ANALISIS PUTUSAN NOMOR 372/PID.B/2020/PNPDG TERHADAP TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG
DILAKUKAN OLEH SATPAM
HALAMAN JUDUL
SKRIPSI
Diajukan kepada Institut Agama Islam Negeri Jember untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh
gelar Sarjana Hukum (S.H) Fakultas Syariah Jurusan Hukum Islam
Program Studi Hukum Pidana Islam
Oleh : Ahmad Ali Akbar Nim : S20174021
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER
FAKULTAS SYARIAH
JANUARI 2023
ii
ANALISIS PUTUSAN NOMOR 372/PID.B/2020/PNPDG TERHADAP TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG
DILAKUKAN OLEH SATPAM
SKRIPSI
Diajukan kepada Institut Agama Islam Negeri Jember untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh
gelar Sarjana Hukum (S.H) Fakultas Syariah Jurusan Hukum Islam
Program Studi Hukum Pidana Islam
Oleh:
Ahmad Ali Akbar NIM : S20174021
Pembimbing
Dr. Abdul Wahab, M.H.I.
NIP. 19840112 201503 1 003
iii
ANALISIS PUTUSAN NOMOR 372/PID.B/2020/PNPDG TERHADAP TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG
DILAKUKAN OLEH SATPAM
SKRIPSI
telah diuji dan diterima untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh Sarjana Hukum (S.H)
Fakultas Syariah Jurusan Hukum Islam Program Studi Hukum Pidana Islam
Hari : Selasa
Tanggal : 03 Januari 2023 Tim Penguji
Ketua Sekretaris
Sholikul Hadi, S.H., M.H. Muhammad Aenur Rosyid, S.H.I., M.H.M.Si NIP. 197507012009011009 NIP. 198805122019031004
Anggota
1.
Dr. H. Pujiono, M.Ag. ( )
2.
Dr. Abdul Wahab, M.H.I. ( )
Menyetujui Dekan Fakultas Syariah
Prof. Dr. Muhammad Noor Harisudin, M.Fil.I
NIP. 19780925 200501 1 002
iv MOTTO
―Setiap orang bertanggungjawab atas apa yang telah diperbuatnya.‖ (Q.S. Al Mudatsir : 38)
**Al-Qur’an, Q.S Shod Ayat 26, (Kudus : Menara Kudus, 2018), 567.
v
PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan kepada, Bapak dan Ibuku yang telah membesarkan
dan mendidikku dengan penuh kasih sayang.
vi ABSTRAK
Ahmad Ali Akbar, 2022: Analisis Putusan Nomor 372/Pid.B/2020/Pnpdg Terhadap Tindak Pidana Penganiayaan Yang diLakukan Oleh Satpam.
Kata Kunci: Tindak Pidana; Penganiayaan; Pertimbangan Hakim
Tindakan penganiayaan merupakan isu menantang yang terlupakan dalam interaksi sosial. Putusan hakim dalam kasus tersebut kurang tepat / terlalu ringan untuk kasus penganiayaan yang berujung pada kematian.
Fokus pada penelitian ini yaitu 1) Bagaimana kronologi kasus posisi dalam putusan ? 2) Apa yang menjadi dasar pertimbangan Hakim dalam putusan ? dan 3) Bagaimana analisis putusan hakim ?
Penelitian ini memiliki tujuan yaitu 1) Untuk mengetahui kasus posisi pada kasus Tindak Pidana Penganiayaan. 2) Untuk mengetahui bahan pertimbangan hakim pada kasus Tindak Pidana Penganiayaan. 3) Untuk mengetahui analisa dari putusan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kualitatif dengan jenis penelitian yuridis normatif. Pengumpulan data menggunakan Teknik observasi, wawancara maupun dokumentasi. Penelitian ini menggunakan analisis Miles Huberman dan Saldana untuk analisis data. Keabsahan data menggunakan sumber informan dan instrumen penelitian yang terkait.
Kesimpulan penelitian ini yaitu 1) hakim memutuskan terdakwa melanggar
Pasal 351 ayat 1 KUHP dengan hukuman pidana yaitu selama 2 tahun 6 bulan. 2)
Pertimbangan hakim dirasa kurang tepat, karena penulis beranggapan
pertimbangan hakim menjatuhkan putusan belum berlandaskan pada pasal 354
melainkan menggunakan pasal 354. 3) Jaksa Penuntut Umum seharusnya
menyiapkan surat dakwaan dalam bentuk subsider dengan menggunakan pasal-
pasal tersebut karena tidak diragukan lagi bahwa terdakwa melakukan tindak
pidana yang dipermasalahkan.
vii
KATA PENGANTAR
Segala kemuliaan dan hormat hanya milik Tuhan Yang Maha Esa karena hanya dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat berhasil menyusun, melaksanakan, dan menyelesaikan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan gelar sarjana. Oleh karena itu, penulis mengakui dan mengucapkan terima kasih yang tulus kepada:
1. Prof. Dr. H. Babun Suharto, S.E., M.M., sebagai Rektor Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember yang telah menerima penulis sebagai mahasiswa UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember.
2. Bapak Prof. Dr. M. Noor Harisudin, M.Fil.I, selaku Dekan Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember yang telah memberikan motivasi semangat menuntut ilmu dengan baik.
3. Bapak Dr. Abdul Wahab, M.H.I, sebagai Kaprodi Hukum Pidana Islam Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember dan selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan judul Skripsi hingga penulis bisa melakukan penelitian sampai tahap saat ini.
4. Seluruh civitas Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember
5. Pihak perpustakaan Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember
6. Ayahanda Sutikno dan Ibunda tercinta Jainiah Aristiana yang telah
memberikan doa dan kasih sayang sehigga penulis dapat menyelesaikan
penelitian ini..
viii
7. Semua sahabat saya pada Program Studi Hukum Pidana Islam 2017 Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember.
Untuk menyempurnakan penelitian ini, penulis masih terbuka untuk kritik dan saran. Semoga banyak orang lain yang dapat mengambil manfaat dari penelitian ini. Akhirnya, saya berdoa semoga Allah membalas Bapak/Ibu atas semua tindakan luar biasa yang telah Bapak/Ibu lakukan untuk penulis..
Jember, 03 Januari 2023
Penulis
ix DAFTAR ISI
Halaman Judul ...i
Persetujuan ...ii
Pengesahan ...iii
Motto ...iv
Persembahan ...v
Abstrak ...vi
Kata Pengantar ...vii
Daftar Isi...ix
BAB I PENDAHULUAN ...1
A. Latar Belakang Masalah ...1
B. Fokus Penelitian ...6
C. Tujuan Penelitian ...6
D. Manfaat Penelitian ...6
1. Manfaat Teoritis ...7
2. Manfaat Praktis ...7
E. Definisi Istilah ...7
F. Sistematika Pembahasan ...8
BAB II KAJIAN PUSTAKA ...10
A. Penelitian Terdahulu ...10
B. Kajian Teori ...15
1. Tinjauan Umum Tentang Hukum Pidana ...15
2. Tinjauan Umum Tentang Putusan Hakim ...26
3. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Penganiayaan ...35
BAB III METODE PENELITIAN...49
A. Jenis Penelitian ...49
B. Pendekatan Penelitian ...49
C. Bahan Penelitian ...50
D. Teknik pengumpulan data ...51
E. Analisis Penelitian ...52
x
F. Tahap Penelitian ...52
BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS ...54
A. Gambaran Tindak Pidana Penganiayaan Dalam Putusan ...54
B. Ketentuan Hukum Indonesia Terhadap Tindak PidanaPenganiayaan 56 C. Analisis Terhadap Putusan Nomor 372/PID.B/2020/PNPDG Tindak Pidana Penganiayaan Yang Di Lakukan Oleh Satpam ...66
BAB V PENUTUP ...72
A. Simpulan ...72
B. Saran-saran ...73
DAFTAR PUSTAKA ...75
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Peristiwa terkini berdampak tidak hanya pada Negara Indonesia tetapi juga pada bagaimana masyarakat berkembang, bagaimana orang berperilaku, dan bagaimana budaya bergeser. Sebagai akibat dari masalah ini, kejahatan lebih mungkin terjadi dalam jumlah yang lebih besar, dan baik lingkungan publik maupun swasta dan keluarga tidak kebal terhadapnya. Salah satu contoh kejahatan umum yang berdampak pada masyarakat adalah tindak pidana penganiayaan.
