger, 2000)

(48)

3. Jaringan asosiasi-asosiasi profesi seperti akuntan, hukum, dokter, insinyur sipil, arsitek. Sumbangan kelompok-kelompok ini akan sangat berarti untuk analisa, investigasi, audit, evaluasi suatu proyek atau advokasi hukum.

(49)

4. Organisasi-organisasi mahasiswa sagat diperlukan. Dari pengalaman, organisasi mahasiswa banyak berperan di dalam perubahan. Maka keterlibatan mereka di dalam pembangunan budaya etika dan pemberantasan korupsi ini selain memberi orientasi kegiatan mereka, juga sebagai bentuk penyadaran kepekaan etis.

(50)

5. Sebaiknya semua univiersitas memberi pilihan, kalau perlu mewajibkan kepada mahasiswa di semester akhir, dalam rangka KKN (Kuliah Kerja Nyata), untuk terlibat di dalam program kegiatan pemberantasan korupsi dan pembangunan budaya etika ini.

(51)

6. Unsur pokok pengawasan dan perubahan yang utama adalah media. Media melalui penyebaran pesan dan pengungkapan kasus- kasus hasil penelitian atau investigasinya merupakan kekuatan tawar politik yang menentukan. Dampak sosisal dalam membentuk opini publik dan mengungkap konflik kepentingan dan korupsi sangat besar.

(52)

Etika dalam perspektif kebijakan publik bukan sekedar pemikiran, namun berupa pengalaman.

Pengalaman etika muncul dalam gerak kepedulian. Kepedulian yaitu memberikan kebijakan kebaikan yang hakiki semata-mata

hanya untuk satu titik kepentingan publik.

(53)

Referensi

Dokumen terkait

Evaluation of the structural model is a step to determine whether a hypothesis is based on the research model, and the value of R 2 from endogenous

Therefore, this study aimed to investigate the conversational implications and the violation of the cooperative principles in Ahmad Fuadi's novel “Negeri 5 Menara.” Literature Review