• Tidak ada hasil yang ditemukan

Program Interprofesional Pendidikan Pencegahan Stunting “Generasi Sehat”

N/A
N/A
Galuh Novyantari

Academic year: 2024

Membagikan "Program Interprofesional Pendidikan Pencegahan Stunting “Generasi Sehat”"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

INTERPROFESIONAL EDUCATION

PROGRAM PENCEGAHAN STUNTING “ GENERASI SEHAT”

Dosen Pengampu: Dr. apt. I Gusti Ayu Rai Widowati, S.Si., M.Kes., MH., CMC

OLEH:

I Gede Okta Budiartawan (211021013 / Farmasi Klinis) I Gusti Agung Ayu Intan Pradnyasari (211021014 / Farmasi Klinis) I Gusti Agung Putu Yudhayana (211021015 / Farmasi Klinis) I Kadek Diki Dwipayana (211021016 / Farmasi Klinis) Desak Ayu Nyoman Adilacantika Putri (211031004 /Fisioterapi) Dewa Ayu Willa Sri Dewayani (211011004/ARS)

Gusti Ayu Galuh Novyantari (211051005 / Mikes) Putu Diah Darmayanti (211061005/TLM) I Gede Doni Wahyudi Pratama (211071004/TEM)

FAKULTAS ILMU – ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL

DENPASAR

(2)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Stunting atau kerdil merupakan salah satu permasalahan gizi yang masih menjadi tantangan besar bagi Indonesia. Stunting mengacu pada kondisi gagal tumbuh pada anak yang ditandai dengan tinggi badan lebih pendek dibandingkan dengan standar panjang atau tinggi badan anak seusianya. Stunting dapat menyebabkan gangguan perkembangan fisik dan kecerdasan anak, sehingga berdampak pada kualitas sumber daya manusia. Data Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa prevalensi stunting pada anak usia di bawah lima tahun (balita) mencapai 30,8%.

Masalah stunting perlu menjadi perhatian serius karena dapat berdampak jangka panjang bagi kualitas sumber daya manusia Indonesia. Anak stunting berisiko mengalami penurunan kapasitas kognitif dan produktivitas, sehingga berpotensi menurunkan daya saing bangsa. Selain itu, stunting juga dapat meningkatkan risiko penyakit kronis seperti diabetes, obesitas, penyakit jantung, dan stroke pada masa dewasa. Oleh karena itu, diperlukan upaya pencegahan dan penanganan stunting yang komprehensif dan melibatkan berbagai sektor.

Program pencegahan stunting "Generasi Sehat" didasarkan pada azas-azas finer yaitu feasible, interesting, novel, ethical, relevant. Dalam program pencegahan stunting "Generasi Sehat", berbagai profesi terlibat seperti farmasi klinis, fisioterapi, manajemen informasi kesehatan, administrasi rumah sakit, teknologi laboratorium medik, teknik elektromedik dengan peran masing- masing berdasarkan metode relation, process, contextual, dan organizational.

Dengan melibatkan berbagai profesi secara terpadu dan terkoordinasi, program pencegahan stunting "Generasi Sehat" diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

Kolaborasi lintas sektor dan peran serta masyarakat menjadi kunci keberhasilan

(3)

program ini dalam mewujudkan generasi Indonesia yang sehat dan berkualitas.

Program ini juga diharapkan menjadi langkah strategis dalam mencapai target penurunan prevalensi stunting sesuai dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) yang ditetapkan oleh PerserikatanBangsa-Bangsa.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari stunting?

2. Bagaimana data dan statistik stunting?

3. Apa dampak dari stunting?

4. Apa urgensi dari program stunting?

5. Apa saja azas finer dari program stunting?

6. Bagaimana peranan masing – masing profesi kesehatan di dalam program stunting dengan metode relation, process, contextual, dan organizational?

1.3 Tujuan Pembuatan Makalah

1. Mendeskripsikan pengertian stunting.

2. Menjabarkan data dan statistik stunting.

3. Mendeskripsikan dampak dari kondisi stunting.

4. Mendeskripsikan urgensi dari program stunting.

5. Mendeskripsikan azas finer dari program stunting.

6. Mendeskripsikan peranan masing – masing profesi kesehatan di dalam program stunting dengan metode relation, process, contextual, dan organizational.

(4)

2.1 Pengertian Stunting

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Stunting adalah kondisi panjang atau tinggi badan yang kurang jika dibandingkan dengan umur pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Kekurangan gizi dapat terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah anak lahir, tetapi baru nampak setelah anak berusia 2 tahun (Kemenkes RI, 2018).

Stunting atau pendek dapat juga didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana tinggi badan seseorang tidak sesuai dengan umur yang telah ditentukan dengan cara menghitung skor Z-indeks Tinggi Badan menurut Umur (TB/U). Seseorang dikatakan stunting apabila skor Z-indeks TB/U- nya di bawah -2 SD (standar deviasi) (Sutarto, Mayasari, & Indriyani, 2018).

2.2 Data dan Statistik Stunting

Tahun 2023 adalah tahun kelima pelaksanaan Strategi Nasional (Stranas) Percepatan Pencegahan Stunting 2018 dan juga menjadi tahun kedua pelaksanaan Peraturan Presiden No.72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting. Pada tahun 2022, prevalensi stunting terus menunjukkan tren penurunan. Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan bahwa pada tahun 2022, prevalensi stunting di Indonesia turun sebanyak 2,8% poin dibanding tahun 2021 dari 24,4% menjadi 21,6%. Meskipun mengalami penurunan, namun penurunan sebesar 2,8% poin kurang dari target yang ditetapkan, yaitu sebesar 3,4% per tahun. Dengan penurunan pada tahun 2022 sebesar 2,8%

poin, maka untuk mencapai target di tahun 2024 prevalensi stunting harus dapat diturunkan sebesar 7,6% poin dalam 2 tahun ke depan. Dari tahun 2018 ke 2022, terjadi kenaikan indeks sebesar 2,4 poin. Ini menunjukkan adanya perbaikan dalam pelaksanaan program terkait dengan penurunan stunting.