1Tindakan penganiayaan merupakan isu menantang yang terlupakan dalam interaksi sosial. Hal ini karena manusia adalah makhluk sosial, dan karena orang-orang terlibat satu sama lain dalam situasi sosial setiap hari, penganiayaan adalah kejahatan yang hampir selalu menjadi berita utama media cetak atau elektronik di Indonesia. Penganiayaan merupakan apa yang mengarah pada interaksi positif dan buruk.
2Penganiayaan merupakan tindakan yang menimbulkan keresahan di lingkungan sosial sekitar. Penganiayaan sering dimulai dengan keluhan kecil, seperti disentuh oleh seseorang di jalan atau tersinggung oleh kata-kata atau perilaku mereka. Selain itu, pembenaran
1 Teguh Syuhada Lubis, ―Penyidikan Tindak Pidana Penganiayaan Berat Terhadap Anak,‖
Jurnal Edutech 3, No. 1 (Jun, 2017): 133–47.
2 Hodijah Uswatun Hasanah, ―Kajian Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Penganiayaan Yang Terjadi Karena Peranan Dari Korban‖ (Universitas Sriwijaya, 2019). 34
sering ditawarkan karena pelanggaran masa lalu yang dilakukan oleh korban yang mendorong pelaku untuk bertindak jahat terhadap korban.
3Saat ini seringkali terjadi kekerasan fisik yang mengakibatkan luka-luka hingga meninggal. Namun demikian, hal ini jarang mengakibatkan cacat tetap atau bahkan mengakibatkan kematian korban. Selain itu, tindakan penganiayaan seringkali menimbulkan masalah psikologis bagi korban, seperti trauma, ketakutan, dan ancaman. Pada kasus-kasus tertentu, korban penganiayaan dapat mengalami gangguan jiwa dan pikiran. Penganiayaan merupakan fenomena yang bukan hal baru dalam hal tindakan kekerasan fisik dan psikis. Hal itu dapat terjadi di mana saja, seperti di rumah tetangga atau keluarga, di tempat umum, serta di tempat lain. Hal ini juga dapat mempengaruhi individu yang hanya sesekali berkonflik dengan orang lain.
Adanya kekerasan tersebut tidak tanpa sebab tetapi terdapat beberapa faktor yang mengakibatkan kekerasan itu terjadi diantaranya yaitu kenakalan, kecemburuan sosial, tekanan, ketidakharmonisan hubungan, perbedaan ekonomi dan masih banyak penyebab lainnya. Faktor penyebab tersebut didapatkan ketika mengamati fenomena tindakan penganiayaan yang terjadi.
4Di Indonesia, tingkat penganiayaan fluktuatif antara tahun 2014 dan 2016. Menurut informasi yang diberikan kepada Biro Pengendalian Operasi Mabes Polri, terdapat 35.800 kasus tindakan penganiayaan pada tahun 2011 dengan penganiayaan ringan dan berat. Meningkat menjadi 30.901 kasus pada
3 Ardiansyah, ―Tinjauan Yuridis Terhadap Delik Penganiayaan Dan Pembunuhan‖
(Universitas Hasanuddin, 2014).
4 Tri Rohmadi, ―Kajian Penegakkan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penganiayaan Yang Menyebabkan Luka Pada Tahap Persidangan Tri,‖ Dinaika Hukum 11, No. 3 (2020): 16–33.
tahun 2016 dan 35.153 kasus pada tahun 2013.
5Setiap bulan di tahun 2021, Anda akan mendapatkan lebih dari seribu kasus pelecehan dari kepolisian.
Hingga periode 1–12 Januari 2022, Polri menerima 1.070 kasus penganiayaan berat dan kekerasan.
6Ketika seseorang atau sekelompok orang menganiaya orang lain dengan sengaja, mungkin karena berbagai alasan, termasuk pembalasan, pencemaran nama baik perasaan dikhianati atau dirugikan, perasaan harga diri dan martabat dipermalukan atau dilecehkan, dan alasan lainnya. Selain itu, banyak orang yang terlibat dalam perselisihan, perkelahian, atau menghasut orang lain untuk berkelahi dengan sengaja. Kasus persekusi adalah tindakan kriminal.
Suatu peraturan atau undang-undang yang melarang suatu tindakan dan mengancam hukuman pidana bagi siapa saja yang melanggarnya dikenal sebagai tindak pidana.
7Sementara itu, konsep pertanggungjawaban pidana berarti bahwa terdakwa harus dimintai pertanggungjawaban atas segala kejahatan yang mungkin telah mereka lakukan di bawah Konstitusi.
Akuntabilitas tidak cukup bagi penjahat jika yang mereka lakukan hanyalah melakukan kejahatan; mereka juga perlu memiliki sikap buruk atau melakukan
5 Ahmad Suhaimi, ―Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penganiayaan Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Dan Hukum Pidana Islam‖ (Universitas Sumatera Utara, 2018).
6 Busiknas Bareskrim Polri, ―Ada Seribu Kasus Penganiayaan Ditangani Polri,‖
https://pusiknas.polri.go.id/, 2022,
https://pusiknas.polri.go.id/detail_artikel/ada_seribu_kasus_penganiayaan_ditangani_polri. 1
7 Indah Sari, ―Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dalam Hukum Pidana dan Hukum Perdata,‖ Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara 11, no. 1 (Maret, 2020): 53–70.
kesalahan. Secara teori, tidak ada staf yang bersalah dalam hal ini; jika ada yang salah, itu kriminal atau kesalahan.
8Sebelum penjatuhan putusan dalam suatu perkara pidana, hakim terlebih dahulu harus mengidentifikasi unsur-unsur kejahatan dan menyatakan bahwa hal itu dilakukan terhadap terdakwa. Jika terdakwa terbukti melakukan kejahatan dan melanggar pasal tertentu, hakim akan memeriksa apakah terdakwa bertanggung jawab atau tidak. Oleh karena itu, hakim dapat memutuskan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap terdakwa jika terdakwa telah menunjukkan bahwa mereka telah melakukan hukuman yang tepat dengan dakwaan dan sesuai dengan hukum pidana yang dapat dipertanggungjawabkan. Pengadilan harus mempertimbangkan apakah hukuman yang akan diterima terdakwa sesuai dengan hukum yang berlaku saat ini dan sesuai dengan tujuan hukuman.
Salah satu contoh kasus penganiayaan yang menyebabkan kematian itu terjadi di daerah kota Padang, tindakan petugas keamanan dalam Kasus 372/Pid.B/2020/PN.Pdg melibatkan dia berkelahi dengan orang yang telah ditangkap dan berusaha melarikan diri. Terdakwa memasuki area pabrik untuk melakukan pencurian. Tetapi daerah pabrik tersebut sudah ada petugas security watch yang menandakan bahwa tindakan pengamanan petugas merupakan bagian dari upaya menjaga diri. Menurut petugas security hal, ini adalah tindakan kriminal. Penganiaayan tersebut sampai berakibat kematian.
Penyebab kematian korban adalah perdarahan hebat pada dada kiri akibat luka
8 Haris Yudhianto, ―Penerapan Asas Kesalahan Sebagai Dasar Pertanggungjawaban Pidana Korporasi,‖ (STKIP PGRI Trenggalek, 2020), 197–212.
tusuk pada sela tulang dada keempat menembus paru paru kiri serta menembus kantong jantung sampai otot jantung sebelah kiri dan terdapat darah di kantong jantung (gagal jantung) yang disebabkan trauma tajam.
Pada kasus diatas Jaksa mengajukan dakwaan Alternatif (Dakwan lebih dari satu dan hakim bebas memilih untuk membuktikannya dan tidak perlu membuktikan dakwaan lainnya). Adapun dakwaan yang diajukan oleh Jaksa yaitu dakwaan pertama Pasal 338 Jo pasal 55 ayat 1 yaitu barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun dan dakwaan yang kedua Pasal 351 KUHP (penganiayaan biasa) ayat 3 yaitu diancam dengan hukuman maksimal tujuh tahun penjara. Dan hakim menjatuhkan putusan terhadap kasus tersebut menggunakan dakwaan yang kedua yaitu pasal 351 ayat 3 dan dari isi putusannya hakim menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa selama lima tahun penjara.
Menurut penulis, putusan hakim dalam kasus tersebut kurang tepat / terlalu ringan untuk kasus penganiayaan yang berujung pada kematian jika menggunakan pasal 351 KUHP yaitu penganiayaan biasa, seharusnya hakim menjatuhkan putusan dengan pasal 354 KUHP yaitu penganiayaan berat.
