• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM ISLAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM ISLAM "

Copied!
94
0
0

Teks penuh

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Islam mengharamkan kekerasan dalam rumah tangga baik terhadap anak maupun pasangan karena merupakan perbuatan yang memalukan. Tegasnya, kekerasan dalam rumah tangga diatur dalam pasal 5 Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang menyatakan bahwa “Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangganya, dengan cara: a) Kekerasan fisik; (b) Kekerasan psikis; Keempat Faktanya, kekerasan dalam rumah tangga semakin meningkat dan perlindungan terhadap korban belum sepenuhnya terjamin, sehingga banyak korban yang berjatuhan dan pelaku masih bebas berkeliaran.

Meningkatnya tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga sering kita jumpai di berbagai negara, termasuk Indonesia sendiri. Di dalam rumah, laki-laki merupakan sosok tetap yang hadir menyelesaikan permasalahan dengan cara mendidik. Namun tidak semua orang dalam kehidupan berumah tangga bisa menemukan keadaan seperti itu, bahkan hanya sedikit.

Khususnya pada bulan Juni 2019, terjadi kekerasan dalam rumah tangga yang mengakibatkan meninggalnya seorang suami terhadap istrinya di Kabupaten Polewali Mandar. Namun dalam dakwaan awal, JPU menjerat terdakwa dengan Pasal 340 KUHP tambahan Pasal 338 KUHP, tambahan Pasal 351 KUHP, dan kedua, Pasal 44(3) KUHP. Undang-undang no. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Rumusan Masalah

Bahkan dalam keadaan emosional, seorang pria bisa saja bertindak di luar akal sehat, seperti mengakhiri hidup istri yang telah merawatnya selama ini. Sebab dalam keadaan emosi, seseorang tidak bisa berpikir jernih, sehingga apapun keputusan yang diambilnya bisa berakibat fatal. Hakim memvonis terdakwa 15 tahun penjara karena terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana kekerasan fisik yang mengakibatkan meninggalnya seseorang.

Oleh karena putusan tersebut maka penulis ingin mengetahui lebih dalam apakah putusan tersebut digunakan dalam pengambilan keputusan seperti standar dalam mengambil suatu kebijakan hukum, oleh karena itu berdasarkan fakta diatas maka penulis tertarik untuk mengetahui, membahas dan menganalisis secara jelas. fenomena kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan seorang laki-laki terhadap istrinya. Apa saja pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Polewali Mandar dalam putusan nomor 152/Pid.B/2019 tentang sanksi bagi pelaku pembunuhan terhadap perempuan tersebut. Bagaimana analisis Fikh Jināyah terhadap putusan hakim Pengadilan Negeri Polewali Mandar dalam putusan nomor 152/Pid.B/2019 tentang sanksi bagi pelaku pembunuhan terhadap perempuan tersebut.

Tujuan Penelitian

Kegunaan Penelitian

Memperluas wawasan akademisi dengan membandingkan hukum pidana positif dan hukum pidana Islam, khususnya mengenai pemidanaan pelaku pembunuhan di ranah rumah tangga dari sudut pandang hukum Islam.

TINJAUAN PUSTAKA

  • Tinjauan Penelitian Relevan
  • Tinjauan Teoritis
    • Teori Maqas> }id Mukallaf
    • Teori Uqūbah
    • Teori-teori Pemidanaan Dalam Hukum Positif
  • Tinjauan Konseptual
    • Pengertian Fiqih Jināyah
    • Pembunuhan
    • Jenis-jenis Tindak Pidana Pembunuhan
    • Jenis-jenis Pembunuhan dalam Hukum Islam
  • Landasan Pemikiran

Mulyani Maulidya, “Revisi Hukum Islam tentang Hukuman Penjara Bagi Pelaku Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga”. 3Mulyani Maulidya, Revisi Hukum Pidana Islam Tentang Hukuman Penjara Bagi Pelaku Tindak Pidana KDRT, Skipsi (UIN Sunan Ampel, Surabaya 2017). Sedangkan menurut istilah menurut Ibnu Manzur dalam Lisan al-Arab, yang dimaksud dengan qis}a<>s} adalah pidana yang ditentukan dengan mengikuti bentuk tindak pidana yang ditentukan.

Teori ini menghendaki adanya pemidanaan yang terdapat pada tindak pidana itu sendiri sebagai landasan hubungan yang dijadikan alasan untuk membalas dendam kepada pelakunya.Tindak pidana dimaksudkan untuk menimbulkan penderitaan yang sama bagi korbannya. Oleh karena itu, apabila tidak ada akibat berupa matinya orang lain, berarti tindak pidana pembunuhan tidak dapat dianggap tuntas. Dalam tindak pidana pembunuhan, niatnya harus ditujukan untuk mengakhiri hidup orang lain dan harus ada hubungan antara perbuatan yang dilakukan dengan kematian orang tersebut.

