Pernikahan dini yang terjadi pada anak usia sekolah berdampak pada terhentinya pendidikan anak karena rasa malu. Pernikahan dini juga berdampak pada rumah tangganya, sering terjadi pertengkaran antara suami dan istri karena rendahnya pendidikan sehingga sulit mendapatkan pekerjaan atau terbatasnya kesempatan kerja bagi suami. Penulis mencermati banyak terjadi pernikahan dini di kalangan masyarakat Ambon, kemudian pernikahan tersebut diakomodir oleh Pendamping Nikah dengan mengawinkan anak di bawah umur.
Salah satu penyebab terjadinya pernikahan dini di kota Ambon adalah pergaulan bebas yang mengakibatkan terjadinya kehamilan sehingga harus menikah walaupun tidak terpenuhinya batasan usia minimal.
Rumusan Masalah
Signifikansi Penelitian
Bagi civitas akademika dan pemangku kepentingan terkait, meningkatkan pengetahuan tentang upaya pencegahan pernikahan dini dengan melakukan sosialisasi batasan usia minimal menikah.
Hasil Penelitian Terdahulu
Selanjutnya juga dilakukan penelitian terkait dengan judul Pernikahan Dini dan Permasalahannya oleh Eddy Fadhliyana. Penulis menggunakan penelitian ini sebagai kajian terhadap penelitian-penelitian terdahulu yang berbeda dengan penelitian yang akan diteliti oleh penulis mengenai objek penelitian yang mempunyai budaya berbeda sehingga alasan pernikahan dini juga bisa berbeda-beda. Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan, lokasi penelitian di Kota Ambon dengan objek penelitian pada masyarakat terkait pernikahan dini yaitu orang tua dan anak yang melakukan pernikahan dini, pendamping KUA dan Penghulu/Imam yang melakukan pernikahan dini, serta pihak-pihak terkait. yaitu KPAD (Komisi Perlindungan Anak Daerah) jika dibentuk di provinsi Maluku.
Untuk memperoleh data tersebut peneliti melibatkan orang tua dan anak yang melangsungkan pernikahan usia dini, KUA dan Penghulu/Imam yang melangsungkan perkawinan anak usia dini serta pihak terkait yaitu KPAD (Komisi Daerah Perlindungan Anak), jika iya maka akan dikembangkan di Provinsi Maluku melalui observasi dan wawancara.
Landasan Teori
Defenisi Problematika
Batas Usia Minimal kawin a. Pengertian Perkawinan
Menurut hukum Islam, perkawinan atau perkawinan adalah ikatan batin dan jasmani antara seorang pria dan seorang wanita untuk hidup bersama dalam satu rumah tangga dan menghasilkan keturunan, yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum syariah. Literatur fiqih klasik tidak menyebutkan batasan usia minimal jika ingin menikah, namun ada syarat yang harus dipenuhi yaitu laki-laki tersebut telah mencapai pubertas dan dalam keadaan sehat. Dalam tafsir ayat al-Ahkam disebutkan bahwa seorang anak adalah balikh jika anak laki-laki itu bermimpi, sebagaimana kesepakatan para ulama adalah bahwa seorang anak yang bermimpi lalu ejakulasi, maka ia mendapat balikh, sedangkan ciri-ciri wanita adalah:
Alâ Madzâhib al-Arba'ah, batas baligh seorang anak biasanya ditandai dengan satu tahun, namun terkadang ditandai dengan tanda yaitu mimpi bagi laki-laki dan haid bagi perempuan. Menurut Hanafi, tanda baligh bagi laki-laki ditandai dengan mimpi dan ejakulasi, sedangkan bagi perempuan ditandai dengan haid, namun bila keduanya tidak ada tanda-tandanya, maka ditandai dengan satu tahun, yaitu 18 tahun bagi laki-laki dan 17 tahun untuk wanita. Terdapat perbedaan pendapat mengenai batasan umur anak dalam fikih Islam, yaitu adanya pandangan bahwa batasan umur tidak dilihat dari sudut pandang seorang anak laki-laki yang telah mengalami atau mencapai ihtilam dan kemudian dianggap sudah dewasa.