2.3 Dampak Stunting

Pencegahan stunting perlu untuk dilakukan sedini mungkin. Sama halnya dengan yang telah dikatakan oleh Prof. Dr. dr. Nila Djuwita F.Moeloek, SpM(K),

(5)

bahwa "Semakin dini kita Mencegahnya, sejak remaja perempuan, maka akan semakin baik hasilnya. Perlu perubahan perilaku, karena cegah stunting itu penting!". Pemerintah bersama dengan Kementerian Kesehatan juga telah menyusun program-program pencegahan stunting, dalam rangka menurunkan angka stunting di Indonesia, diantaranya yaitu Kemenkes RI. 2018 :

1. Pemberian tablet tambah darah sebanyak minimal 90 buah selama kehamilan

2. Pemberian makanan tambahan pada ibu hamil 3. Persalinan ibu hamil dengan dokter atau bidan ahli 4. Implementasi Inisiasi Menyusui Dini (IMD) 5. Pemberian Asi Ekslusif pada bayi s/d usia 6 bulan

6. Pemberian MP-ASI mulai usia 6 bulan hingga 24 Bulan/2 tahun 7. Pemberian imunisasi dasar lengkap serta tablet vitamin A

8. Memantau pertumbuhan dan perkembangan balita melalui kegiatan Posyandu di lingkungan tempat tinggal

9. Menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat

Apabila tidak dicegah dan ditangani secara tepat, stunting dapat memberikan dampak negatif pada kualitas sumber daya manusia.

Dampak jangka pendek, stunting dapat menyebabkan terhambatnya tumbuh kembang anak, Pertumbuhan otak terganggu, timbul gangguan kognitif dan motorik anak, gangguan metabolisme, serta ukuran fisik tubuh anak tidak berkembang Secara optimal sesuai dengan umurnya. ( Adistrie F.2018 ).

Dampak jangka panjang, stunting dapat menyebabkan menurunnya kapasitas intelektual Anak yang berdampak pada menurunnya konsentrasi belajar dan kesulitan memahami materi yang disampaikan di sekolah, sehingga dapat berpengaruh pada prestasi belajar dan produktivitasnya ketika dewasa, menurunnya imunitas/kekebalan tubuh, Serta munculnya risiko mengalami penyakit degeneratif ketika dewasa. ( Kementerian PPN/Bappenas . 2018 ).

(6)

BAB III

HASIL DAN DISKUSI 3.1 Urgensi Program Stunting

Stunting adalah suatu kondisi akibat dari kekurangan gizi dan nutrisi kronis yang menyebabkan terjadinya gagal tumbuh pada balita (Bayi di Bawah Lima Tahun) sehingga anak menjadi terlalu pendek tidak sesuai dengan usianya, stunting juga ditandai dengan terganggunya perkembangan otak. Kekurangan gizi dapat terjadi sejak di dalam kandungan ataupun ketika pasca dilahirkan. Namun, sampai bayi berusia sua tahun kondisi dari dampak stunting tidak terlihat. Menurut World Health Organization (WHO), prevalensi balita mengalami stunting menjadi masalah mendesak kesehatan masyarakat jika prevalensinya 20% atau lebih, dan persentase balita stunting di Indonesia masih tinggi sehingga menjadi urgensi masalah kesehatan yang harus ditanggulangi.

United Nations International Children's Emergency Fund (UNICEF) memperkirakan, jumlah anak penderita stunting di bawah usia lima tahun sebanyak 149,2 juta pada tahun 2020. Data tersebut merupakan hasil estimasi data yang diambil sebelum 2020 karena COVID-19 menghalangi pendataan. Dari data terbaru prevalensi stunting dari hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), prevalensi stunting di Indonesia turun dari 24, 4% ditahun 2021 menjadi 21,6%, pemerintah Indonesia menetapkan target untuk mengurangi angka stunting menjadi 14% pada tahun 2024. Berdasarkan data terbaru, Indonesia menduduki peringkat ke-115 dari 151 negara seluruh dunia, pada kawasan asia tenggara Indonesia menempati peringkat kedua tertinggi.

Mengingat prevalensi stunting yang masih relatif tinggi di Indonesia, program pencegahan stunting menjadi sangat mendesak, setiap upaya yang dilakukan tidak hanya berkontribusi pada pertumbuhan dan perkembangan anak- anak saat ini, tetapi juga menentukan kualitas sumber daya manusia Indonesia di masa depan. Oleh karena itu, komitmen dan aksi kolektif dari semua pihak sangat dibutuhkan untuk mempercepat penurunan angka stunting dan membangun

(7)

generasi yang lebih sehat dan cerdas.

3.2 Azas Finer Program Stunting 1. Feasible (Dapat Dilaksanakan)

Kejadian balita pendek atau biasa disebut dengan stunting merupakan salah satu masalah gizi yang dialami oleh balita di dunia saat ini. Pada tahun 2017 22,2% atau sekitar 150,8 juta balita di dunia mengalami stunting.

Namun angka ini sudah mengalami penurunan jika dibandingkan dengan angka stunting pada tahun 2000 yaitu 32,6%. Pada tahun 2017, lebih dari setengah balita stunting di dunia berasal dari Asia sedangkan lebih dari sepertiganya tinggal di Afrika. Dari 83,6 juta balita stunting di Asia, proporsi terbanyak berasal dari Asia Selatan dan proporsi paling sedikit di Asia Tengah (Kemenkes RI, 2018). Angka kejadian stunting di dunia menurut World Health Organization (WHO) tahun 2020 melaporkan sebesar 21,3% atau sebanyak 144 juta anak dibawah 5 tahun mengalami stunting pada tahun 2019. Prevalensi stunting di dunia mengalami penurunan sejak tahun 2015 yaitu sebesar 155 juta anak dibawah 5 tahun.

Jumlah stunting merupakan permasalah terbesar setelah angka kejadian wasting sebanyak 47 juta anak dan obesitas sebanyak 38.3 juta anak di dunia.