Tindak pidana pembunuhan dalam bentuk pokoknya atau yang oleh pembentuk undang-undang disebut dengan pembunuhan tidak berencana (manslaughter) diatur dalam Pasal 338 KUHP.17 Tindak pidana pembunuhan biasa ini sering juga disebut dengan tindak pidana pembunuhan biasa dalam bentuk pokoknya. Adanya maksud atau tujuan untuk menghilangkan nyawa orang lain, itulah yang dimaksud dengan perbuatan yang disengaja. Pembunuhan pada masa ini erat kaitannya dengan tindak pidana lainnya (tindak pidana).

Kejahatan ini merupakan suatu kesatuan yang mempunyai hubungan yang erat dimana kejahatan-kejahatan lain harus menyertai, mengikuti atau mendahului kejahatan tersebut sampai kedua kejahatan tersebut terjadi. Pelaku dianggap melakukan perbuatan yang dilarang dalam Pasal 339 KUHP apabila pelaku melakukan pembunuhan dan pelaku juga melakukan tindak pidana lain dengan perbuatannya. Walaupun terdapat keterkaitan antara tindak pidana pembunuhan dengan tindak pidana lainnya, namun setiap tindak pidana yang dilakukan oleh pelakunya harus dipertanggungjawabkan tersendiri.

Pembunuhan, baik disengaja maupun setengah disengaja, adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan sengaja oleh seseorang terhadap orang lain dengan tujuan pendidikan. Melihat pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam culpable homicide sama sekali tidak ada unsur kesengajaan untuk melakukan perbuatan terlarang, dan tindak pidana pembunuhan terjadi akibat kecerobohan pelakunya. Suatu perbuatan yang dilakukan dengan sengaja sebenarnya merupakan perbuatan yang diperbolehkan, namun karena kelalaian pelakunya maka perbuatan yang diperbolehkan itu menimbulkan akibat yang dikategorikan sebagai tindak pidana.

METODE PENELITIAN

  • Jenis Penelitian
  • Lokasi Penelitian
  • Fokus Penelitian
  • Jenis dan Sumber Data
  • Teknik Pengumpulan Data
  • Teknik Analisis Data

Unsur Larangan Melakukan Kekerasan Dalam Keadaan Rumah Tangga Menimbang bahwa berdasarkan fakta hukum yang diperoleh dari keterangan saksi dan keterangan terdakwa sendiri terkait dengan alat bukti yang diajukan di persidangan, terlihat dapat ditentukan apakah suatu perbuatan kekerasan. dilakukan oleh terdakwa terhadap istri terdakwa yaitu korban Wati S, S.Pd yang menyebabkan meninggalnya korban Wati S, S.Pd;. Menimbang dari Visa Et Repertum tersebut di atas berkaitan dengan kejadian atau peristiwa di atas, maka Majelis Hakim berkesimpulan bahwa kematian yang menimpa korban Wati S, S.Pd adalah akibat perbuatan terdakwa. Bahwa pada saat terdakwa bertanya kepada korban Wati S, S.Pd sekitar 1 (satu) bulan yang lalu, terdakwa mendapat pesan di telepon genggam (HP) korban Wati S, S.Pd yang berbunyi “sayang” dan ponsel istrinya. telepon genggam telah dirusak oleh terdakwa dengan cara dilempar ke dinding.

Bahwa saksi pernah mendengar atau mengetahui bahwa korban Wati S, S.Pd terlibat perkelahian atau adu mulut dengan tersangka, yang mana tersangka cemburu karena kedekatan korban Wati S, S.Pd dengan pria lain.7 .

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Polewali Mandar dalam

  • Pertimbangan Hukum Hakim
  • Analisis Penulis

Analisis Fiqih Jināyah Terhadap Putusan Hakim Pengadilan

  • Perbuatan Pelaku ditinjau dari Perspektif Maqa>s}id Mukallaf
  • Perbuatan pelaku ditinjau dari Perspektif Uqūbah (Qis}a<>s} dan

Salah satu aturan dalam hukum Islam mengenai niat disebut Maqa>s}id Mukallaf. Walaupun niat terdakwa membunuh korban karena terdakwa yakin terdakwa berselingkuh, namun hal tersebut tidak dibenarkan dalam hukum Islam. Dalam hukum Islam, selingkuh disebut dengan al-Khianah az zauyiyah yang artinya seseorang yang telah mengkhianati orang lain selain pasangannya.