Mereka berpendapat bahwa apabila seorang laki-laki dan seorang perempuan telah berumur penuh 15 tahun, kecuali laki-laki yang telah mencapai ichtilam dan perempuan yang telah haid sebelum umur 15 (lima belas), maka keduanya dinyatakan telah baligh, juga berdasarkan yang diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa beliau dihadirkan kepada Rasulullah pada hari perang Uhud ketika beliau berumur 14 (empat belas) tahun, kemudian Rasulullah tidak memperbolehkannya ikut serta dalam perang tersebut. Kemudian, apabila anak tersebut telah melewati usia 12 (dua belas) tahun bagi laki-laki dan 9 (sembilan) tahun bagi perempuan, namun belum ada tanda-tanda memasuki masa dewasa atau pubertas dari segi fisik, maka tunggulah sampai usia 15 (lima belas) tahun. bertahun-tahun. tahun. ) tahun. Dalam menentukan batasan usia dewasa, peraturan perundang-undangan yang ada saat ini berbeda-beda, ada yang menetapkan usia 12 (dua belas) tahun bagi perempuan dan 14 (empat belas) tahun bagi laki-laki, dan hal ini sudah berlaku sejak zaman Romawi kuno, ketika kehidupan dan bahaya dari seorang pria dewasa. belum ada alasan untuk khawatir.
Menurut Imam Siafi, batas usia bâlig adalah 15 tahun bagi laki-laki dan 9 tahun bagi perempuan. Menurut Hanbeli, bagi laki-laki ditandai dengan mimpi atau usia 15 tahun, sedangkan bagi perempuan ditandai dengan menstruasi.
37 Artinya
Efektivitas Hukum Perkawinan dalam Kajian Sosiologi Hukum
Sobat, perilaku hukum adalah setiap perilaku yang dipengaruhi oleh aturan, perintah, keputusan atau undang-undang yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang. Menurut Erman Radjagukguk, hukum yang baik adalah hukum yang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: (1) norma harus sesuai dengan perasaan masyarakat; (2) isinya merupakan pesan yang dapat dipahami masyarakat; (3) terdapat aturan pelaksanaan; (4) Harus ada sarana pelaksanaannya dan harus sinkron dengan peraturan perundang-undangan lainnya. Ketentuan usia ini tidak bertentangan dengan Undang-Undang Perlindungan Anak dan undang-undang lainnya.
Usia minimal menikah pada rencana awal dalam rancangan Undang-Undang Perkawinan Tahun 1973 bagi mereka yang ingin menikah, pada alinea pertama Pasal 7, disebutkan bahwa usia minimal menikah adalah 21 tahun bagi laki-laki dan 18 tahun bagi perempuan.41 Namun karena RUU ini memicu perdebatan yang rawan konflik, dan akhirnya perdebatan mengenai hal tersebut ditunda. Namun, selain itu, UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 dalam Pasal 7 ayat (1) menyatakan: “Perkawinan hanya diperbolehkan apabila pihak laki-laki telah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak perempuan telah mencapai umur 16 (enam belas) tahun”. Kumpulan Hukum Islam ayat Pasal 15 (ditentukan dan diumumkan patokan usia minimal untuk melangsungkan perkawinan). 41 Alinea pertama Pasal 7 Undang-Undang Perkawinan Tahun 1973 berbunyi: “Perkawinan hanya diperbolehkan apabila laki-laki telah berumur 21 (dua dua puluh satu) tahun dan perempuan telah berumur 18 (delapan belas) tahun.” Penjelasan ayat ini juga menyebutkan, bahwa “Undang-undang Perkawinan ini menetapkan batas minimal untuk menikah.
Fenomena sejarah lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 semakin memperjelas bahwa apa yang terjadi di masa lalu mempunyai akibat terhadap apa yang terjadi dan berlaku saat ini. 59-60, Lihat dalam Ahmad Masfuful Fuad, “Persyaratan Usia Minimal Menikah: Sejarah, Implikasi Penetapan Hukum Perkawinan” Jurnal Petita, Volume 1 Edisi 1, April 2016, hal. 46 Elkhaerati, Batasan Usia Menikah (Ringkasan Hukum dan Maqashidasy-Shari'ah), Jurnal Hukum Islam “Al-Istimbat” Volume 3 No.
Batasan Usia Menikah Berdasarkan analisis yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa batasan usia minimal menikah dalam UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974, KHI, Instrumen Hak Asasi Manusia, Hukum Keluarga dalam Dunia Islam dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dimaksudkan untuk kemaslahatan keluarga dan untuk mencapai tujuan perkawinan.
Sebab-sebab Terjadinya Perkawinan Usia Dini
Selama 2 tahun terakhir, kantor KUA baik KUA Kecamatan Sirimau maupun KUA Kecamatan Nusaniwe belum menerima perkawinan anak berdasarkan dispensasi nikah dari Pengadilan Agama Kelas 1 A Ambon. Hal ini pernah terjadi di KUA Kecamatan Sirimau, namun sudah lama kurang karena sedang hamil, yaitu ketika orang tua meminta untuk menikahkan anaknya karena sudah hamil, hal ini diberikan untuk menutupi aib keluarga. Perkawinan tersebut termasuk perkawinan sirri, perkawinan tersebut memenuhi rukun dan syarat namun belum/belum dicatatkan di KUA Kabupaten bagi yang beragama Islam. Kantor KUA Kementerian Agama di Kota Ambon terdapat 4 buah yaitu KUA Kecamatan Nusaniwe, KUA Kecamatan Sirimau dan KUA Kecamatan Baguala, KUA Teluk Ambon Kecamatan Baguala.
