II. DASAR TEORI
Tekanan uap jenuh adalah tekanan yang dihasilkan oleh uap zat cair saat terjadi keseimbangan antara proses penguapan dan kondensasi dalam sistem tertutup. Faktor-faktor yang memengaruhi tekanan uap meliputi suhu, sifat zat cair, dan keberadaan zat terlarut. Hukum Raoult menyatakan bahwa tekanan uap larutan ideal berbanding lurus dengan fraksi mol pelarut dalam larutan. Ketika zat terlarut non-volatil ditambahkan ke dalam pelarut, tekanan uap larutan akan lebih rendah dibandingkan dengan tekanan uap pelarut murni karena molekul zat terlarut menghambat pelepasan molekul pelarut ke fase gas.
Selain itu, sifat koligatif larutan, yang mencakup penurunan tekanan uap, menunjukkan bahwa semakin banyak zat terlarut dalam suatu larutan, semakin besar pula penurunan tekanan uap yang terjadi. Ionisasi zat terlarut dalam larutan juga berkontribusi terhadap perubahan tekanan uap. Misalnya, garam (NaCl) yang terlarut dalam air mengalami disosiasi menjadi ion Na⁺ dan Cl⁻ yang berinteraksi dengan molekul air, menghambat pergerakan molekul air ke fase gas dan menurunkan tekanan uap lebih lanjut dibandingkan zat yang tidak terionisasi.
Di sisi lain, zat terlarut volatil seperti asam cuka (CH₃COOH) memiliki tekanan uap sendiri dan dapat meningkatkan atau menurunkan tekanan uap larutan tergantung pada interaksi intermolekuler yang terjadi. Jika molekul asam cuka cenderung membentuk ikatan hidrogen yang kuat dengan air, maka akan terjadi penurunan tekanan uap. Namun, jika asam cuka lebih mudah menguap dibandingkan air, maka tekanan uap total larutan bisa meningkat. Oleh karena itu, eksperimen ini bertujuan untuk mengamati perubahan tekanan uap akibat penambahan zat terlarut volatil dan non-volatil.
BANG SATRIO:
Tekanan uap jenuh merupakan tekanan yang dihasilkan oleh uap suatu cairan saat terjadi keseimbangan antara proses evaporasi dan kondensasi dalam sistem tertutup. Beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan uap antara lain suhu, sifat intrinsik cairan, dan keberadaan zat terlarut. Hukum Raoult menyatakan bahwa tekanan uap suatu larutan ideal sebanding dengan fraksi mol pelarut dalam campuran tersebut. Ketika zat terlarut yang bersifat non-volatil ditambahkan ke dalam pelarut, tekanan uap larutan menjadi lebih rendah dibandingkan dengan pelarut murni. Hal ini terjadi karena molekul zat terlarut menghalangi transisi molekul pelarut ke fase gas.
Selain itu, sifat koligatif larutan, termasuk penurunan tekanan uap, menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi zat terlarut, semakin besar pula penurunan tekanan uap yang terjadi. Dalam kasus zat terlarut yang mengalami ionisasi, efek ini menjadi lebih signifikan. Misalnya, natrium klorida (NaCl) yang terlarut dalam air akan mengalami disosiasi menjadi ion Na⁺ dan Cl⁻, yang kemudian berinteraksi dengan molekul air dan menghambat penguapannya, sehingga menyebabkan tekanan uap berkurang lebih drastis dibandingkan zat yang tidak mengalami ionisasi.
Sebaliknya, zat terlarut yang bersifat volatil, seperti asam asetat (CH₃COOH), memiliki tekanan uap tersendiri yang dapat memengaruhi tekanan uap larutan secara keseluruhan. Efeknya bergantung pada interaksi intermolekuler yang terjadi dalam larutan. Jika asam asetat membentuk ikatan hidrogen yang kuat dengan air, tekanan uap larutan akan mengalami penurunan. Namun, jika asam asetat memiliki volatilitas yang lebih tinggi dibandingkan air, maka tekanan uap larutan bisa meningkat. Oleh karena itu, eksperimen ini bertujuan untuk menganalisis perubahan tekanan uap yang disebabkan oleh penambahan zat terlarut volatil dan non-volatil.