Menurut Calder et al (2004) menyatakan, berdasarkan hasil studi yang dilakukan, faktor keturunan hanya menyumbang 15% penyebab stunting, permasalahan asupan gizi pada anak, hormon pertumbuhan, serta terjadinya penyakit berulang adalah faktor penentu yang dominan. Adapun dampak yang ditimbulkan oleh stunting ini bisa dirasakan jangka pendek maupun jangka panjang. Pada jangka pendek, daya tahan tubuh anak akan berkurang dan mudah terserang penyakit, sedangkan pada jangka panjang akan menyebabkan berkurangnya perkembangan kognitif dan motorik pada anak. Keadaan ini jika dibiarkan terus menerus, akan mempengaruhi kualitas SDM bangsa Indonesia di masa depan. Sehingga dengan keadaan ini pemerintah Indonesia wajib melakukan investasi gizi pada masyarakatnya

(8)

(Nurkharistna et al., 2021).

Upaya yang dilakukan pemerintah dalam pencegahan stunting yaitu melalui Pilar Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting, Komitmen dan Visi Kepemimpinan, Kampanye Nasional dan Komunikasi Perubahan Perilaku, Konvergensi Program Pusat, Daerah dan Desa, Ketahanan Pangan dan Gizi, Pemantauan dan Evaluasi. Pencegahan stunting menjadi tanggung jawab bersama dan membutuhkan Kerjasama dari berbagai pihak. Adanya hambatan yang terjadi dalam pencegahan stunting, diantaranya keterlambatan informasi yang didapatkan sampai ke daerah, terputusnya informasi, kondisi demografis daerah yang berbeda (Nurbudiwati, 2020).

Edukasi gizi merupakan suatu metode serta upaya untuk meningkatkan pengetahuan gizi dan perilaku makan sehingga terciptanya status gizi optimal. Edukasi gizi adalah pendekatan edukatif untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap remaja terhadap gizi semakin tinggi pengetahuan gizi akan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku konsumsi makanan (Muhammad Nasir, 2021). Edukasi bisa dilakukan melalui beberapa media dan metode. Edukasi yang dilaksanakan dengan bantuan media akan mempermudah dan memperjelas audiens dalam menerima dan memahami materi yang disampaikan. Selain itu, media juga dapat membantu edukator dalam menyampaikan materi. Isi Piringku merupakan panduan konsumsi makanan sehari-hari yang diluncurkan pemerintah. Dalam kampanye isipiringku, Kementerian Kesehatan juga mensosialisasikan 4 pilar gizi seimbang yaitu mengonsumsi makanan beraneka ragam, pentingnya pola hidup aktif dan berolahraga, menerapkan pola hidup bersih dan sehat, dan menjaga berat badan ideal.

Adapun beberapa program gizi spesifik yang telah dilakukan oleh pemerintah dapat diidentifikasi sebagai berikut (Rosmalina, Yuniar, 2018) :

1. Program terkait intervensi dengan sasaran ibu hamil.

2. Program yang menyasar Ibu Menyusui dan Anak Usia 0-6 bulan, termasuk diantaranya mendorong IMD/Inisiasi Menyusui Dini

(9)

melalui pemberian ASI jolong/colostrum dan memastikan edukasi kepada ibu untuk terus memberikan ASI Ekslusif kepada anak balitanya.

3. Program Intervensi yang ditujukan dengan sasaran Ibu menyusui dan anak usia 7-23 bulan, dengan mendorong penerusan pemberian ASI hingga usia 23 bulan didampingi oleh pemberian MP-ASI, menyediakan obat cacing, menyediakan suplementasi zinc, melakukan fortifikasi zat besi ke dalam makanan, memberikan perlindungan terhadapmalaria, memberikan imunisasi lengkap, dan melakukan pencegahan dan pengobatan diare.

2. Interesting (Menarik)

Isu stunting menarik untuk dibahas karena memiliki dampak yang luas pada kesehatan, perkembangan, dan produktivitas individu serta masyarakat secara keseluruhan. Ini juga mencerminkan tantangan serius dalam hal gizi dan kesehatan, yang memerlukan solusi holistik dan kolaboratif dari berbagai sektor. Stunting telah lama menjadi isu prioritas nasional, setelah Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan Indonesia sebagai negara dengan status gizi buruk. Penetapan ini didasarkan pada fakta kasus stunting di Indonesia melebihi batas toleransi yang ditetapkan WHO, yakni maksimal seperlima dari jumlah keseluruhan balita (sekitar 20 persen). Bahkan setelah terjadi penurunan hingga tujuh persen, jumlah balita stunting di Indonesia masih berada pada angka 30,7 persen.

Pencegahan stunting penting untuk mencapai SDM yang berkualitas.

Terlebih dalam waktu dekat, Indonesia akan menghadapi Bonus Demografi 2030, yakni jumlah penduduk usia produktif (15 – 64 tahun) lebih banyak dibandingkan usia non-produktif (lebih dari 64 tahun). Ini berarti stunting menjadi ancaman nyata terhadap kualitas manusia. Pasalnya balita stunting bukan hanya terganggu pertumbuhan fisiknya, melainkan juga perkembangan otaknya. Stunting menyebabkan otak anak tidak berkembang optimal, sehingga menurunkan kemampuan kognitifnya. Ketika kecerdasan

(10)

menurun, prestasi dan produktivitas anak menjadi terpengaruh. Hal ini selaras dengan hasil riset yang dipublikasikan Lancet pada 2017. Studi ini menyebutkan penghasilan balita stunting ketika usia produktif lebih rendah dibandingkan anak yang tumbuh normal. Kekurangan nutrisi saat anak-anak juga berdampak negatif pada keseimbangan energi, pengaturan asupan makanan, kerentanan terhadap efek makanan tinggi lemak, dan mengubah sensitivitas insulin. Hal ini menyebabkan balita stunting rentan terkena penyakit degeneratif. Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya didapati bahwa permasalahan stunting bukan hanya berkaitan dengan gizi dan nutrisi saja. Akan tetapi stunting berkaitan erat dengan hubungan antara anak dan orangtua serta perilaku hidup keluarga, pemenuhan kebutuhan dasar hidup misalnya saja air bersih, sanitasi/jamban, akses terhadap pangan serta kemiskinan. Program pencegahan stunting menarik untuk dibahas karena sebagai sarana pengawasan tumbuh kembang balita stunting dan sarana edukasi untuk para orang tua balita yang terindikasi stunting. Dalam program ini hal menarik lainnya adalah terkait kegiatan parenting. Parenting diberikan tidak hanya kepada ibu dari anak yang terindikasi stunting, akan tetapi juga diberikan kepada ayah dari anak yang terindikasi stunting.