Berdasarkan permasalahan diatas, maka diperlukan untuk melakukan analisis
mengenai putusan nomor 372/Pid.B/2020/PN.Pdg tentang tindak pidana
penganiayaan yang menyebabkan kematian untuk diangkat menjadi sebuah
skripsi dengan judul ―Analisis Putusan Nomor 372/Pid.B/2020/Pnpdg
Terhadap Tindak Pidana Penganiayaan Yang Di Lakukan Oleh Satpam‖
B. Fokus Penelitian
Diperlukan pengaturan fokus penelitian yang jelas, eksplisit, tegas, dan operasional. Fokus dalam penelitian ini kemudian harus dimasukkan dalam kalimat interogatif. Menemukan semua pokok permasalahan yang akan peneliti kemukakan, serta solusi dan realitasnya, merupakan tujuan utama dari penelitian ini. Penelitian ini berfokus pada:
1. Bagaimana kronologi kasus posisi dalam putusan nomor:
Nomor372/Pid.B/2020/PNPdg ?
2. Apa yang menjadi dasar pertimbangan Hakim dalam putusan nomor Nomor372/Pid.B/2020/PNPdg ?
3. Bagaimana analisis putusan hakim nomor Nomor372/Pid.B/2020/PNPdg?
C. Tujuan Penelitian
Agar penulisan skripsi ini tidak menyimpang dari tujuan, maka penulis akan melakukan pembatasan masalah. Dalam skripsi ini penulis akan menganalisis Putusan Nomor372/Pid.B/2020/PNPdg.
1. Untuk mengetahui kasus posisi pada kasus TindakaPidana Penganiayaan (Studi Kasus Putusan Nomor372/Pid.B/2020/PNPdg).
2. Untuk mengetahui bahan pertimbangan hakim pada kasus Tindak Pidana Penganiayaan (Studi Kasus Putusan Nomor372/Pid.B/2020/PNPdg).
3. Untuk mengetahui analisa dari putusan no: Nomor372/Pid.B/2020/PNPdg D. Manfaat Penelitian
Setiap suatu penelitian yang akan dilakukan, akan diambil sebuah
manfaat yang nantinya dapat digunakan oleh orang banyak yang akan
membacanya. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik dari segi manfaat teoritis dan praktis untuk khalayak umum. Terdapat manfaat yang besar ditunjukkan berdasarkan nilai dan kualitas dari penelitian. Berikut ini manfaat dari penelitian:
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan dapat menambah bahan referensi dibidang karya ilmiah terkait analisis putusan serta bahan masukan bagi penelitian sejenis di masa yang akan datang.
2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti
Digunakan untuk pengetahuan terkait hukum pidana.
b. Bagi Kampus Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq, Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan pengetahuan serta menjadi sumber bagi akademisi dan pengacara yang mungkin tertarik dengan topik dan pertanyaan yanga sama dengan penelitian ini.
c. Bagia Masyarakat,
Kajian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi informasi ilmiah yang benar dan menjadi sumber untuk aplikasi masyarakat.
E. Definisi Istilah
Istilah-istilah penting yang menjadi fokus perhatian peneliti dalam judul
penelitiannya harus dicantumkan dalam definisi istilah. Tujuannya adalah
untuk mencegah siapa pun dari salah menafsirkan definisi atau makna frasa seperti yang akan disajikan oleh peneliti.
1. Tindak Pidana
Menurut Moeljatno, yang dimaksud dengan tindak pidana adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh suatu peraturan perundang- undangan dan untuk itu pelanggarnya menghadapi ancaman (sanksi) berupa kejahatan tertentu.
2. Penganiayaan
Penganiayaan adalah melakukan perbuatan dengan sengaja menyebabkan sakit atau luka pada orang lain. Akan tetapi suatu perbuatan yang menyebabkan sakit atau luka pada orang lain tidak dapat dianggap sebagai penganiayaan kalau perbuatan itu dilakukan untuk menjaga keselamatan badan.
F. Sistematika Pembahasan
Pada subbab ini membahas terkait pendeskripsian alur yang akan dibahas dalam skripsi. Alur tersebut diawali dengan bab pendahuluan dan yang terakhir yaitu bab penutup. Penelitian ini berbentuk deskriptif naratif. Berikut ini sistematika pembahasan yang diantaranya yaitu:
Bab I merupakan bab pendahuluan yang berisi latar belakang, fokus
kajian, tujuan penelitian, manfaat penelitian yang didalamnya terdapat manfaat
teoritis dan manfaat praktis, definisi istilah yang berisi istilah penting terkait
dalam penelitian ini dan sistematika pembahasan yang menjelaskan alur
skripsi.
Bab II merupakan bab kajian pustaka yang berisi penelitian terdahulu dan kajian teori, dala kajian teori berisi tinjauan pustaka terkait hukum pidana, putusan hakim dan tindak pidana penganiayaan
Bab III merupakan bab yang membahas metode penelitian. Dalam bab 3 ini berisi terkait subbab jenis penelitian, pendekatan penelitian, bahan penelitian yang terdapat sub-sub babnya yaitu bahan primer dan bahan sekuner, kemudian teknik pengumpulan data, berisi analisis penelitian serta tahapan dalam penelitian.
Bab IV merupakan bagian yang cukup penting yang menjawab tujuan penelitian dan membahas penyajian dan analisis berisi sub bab yaitu gambaran tindak pidana penganiayaan yang terdapat dalam putusan, ketentuan hukum Indonesia teradap tindak pidana penganiayaan serta menganalisis putusan yang digunakan dalam penelitian ini
Bab V merupakan bab akhir atau penutup pada penelitian berisi
kesimpulan dan saran.
10 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu
Hal ini tidak lepas dari penelitian sebelumnya yang akan dibuat.
Pentingnya sebuah studi sebelum untuk di tempatkan adalah dengan tujuan untuk mengembangkan studi sebelumnya, yang mungkin berarti topiknya hampir sama. Namun penelitian terdahulu hanya dijadikan pedoman bagi penelitian-penelitian baru yang tentunya hanya menggunakan metode dan isi yang sama. Akibatnya, penulis penelitian ini memasuki penelitian sebagai berikut:
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No Judul
Fokus
Penelitian Metode Penelitian
Hasil penelitian
Perbedaan dengan penelitian
Persamaan dengan penelitian 1. Analisis
Putusan Hakim Pengadila n Negeri Jakarta Pusat Terhadap Tindak Pidana Korupsi Oleh Pt.
Nusa Konstruksi Enjiniring
91. Apa dasar pertimbang an hakim Pengadilan Negeri dalam menjatuhka n pidana denda terhadap PT. Nusa Konstruksi Enjiniring sebagai pelaku tindak pidana
Penelitian in zulva mengguna kan metode yuridis normatif
Dasar pertimban gan hakim pada saat penjatuhan hukuman denda kepada terdakwa telah sesuai baik dari segi yuridis maupun non yuridis.
Perbedaann ya pada metode penelitian.
Sama-sama meneliti terkait analisis putusan
9 Khafifah Zulva, ―Analisis Putusan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Terhadap Tindak Pidana Korupsi Oleh Pt. Nusa Konstruksi Enjiniring‖ (Universitas Andalas, 2021). 8
No Judul
Fokus
Penelitian Metode Penelitian
Hasil penelitian
Perbedaan dengan penelitian
Persamaan dengan penelitian korupsi?
2. Apakah jumlah pidana uang pengganti yang diputuskan oleh hakim terhadap PT. Nusa Konstruksi Enjiniring telah sesuai dengan konsep kerugian keuangan negara ? 2. Analisis
Putusan Hakim Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Kejahatan Seksual (Studi Putusan Pengadila n Negeri Makassar Nomor:
146/Pid.Su s-
Anak/201
1. Bagaimana pertimbang an majelis hakim dalam menjatuhka n putusan terhadap kejahatan seksual terhadap anak dalam perkara pidana pada penelitian?
2. Apakah putusan hakim Pengadilan
Penelitian ini
mengguna kan metode penelitian normatif dan penelitian empiris.
1) terdapat suatu kesalahan yang dilakukan pada saat hakim memutusk an suatu perkara karena haki hanya menjatuhk an
hukuman pidana dengan pasal 81 ayat (2)
Perbedaann ya pada metode penelitian.
Pada penelitian ini
menggunak an antara Penelitian Hukum Normatif dan Penelitian Hukum Empiris.
Sama-sama
melakukan
analisis
putusan
hukum
No Judul
Fokus
Penelitian Metode Penelitian
Hasil penelitian
Perbedaan dengan penelitian
Persamaan dengan penelitian 5/Pn.Mks)
10
Negeri Makassar dalam perkara telah sesuai dengan ketentuan Undang- Undang Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak?
