• Tidak ada hasil yang ditemukan

Program Studi Diploma Tiga Keperawatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Program Studi Diploma Tiga Keperawatan"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Program Studi Diploma Tiga Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Kusuma Husada 2021 ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DEMAM TIFOID

DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN FISIOLOGIS (TERMOREGULASI)

Sugesti Nirmala Sari1, Sutiyo Dani Saputro2

Mahasiswa Program Studi Keperawatan Program Diploma Tiga Universitas Kusuma Husada Surakarta

[email protected]

2Dosen Program Studi D3 Keperawatan Universitas Kusuma Husada Surakarta [email protected]

Abstrac

Background : Typhoid fever is an infectious disease caused by the bacterium Salmonella typhi which often attacks the digestive tract. Usually, typhoid fever is often characterized by symptoms of body temperature above the normal value, namely more than 37.5 shivering, chills, diarrhea, abdominal pain, redness of the skin, headache, nausea and vomiting. If this is not treated immediately, it will lead to dehydration, seizures and death. The main treatment is by giving warm compresses. Warm compresses can be used to lower the patient's body temperature by using a washcloth and warm water and then placing it on the temporal lobe for 20 minutes. Objective: To lower body temperature in typhoid fever patients.

Method: The research used is a case study research that uses interview, descriptive and incident observation methods. The time of taking this case was on February 24, 2021. The subject of the case study was a child who was 9 years old.

Results: The results showed that before being given a warm compress on the temporal lobe, the patient's body temperature was 38.7℃ and after a warm compress was given to the temporal lobe for 20 minutes without being replaced, the patient's body temperature decreased to 37.4℃. Conclusion: Giving warm compresses is effective to reduce body temperature in patients with typhoid fever in meeting physiological needs (thermoregulation)

Key words: Typhoid fever, warm compress.

Abstrak

Latar Belakang : Demam tifoid merupakan infeksi penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang sering menyerang pada saluran pencernaan.

Biasanya Demam tifoid sering kali ditandai dengan gejala suhu tubuh diatas nilai normal yaitu lebih dari 37,5 , menggigil, diare, nyeri perut, kulit tampak

(2)

kemerahan, sakit kepala, mual dan muntah. Hal ini apa bila tidak segera ditangani maka akan menyebabkan dehidrasi, kejang dan kematian. Penanganan yang utama dilakukan yaitu dengan pemberian kompres hangat.Pemberian kompres hangat dapat digunakan untuk menurunkan suhu tubuh pada pasien dengan menggunakan waslap dan air hangat kemudian ditempelkan pada bagiantemporal lobeselama 20 menit.Tujuan: Untuk menurunkan suhu tubuh pada pasien demam tifoid.Metode:

Penelitian yang digunakan adalah penelitian dengan studi kasus yang menggunakan metode wawancara, deskriptif dan mengobservasi kejadian. Waktu pengambilan kasus ini dilakukan pada tanggal 24 Februari 2021.Subjek studi kasus yaitu seorang anak yang berusia 9 tahun.Hasil: Hasil penelitian menunjukkan sebelum diberikan kompres hangat pada bagian temporal lobe suhu tubuh pada pasien yaitu 38,7 dan setelah dilakukan tindakan kompres hangat pada bagian temporal lobe selama 20 menit tanpa diganti terjadi penurunan suhu tubuh pada pasien yaitu menjadi 37,4 .Kesimpulan: Pemberian kompres hangat efektif diberikan untuk menurunkan suhu tubuh pada pasien demam tifoid dalam pemenuhan kebutuhan fisiologis (Termoregulasi)

Kata Kunci: Demam tifoid, Kompres hangat.

PENDAHULUAN

Demam tifoid (thyfoid Fever) merupakan penyakit akut yang terjadi pada saluran pencernaan dengan ditandai gejala demam lebih dari satu minggu, gangguan pencernaan dan gangguan kesadaran serta adanya peningkatan suhu lebih dari 37,5 yang terjadi pada sore dan malam hari kemudian pada pagi harinya mengalami penurunan (Lestari, 2016).