3. Novel (Baru)

Pada Pembaruan ini akan mengindentifikasi pola pengasuhan anak yang tepat seperti Pola Makan, Pola Asuh, dan Stimulasi. Pola makan pada anak harsu diketahui oleh orang tua terutama untuk mencegah anak masuk dalam kategori stunting. Stunting ini tidak hanya dapat dt deteksi dari bayi yang baru lahir tetapi dapat di perkirakan dari masih di dalam perut ibu.

Selama pada anak baru lahir tetapi juga pada masa kehamilan. Ibu hamil harus mengetahui asupan gizi yang tepat seperti :

1. Mengonsumsi sayuran hijau

sayuran hijau(bayam,brokoli, sawi hijau) merupakan sumber folat (vitamin B9) dan asam folat dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan janin

(11)

2. Mengonsumsi Susu dan Produk Olahannya

Susu dan produk olahannya seperti keju,yoghurt, mentega mengandung kalsium yang dibutuhkan untuk pertumbuhan janin. Kalsium ini diperlukan untuk pertumbuhan tulang janin, jika zat gizi dari plasenta ke tubuh janin tidak mengandung cukup kalsium, janin akan mengambil kalsium dari tulang ibu yang akan mengurangi kepadatan tulang ibu.

3. Mengonsumsi Telur

Telur mengandung hampir semua jenis zat gizi yang diperlukan ibu hamil, sebutir telur mengandung protein berkualitas tinggi, lemak serta banyak vitamin dan mineral. Bahan makanan yang satu ini kaya akan kolin, kolin merupakan zat gizi penting untuk mendukung perkembangan otak janin, dapat mencegah kelainan pertumbuhan khususnya pada otak dan tulang belakang

4. Mengonsumsi Daging rendah lemak

Daging rendah lemak merupakan sumber zat besi, vitamin B kompleks, dan kolin. Zat besi diperlukan untuk membentuk hemoglobin dalam sel darah merah. Kurangnya asupan zat besi dapat menyebabkan anemia defisiensi besi pada ibu hamil.

5. Mengonsumsi Alpukat

Alpukat kaya akan folat, vitamin K, vitamin E, serat dan juga mineral, asam lemak tak jenuh. Zat ini mendukung pertumbuhan otak,kulit, jaringan yang sehat yang membantu mencegah kecacatan pada tulang belakang dan saraf janin.

6. Mengonsumsi Ikan berlemak

Ikan berlemak seperti ikan kembung, salmon, tuna, sarden adalah sumber lemak yang menyehatkan disebut asam lemak omega-3 untuk mendukung pertumbuhan otak dan mata. Selain itu dapat meningkatkan berat badan lahir dan mengurangi resiko tekanan darah tinggi saat hamil (preeklampsia), serta menjaga kekebalan tubuh ibu

(12)

dan janin.

Untuk memastikan kebutuhan gizinya tercukupi, ibu hamil bisa menerapkan strategi 5J yang terdiri dari langkah-langkah berikut.

• Jumlah kalori: ibu hamil membutuhkan tambahan kalori minimal 35 kkal/kg/hari.

• Jadwal makan: penting bagi ibu hamil untuk makan 3 kali makan besar dan 3 kali selingan.

• Jenis makanan: konsumsi 4 jenis lauk protein per hari yang terdiri atas protein hewani dan nabati.

• Jalur pemberian gizi: ini menentukan bagaimana makanan dari tubuh ibu dapat disalurkan ke janin dengan efektif.

• Pen-Jagaan terhadap pelaksanaan: agar hasilnya optimal, ibu hamil perlu melakukan semua langkah pencegahan stunting dengan konsisten.

Pola asuh pada anak juga dapat mecegah anak dari kategori stunting.

Pola asuh ini dipengaruhi aspek perilaku, terutama pada pola asuh yang kurang baik dalam praktek pemberian makan bagi bayi dan balita. keluarga dapat membiasakan anak untuk mencuci tangan dengan sabun di air mengalir sebelum dan sesudah makan atau beraktivitas serta mengajarkan anak untuk terbiasa melakukan aktivitas BAK dan BAB pada tempatnya atau biasa disebut toilet training. Selain itu hindari membentak anak, melakukan tindakan yang membuat anak menjauh. Pengawasan pola asuh ini juga dapat di edukasi kepada orang tua untuk melakukan persalinan di fasilitas kesehatan seperti faskes terdekat, klinik dan rumah sakit. Melakukan inisiasi menyusu dini (IMD) dan mengupayakan agar bayi mendapatkan colostrum air susu ibu (ASI). Berikan hanya ASI saja sampai bayi berusia 6 bulan kemudian ASI boleh dilanjutkan sampai usia 2 tahun namun berikan juga makanan pendamping ASI. Pantau perkembangan buah hati ke posyandu tiap bulan: berikanlah hak anak mendapatkan kekebalan dari penyakit berbahaya melalui imunisasi yang telah dijamin ketersediaan dan

(13)

keamanannya oleh pemerintah.

Stimulasi ini dapat membantu untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan pada anak, anak yang sudah masuk ke dalam kategori stunting memiliki dampak lain dari stunting yaitu keterlambatan perkembangan motorik dan kematangan sel saraf yang terdapat pada cerebellum (otak kecil). Kematangan sel-sel saraf yang terhambat ini dipengaruhi oleh jumlah dendrit kortikal, mielin dalam medula spinalis dan reduksi sinapsis neurotransmitter. Dampak lainnya yaitu penurunan fungsi otot yang menyebabkan perkembangan motorik anak mengalami gangguan.