Undang Undang Perlindung an Anak, tetapi tidak mengikuts ertakan pasal 64 ayat (1) KUHP tentang perbuatan yang berlanjut.
2) putusan tersebut terdapat permasala han karena putusan tidakada kesesuaian dengan Undang- Undang SPPA 3. Analisis
Putusan Pengadila n Pada Perkara Tindak Pidana Pencabula n
Terhadap Anak (Studi
1. Apakah yang menjadi dasar pertimbang an hakim memutuska n pelaku tindak pidana pencabulan yang
Penelitian ini
mengguna kan metode normatif
Hasil yang didapatkan yaitu pertimban gan hakim dalam menjatuhk an sanksi pidana hakim wajib selalu
Perbedanny a pada isu hukum
Sama-sama menggunak an metode penelitian hukum normatif
10 Arham Latif Muh, Analisis Putusan Hakim Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Kejahatan Seksual (Studi Putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor: 146/Pid.Sus- Anak/2015/PN.Mks, 2017, 9-11.
No Judul
Fokus
Penelitian Metode Penelitian
Hasil penelitian
Perbedaan dengan penelitian
Persamaan dengan penelitian Putusan
Nomor : 170/Pid.B/
2017/Pn.P mb)
11dilakukan terhadap anak yang telah menikah masuk kategori anak dalam Putusan ? 2. Apakah
anak yang telah menikah masuk kategori anak atau dewasa dalam Putusan?
memiliki pertimban gan mengguna kan alat bukti yang diajukan pada saat persidanga n dapat berupa alat bukti surat, keterangan saksi, maupun hasil visum dan dibanding kan dengan keterangan dari
terdakwa menunjuk kan adanya ketidakses uaian satu dengan lainnya 4. Analisis
Putusan No.
8/Pid.Sus- Anak/201 8/Pt Jmb
1. Apakah dasar pertimbang an hakim dalam memutuska
Penelitian ini
mengguna kan etode analisis data yaitu
Dasar hukum pertimban gan hakim terhadap pelaku
Perbedaany a pada putusan majelis hakimnya pada
Sama-sama menggunak an metode penelitian hukum normatif
11 ayu Susanti, ―Analisis Putusan Pengadilan Pada Perkara Tindak Pidana Pencabulan Terhadap Anak (Studi Putusan Nomor : 170/Pid.B/2017/PN.Pmb),‖ UNIVERSITAS SRIWIJAYA (UNIVERSITAS SRIWIJAYA, 2018), http://link.springer.com/10.1007/978-3-319-59379- 1%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/B978-0-12-420070-8.00002-
7%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.ab.2015.03.024%0Ahttps://doi.org/10.1080/07352689.2018.1441 103%0Ahttp://www.chile.bmw-motorrad.cl/sync/showroom/lam/es/, 12-13
No Judul
Fokus
Penelitian Metode Penelitian
Hasil penelitian
Perbedaan dengan penelitian
Persamaan dengan penelitian Tentang
Sanksi Tindak Pidana Pemerkosa an
Terhadap Anak Di Pengadila n Tinggi Jambi
12n perkara kasus pemerkosaa n anak di bawah umur di Pengadilan Tinggi Jambi ? 2. Bagaimana
penerapan sanksi dalam putusan perkara pemerkosaa n anak di bawah umur di Pengadilan Tinggi Jambi ? 3. Analisis Putusan Hakim dan Penerapan Sanksi dalam Perkara No.
8/Pid.SusA nak/2018/P T JMB ?
yuridis emperis dan normatif
tindak pidana dari kasus pemerkosa an yang dilakukaka n ADJ, terdakwa tersebut diperiksa dan diadili di
Pengadila n Tinggi Jambi dalam sidang anak yang tertutup untuk umum.
Baik Jaksa Penuntut didapatkan hasil yaitu terdakwa terbukti bersalah dengan melanggar pasal 81 ayat (2) UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindung an Anak jo
penelitian menganalisa putusan majelis hakim tentang sanksi yang diberikan terdakwa terhadap kejahatan seksual Sedangkan saya
menganalisi s
pembunuha n secara tidak sengaja
12 miftah Nur Chairil, ―Analisis Putusan No. 8/Pid.Sus-Anak/2018/Pt Jmb Tentang Sanksi Tindak Pidana Pemerkosaan Terhadap Anak Di Pengadilan Tinggi Jambi‖ (Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin, 2020), 5.
No Judul
Fokus
Penelitian Metode Penelitian
Hasil penelitian
Perbedaan dengan penelitian
Persamaan dengan penelitian Pasal 55
ayat (1) ke-1 KUHP.
B. Kajian Teori
1. Tinjauan Umum Tentang Hukum Pidana a. Pengertian Hukum Pidana
Menurut Black, istilah "hukum" umumnya mengacu pada tindakan pengaturan penuh atau perilaku yang diperintahkan oleh pengontrol dengan otoritas dan karakter moral yang kuat. Secara teori, semua hukum bersifat universal dan berubah sejalan dengan dinamika sosial, menjadikannya masalah bagi asosiasi pertumbuhan manusia.
Peraturan adalah upaya untuk membuat peraturan perundang-undangan yang eksplisit dalam pengaturan masyarakat oleh penguasa negara, sebagai lawan dari peraturan yang ada, yang setelah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang. Soetandyo Wignjosoebroto mengklaim bahwa undang-undang memiliki pengertian yang sangat luas dan tidak tunggal karena sebenarnya tidak ada satu pun rancangan undang-undang.
13Hukum pidana adalah dasar sistem peradilan pidana. Undang- undang mendefinisikan tindakan yang dapat menyebabkan penangkapan, penuntutan, dan pemenjaraan. Negara menghukum berbagai tindakan dalam hukum pidana mereka. Hukum pidana adalah badan hukum yang
13 Suparto Wijoyo, Laku Lika-Liku Ilmu Hukum (Surabaya: Airlangga University Press, 2005), 258.
menangani kejahatan. Hukum pidana berkaitan dengan perbuatan yang dilarang oleh undang-undang. Berbeda dengan jenis hukum lainnya karena perkara pidana diajukan, diselidiki, dan dituntut oleh negara.
Mungkin analogi yang paling dekat dalam hukum perdata adalah hukum perbuatan melawan hukum, yang juga berkaitan dengan tindakan yang menurut hukum salah. Tapi torts adalah kesalahan sipil, bukan kriminal.
Pemerintah tidak menuntut suatu perbuatan melawan hukum; sebaliknya korban gugatan harus mengajukan gugatan di pengadilan dan membuktikan sendiri tuduhan itu. Jenis pengobatan yang tersedia juga berbeda; gugatan umumnya diselesaikan dengan pelaku membayar uang kepada korban. Sementara beberapa hukuman pidana memasukkan uang ganti rugi kepada korban, kejahatan paling sering mengakibatkan hukuman penjara atau denda yang dibayarkan kepada negara, bukan korbannya
14.
Dua hal esensial yang membentuk hukum dan kejahatan adalah perbuatan yang sesuai dengan definisi tertentu dan pidana
15. Perbedaan yang paling penting adalah bagaimana hukum pidana memutuskan hukuman untuk setiap pelanggaran hukum yang disengaja. Berdasarkan
14 The Asia Foundation IFC and Stanford LawSchool USAID, ―Criminal Law,‖ (Des, 2013), 1–47.
15 ; I Nyoman Gatrawan; I Made Sugi Hartono I Ketut Mertha; I Gusti Ketut Ariawan; Ida Bagus Surya Dharma Jaya; Wayan Suardana; AA Ngurah Yusa Darmadi; I GAA Dike Widhiyaastuti, Buku Ajar Hukum Pidana, ed. oleh Fakultas Hukum, Buku Ajar Hukum Pidana Universitas Udayana (Denpasar: Universitas Udayana, 2016),313 https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/424c6f6b9a703073876706bc9793eeda.pd f.
definisi-definisi diatas terkait hukum pidana dapat ditarik kesimpulan yaitu
16:
1) Penentuan
a) Menentukan perilaku-perilaku yang tidak diperbolehkan dan disertai dengan ancaman atau akibat berupa pemidanaan bagi yang melanggar hukum.
b) Memastikan keadaan sekitar kapan dan bagaimana orang yang melanggar hukum dapat dihukum atau dihukum penjara seperti yang diancam.
c) Menentukan cara terbaik untuk menjatuhkan sanksi pidana terhadap siapa pun yang diduga melanggar larangan tersebut..
