• Tidak ada hasil yang ditemukan

PREVALENSI HASIL PEMERIKSAAN HBsAg PADA PENDONOR DARAH di UNIT TRANSFUSI

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "PREVALENSI HASIL PEMERIKSAAN HBsAg PADA PENDONOR DARAH di UNIT TRANSFUSI "

Copied!
53
0
0

Teks penuh

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Donor darah adalah proses pengambilan darah seseorang secara sukarela untuk disimpan di bank darah yang digunakan untuk keperluan transfusi darah (Daradjatun, 2008). Donor darah sukarela adalah seseorang yang secara sukarela mendonorkan darahnya untuk kepentingan orang yang membutuhkan tanpa diketahui untuk siapa (Elfazia, 2009). Di Indonesia, menurut peraturan yang ada, wajib dilakukan tes skrining IMLTD pada semua kantong darah yang dikumpulkan untuk HIV, virus hepatitis B, virus hepatitis C dan sifilis.

Dalam upaya menjaga agar darah donor aman dari infeksi virus hepatitis B (HBV), setiap kantong darah donor telah dilakukan skrining antigen permukaan hepatitis B (HBsAg) sejak tahun 1985. Namun, banyak peneliti menemukan bahwa darah dengan hasil skrining HBsAg negatif saja tidak dapat dinyatakan aman karena darah donor dengan infeksi HBsAg negatif masih dapat menyebabkan infeksi H,BsAg (09). Beberapa penelitian menemukan bahwa darah dengan hasil skrining HBsAg negatif saja tidak dapat dinyatakan aman karena darah donor dengan HBsAg negatif dapat mengakibatkan infeksi HBV, seperti yang ditunjukkan pada penelitian di India, sebanyak 14,6% dan di Inggris sebanyak 0,57% penerima darah HBsAg-negatif masih terinfeksi HBV.

Namun, tes serologis anti-HBc dan anti-HBs masih tidak dapat menghilangkan kemungkinan mendapatkan darah berbahaya dari donor selama masa jendela sebelum serokonversi. Dengan berkembangnya ilmu dan teknologi biologi molekuler, ditemukan teknologi deteksi DNA yang lebih cepat, sehingga tes skrining molekuler untuk donor darah dalam jumlah banyak dan dalam waktu singkat sangat dimungkinkan. Tes skrining molekuler yang dimaksud adalah tes DNA HBV kualitatif yang secara bersamaan dikombinasikan dengan tes asam ribonukleat (RNA) virus HIV dan hepatitis C, yang dikenal sebagai tes asam nukleat (NAT) "multipleks".

Hal ini menunjukkan bahwa empat dari 10 Orang Rimba menderita penyakit yang disebabkan oleh virus Hepatitis B (Herawati, 2016). Herawati menjelaskan, virus Hepatitis B (HBV) dapat menyebabkan peradangan hati akut atau kronis yang pada beberapa kasus dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati.

Rumusan Masalah

Hasil kajian Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman bekerja sama dengan Lembaga Konservasi Indonesia WARSI menyebutkan lebih dari sepertiga penduduk Rimba di Provinsi Jambi menderita hepatitis. 34; Hasil penelitian ini sangat mengejutkan sekaligus mengkhawatirkan, kondisinya bisa disebut hiperendemik pada Orang Rimba,” kata Ketua Tim Riset Kesehatan Orang Rimba LBM Eijkman, Prof. Herawati Sudoyo di Jambi. Ia mengatakan prevalensi hepatitis B pada Orang Rimba atau jumlah total orang sakit dalam kondisi tertentu adalah 9 persen.

Hepatitis dikatakan sebagai penyakit menular melalui kontak langsung dengan cairan tubuh penderita dari ibu penderita kepada anak yang dilahirkan, melalui air mani, cairan vagina dan luka terbuka (Herawati, 2016). 34;Kondisi ini sangat membutuhkan perhatian serius dari semua pihak, terutama pemerintah daerah, mengingat menurut penelitian kami, jumlah penderita tertinggi menurut kelompok umur justru pada kelompok usia produktif yaitu 17 hingga 55 tahun,” jelasnya.

Batasan Masala

Tujuan

  • Tujuan Umum
  • Tujuan Khusus

Manfaat

TINJAUAN PUSTAKA

Hepatitis B

  • Definisi Hepatitis B
  • Struktur Hepatitis B
  • Epidemiologi Hepatitis B
  • Penularan Hepatitis B
  • Patogenesis Hepatitis B
  • Patofisiologi Hepatitis B
  • Manifestasi klinis Hepatitis B
  • Diagnosis Hepatitis B

Virus hepatitis B adalah virus DNA (Deoxyribo Nucleic Acid) terkecil dari genus Orthohepadnavirus dalam famili Hepadnaviridae, dengan diameter 40-42 nm (Hardjoeno, 2007). Infeksi HBV adalah penyebab utama hepatitis akut, hepatitis kronis, sirosis dan kanker hati di dunia. Jalur penularan infeksi HBV yang paling sering di Indonesia adalah parenteral yaitu secara vertikal (penularan) ibu-neonatal atau horizontal (kontak antar individu sangat dekat dan lama, seksual, iatrogenik, menggunakan jarum suntik bersama).