Demam Tifoid dapat menular melalui makanan atau minuman yang sudah terkontaminasi oleh bakteri Salmonella Thypi kemudian masuk kedalam tubuh manusia (Mogasale, 2016).

Hasil survey dari Badan

Kesehatan Dunia (WHO)

memperkirakan ada 11-21 juta orang yang terkena tifus dan 128.000 sampai dengan 161.000 orang yang meninggal

setiap tahunnya. Hal itu terjadi karena adanya masyarakat sekitar yang tidak memiliki akses ke air minum yang aman, sanitasi yang memadai dan kelompok rentan yang didalamnya terdapat anak-anak yang berada pada resiko tinggi (WHO, 2017). Sedangkan di Indonesia angka kejadian tifoid yaitu 500/100.000 jumlah penduduk dengan 0,65% yang mengalami kematian (Kementerian Kesehatan RI,2013). Kasus demam tifoid diindonesia lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara berkembang lain khususnya di daerah tropis yaitu sekitar 80-90%, 600.000-1.3 juta kasus dengan lebih dari 20 ribu kematian setiap tahunnya (Setyowati,2017).

Prevelansi menurut Dinkes Provinsi Jateng (2015), pada sistem surveilans terpadu pada tahun 2015 terdapat 44.422 orang yang menderita demam tifoid. Demam tifoid tergolong

(3)

dalam urutan ketiga dibawah TBC selaput otak dan diare namun terjadi peningkatan jumlah demam tifoid pada tahun 2016 yaitu berjumlah 46.142 orang sehingga membuktikan bahwa di jawa tengah termasuk tinggi.

Demam atau Febris merupakan salah satu gejala pada pasien demam tifoid. Demam merupakan keadaan suhu tubuh diatas nilai normal yang biasanya terjadi karena adanya peningkatan panas di hipotalamus (Fadli &Hasan, 2018). Biasanya demam terjadi pada suhu tubuh diatas nilai normal yaitu >37,5 pada temperatur aksila (Sodikin, 2011).

Menurut Maharani (2011), Apa bila tidak ditangani dengan cepat dan tepat maka demam dapat menimbulkan dampak yang terdiri dari hipertermi, kejang dan penurunan kesadaran.

Dalam hiraraki maslow demam termasuk kedalam pemenuhan kebutuhan fisiologis yang merupakan kebutuhan dasar. Demam berkaitan dengan termoregulasi. Menurut Andriyani (2015), Termoregulasi merupakan mekanisme yang dimiliki oleh tubuh guna untuk mempertahakan suhu internal agar berada dalam kisaran yang dapat menstabilkan suhu dalam kisaran normal yaitu 37,5 .

Penanganan yang dapat diberikan pada penderita demam tifoid yaitu dengan tindakan farmakologis

dan non farmakologis.

Penatalaksanaan farmakologis menggunakan obat sedangkan non farmakolgis yang dapat dilakukan pada pasien demam tifoid adalah dengan pemberian kompres hangat (Dewi, 2016).

Kompres hangat merupakan salah satu usaha untuk menurunkan panas tubuh yang mudah dilakukan oleh siapa saja dan tidak membutuhkan peralatan yang rumit.

Menurut Sodikin (2011), Kompres hangat merupakan suatu prosedur yang digunakan pada pasien yang

mengalami demam untuk

meningkatkan control kehilangan panas tubuh melalui proses evaporasi dan konduksi sedangkan menurut Yulian (2015),

Kompres hangat dilakukan dengan menggunakan kain atau handuk yang telah dicelupkan pada air hangat kemudian ditempatkan di area yang mempunyai pembuluh besar sehingga dapat menurunkan suhu tubuh (Kusyanti,2016).