Dengan demikian, Perundang-undangan Pidana didefinisikan sebagai klausul dalam undang-undang atau undang-undang yang menentukan kegiatan apa yang boleh dilakukan dan tindakan apa yang harus dihindari sambil mengancam hukuman untuk melakukannya.
Banyak ahli hukum percaya bahwa Hukum Pidana menempati posisi unik dalam hukum sistemik. Mereka percaya hal ini disebabkan oleh fakta bahwa Hukum Pidana tidak menetapkan standarnya sendiri;
melainkan memperkuat standar di bidang undang-undang lain dengan menjatuhkan hukuman berat untuk pelanggaran standar tersebut.
17. Sebagaimana dikemukakan di atas, hukum pidana didirikan atas peraturan-peraturan tertulis (hukum dalam arti luas), yang disebut juga
16 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana (Jakarta: Bina Aksara, 2015), 214.
17 M. Ali Zaidan, Menuju Pembaruan HUKUM PIDANA (Jakarta: Sinar Grafika, 2015).
asas legalitas. Pengertian ini sesuai dengan asas-asas hukum pidana yang terdapat dalam Pasal 1 Ayat 1 KUHP. Penerapan asas legalitas memberikan hukum pidana suatu kualitas pelindung yang menjaga rakyat dari pelaksanaan wewenang pemerintah yang tidak terbatas.
b. Sistem Hukum Pidana
Hukum pidana modern terdiri dari tiga bagian komponen
18: 1) Hukum Substantif (hukum pidana itu sendiri)
a) Prinsip umum pertanggungjawaban pidana (yaitu, actus non facit reum nisi mens sit rea)
b) Definisi jenis kejahatan tertentu (misalnya, pembunuhan, pencurian)
c) Definisi pembelaan khusus terhadap tuduhan kejahatan (misalnya, provokasi, pembelaan diri)
d) Metode lain yang digunakan untuk mengatribusikan kewajiban (misalnya, kewajiban ketat dan mutlak, keterlibatan)
2) Acara Pidana
a) Meresepkan metode yang diperbolehkan untuk membawa seseorang ke pengadilan kriminal yurisdiksi
b) Prosedur pra-persidangan (misalnya, penangkapan, pengumpulan bukti)
c) Prosedur pengadilan dan banding
d) Praktik yang terkait dengan hukuman dan hukuman
18 Iuristebi, ―Introduction To Criminal Law‖ II (2011): 1–19, https://iuristebi.files.wordpress.com/2011/07/introduction-to-criminal-law.pdf.
3) Bukti kriminal
a) Menetapkan bukti yang dengannya tanggung jawab pidana dikaitkan
b) Dua kriteria: kredibilitas (keandalan bukti/fakta) dan relevansi (hubungan antara bukti/fakta dan definisi kejahatan)
c. Pembagian Hukum Pidana
Kansil membagikan hukum pidana berikut dalam bukunya Pengantar Hukum Pidana dana Hukum Pemerintahan Indonesia
19:
1) Setiap peraturan yang memuat petunjuk, larangan, dan peringatan untuk tidak melanggar pidana yang mengakibatkan penyiksaan dianggap mempunyai maksud pidana (ius Poenale). Hukum dan niat penjahat adalah:
a) Hukum pidana material, atau undang-undang pidana yang mendefinisikan kejahatan dan pelanggaran dan menentukan keadaan di mana seseorang dapat dihukum, mengatur apa, siapa, dan bagaimana orang dapat dihukum. Kategori berikut berlaku untuk konten yang terkait dengan hukum pidana :
a) Hukum pidana umum, atau hukum yang berlaku untuk setiap penduduk
b) Hukum pidana khusus, yang mengacu pada undang-undang dan aturan yang hanya berlaku untuk kelompok orang tertentu, seperti hukum perpajakan dan hukum pidana militer (berlaku
19 Theadora Rahmawati dan Umi Supratiningsih, Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Hukum Indonesia (Pamekasan: Duta Media Publishing, 2020), 1-3.
untuk personel dinas) (berlaku untuk perusahaan dan pajak wajib lainnya )
b) Hukum pidana formil, merupakan hukum pidana yang menetapkan pedoman penegakan atau pembelaan hukum pidana substantif.
2) Hukuma pidana subyektif, sering disebut dengan Ius Poenindi, adalah kemampuan suatu negara atau bangsa untuk menghukum individu sesuai dengan tujuan hukum pidana. Sebelum munculnya hukum pidana subjektif, ada peraturan-peraturan yang didasarkan pada hukum pidana objektif.
d. Fungsi Hukum Pidana
Menurut Takdir, itu bisa dikenali berdasarkan bagaimana hukum pidana beroperasi. Khususnya dibedalan dalam dua fungsi
20:
1) Fungsi Umum
Fungsi umum yaitu mengatur masyarakat atau sistem publik, sama dengan tujuan umum hukum pidana. Hanya perilaku yang
"relevan secara sosial," atau yang berkaitan dengan masyarakat umum, yang dipertimbangkan oleh hukum.
2) Fungsi Khusus
Hukum pidana memiliki fungsi yang unik untuk menegakkan hukuman yang lebih berat dalam bentuk kejahatan untuk melindungi kepentingan hukum dari tindakan yang melanggarnya (Rechtguterscautz). Mengingat bahwa pemidanaan yang diterapkan di
20 S H Takdir, ―Mengenal Hukum Pidana,‖ (Sulawesi Selatan : Penerbit Laskar Perubahan, 2013), 4–5.
sini lebih berat daripada yang ditetapkan oleh sistem hukum lainnya, maka dapat dikatakan bahwa tujuan hukum pidana adalah untuk memberikan aturan yang digunakan untuk menangani kejahatan pidana, serta untuk mempengaruhi atau mencegah pelanggaran hukum, serta sebagai cara pengendalian.
e. Tujuan Hukum Pidana
Hukum pidana dirancang untuk menegakkan nilai-nilai moral masyarakat atau untuk melindungi hak-hak individu tertentu. Untuk memajukan kepentingan semua warga negara, hukum pidana Indonesia harus sejalan dengan gagasan Pancasila. Akibatnya, hukum pidana Indonesia melindungi seluruh penduduk. Hukum pidana dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu:
211) Maksud di balik hukum pidana sebagai hukum sanksi.
Tujuan konseptual atau filosofis karakter ini adalah untuk memberikan dukungan terhadap adanya sanksi pidana. Dalam tindak pidana penuh, berbagai jenis hukuman dan denda juga digunakan sebagai kriteria.
Biasanya pasal-pasal hukum pidana tidak memuat keterangan seperti itu, tetapi penjelasan umum dan ketentuan hukum pidana memuatnya.
2) Mengurangi beratnya hukuman bagi pelanggar hukum adalah tujuannya.
Tujuan dari pragmatik berpola ini adalah untuk mengatasi permasalahan yang muncul baik dari pelanggaran hukum maupun
21 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana (Jakarta: Rajawali Press, 2010), 145-146.
pelanggarnya secara jelas, praktis, dan relevan. Ini mewakili tujuan, yang merupakan salah satu yang paling penting.
Selain itu, Sudarto menekankan beberapa masalah hukum dan pidana, yang dapat dicirikan sebagai berikut:
22(a) Fungsi yang umum
Hukum pidana adalah bagian dari hukum karena mempunyai tujuan yang sama dengan hukum pada umumnya, yaitu mengatur urusan- urusan publik internal.
(b) Fungsi yang khusus
Hukum pidana secara khusus berfungsi untuk melindungi kepentingan hukum dan memajukan kegiatan yang dikehendaki bila dibandingkan dengan pidana yang terdapat dalam divisi hukum lainnya (rechtsguterschutz). Hukuman pidana kadang-kadang disebut asebagai "mengiris daging sendiri" atau "pedang bermata dua" karena sifatnya yang tragis. Ungkapan ini mengacu pada kerugian yang diakibatkan ketika hukum dan peraturan dilanggar serta tujuan hukum, yaitu untuk melindungi kepentingan hukum (seperti kehidupan, properti, kebebasan, dan kehormatan). Dapat dikatakan bahwa hukum pidana menawarkan prinsip-prinsip untuk mengatasi perbuatan buruk. Ingatlah bahwa undang-undang memiliki tujuan sekunder sebagai alat untuk kontrol sosial dan hanya boleh digunakan ketika jalan lain dari kontrol sosial tidak mencukupi.