Stimulus merupakan rangsangan dari luar atau dari lingkungan, anak yang diberikan stimulasi yang terarah dan teratur akan cepat berkembang dibandingkan dengan anak yang tidak mendapat stimulasi. Kegiatan stimulasi ini merupakan kegiatan merangsang kemampuan anak dalam bermain(bermain bola,meniru gerak binatang, memasukkan bola ke keranjang, melompat dengan satu kaki, bermain plastisin, bermain puzzle), yang dilakukan oleh ibu atau keluarga sedini mungkin, melakukan stimulus dapat merangsang otak balita sehingga terjadinya kemampuan gerak (motorik kasar dan halus), bicara dan bahasa, sosialisasi dan kemandirian pada anak balita akan berlangsung secara optimal

4. Ethical (Etis)

Dalam mewujudkan percepatan penurunan stunting di Indonesia dengan target pencapaian sebesar 14% pada tahun 2024, pemerintah memiliki peran sebagai pengarah, sebagai regulator, dan sebagai pelaksana.

Sebagai pengarah pemerintah menetapkan, melaksanakan, dan memantau serta mengkoordinasikan berbagai pihak yang terlibat dalam pelaksanaan percepatan penurunan stunting. Sebagai regulator, pemerinth melakukan penyusunan kebijakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan percepatan penurunan stunting bagi seluruh pemangku kepentingan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas dan bermanfaat, sedangkan sebagai pelaksana pemerintah berkewajiban menyediakan pelayanan yang berkualitas dan

(14)

bermanfaat dalam pelaksanaan percepatan penurunan stunting guna mewujudkan sumber daya manusia yang sehat, cerdas, dan produkti, serta pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. Dalam melaksanakan percepatan penurunan stunting tentunya membutukan dukungan regulasi yang menjadi landasan dan dasar hukum sehingga tidak salah arah dan mempunyai aspek perlindungan yang kuat. ( TNP2K .2018)

Regulasi atau Peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan acuan dalam bertindak, baik bagi penyelenggara negara maupun bagi masyarakat dalam pelaksanaan percepatan penurunan stunting. Untuk itu, peraturan perundang- undangan selayaknya dirumuskan dengan jelas, tegas, sinkron, dan konsisten shingga mudah dipahami dan dimplementasikan. Peraturan perundang- undangan yang dibentuk juga sebaiknya sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau berlaku efektif dan efisien serta memprioritaskan kualitas dibandingkan kuantitas, hal ini dimaksudkan agar tidak menyulikan setiap pihak untuk menerapkan dan mematuhinya sehingga dapat dilakukan simplifikasi terhadap peraturan yang telah ada. Hanya dengan peraturan perundang- undangan yang baik dan berkualitas, maka kepastian hukum dapat terwujud sehingga Mampu membangun keteraturan hukum yang kondusif bagi pencapaian kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik.( TNP2K .2018)

5. Relevant (Relevan)

Stunting merupakan suatu kondisi sulit/gagal tumbuh pada anak balita dikarenakan kekurangan gizi kronis, sehingga anak tumbuh tidak sesuai usianya atau dengan kata lain terlalu pendek di usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi masih dalam kandungan dan di awal usia bayi lahir dan kondisi ini akan semakin terlihat di usia 2 tahun. Di Indonesia, 37%

atau sekitar hampir 9 juta balita mengalami stunting (Riset Kesehatan Dasar/Riskesdas, 2013). Bahkan Indonesia merupakan negara yang memiliki prevalensi stunting kelima paling tinggi di Asia Tenggara. Balita yang mengalami stunting lebih potensial memiliki tingkat kecerdasan yang

(15)

tidak optimal dan lebih rentan dengan berbagai penyakit. Kemudian, mereka juga akan menjadi tidak produktif di usia pekerja nantinya. Hingga akhirnya secara garis besar, stunting dapat menjadi kendala pertumbuhan dan epmabngunan ekonomi, berpotensi semakin mengeskalasi tingkat kemiskinan, dan melebarkan disparitas atau kesenjangan sosial di masyarakat. Menurut Kementerian Kesehatan, pada tahun 2018 Provinsi Indonesia dengan angka stunting tertinggi ialah Nusa Tenggara Timur (NTT) dan wilayah dengan nilai terendah ialah Bali. Bahkan Jakarta sebagai ibu kota negara (IKN) tidak terbebas dari stunting. Meskipun berada pada peringkat empat terbawah, terdapat 22,7% dari total penduduk Jakarta yang mengalami stunting (Kementerian Kesehatan, 2018).

Studi menemukan bahwa pemberian ASI eksklusif berpengaruh signifikan terhadap kejadian stunting di Provinsi Aceh, dengan koefisien regresi sebesar 0,48. Temuan ini konsisten dengan penelitian di Kabupaten Jember dan Kabupaten Kulon Progo, yang menunjukkan bahwa ASI eksklusif memengaruhi kejadian stunting pada anak balita. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan kegagalan pemberian ASI eksklusif termasuk pengetahuan dan pengalaman ibu yang kurang serta kurangnya fasilitas untuk melakukan inisiasi menyusui dini. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa faktor pengangguran dan status ekonomi keluarga memiliki pengaruh besar terhadap kejadian stunting di Provinsi Aceh, sesuai dengan temuan dari penelitian sebelumnya.

3.3 Peranan Masing – Masing Profesi Kesehatan dalam Program Stunting 1. Farmasi Klinis

Peran farmasi dalam program pencegahan stunting dapat dianalisis dari empat aspek: relasional, proses, kontekstual, dan organisasional. Berikut adalah analisisnya:

1. Relasional (Relation)

• Kerjasama dengan Tenaga Kesehatan: Farmasi berperan penting dalam bekerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya untuk

(16)

memberikan edukasi gizi dan kesehatan kepada masyarakat.

• Pendekatan Komunitas: Melalui pendekatan yang lebih personal, farmasi dapat membantu meningkatkan kesadaran tentang pentingnya nutrisi, terutama pada ibu hamil dan anak-anak.

2. Proses (Process):

• Pemberian Suplemen: Farmasi menyediakan dan mendistribusikan suplemen gizi yang diperlukan, seperti vitamin dan mineral, yang merupakan bagian penting dari intervensi gizi.

• Pengawasan Obat: Memastikan ketersediaan dan penggunaan obat- obatan yang aman dan efektif untuk mendukung kesehatan ibu dan anak.