Berdasarkan data dan informasi tersebut penulis tertarik melakukan pengelolaan kasus keperawatan dalam bentuk karya tulis ilmiah dengan judul

“Asuhan Keperawatan Pasien Demam Tifoid Dalam Pemenuhan Kebutuhan Fisiologis (Termoregulasi)”.

METODE

Rancangan studi kasus ini mengevaluasi suhu tubuh pasien sebelum tindakan dan sesudah tindakan. Sebelum dilakukan tindakan subjek dilakukan pengukuran awal, menggunakan termometer kemudian dilakukan intervensi kompres hangat setelah itu kembali dilakukan pengukuran suhu tubuh. Keefektifan dari tindakan terapi kompres hangat tersebut tersebut dapat dilihat dari penurunan suhu tubuh Suhu tubuh dari 38,7 menjadi 37,4 . Pengambilan data dilakukan 24 Februari 2021

(4)

Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara, observasi, pemeriksaan fisik serta studi dokumentasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Implementasi pada tanggal 24 Februari 2021 pukul 13.40 wib Mengidentifikasi penyebab hipertermia didapatkan data subjektif Ibu pasien mengatakan badan anaknya panas sejak 4 hari yang lalu dan sudah dibelikan obat dari apotik namun tidak kunjung sembuh. Data objektif : pasien tampak lemas, pucat, badan pasien lemas, wajah pucat, akral teraba hangat, suhu 38,7℃, lidah kemerahan pada ujung dan tepinya, Hasil widal positif : S. Thypi O : 1/320 dan S.

Thypi H : 1/320.

Pada pukul 13.50 WIB memonitor suhu tubuh didapatkan Data Subjektif :pasien mengatakan bersedia untuk dilakukan pengecekan suhu. Data objektif: pasien tidak ada penolakan saat dilakukan pengecekan suhu dan didapatkan hasil 38,7℃.

Pada pukul 14.20 WIB memberikan kompres hangat pada pasien didapatkan data subjektif ibu pasien mengatakan bersedia anaknya diberikan kompres hangat. data objektif pasien sedikit gelisah, tampak perubahan suhu tubuh setelah dikompres yaitu 37,4℃.

Pada pukul 14.40 WIB menganjurkan tirah baring dengan data subjektif ibu pasien mengatakan bersedia anaknya dianjurkan untuk tiduran dibed saja dengan data objektif pasien terlihat gelisah, pasien terlihat berbaring dibed.

Pada pukul 14.45 WIB mengkolaborasi pemberian obat

berupa injeksi norages dan injeksi chlorom penicol dengan data subjektif ibu pasien mengatakan bersedia anaknya diberikan obat dengan data objektif pasien menangis saat diberikan injeksi norages dan injeksi chlorom penicol. obat telah masuk melalui selang intravena.

Tabel 4.1 tabel observasi sebelum dan sesudah tindakan kompres hangat

Jam Tindakan Suhu

13.50 Pengukuran suhu sebelum diberikan kompres hangat

38,7

14.20 Pengukuran suhu setelah diberikan kompres hangat

37,4

Keterangan : Suhu tubuh dari 38,7 menjadi 37,4

Berdasarkan hasil studi dapat diketahui bahwa setelah dilakukan tindakan nonfarmakologis yaitu tindakan kompres hangat pada pasien menunjukkan keefektifan dengan penurunan suhu tubuh dari 38,7 menjadi 37,4 . Hal ini sejalan dengan Jurnal penelitian Elon (2018), penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan reaksi penurunan suhu tubuh yang signifikan pada pasien Thypoid Fever sebelum dan sesudah diberikan tindakan kompres hangat yang mana sebelum dilakukan suhu tubuh 38,15 dan sesudah dilakukan suhu tubuh menjadi 37,13 sehingga dapat disimpulkan bahwa pada bagian temporal lobe lebih efektif karena pada temporal lobeterdapat vena yang lebih dekat dengan permukaan kulit.

KESIMPULAN

(5)

Berdasarkan hasil studi kasus dan pembahasan mengenai terapi kompres hangat terhadap pasien anak yang mengalami thypoid fever, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terapi kompres hangat untuk menurunkan suhu tubuh pada pasien anak.