22 Fitri Wahyuni, Dasar-Dasar Hukum Pidana Di Indonesia, ed. oleh M Rizki Azmi (Tangerang Selatan: PT Nusantara Persada Utama, 2017), 89.
f. Sumber Hukum Pidana Indonesia
Menurut Sudarto sesuai dengan sumber perundang-undangan, hukum pidana Indonesia adalah sebagai berikut:
231) Hukum pidana di Indonesia adalah hukum tertulis. Ada penyimpangan tertentu karena tuntutan dan kondisi koloni pertama Belanda di Hindia, tetapi yang fundamental ide dan konsep tetap sama. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1942 (UU Pemerintahan Republik Indonesia Yogyakarta) yang masih berlaku sampai sekarang di Indonesia, melakukan perubahan yang signifikan terhadap KUHP. Kalimat pertamanya menyatakan: "Dengan penyimpangan yang diperlukan dari Peraturan." Presiden Republik Indonesia menetapkan dalam suratnya tertanggal 10 Oktober 1945 No. 2, bahwa hukum pidana yang berlaku sejak tanggal 8 Maret 1942 berlaku untuk semua kejahatan. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa Belanda adalah teks yang resmi (legal) untuk KUHP kita.
2) Hukum pidana adat
Suatu kejahatan yang tidak tertulis dalam undang-undang juga dapat dianggap ilegal di tempat-tempat tertentu dan untuk populasi tertentu. Hal ini didasarkan pada Darurat Konstitusi No. 1 Tahun 1951 (LN 1951-9) Pasal 5 ayat 3 sub b, yang menyatakan bahwa kehidupan masih dianggap sebagai pelanggaran dan bahwa perilaku adat masih dapat menjadi sumber kegiatan kriminal. Meskipun
23 I Ketut Mertha; I Gusti Ketut Ariawan; Ida Bagus Surya Dharma Jaya; Wayan Suardana;
AA Ngurah Yusa Darmadi; I GAA Dike Widhiyaastuti, 2016. Buku Ajar Hukum Pidana.
(Denpasar: Universitas Udayana), 189.
hanya berlaku untuk orang dan lokasi tertentu, namun masih terdapat dualisme hukum dan kejahatan selama masih berlaku. Tetapi harus dipahami bahwa hukum sumber memainkan peran utama dalam hukum pidana. Menurut konsep legalitas yang digariskan dalam Pasal 1 KUHP, perbuatan tersebut dapat diterima.
3) Memorie van Toelichting (Memori Penjelasan)
MvT. merupakan penjelasan tentang rancangan undang-undang pidana Konstitusi yang disampaikan kepada Parlemen Belanda oleh Menteri Kehakiman Belanda bersama dengan rancangan Undang- Undang Dasar. Undang-undang ini disahkan pada tahun 1881, menjadi undang-undang, dan mulai berlaku pada tanggal 1 September 1886. Karena KUHP adalah nama lain dari WvS. untuk Hindia Belanda, MvT. masih dinyatakan ketika KUHP dibahas.
WvS. Hindia Belanda (WvSNI), duplikat dari Wvs. Dutch 1886, mulai digunakan pada 1 Januari 1918. Alhasil, MvT. dari WvS. 1886 Belanda juga dapat digunakan untuk memperoleh penjelasan tentang pasal-pasal yang dirujuk dalam KUHP ini.
g. Asas Hukum
Sebagai perkembangan logis dari aturan atau peraturan hukum, menurut Rusli Efeendi, hukum asas adalah sesuatu yang melahirkan aturan hukum.
24Aturan-aturan konkrit seperti undang-undang tidak boleh bertentangan dengan undang-undang pokok, juga tidak boleh
24 Yati Nurhayati, Pengantar Ilmu Hukum (Bandung: Nusamedia, 2020), 1-2
bertentangan dengan putusan hakim, undang-undang pelaksanaan, atau undang-undang sumber daya lainnya. Asas hukum adalah asas-asas dan asas-asas hukum yang abstrak dan pada umumnya melatarbelakangi peraturan perundang-undangan yang konkrit dan pelaksanaannya.
Berikut ini adalah prinsip-prinsip pedoman peraturan perundang- undangan:
251) Setiap orang dianggap mengetahui Undang-Undang Dasar setelah diundang ke majelis negara
2) Lex spesialis derogat lex generalis, yaitu hukum khusus mengesampingkan hukum umum.
3) Lex posteroiri derogat legi priori, artinya undang-undang yang lama dibatalkan oleh undang-undang baru yang isinya sama.
4) Lebih banyak hukum tingkat tinggi mengesampingkan hukum / peraturan yang derajatnya di bawah hukum lebih tinggi derajatnya mengesampingkan hukum/peraturan yang derajatnya di bawah 5) Lex superior derogat leg informationiori, artinya hanya pengadilan
yang dapat melakukan pengujian materiil.
6) Konstitusi tidak dapat diganggu gugat..
Aristoteles adalah seorang filsuf Yunani yang pertama kali menyebutkan undang-undang masalah tujuan. Kenyataannya, seperti yang dilihat oleh para filsuf, adalah bahwa politik hewan juga dikenal sebagai politik zoon atau interaksi canggih antara makhluk hidup. Suatu
25 Isharyanto, Teori hukum suatu pengantar dengan pendekatan tematik (Yogyakarta: WR Penerbit, 2016), 79-80.
negara didirikan di atas supremasi hukum karena itu adalah satu-satunya cara untuk hidup lebih baik, yang merupakan tujuan dasar politik, dan hanya dapat digunakan dengan cara itu. Aristoteles, bagaimanapun, memahami penerapan hukum yang ketat akan menghasilkan kesulitan dalam keadaan tertentu di mana itu tidak mungkin. Aristoteles menyarankan penggunaan keadilan untuk mengatasi dilema ini.
Pemerataan, menurutnya, adalah "perbaikan" hukum jika saya benar dan karakter hukum mendukung klaim saya. Tidak dapat disangkal bahwa hukum hanya memperhitungkan peristiwa penting dengan keadaan normal; hal lain dianggap sebagai kejadian yang tidak biasa.
2. Tinjauan Umum Tentang Putusan Hakim a. Pengertian Putusan Hakim
Putusan diartikan berdasarkan bahasa dikenal dengan istilah vonnis (Belanda) atau al-aqda'u (Arab), yaitu Pengadilan Agama, karena selalu ada dua pihak yang berseberangan dalam sengketa hukum, yaitu Penggugat dan Tergugat. Keadilan sejati, atau jurisdictio cententiosa, adalah kata yang lazim untuk jenis pengadilan produk ini.
26Pengertian Sesuai dengan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, "penetapan" adalah putusan pengadilan dalam suatu perkara yang menyangkut sengketa adanya suatu masalah tertentu. Menurut Sudikno Mertokusumo, putusan adalah pernyataan yang dibuat oleh hakim, yang diberi wewenang oleh negara,
26 Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama (Jakarta: PT. Rajawali Press, 2006):
27-28.
dan diucapkan dengan lantang dalam persidangan umum dengan maksud untuk menyelesaikan suatu perkara atau perselisihan antara para pihak
27.
Menurut Mulyadi, putusan hakim merupakan hasil dari sesuatu yang telah dipikirkan dan dinilai secara cermat oleh hakim, baik secara lisan maupun tertulis
28. Putusan hakim adalah sesuatu yang merupakan sesuatu yang diputuskan hakim setelah melakukan hukum acara pidana yang terdiri dari hukuman bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum yang dibuat dalam bentuk tertulis dengan tujuan penyelesaian barang tersebut
29. Menurut Pasal 1 Ayat 11 KUHAP, putusan hakim adalah keterangan yang dibuat di siding pengadilan yang dapat diakses oleh umum dan dapat berupa hukuman atau bebas dari segala persyaratan hukum
30.
Suatu proses hukum diakhiri dengan putusan akhir (vonis), di mana hakim menyatakan penilaiannya tentang apa yang menjadi pertimbangan dan penetapan
31. Putusan adalah sesuatu yang diucapkan hakim ketika pejabat negara berbicara kepadanya terlebih dahulu dengan maksud untuk menyelesaikan perkara atau perselisihan antara pihak-
27 Dezonda Rosiana Pattipawae, ―Putusan Tata Usaha Negara Yang Memiliki Kekuatan Eksekutorial Tidak Dipatuhi Oleh Pejabat Tata Usaha Negara,‖ Saniri 1, no. (November, 2020), 1–17.