Dengan demikian, tindakan pelaku yang menganiaya dan membunuh korban merupakan tindakan yang sangat keji. Selain karena terdakwa tidak mempunyai cukup bukti atas dugaan perselingkuhan korban, ia juga tidak mempunyai hak untuk mengakhiri nyawa korban. Pendapat hakim yang memberatkan terdakwa adalah bahwa terdakwa adalah suami korban dan perbuatan yang dilakukan terdakwa terhadap korban juga merupakan perbuatan keji dan meresahkan masyarakat.

Hukuman yang dijatuhkan hakim sepadan dengan apa yang dilakukan terdakwa terhadap korban. Dari sudut pandang fiqih jināyah, perbuatan yang dilakukan terdakwa merupakan perbuatan yang sangat keji. Jadi hukuman yang pantas bagi terdakwa dalam hukum pidana Islam adalah qis}a<>s}.

Jadi yang dilakukan pelaku adalah pembunuhan yang disengaja (Al Qotl al-'amd). Adami, Chazawi, 2002, “Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1 Sistem Pidana, Delik, Teori Pemidanaan dan Batasan Berlakunya Hukum Pidana”, Grafindo Persada: Jakarta. Harahap' Ihwanuddin, 2014, Unsur Hukum Islam dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Jurnal FITRAH Vol.

Idris, Kamal, 2000, Tinjauan Hukum Islam Atas Putusan Pengadilan Negeri Semarang Nomor 22/9/PID/8/1998/PN Tentang Kelalaian Yang Mengakibatkan Meninggalnya Orang Lain, Skripsi Fakultas Syariah. Maulidya, Mulyani, 2017, “Tinjauan Hukum Pidana Islam Tentang Hukuman Penjara Bagi Pelaku Tindak Pidana KDRT”, Skipsi UIN Sunan Ampel, Surabaya. Soesilo, 1995, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Tafsirnya Lengkap pasal demi pasal, Politea: Bogor.

PENUTUP

Simpulan

Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Polewali Mandar dalam Putusan Nomor 152/Pid.B/2019 tentang Hukuman Bagi Pelaku Pembunuhan Istri. Lebih lanjut, pertimbangan hakim dalam meringankan terdakwa adalah terdakwa bersikap sopan selama persidangan dan juga mengakui perbuatannya. Sehingga hukuman ini dapat memberikan efek jera bagi terdakwa dan juga menjadi pembelajaran bagi orang lain.

Analisis Jināyah Fiqh terhadap putusan hakim Pengadilan Polewali Mandar pada putusan 152/Pid.B/2019 tentang sanksi bagi pelaku femicide. Menurut hukum Islam, untuk membuktikan perbuatan korban, tersangka harus memiliki empat orang saksi. Alasan tersebut tidak bisa dijadikan dasar, karena tidak menutup kemungkinan pesan tersebut hanya dikirimkan oleh orang sembarangan.

Walaupun dalam Islam seorang suami berhak menegur istrinya, namun seorang suami tidak boleh memukul istrinya hingga menimbulkan luka, apalagi melakukan kekerasan yang menyebabkan istri kehilangan nyawanya. Selain itu, dalam persidangan hanya ada satu orang saksi yang mengungkapkan bahwa terdakwa dan korban sering bertengkar karena rasa cemburu terdakwa karena kedekatan korban dengan laki-laki lain. Namun menurut penulis, keterangan tersebut tidak dapat diterima karena saksi tidak pernah melihat langsung korban bersama pria lain.

Selanjutnya, pelaku tidak dikenakan hukuman Diya>t karena pelaku tidak mendapat pengampunan dari keluarga korban. Diya>t tersebut mulai berlaku apabila pelaku Jari>mah mendapat pengampunan dari korban atau keluarga korban.

Saran

Fachrina dan Nina Anggraini, 2007, Kekerasan dalam rumah tangga terhadap perempuan dalam masyarakat Minangkabau modern”, skripsi Ilmu Sosial, Universitas Andalas. Syufri, 2009, Perspektif Sosiologis Tentang Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Rumah Tangga”, Jurnal Akademisi Fisip Untad, Vol.1.

Referensi

Dokumen terkait

mengajukan saksi yang meringankannya. Ketiga saksi tersebut yaitu Suryanto als Surya, Hengki Hendra, S.E dan Sely Dina Indriyani menyatakan bahwa terdakwa Bagus

CONCLUSION From di above elaboration, it can be concluded that Rachel Chu, as the main character in Kevin Kwan's Crazy Rich Asian 2013, was represented as a woman with three strong