Surat Rekomendasi Pernikahan dari KUA Kabupaten setempat bagi calon pengantin yang akan menikah di luar kabupaten tempat tinggalnya; Dalam hal pemeriksaan surat nikah tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, kepala KUA distrik atau Penghulu memberitahukan kepada calon suami, calon istri, dan wali atau wakilnya. Ketua KUA kecamatan atau penghulu melakukan pengecekan surat nikah dengan menghadirkan calon suami, calon istri, dan wali untuk mengetahui apakah ada kendala dalam perkawinan.
Hasil pemeriksaan akta nikah dituangkan dalam akta nikah yang ditandatangani oleh calon istri, calon suami, wali, kepala KUA kecamatan atau Penghulu. Peninjauan kembali akta perkawinan oleh P4 dilakukan sebanyak 2 (dua) rangkap, lembar pertama beserta surat-surat yang dipersyaratkan diserahkan kepada KUA Kecamatan dan rangkap kedua disimpan oleh P4. Kepala KUA Kecamatan atau Penghulu memberitahukan kepada calon suami, calon istri, dan wali mengenai penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai alasan penolakannya.
Dalam hal syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 ayat (4) terpenuhi, Ketua KUA Kecamatan atau Penghulu mengumumkan keinginan perkawinan. Pengumuman ucapan pernikahan dilakukan di tempat yang telah ditentukan di KUA kabupaten atau di media lain yang dapat diakses oleh masyarakat.
Batas Minimal usia Kawin di Kota Ambon
Yang dimaksud dengan pendewasaan perkawinan adalah upaya menaikkan usia perkawinan pertama agar dapat mencapai usia perkawinan yang ideal. Usulan pemerintah untuk menaikkan Usia Pernikahan (PUP), serta upaya untuk mengakhiri pernikahan anak yang dilakukan oleh banyak organisasi kesejahteraan anak, masih belum menjadi topik perdebatan yang tiada habisnya. Beberapa permasalahan pokok yang diusulkan untuk direvisi antara lain: Usia menikah di atas 18 tahun, tanpa membedakan usia minimal menikah bagi perempuan dan laki-laki.
Oleh karena itu, rekonstruksi usia perkawinan dalam UU Perkawinan merupakan langkah konkrit sebagai upaya implementasi hukum tersebut di Indonesia. 60 Nur Fadhilah dan Khairiyati Rahmah, Rekonstruksi Batasan Usia Perkawinan Anak dalam Hukum Nasional Indonesia, Jurnal De Jure, Jurnal Syariah dan Hukum, Vol.4 No. Upaya pencegahan lainnya; Terdapat sosialisasi genre Duta mengenai kematangan usia menikah (PUP), yaitu upaya untuk menambah usia menikah pertama agar dapat mencapai usia ideal pada saat menikah.
Pemerintah tengah gencarkan sosialisasi batas usia minimal menikah yang dilakukan oleh berbagai pihak pemerintah terkait batasan usia minimal menikah, diharapkan dapat memberikan penjelasan mengenai pernikahan dini di kota Ambon, serta penjelasan mengenai batasan usia minimal menikah. peraturan batasan usia minimal menikah/kawin di Indonesia khususnya di Kota Ambon dan dampak dari pernikahan dini yang banyak sekali dampaknya. Bagi civitas akademika dan pemangku kepentingan terkait, upaya pencegahan pernikahan dini dilakukan dengan melakukan sosialisasi tentang batasan usia minimal menikah yang baru disetujui, yaitu 19 (sembilan belas) tahun untuk laki-laki dan 19 (sembilan belas) tahun untuk perempuan. Asrori, Ahmad “Batasan Usia Pernikahan Menurut Fikih dan Penerapannya dalam Hukum Pernikahan di Dunia Islam” Jurnal Al'Adalah Vol.
Elkhaerati, Batasan Usia Menikah (Tinjauan Hukum dan Maqashidasy-Shari'ah), Jurnal Hukum Islam “Al-Istimbat” Jilid 3 No. Fadhilah, Nur dan Khairiyati Rahmah, Rekonstruksi Batasan Usia Pernikahan Anak dalam Hukum Nasional Indonesia, Jurnal De Jure, Jurnal Syariah dan Hukum, Volume 4 No.