28 Lilik Mulyadi, Kompilasi Hukum Pidana dalam Perspektif Teoritik dan Praktik Peradilan (perlindungan korban kejahatan, sistem peradilan dan kebijakan pidana, filsafat pemidanaan serta upaya hukum peninjauan kembali oleh korban kejahatan) (Bandung: Mandar Maju, 2007), 71
29 Hartono, Penyidikan Dan Penegakan Hukum Pidana Melalui Pendekatan Hukum Progresif (Jakarta: Sinar Grafik, 2010): 8-9.
30 Tolib Effendi, Dasar Dasar Hukum Acara Pidana (Perkembangan Dan Pembaharuannya Di Indonesia) (Malang: Setara Press, 2014): 15-16.
31 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2016), 286.
pihak yang terlibat. Pengambilan keputusan dan pembicaraan akhir perlu ada perdebatan, hakim bersidang setelah terdakwa, saksi, penasihat hukum, penuntut, dan penonton ruang sidang pergi. Menurut Pasal 182 ayat 5 KUHAP, majelis hakim ketua mengajukan pertanyaan mulai dari hakim termuda sampai hakim tertua, dengan majelis hakim ketua mengemukakan pendapat terakhir. Semua pendapat harus disertai dengan pertimbangan dan alasannya. Pasal 182 KUHAP diatur dalam ayat 6 (ayat (6) berikut ini, yang menyatakan bahwa sekali musyawarah dan mufakat tercapai, kecuali dalam hal dua keadaan, yaitu:
321) Keputusan dibuat dengan suara paling keras;
2) putusan yang diperoleh jika yang dalam huruf bukan merupakan pendapat hakim yang paling menguntungkan bagi terdakwa.
Setiap keputusan hakim merupakan salah satu dari tiga kemungkinan:
1) Hukuman atau pemecatan yang terkait dengan pelanggaran atau aturan perilaku
2) Putusan bebas (vrijspraak) tidak dibuktikan secara sah dan jelas sesuai dengan peraturan perundang-undangan untuk mentaati tindak pidana yang didakwakan oleh jaksa/jaksa dalam dakwaannya.
Dengan kata lain, setidaknya belum ada 2 alat bukti yang diandalkan untuk meyakinakan hakim, yaitu tingkat pembuktian minimal (Pasal 183 KUHAP)
32 Ibid, 283.
3) Putusan bebas dari segala syarat hukum
Putusana lepas (onsla van recht vervolging), segalaa sesuatu yang terdakwa lakukan yang terdapat pada dakwaan memerlukan hukum dan dakwaan tersebut telah dibuktikan secara sah dengan mengacu pada Undang-undang. Jika terdakwa melakukan tindak kejahatan yang bukan termasuk dalam hukum pidana seperti hukum umum, hukum perdata, maka terdakwa tidak dapat dipidana.
Menurut Pasal 195 KUHAP, semua putusan hanya sah dan ditegakkan hukum jika dilakukan depan umum. Dalam konteks bab ini, ini berarti bahwa mereka harus dijaga kerahasiaannya sehingga publik tidak akan menuduh pengadilan apapun sampai mereka memiliki alasan untuk curiga dan meragukannya.
Jika semua pihak setuju dengan putusan pengadilan, maka akan menjadi hukum yang kuat yang akan dilaksanakan dan dijalankan.
Eksekusi adalah keputusan pengadilan untuk memberlakukan hukum yang kuat. Eksekusi akan dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 6 dan menetapkan bahwa jaksa diberikan wewenang resmi oleh undang-undang untuk bertindak sebagai jaksa agung dan mengambil keputusan untuk pengadilan yang telah diberikan kewenangan hukum kedudukan.
33
33 Widodo, Aspek Hukum Pidana Kejahatan Mayantara (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2013).
Terdapat beberapa macam putusan menurut Tamaji diantaranya yaitu
34:
1) Melaksanakan putusan yang menghukum salah satu pihak secara finansial. Hal ini dituangkan dalam Pasal 196 HIR dan 208 Rbg.
Tentu saja, eksekusi ini tertunda ketika ada biaya yang diminta.
Sebagai ilustrasi, seorang suami dapat membayar IDDAH mantan istrinya dengan imbalan persetujuan pengadilan atas perceraian mereka.
2) Pelaksanaan putusan yang menghukum salah satu pihak atas perbuatannya. Dalam Pasal 225 HIR dan 259 Rbg, hal ini diatur.
Misalnya, eksekusi perintah kepada tergugat dilakukan karena harta pusaka yang dimiliki penggugat hilang jika terjadi sengketa waris.
3) Eksekusi putusan yang menghukum salah satu pihak karena memperbaiki benda kosong. Hal ini ditetapkan dalam bab 1033 Rv karena masih digunakan dalam praktek peradilan.
4) Eksekusi nyata dalam bentuk lelang penjualan. Pasal 218 ayat (2) Rbg dan Pasal 200 ayat (1) HIR keduanya memuat klausul ini.
Hakim sebagai aparatur negara yang bertanggung jawab menegakkan keadilan harus memiliki pemahaman yang mendalam atas fakta-fakta dari setiap perkara yang diadili serta peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan maupun yang tidak tercantum di
34 Tamaji, ―Analisis Hukum Positif Terhadap Putusan Pengadilan Agama Jember Tahun 2016 Tentang Perlindungan Anak Akibat Perceraian‖ (Iain Jember, 2017): 29-30.
dalamnya. Hanya dengan demikian mereka dapat mengambil keputusan yang menciptakan kepastian hukum dan pencerminan keadilan. Akibatnya, mengundang tentang kekuasaan dalam hukum.
Menurut Justice, hakim perlu menyelidiki, mematuhi, dan memahami prinsip-prinsip moral dan rasa keadilan yang membimbing masyarakat
35.
Putusan hakim dengan penetapan majelis. Hakim pada tingkat pertama atau hakim pengadilan negeri diketahui adanya tindak pidana.
Pada posisi pertama, terdakwa masih memiliki kesempatan untuk mengajukan argumentasi hukum jika mereka mengaku tidak diberikan putusan. Di mana mereka mengakhiri proses pengambilan keputusan jika sidang inspeksi telah diumumkan
36. Mengikuti langkah-langkah proses persidangan yang telah ditetapkan dalam Pasal 182 KUHP, selanjutnya dilakukan penuntutan, pembelaan, dan reaksi. Ketika proses itu selesai, hakim tertinggi datang dan menyatakan bahwa pemeriksaan hakim telah ditutup
37. Menurut hakim yang duduk, hal inilah yang menyebabkan hakim mulai berunding sebelum menjatuhkan putusan.
KUHAP mengatakan dalam Pasal 182 ayat (6) bahwa keputusan harus, mungkin dihasilkan dari majelis debat dengan persetujuan yang
35 Dio Ashar Wicaksana Et Al., Penelitian Format Putusan Pengadilan Indonesia : Studi Empat Lingkungan Peradilan Di Bawah Mahkamah Agung, (Jakarta: Badan Penerbit FHUI, 2020), 81.
36 Ketua Mahkamah Agung Ri, Surat Edaran Nomor 07 Tahun 2012, Issued (May, 2020),1 Https://Www.Hukumonline.Com/Berita/Baca/Lt5f36c34aced9c/Ini-Landasan-Pembentukan- Perma-Pemidanaan-Perkara-Tipikor-/.
37 ―Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana,‖ N.D.
telah ditetapkan, kecuali jika tidak tercapai secara serius, dalam hal itu harus dibuat oleh dua orang
38:
1) Suara terbanyak digunakan untuk mengambil keputusan.
2) Pendapat hakim yang menguntungkan terdakwa dipilih apabila tidak memungkinkan diperolehnya putusan sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
b. Jenis Putusan hakim
Berikut ini terdapat jenis putusan yang berhubungan dengan terdakwa:
1) Putusan bebas (Vrijspraak)
Putusan bebas terdapat pada Pasal 191 ayat (1) KUHAP yang dapat diartikan ―perbuatan‖ yang didakwakan kepadanya tidak cukup dibuktikan menurut putusan hakim berdasarkan alat bukti dengan menggunakan alat bukti yang dapat dipercaya sesuai dengan program hukum pidana ini
39.
2) Putusana dilepas (Onslag van alle Rechtvervolging)
Pasal 191 ayat (2) KUHAP menjelaskan terkait putusan dilepas
40:
(a) Hukum pidana yang didakwakan tidak sesuai dengan perbuatan
38 Afrizal Novandana Noor Fajri, ―Pertimbangan Hakim Dalam Dissenting Opinion Terhadap Alasan Permohonan Kasasi Oleh Terdakwa Pelaku Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Bagi Diri Sendiri (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 994 K/Pid.Sus/2014),‖
Jurnal Verstek 6, No. 1 (Jan, 2016): 1–23.
39 Ramelan, ―Kasasi Terhadap Putusan Bebas,‖ Jurnal Hukum Prioris 3, No. 2 (Mei, 2009), 305. Https://Media.Neliti.Com/Media/Publications/80965-Id-Kasasi-Terhadap-Putusan-Bebas.Pdf.
40 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan Kuhap (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), 73.
pidana yang dituduhkan, sehingga terdakwa dibebaskan dari segala tuntutan.
(b) Terdakwa tidak dapat dipidana jika terjadi keadaan luar biasa tertentu, seperti:
(1) Pasal 44 KUHP, berisi terkait pengaturan terhadap orang yang menderita gangguan jiwa serta memiliki kelainan perkembangan (gebrekkige ontwikkeling).
(2) Pasal 48 KUHP yang mengatur tentang syarat pengenaan (overmacht)
(3) Pasal 49 KUHP yang mengatur tentang pembelaan paksa (noodweer)
(4) Pasal 50 KUHP, yang mengatur tentang pelaksanaan syarat- syarat hukum.
(5) Pasal 51 KUHP, yang mengatur tentang menaati perintah penguasa.
Pasal-pasal ini, menurut Soedirjo, digambarkan bersifat generik. Selain itu, diklaim bahwa orang-orang tertentu secara khusus menentang hukuman pidana yang digariskan dalam beberapa ketentuan hukum, seperti Pasal 166 dan 310 ayat 3 KUHP
41.
3) Putusan Pemidanaan (Veroordeling)
Pasal 193 ayat (1) KUHAP mengungkapkan terkait putusan pemidanaan yang berisi jika pendapat dari pengadilan terdakwa
41 Rusli Muhammad, Potret Lembaga Pengadilan Indonesia (Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada, 2006), 301.
dinyatakan bersalah, maka pengadilan tersebt akan menjatuhkan pidana sesuai dengan apa yang dia perbuat.
c. Formalitas yang Harus Dipenuhi dalam Putusan Hakim
Persyaratan Pasal 197 ayat (1) KUHAP secara umum menjadi landasan formalitas yang wajib terdapat pada seluruh putusan hakim.
Sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) persyaratan harus dipenuhi dari klausul-klausul tersebut
42. Sesuai dengan ayat (2) pasal tersebut, keputusan batal ―van rechtswege nietig‖ apabila tidak ada syarat, kecuali yang pada huruf g dan I terpenuhi.
Berikut ketentuan formalitas tersebut :
1) Kepala putusan yang berbunyi : ―DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA‖ ;
2) Nama lengkap terdakwa, tempat lahir, umur, jenis kelamin, kebangsaan, alamat, agama, dan bidang pekerjaan;
3) Dakwaan yang tercantum dalam surat dakwaan;
4) Kompilasi ringkas dari faktor-faktor yang berkaitan dengan peristiwa dan keadaan serta data yang dikumpulkan selama pemeriksaan di persidangan yang menjadi dasar putusan bersalah bagi terdakwa;
5) Tuntutan tindak pidana sebagaimana tercantum dalam surat dakwaan;
6) Ketentuan hukum yang menjadi dasar seseorang dipidana serta hal-
42 Danu Adi Pratomo, ―Implementasi Putusan Pidana Minimal Dalam Tindak Pidana Korupsi Di Pengadilan Tipikor Surabaya‖ (Universitas Pembangunan Nasional ―Veteran‖ Jawa Timur, 2012),1. Https://Dspace.Ups.Edu.Ec/Bitstream/123456789/5224/1/Ups-Qt03885.Pdf.
hal yang memberatkan dan meringankan bagi terdakwa;
7) Hari dan waktu sidang majelis hakim, terkecuali hanya satu hakim yang akan mempertimbangkan hal itu;
8) Pernyataan kesalahan terdakwa, yang merinci semua syarat untuk melakukan suatu tindak pidana serta pemenuhannya dan hukuman atau tindakan lain yang dilakukan;
9) Instruksi tentang siapa yang akan membayar biaya pengadilan, bersama dengan instruksi tentang cara menyajikan bukti;
10) Tuntutan bahwa semua surat telah ditentukan palsu atau penjelasan tentang sumber penipuan, jika ada surat yang nyata;
11) Menyatakan pelaku untuk ditahan, ditahan, atau diberhentikan;
12) Hari dan tanggal putusan serta nama panitera dan hakim serta nama penuntut umum.
3. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Penganiayaan a. Pengertian Penganiayaan
Definisi kamus hukum: tindakan menyakiti atau menyiksa orang atau hewan yang bertentangan dengan hukum.
43Suatu tidak kejahatan terhadap seseorang dimaksudkan untuk melindungi kepentingan badan hukum dari perbuatan yang menyerang badan atau sebagian badan dan menimbulkan rasa sakit atau luka, walaupun berpotensi mengakibatkan kematian. Penganiayaan adalah kejahatan yang didefinisikan sebagai diskriminasi berat yang mengakibatkan pengingkaran atau pelanggaran
43 Dzulkifli Umar, Kamus Hukum New Edition (Jakarta: Mahirsindo Utama, 2014) 131.
hak-hak dasar. ―Hak-hak dasar‖ yang dimaksud dalam definisi penganiayaan secara umum dipahami sebagai hak-hak yang ditemukan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik termasuk hak untuk hidup, kebebasan, keamanan pribadi, kesetaraan dan non-hak asasi manusia. - diskriminasi, kebebasan berekspresi dan berkumpul dan beragama dan bebas dari penangkapan sewenang-wenang, penahanan dan perlakuan kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat.
Penganiayaan didasarkan pada bahaya. Penderitaan psikologis adalah jenis bahaya. Cedera pada pihak ketiga dapat menyebabkan kerugian psikologis. Jadi, pertanyaannya bukanlah apakah kekerasan yang ditujukan kepada pihak ketiga merupakan kerugian, melainkan dalam keadaan apa hal itu dapat membahayakan yang relevan dengan penentuan penganiayaan
44. Penganiayaan tentu dapat dimengerti mengingat berbagai macam kerugian yang ditimbulkan yang mungkin termasuk dalam rubrik penganiayaan. Setiap upaya untuk mendefinisikan istilah tersebut harus cukup fleksibel untuk menjelaskan hal yang tidak menguntungkan. Sifat penganiayaan yang sulit dipahami mungkin memberikan peringatan untuk perumusannya, tetapi para juri telah memohon untuk perumusan seperti itu. Memang, Mahkamah Agung AS baru-baru ini mencatat bahwa ―lebih definisi komprehensif‖
penganiayaan akan bermanfaat. Sementara definisi terpadu akan
44 Scott Rempell, ―Defining Persecution,‖ Utah Law Review 2013, no. 1 (2013): 283–344, https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=1941006.
menguntungkan para hakim, sangat penting bagi puluhan ribu pemohon yang setiap tahun mencari perlindungan suaka di Amerika Serikat saja;
konsekuensi dari keputusan hakim mungkin memiliki dampak seumur hidup. konsekuensi atau kematian bagi pelamar
45.
Menurut doktrin atau pengetahuan pengertian pidana, yang didasarkan pada perkembangan sejarah dari Pasal 351, penganiayaan didefinisikan sebagai tindakan yang dilakukan dengan maksud untuk dengan sengaja menyebabkan tubuh orang lain menderita sakit (pijn) atau luka (letsel). Oleh karena itu, menurut doktrin, penganiayaan mencakup aspek-aspek berikut:
1) Terdapat jarak 2) Terdapat perbuatan
3) Terdapat akibat dari perbuatan seperti sakit yang dirasakan tubuh maupun luka yang merupakan unsur dari kesalahan.
Yahya Ahmad Zein berpendapat bahwa pengertian ―kejahatan‖
lebih tepat adalah ―penderitaan yang disengaja yang dijatuhkan atau diberikan oleh negara untuk seseorang atau beberapa orang sebagai akibat dari peraturan perundang-undangan (sanksi)‖ baginya karena perbuatannya yang melanggar hukum pidana.
46Sedangkan peraturan perundang-undangan sebelumnya dijawab dengan sesuatu hukum pidana, menurut Prof. Wirjono Prodjodikoro, sesuatu perbuatan pidana adalah pelanggaran norma dalam tiga bidang hukum lainnya, yaitu
45 Rempell. 286
46 Yahya Ahmad Zein, Kompleksitas Permasalahan Hukum (Pustaka Themis: Martapura, 2008), 50.