3. Kontekstual (Contextual):

• Adaptasi dengan Kebutuhan Lokal: Farmasi harus mampu menyesuaikan layanan dan produknya sesuai dengan kebutuhan gizi spesifik di komunitas setempat. Contohnya Di daerah tertentu, mungkin terdapat makanan lokal yang kaya akan nutrisi tertentu.

Misalnya, di wilayah pesisir, ikan dan makanan laut dapat menjadi sumber protein dan asam lemak omega-3 yang baik untuk pertumbuhan anak- anak. Dalam program pencegahan stunting, farmasi dapat memberikan edukasi tentang manfaat makanan lokal ini dan bagaimana menggabungkannya dalam pola makan sehari- hari.

4. Organisasional (Organizational):

• Manajemen Sumber Daya: Farmasi memiliki peran dalam manajemen sumber daya, termasuk stok suplemen gizi dan obat- obatan yang diperlukan untuk program pencegahan stunting.

2. Fisioterapi 1. Relation

• Fisioterapi dapat bekerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya dalam memberikan sosialisasi, edukasi dan arahan pola makan,

(17)

pola asuh yang baik dan benar kepada masyarakat

• Fisioterapi melakukan interaksi atau pendekatan yang lebih mendalam kepada masyarakat, fisioterapi dapat lebih mengedukasi para calon orangtua khususnya ibu mengenai pentingnya asupan gizi pada janin yang akan mempengaruhi tumbuh dan kembang anak di masa depan

2. Process

• Fisioterapi dapat mengukur tinggi badan anak pada usia 0-2 tahun secara berkala dalam kegiatan posyandu

• Fisioterapi dapat mendemonstrasikan atau memberikan contoh stimulasi dini dan pelatihan kognitif pada anak yang dapat di lakukan oleh ibu atau keluarga sedini mungkin, stimulasi ini akan merangsang perkembangan motorik kasar dan motorik halus pada anak.

• Fisioterapi juga dapat melakukan pengawasan pola asuh keluarga yang dapat mencegah anak masuk dalam kategori stunting, dipengaruhi oleh aspek perilaku terutama pada pola asuh yang kurang baik dalam praktek pemberian makan bagi bayi dan balita, keluarga dapat membiasakan anak untuk mencuci tangan dengan sabun di air mengalir sebelum dan sesudah makan atau beraktivitas serta toilet training. Selain itu hindari membentak anak, melakukan tindakan yang membuat anak menjauh.

3. Contextual

Fisioterapi harus mampu beradaptasi dan menyesuaikan kegiatan stimulasi dini yang diberikan kepada anak sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan anak di komunitas setempat.

Contohnya, di setiap daerah harus di adakan posyandu yang dilakukan minimal 1x dalam sebulan untuk melihat dan memantau pertumbuhan dan perkembangan anak, di dalam kegiatan posyandu juga dapat di fasilitasi dengan kegiatan bermain yang akan

(18)

merangsang otak balita sehingga terjadinya kemampuan gerak (motorik kasar) seperti merangkak, meraih mainan/suatu benda, bermain bola, bermain puzzle, memasukan bola ke keranjang, bermain plastisin, menyusun balok. Perkembangan motorik halus dilihat dari kemampuan koordinasi pada otot-otot kecil seperti mampu menahan barang yang dipegang, meraih benda dalam jangkaunnya, memindahkan benda dari satu tangan ke tangan lainnya, mengulurkan tangan, menumpuk 2 balok, bertepuk tangan dan melambai-lambai.

4. Organizational

• Fisioterapi memiliki peran dalam memanejemen sumber daya, termasuk menjadwalkan kegiatan posyandu rutin, mengecek berkala kelayakan dan jumlah sarana prasarana kegiatan bermain yang digunakan oleh anak.

3. Manajemen Informasi Kesehatan

Peran profesi Manajemen Informasi Kesehatan dalam Program Pencegahan Stunting "Generasi Sehat" berdasarkan metode Relation, Process, Contextual, dan Organizational, yaitu:

1. Relation (Relasi) Dalam program pencegahan stunting, peran Manajemen Informasi Kesehatan adalah membangun relasi dan kolaborasi dengan berbagai pihak terkait, seperti tenaga kesehatan, pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat. Relasi ini penting untuk memastikan aliran informasi yang lancar dan efektif dalam program tersebut.

2. Process (Proses) Peran Manajemen Informasi Kesehatan dalam proses program pencegahan stunting meliputi:

• Mengumpulkan data dan informasi terkait stunting, seperti data demografi, data gizi, dan data kesehatan masyarakat.

• Mengolah dan menganalisis data tersebut untuk mengidentifikasi faktor risiko, pola, dan tren stunting.

(19)

• Menyajikan informasi dalam bentuk laporan, visualisasi data, atau sistem informasi yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan.

• Memantau dan mengevaluasi efektivitas program pencegahan stunting berdasarkan data yang dikumpulkan.

3. Contextual (Kontekstual) Dalam konteks program pencegahan stunting, peran Manajemen Informasi Kesehatan mencakup:

• Memahami konteks sosial, budaya, ekonomi, dan geografis masyarakat yang terkena dampak stunting.

• Menyesuaikan strategi pengumpulan data dan penyajian informasi sesuai dengan konteks tersebut.

• Memastikan informasi yang disajikan relevan dan dapat dimengerti oleh masyarakat sasaran.

• Mengintegrasikan perspektif dan pengetahuan lokal dalam pengembangan program pencegahan stunting.

4. Organizational (Organisasi) Dari perspektif organisasi, peran

Manajemen Informasi Kesehatan dalam program pencegahan stunting meliputi:

• Mengembangkan kebijakan dan prosedur terkait manajemen informasi kesehatan yang mendukung program pencegahan stunting.

• Memastikan keamanan dan kerahasiaan data serta mematuhi regulasi dan standar yang berlaku.

• Berkolaborasi dengan unit atau departemen lain dalam

organisasi untuk mengintegrasikan informasi dan sumber daya yang diperlukan.