SARAN

Hasil studi kasus ini dapat digunakan untuk pengembangan ilmu keperawatan mengenai intervensi non farmakologi berupa terapi kompres hangat untuk menurunkan suhu tubuh pada pasien anak denganthypoid fever.

DAFTAR PUSTAKA

Andriyani, Rika dkk. 2015. Buku ajar biologi dan perkembangan.

Yogyakarta : Deepublish.

Elon, Y. 2018. Tindakan Kompres Hangat Pada Temporal Lobe Dan Abdomen Terhadap Reaksi Suhu Tubuh Pasien Dengan Thyphoid Fever. Jurnal Skolastik Keperawatan, 4 (1), 73-81.

Fadli, F., & Hasan, A. 2018. Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Perubahan Suhu Tubuh Pada Pasien Febris. Jikp Jurnal Ilmiah Kesehatan Pencerah, 7(2), 78-83.

Kemenkes Ri. 2013. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta.

Kemenkes Ri. 2013. Riset Kesehatan Dasar : RISKESDAS. Jakarta : balitbang Kemenkes Ri.

Kusyati, E., Yunani., Wahyuningsih, D.R., Faiziyah, N., Hartana,A.

(2016). Keterampilan &

Prosedur Laboratorium

Keperawatan Dasar. Edisi ke 2.Jakarta :EGC

Lestari Titik. 2016. Asuhan Keperawatan Anak.Yogjakarta:

Nuha Medika.

Mogasale, V.Mogasale dkk. 2016.

Revisiting thypoid fever survallance in low and middle income countries lessoms from systematic literature review of population- based longlitudional studies. BMC infectious Diseases. 16 (35): 1-12.

Sodikin. 2012. Prinsip Perawatan Demam Pada Anak.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

World Health Organization. 2017.

available from

Https://www.who.int/news- room/q-a-detail/thyphoid-fever Yulian.2015. Konsep-Konsep

Kompres hangat.Jakarta : EGC.

Referensi

Dokumen terkait

Subjek studi kasus ini adalah satu orang pasien dengan Asma Bronkhial di ruang Dahlia 3B Hasil studi menunjukkan bahwa pengelolaan asuhan keperawatan pada pasien Asma Bronkhial dalam

Hasil studi kasus menunjukan bahwa pengelolaan asuhan keperawatan pada pasien Congestive Heart Failure CHF dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi yang diberikan tindakan keperawatan

Pada kunjungan ke tiga, Sabtu 20 Februari 2021 dilakukan tindakan menjelaskan kembali mengenai proses penyakit hipertensi pengertian, tanda dan gejala serta penyebab hipertensi tentang

Pada tanggal 19 Februari 2021 Subyektif: pasien mengatakan masih merasakan nyeri, P: nyeri ditangan bagian kiri, Q: nyeri seperti tertusuk- tusuk, R: nyeri ditangan bagian kiri, S:

Hasil studi menunjukkan bahwa pengelolaan kasus pada pasien Stroke Non Hemoragik yang diberikan tindakan latihan ROM Pasif selama 3 hari berturut- turut, didapatkan hasil bahwa dengan

Hasil studi kasus menunjukkan bahwa pengelolaan asuhan keperawatan pada pasien gagal ginjal kronik dalam pemenuhan kebutuhan fisiologis diberikan intervensi pemberian terapi teknik

Tabel 3 Hasil Evaluasi Nilai Kekuatan Otot Pasien Setelah Diberikan Terapi ROM Cylindrical Grip EKSTERMIT AS NILAI KEKUAT AN OTOT SEBELUM SESUDA H ATAS KANAN 2 3 KIRI 5 5

Evaluasi yang didapatkan pada pretest tanggal 24 Januari 2022 sebelum dilakukan tindakan terapi okupasi dan manajemen halusinasi didapatkan hasil tanda dan gejala pada awal sebelum