Virus hepatitis B dapat dideteksi pada semua sekresi dan cairan tubuh manusia, dengan konsentrasi tertinggi pada serum (Juffrie et al, 2010). Virus hepatitis B awalnya menempel pada reseptor spesifik pada membran sel hati kemudian menembus sitoplasma sel hati. Virus hepatitis B dilepaskan ke dalam sirkulasi darah, mekanisme kerusakan hati kronis terjadi akibat respon imun pasien terhadap infeksi (Mustofa & Kurniawaty, 2013).

Selama periode ini, anti-HBc mungkin terbukti secara serologis pada infeksi HBV (Asdie et al, 2012). Penanda anti-HBc dengan cepat terlihat dalam serum, dimulai dalam 1 hingga 2 minggu pertama setelah onset HBsAg dan mendahului tingkat anti-HBs yang terdeteksi dalam beberapa minggu hingga bulan (Asdie et al, 2012). Selama infeksi akut, IgM anti-HBc biasanya muncul 2 minggu setelah HBsAg terdeteksi dan akan bertahan selama ± 6 bulan.

Pemeriksaan IgM anti-HBc penting untuk diagnosis infeksi akut, terutama bila HBsAg tidak terdeteksi (periode jendela). Penanda IgM anti-HBc menghilang, IgG anti-HBc muncul dan akan bertahan lama (Hardjoeno, 2007).

HBsAg

Amplifikasi tertarget (metode polymerase chain reaction/PCR) telah mengembangkan teknik PCR real-time untuk mengukur DNA HBV. Jika virus aktif bereplikasi di hepatosit, penanda selanjutnya yang muncul adalah antigen envelope (HBeAg). Deteksi antigen ini menunjukkan bahwa orang tersebut dalam keadaan sangat menular dan selalu ditemukan pada semua infeksi akut.

Pada infeksi akut juga dapat ditemukan saat gejala hepatitis muncul, sedangkan pada infeksi VHB kronis dapat ditemukan pada fase toleransi imun dan pembersihan imun yang merupakan fase replikasi VHB. Pada fase integrasi, yaitu fase VHB non-replikatif, hanya ditemukan partikel HBsAg sferis yang beredar (Unila, 2015). Secara umum sistem imun terbagi menjadi 2 yaitu sistem imun non spesifik dan sistem imun spesifik.

Sistem kekebalan non-spesifik adalah mekanisme pertahanan alami yang bersifat bawaan dan dapat ditujukan langsung terhadap berbagai agen infeksius atau antigen. Jika sistem imun non-spesifik tidak dapat mengalahkan patogen, maka sistem imun adaptif berperan (Training Resource Series, 2002). Dalam pemberian vaksin, sistem imun adaptif ini berperan memberikan kekebalan terhadap satu jenis patogen melalui mekanisme memori (Training Resource Series, 2002).

Respon ini muncul karena adanya antigen yang terkandung dalam virus yang masuk ke dalam sel hati. Namun pandangan bahwa virus hepatitis B dapat merusak sel hati tidak selalu benar, karena HBsAg positif sering ditemukan pada sel hati pembawa hepatitis B yang sehat (Staf Guru Keperawatan Anak, 1985).

Pemeriksaan HBsAg

METODE PENELITIAN

  • Jenis Penelitian dan Desain Penelitian
  • Tempat dan Waktu Penelitian
  • Populasi dan Sampling Penelitian
    • Populasi
    • Sampling
  • Persiapan Penelitian
    • Persiapan Alat
    • Persiapan Bahan
  • Prosedur Kerja
    • Pengambilan Darah Vena
    • Prosedur Kerja Dengan Menggunakan Metode Rapid Test
  • Teknik Pengolahan dan Analisa data
    • Pengolahan Data
    • Analisa Data

Pada penelitian ini disajikan data dalam bentuk tabel yang menggambarkan prevalensi hasil pemeriksaan HBsAg pada pendonor darah di Unit Transfusi Darah RSU Raden Mattaher Jambi. Hasil penelitian deskriptif berjudul Prevalensi hasil skrining HBsAg pada pendonor darah di RS Raden Mattaher Jambi bulan Januari 2019. Skrining HBsAg pada penelitian ini dilakukan terhadap 237 sampel yang diambil dari pendonor darah di Unit Transfusi Darah RS Raden Mattaher Jambi.

Telah dilakukan penelitian dengan judul Prevalensi Hasil Skrining HbsAg Pada Pendonor Darah di Unit Transfusi Darah RSU Raden Mattaher Jambi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil pemeriksaan HBsAg pada pendonor darah di Unit Transfusi Darah RSU Raden Mattaher Jambi. Pemeriksaan HBsAg menggunakan strip HBsAg dengan metode imunokromatografi, metode ini digunakan karena paling mudah dan cepat dibandingkan dengan metode Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA) atau menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR).