• Memberikan pelatihan dan dukungan kepada staf terkait penggunaan sistem informasi dan analisis data yang relevan dengan program pencegahan stunting.

4. Administrasi Rumah Sakit

(20)

1. Relation

• Dari metode relation peran profesi administrasi rumah sakit dapat memberikan penyuluhan terkait program pencegahan stunting yang dapat dilakukan di lingkungan rumah sakit atau lingkungan masyarakat dengan sasaran orang tua yang memiiliki balita atau orang dewasa untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya gizi yang seimbang dan perawatan kesehatan anak.

2. Process

• Dalam metode process, administrasi rumah sakit memiliki peran dalam merancang, mengimplementasikan, dan mengevaluasi proses-proses yang diperlukan untuk program pencegahan stunting.

Mereka bertanggung jawab untuk menyusun protokol dan prosedur yang jelas untuk pemeriksaan, pemantauan, dan intervensi terhadap kasus-kasus stunting. Administrasi rumah sakit juga memastikan bahwa sumber daya yang diperlukan, termasuk personel medis, fasilitas, dan peralatan, tersedia dan dikelola dengan efisien. Selain itu, mereka juga memantau kinerja program secara teratur, melakukan evaluasi untuk mengidentifikasi area-area yang perlu perbaikan, dan berkolaborasi dengan berbagai pihak terkait untuk meningkatkan efektivitas program.

3. Contextual

• Dalam metode contextual, administrasi rumah sakit bertanggung jawab untuk memahami dan mengintegrasikan faktor-faktor kontekstual yang mempengaruhi pencegahan stunting. Ini termasuk memahami kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat yang dilayani oleh rumah sakit, serta mengidentifikasi hambatan dan peluang dalam implementasi program.

4. Organizational

• Dalam metode organizational, profesi administrasi rumah sakit berperan dalam dalam membangun kemitraan dengan berbagai

(21)

organisasi dan lembaga dalam komunitas untuk meningkatkan akses dan partisipasi dalam program pencegahan stunting. Selain itu, administrasi rumah sakit juga harus memastikan koordinasi yang baik antara berbagai departemen dan pihak terkait dalam pelaksanaan program tersebut.

5. Teknologi Laboratorium Medik 1. Relation

• Pada metode relation untuk profesi analis (TLM) dapat menggandeng antar profesi untuk melakukan sosialisasi dalam program pencegahan stunting pada anak, edukasi kecukupan gizi untuk ibu hamil, penyuluhan asupan gizi untuk anak dan pola hidup sehat yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, serta bagaimana laboratorium dapat menganalisis sampel dengan pengerjaan yang dilakukan di laboratorium, guna mengetahui status stunting pada anak.

2. Process

• Dalam metode process, tenaga analis (TLM) memiliki peran dalam mengumpulkan sampel, memeriksa sampel, menginterpretasikan dan menganalisis hasil pemeriksaan sampel yang telah dikumpulkan, sehingga hasil yang dikeluarkan benar-benar akurat sehingga kita dapat mengetahui cara pencegahan dan penanganan yang diperlukan untuk program pencegahan stunting.

3. Contextual

• Sesuai metode contextual, tenaga analis (TLM) bertanggung jawab dalam mengembangkan prosedur untuk mengambil dan memproses spesimen, melaksanakan uji analitik terhadap reagen dan specimen, mengoperasikan dan memelihara peralatan/

instrumen laboratorium, mengevaluasi data laboratorium untuk memastikan akurasi dan pengendalian mutu dan mengembangkan pemecahan masalah yang berkaitan dengan data hasil uji dalam

(22)

analisis stunting, membimbing dan membina tenaga kesehatan lain dalam bidang teknik kelaboratoriuman dan merancang dan melaksanakan penelitian dalam bidang laboratorium kesehatan untuk memecahkan permasalahan stunting yang masih tinggi angkanya.

4. Organizational

• Pada metode organizational, tenaga analis (TLM) berperan dalam dalam penyediaan dan pengadaan analisis spesimen di laboratorium dan berkontribusi antar profesi kesehatan yang dimana dapat menunjang keberhasilan dari pelaksanaan program pencegahan stunting.

6. Teknik Elektromedik

Peran teknik elektromedik dalam program pencegahan stunting dari empat aspek:Relasional, Proses, Kontekstual, dan Organisasi. Berikut analisanya:

1. Aspek Relasional

• Dalam aspek ini, teknik elektromedik dapat berperan dalam membangun hubungan yang kuat antara tenaga medis dan masyarakat. Mereka dapat memberikan edukasi tentang pentingnya gizi yang baik dan sehat untuk pertumbuhan anak-anak, serta memberikan pemahaman tentang pentingnya peralatan medis yang tepat untuk diagnosis dan penanganan dini stunting.

2. Aspek Proses

• Teknik elektromedik dapat memainkan peran penting dalam proses identifikasi dan monitoring pertumbuhan anak secara akurat. Mereka dapat mengoperasikan dan memelihara peralatan medis seperti alat pemantau pertumbuhan anak, termasuk penggunaan alat-alat seperti timbangan bayi elektronik dan peralatan medis lainnya yang memungkinkan deteksi dini stunting.

(23)

3. Aspek Kontekstual

• Dalam aspek ini, penting bagi teknik elektromedik untuk memahami konteks sosial, budaya, dan ekonomi di mana masyarakat tinggal.

Mereka perlu memastikan bahwa peralatan medis yang mereka sediakan dapat diakses dan digunakan dengan mudah oleh masyarakat, termasuk di daerah pedesaan atau daerah terpencil.

4. Aspek Organisasional

• Teknik elektromedik juga harus berperan dalam menjaga kelancaran operasional dan pemeliharaan peralatan medis yang diperlukan untuk program pencegahan stunting. Mereka dapat bekerja sama dengan lembaga kesehatan dan pemerintah setempat untuk memastikan bahwa peralatan medis yang diperlukan tersedia dan dalam kondisi baik untuk digunakan.