1. Penambahan zat terlarut non-volatil, seperti garam, menurunkan tekanan uap larutan karena interaksi ioniknya menghambat penguapan molekul air.
2. Zat terlarut volatil, seperti asam cuka, dapat meningkatkan atau menurunkan tekanan uap tergantung pada kekuatan interaksinya dengan air.
3. Hasil percobaan ini mendukung Hukum Raoult dan konsep sifat koligatif larutan, karena larutan garam menunjukkan penurunan tekanan uap akibat interaksi ioniknya dengan air, sedangkan
larutan asam cuka menunjukkan variasi tekanan uap tergantung pada volatilitasnya., khususnya dalam hal penurunan tekanan uap akibat zat terlarut.
Air bisa menempel pada kaca arloji dalam praktikum tekanan uap jenuh larutan karena adanya kondensasi uap air. Berikut adalah penjelasannya:
1. Proses Penguapan dan Kondensasi
Ketika air atau larutan diuapkan dalam wadah tertutup, sebagian molekul air di permukaan cairan berubah menjadi uap.
Uap ini naik dan menyentuh permukaan kaca arloji yang lebih dingin dibandingkan udara di dalam wadah.
Karena suhu lebih rendah, energi kinetik molekul uap berkurang, sehingga molekul-molekul tersebut kembali ke bentuk cair, membentuk embun di permukaan kaca arloji.
2. Gaya Antarmolekul
Molekul air memiliki gaya adhesi (gaya tarik antara air dan kaca) dan gaya kohesi (gaya tarik antar molekul air).
Kaca bersifat hidrofilik, artinya memiliki kecenderungan untuk menarik dan menahan molekul air di permukaannya.
Karena itu, tetesan air hasil kondensasi tetap menempel pada kaca arloji.
3. Hubungan dengan Tekanan Uap
Semakin tinggi tekanan uap larutan, semakin banyak molekul air yang berubah menjadi uap dan akhirnya terkondensasi di kaca arloji.
Sebaliknya, jika tekanan uap lebih rendah (misalnya pada larutan dengan garam), jumlah embun yang terbentuk akan lebih sedikit.
Jadi, fenomena air menempel di kaca arloji ini adalah akibat dari keseimbangan antara penguapan dan kondensasi, yang juga menjadi dasar dalam memahami tekanan uap jenuh larutan.
Jika larutan diberi zat non-volatil (seperti garam atau gula), jumlah butiran air hasil kondensasi di kaca arloji akan berkurang dibandingkan dengan air murni. Hal ini terjadi karena:
1. Penurunan Tekanan Uap
Menurut Hukum Raoult, zat non-volatil tidak dapat menguap, sehingga mengurangi jumlah molekul pelarut (air) yang dapat berpindah ke fase uap.
Dengan lebih sedikit molekul air yang menguap, jumlah uap air di dalam wadah juga menurun, sehingga lebih sedikit yang dapat terkondensasi di kaca arloji.
2. Lebih Sedikit Embun yang Terbentuk
Karena jumlah uap air berkurang, proses kondensasi juga berkurang.
Ini menyebabkan butiran air yang menempel di kaca arloji menjadi lebih sedikit atau lebih kecil dibandingkan dengan air murni.
3. Efek Konsentrasi Larutan
Semakin tinggi konsentrasi zat non-volatil, semakin besar penurunan tekanan uap, sehingga jumlah embun yang terbentuk semakin sedikit.
Kesimpulannya, penambahan zat non-volatil mengurangi jumlah butiran air hasil kondensasi karena menurunkan tekanan uap larutan, sehingga lebih sedikit molekul air yang dapat menguap dan terkondensasi di kaca arloji.
Hukum Raoult menyatakan bahwa tekanan uap suatu pelarut dalam larutan berbanding lurus dengan fraksi mol pelarut dalam larutan
Ketika zat non-volatil (seperti garam atau gula) ditambahkan ke dalam air, fraksi mol air menurun, sehingga tekanan uap air juga berkurang.