Unit Transfusi Darah RS Raden Mattaher Jambi mendapatkan hasil positif sebanyak 13 sampel (Arya Winata, 2017). Dapat disimpulkan hasil investigasi prevalensi HBsAg pada pendonor darah di unit transfusi darah RS Raden Mattaer Jambi pada Januari 2019. Hartati NS. Frekuensi Positif HBsAg pada Pemeriksaan Skrining Darah di PMI Cabang Padang dari Januari 2001 sampai Desember 2001 (Tesis).

Kejadian HBsAg positif pada pemeriksaan skrining darah di Palang Merah Indonesia cabang Padang periode 1 Januari 2005 sampai dengan 31 Desember 2005 (Tesis). Padang: Universitas Andalas; 2006. Judul Penelitian: Prevalensi Hasil Pemeriksaan HBsAg Pada Pendonor Darah di Unit Transfusi Darah RSU Raden Mattaher Jambi.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Tabel 4.1 menunjukkan hasil HBsAg reaktif pada usia 25-44 tahun sebesar 84,6%, HBsAg reaktif terbanyak pada laki-laki yaitu 84,6. Hepatitis B merupakan penyakit menular, dan semua staf rumah sakit baik medis maupun non medis yang bekerja di rumah sakit rentan terhadap infeksi. Hasil ini sesuai dengan penelitian tentang proporsi infeksi virus hepatitis B yang tersembunyi pada pasien HIV. Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM menyebutkan bahwa dari 100 sampel acak, 80% HBV DNA positif pada laki-laki dan 20% HBV DNA positif pada perempuan, pada rentang usia 25 sampai 41 tahun (UI, 2015).

Asia adalah penyumbang kanker hati terbesar di dunia dan pria lebih banyak terkena dibandingkan wanita dengan rasio 3:1 berbanding 5:1 untuk pria. Prof. Ali mengatakan bahwa untuk negara-negara di Asia Pasifik, hingga 70 persen kanker hati disebabkan oleh hepatitis B. Ada yang mengatakan hal ini karena wanita memiliki sistem kekebalan yang lebih kuat daripada pria.

Perjalanan menjadi kanker hati cukup panjang, awalnya virus hepatitis B masuk ke dalam tubuh kemudian menyebabkan kerusakan dan merangsang sel untuk aktif. Akibatnya, akan muncul bintil (benjolan) pada hati yang jika terus menerus dapat menyebabkan sirosis menjadi kanker hati. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian terhadap tenaga medis dan non medis yang bekerja di lingkungan rumah sakit yang memberikan vaksin dan yang tidak memberikan vaksin.

Untuk menyadarkan masyarakat akan bahaya hepatitis B dan selalu menjaga kesehatan dan keselamatan kerja. Herlinda N. HBsAg frekuensi positif pada tes skrining donor darah di UTDC Padang tahun 2001 (Skripsi) Padang: Universitas Andalas; 2002.

Tabel  4.2  Distribusi  frekuensi  berdasarkan  umur,  jenis  kelamin,  hasil  Pemeriksaan HBsAg pada penodonor darah
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi berdasarkan umur, jenis kelamin, hasil Pemeriksaan HBsAg pada penodonor darah

Distribusi Frekuensi Hasil Pemeriksaan Umum

Pembahasan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode imunokromatografi dengan mengamati garis merah pada daerah kontrol (C) dan daerah uji (T). Untuk mencegah penyakit di tempat kerja dengan melakukan pemeriksaan rutin dan berkala secara menyeluruh sebelum memulai pekerjaan, dan untuk meningkatkan kesehatan pekerja dan keluarganya dengan melakukan pemeriksaan rutin, memastikan vaksinasi, memakai alat pelindung diri (APD) di tempat kerja, membuang jarum bekas dengan aman, dan mencuci tangan sebelum dan sesudah bertindak. Jika Anda memiliki riwayat keluarga hepatitis atau kanker, waspadai hal ini, karena faktor genetik yang diturunkan ini dapat mempercepat pembentukan nodul abnormal yang menjadi kanker (Ali, 2011).

Pemeriksaan Antigen Permukaan Hepatitis B (HBsAg) dengan metode imunokromatografi, 224 sampel terdapat garis merah pada area Kontrol (94,5%) dan 13 sampel terdapat garis merah pada area Kontrol dan Uji (5,5%). Agar Rumah Sakit selalu waspada dalam setiap tindakan memberikan pelayanan kesehatan dan selalu mematuhi Standar Operasional yang berlaku.

PENUTUP

Kesimpulan

Saran

Gambar

Tabel  4.1  Distribusi  frekuensi  berdasarkan  jenis  kelamin,  umur,  HBsAg  pada pendonor darah secara khusus
Tabel  4.2  Distribusi  frekuensi  berdasarkan  umur,  jenis  kelamin,  hasil  Pemeriksaan HBsAg pada penodonor darah

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data Penelitian Kadar Glukosa Darah Puasa dan 2 jam Post Prandial pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II di RSUD Sawahlunto, Pada Penelitian ini dapat di