(24)

BAB IV PENUTUP 4.1 KESIMPULAN

Stunting adalah kondisi di mana tinggi badan anak balita kurang jika dibandingkan dengan umur, akibat kekurangan gizi kronis terutama dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Kekurangan gizi dapat terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah anak lahir, tetapi baru nampak setelah anak berusia 2 tahun. Seseorang dikatakan stunting apabila skor Z-indeks Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) nya berada di bawah -2 SD (standar deviasi).

Pada tahun 2022, prevalensi stunting di Indonesia turun sebanyak 2,8% poin dibanding tahun 2021, dari 24,4% menjadi 21,6%. Meskipun mengalami penurunan, namun penurunan sebesar 2,8% poin kurang dari target yang ditetapkan, yaitu sebesar 3,4% per tahun. Dari tahun 2018 ke 2022, terjadi kenaikan indeks sebesar 2,4 poin, menunjukkan adanya perbaikan dalam pelaksanaan program terkait dengan penurunan stunting.

Dampak Stunting:

• Jangka Pendek: Stunting dapat menyebabkan terhambatnya tumbuh kembang anak, gangguan kognitif dan motorik, serta ukuran fisik tubuh anak yang tidak berkembang secara optimal sesuai dengan umurnya.

• Jangka Panjang: Stunting berdampak pada menurunnya kapasitas intelektual anak, kesulitan belajar, menurunnya imunitas tubuh, dan risiko penyakit degeneratif ketika dewasa.

Pencegahan stunting perlu dilakukan sedini mungkin melalui program-program seperti pemberian tablet tambah darah, makanan tambahan pada ibu hamil, inisiasi menyusui dini, pemberian ASI eksklusif, dan pemantauan pertumbuhan balita melalui kegiatan Posyandu. Perilaku hidup bersih dan sehat juga penting untuk mengurangi dampak negatif stunting pada kualitas sumber daya manusia.

(25)

4.2 SARAN

Saran dari penulis untuk program pencegahan stunting ini dengan memperluas akses terhadap layanan kesehatan, terutama di daerah terpencil untuk memastikan bahwa ibu dan anak mendapatkan asupan gizi yang cukup dan layanan kesehatan yang memadai.

(26)

DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Nasir, D. (2021). Kelas Ibu Hamil Dalam Rangka Pencegahan Stunting.

Jurnal Pengabdian Dan Pemberdayaan Nusantara, 3(2), 40–45.

Nurbudiwati, D. (2020). Partisipasi Masyarakat Dalam Pencegahan Stunting Di Kabupaten Garut. Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi Negara, 7(2), 333–349.

Nurkharistna, M., Jihad, A., Ernawati, E., Nugroho, H. A., Aisah, S., Rejeki, S., Setyowati, D., & Novitasari, N. (2021). Cegah Stunting Berbasis Teknologi , Keluarga , Dan Masyarakat. Saluta: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 1(2), 31–36.

Rosmalina, Yuniar, D. (2018). Upaya Pencegahan Dan Penanggulangan Batita Stunting:

Systematic Review. Journal Of The Indonesian Nutrition Association, 41(1), 1–

14

Kementerian Kesehatan RI 2018. Situasi Balita Pendek (Stunting) di Indonesia.

Jakarta: Buletin Jendela Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI, ISSN:

2088-270X

Sutarto, Mayasari, D., & Indriyani, R. 2018. Stunting, Faktor Resiko Dan Pencegahannya. J Agromedicine, 540-545

Adistrie F, Lumbantobing VBM, Maryam NNA.( 2018 ) Pemberdayaan Kader Kesehatan Dalam Deteksi Dini Stunting dan Stimulasi Tumbuh Kembang pada Balita. Media Karya Kesehatan.

Kementerian PPN/Bappenas. Pedoman Pelaksanaan Intervensi Penurunan Stunting Terintegrasi di Kabupaten/Kota Jakarta: Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional;

2018

Kemenkes RI. ( 2018 ). Warta Kesmas: Cegah Stunting itu Penting.; [cited 2021 April 3. Available from

Caki : Kesekre RI, 2023

(27)

TNP2K (2018), Strategi Nasional percepatan pencegahan anank kerdil (stunting) periode 2018- 2024.

KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI SEKRETARIAT WAKIL PRESIDEN. 2023. Hasil Perhitungan IKPS Nasional dan Provinsi tahun 2022. [online] Available at: https://stunting.go.id/hasil-perhitungan-ikps- nasional-dan-provinsi-tahun-

2022/#:~:text=Pada%20tahun%202022%2C%20prevalensi%20stunting,%

25%20menjadi%2021%2C6%25 [Accessed 8 May 2024].

Referensi

Dokumen terkait

Pusat unggulan pencegahan dan pengendalian PTM akan melibatkan berbagai disiplin ilmu dan profesi kesehatan dilingkungan Poltekkes Kemenkes Semarang, sehingga

Pelaksanaan : Penyuluhan dasar-dasar MPASI, Pelatihan membuat MP ASI rumahan Kegiatan inti dalam pengabdian ini adalah Penyuluhan MPASI Sehat Homemade 4 Bintang untuk Pencegahan

SIMPULAN Simpulan dari hasil penelitian yang telah didapatkan yaitu model promosi kesehatan yang efektif dalam upaya pencegahan stunting melalui program Kesehatan Ibu dan Anak di

Caranya adalah dengan memberikan pendidikan kesehatan kepada ibu yang memiliki bayi usia 0-59 bulan untuk meningkatkan kesadaran pencegahan stunting.. Kata kunci : Pendampingan

‘Yang terlibat itu lintas sektor yaitu dari dinas kesehatan, dinas pemberdayaan masyarakat desa karena pencegahan stunting ini melalui dana desa juga, kemudian dari dinas pertanian

Muara Kota Lhokseumawe *Email korespondesi: [email protected] ABSTRAK Upaya penyadaran masyarakat dalam pencegahan stunting dalam bentuk pendidikan, kesehatan dan

Kegiatan ini dilaksanakan dengan metode Training of Trainer ToT kader posyandu terkait Peranan Rumah Gizi DASHAT Dapur Atasi Stunting untuk Anak Sehat dalam pencegahan stunting dan

Metode pengabdian yang disampaikan melalui pelatihan dan sosialisasi mengenai pentingnya pencegahan stunting dimana pengentasan stunting dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari