i
MODEL PENDIDIKAN ISLAM SUKU SAMIN
DI DUSUN KARANGPACE DESA KLOPODUWUR KECAMATAN
BANJAREJO KABUPATEN BLORA
TAHUN 2014
SKRIPSI
Diajukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I.)
Oleh
HADI MUSTOFA
NIM 111 09 006
FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
iii
KEMENTERIAN AGAMA RI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA Jl. Stadion 03 Phone (0298) 323706 Salatiga 50721
Website : www.iainsalatiga.ac.idEmail:administrasi@iainsalatiga.ac.id
Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini, kami kirimkan naskah skripsi saudara :
Nama : HADI MUSTOFA
NIM : 111 09 006
Fakultas / Progdi : Tarbiyah / Pendidikan Agama Islam
Judul : MODEL PENDIDIKAN ISLAM SUKU SAMIN DI DUSUN KARANGPACE DESA KLOPODUWUR KECAMATAN BANJAREJO KABUPATEN BLORA TAHUN 2014
KEMENTERIAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA Jl. Stadion 03 Phone (0298) 323706 Salatiga 50721
Website www.iainsalatiga.ac.id Email:administrasi@iainsalatiga.ac.id SKRIPSI
MODEL PENDIDIKAN ISLAM SUKU SAMIN DI DUSUN KARANGPACE DESA KLOPODUWUR KECAMATAN BANJAREJO KABUPATEN BLORA
TAHUN 2014 DISUSUN OLEH HADI MUSTOFA NIM : 111 09 006
Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Fakultas Tarbiyah PAI, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga pada tanggal 24 Februari 2015 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana S1 kependidikan Islam.
Susuanan Panitia Ujian
Ketua Penguji : Ilyya Muhsin,S. HI., M.Si. __________________ Sekretaris Penguji : Mufiq, M.Phil. __________________
Penguji I : Dr. Muh. Saerozi, M.Ag. __________________ Penguji II : Drs. Juz’an, M.Hum. __________________
Salatiga, Maret 2015 Rektor IAIN Salatiga
KEMENTERIAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA Jl. Stadion 03 Phone (0298) 323706 Salatiga 50721
Website : www.iainsalatiga.ac.id Email:administrasi@iainsalatiga.ac.id
DEKLARASI
Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Hadi Mustofa
NIM : 111 09 006
Fakultas : Tarbiyah
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, peneliti menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan atau karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah..
Demikian deklarasi ini dibuat oleh penulis untuk dapat dimaklumi.
Salatiga, 27 Desember 2014 Penulis
MOTTO
Artinya: serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S An-Nahl 125)
“YAKINKAN DENGAN IMAN, USAHAKAN DENGAN ILMU DAN SAMPAIKAN DENGAN AMAL”.
PERSEMBAHAN Saya persembahkan skripsi ini untuk:
1. Ayah saya Bapak Sarmo yang selalu memberi arahan, kasih sayang, bimbingan dan motivasi sampai saat ini, semoga sehat.
2. Ibu saya ibu Sumini yang selalu sabar merawat, mendidik saya, memberikan kasih sayang, motivasi dan dukungan sampai saat ini, semoga sehat selalu.
3. Keluarga saya yaitu kakek dan nenek saya yang selalu memberi dukungan moril, semoga sehat selalu.
4. Keluarga besar dan teman-teman seperjuangan saya di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yaitu Pak Rijal, Nida, Bang Ilman, Mbak Ta, Bang Pendi, Pak Anam, Bibah, Said, Miftah, Pak Rolet, Pak Fauzy, Pak Iswan, Lely, iin, Fifi, Shokif, Didik, Cahyo sekeluarga, faizatun dan keluarga besar HMI Cabang Salatiga lainnya, yang selalu memberikanku semangat berjuang dan selalu menemaniku di saat sedih dan duka ketika di kampus.
KATA PENGANTAR
Asslamu’alaikum Wr. Wb
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT. Atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan para pengikut setianya.
Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam Ilmu Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Rasimin, S.Pd.I., M.Pd. , selaku ketua program studi
Pendidikan Agama Islam (PAI).
3. Bapak Mufiq, S.Ag., M.Phil sebagai dosen pembimbing skripsi yang
telah dengan ikhlas mencurahkan pikiran dan tenaganya serta pengorbanan waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk menyelesaikan tugas ini.
4. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak
membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Kepada ibu lurah desa Klopoduwur dan seluruh masyarakat suku
Samin.
6. Bapak dan ibu serta keluarga saya di rumah yang telah mendoakan dan
membantu dalam bentuk materi untuk membiayai penulis dalam menyelesaikan studi di IAIN Salatiga dengan penuh kasih sayang dan kesabaran.
Harapan penulis, semoga amal baik dari beliau mendapatkan balasan yang setimpal dan mendapatkan ridho Allah SWT.
Akhirnya dengan tulisan ini semoga bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Salatiga, 27, Desember, 2014 Penulis
ABSTRAK
Hadi Mustofa (NIM. 111 09 006). model pendidikan islam suku samin di dusun karangpace desa klopoduwur kecamatan banjarejo kabupaten blora tahun 2014 Kata kunci: Model Pendidikan Islam, Suku Samin.
Latar belakang penelitian ini berawal dari rasa penasaran seorang peneliti karena beberapa teman bertanya kepada peneliti mengenai suku Samin, dan bahkan ada salah satu dari teman peneliti yang mengira bahwa peneliti termasuk bagian dari suku Samin karena peneliti berasal dari Blora, padahal peneliti tidak tahu mengenai suku Samin. Dari sini peneliti timbul rasa penasaran terhadap suku Samin dan ingin meneliti suku Samin. Kemudian peneliti mencari tahu mengenai suku Samin dan keberadaan suku Samin. Setelah menemukan keberadaan suku Samin yang berada di dusun Karangpace, desa Klopoduwur, kecamatan Banjarejo, kabupaten Blora dan bertanya kepada warga Samin ternyata ada keterbukaan untuk dilakukan penelitian, hal ini yang membuat tambah semangat untuk melakukan penelitian di suku Samin. Peneliti mengambil jurusan tarbiyah kebetulan progdi Pendidikan Agama Islam. Kemudian peneliti korelasikan antara kearifan lokal yang berada di Blora yaitu suku Samin dengan sstudi peneliti yaitu pendidikan agama Islam dengan bekal rasa penasaran dan semangat untuk menyelesaikan perkuliahan, maka jadilah judul skripsi ini.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah; 1) Bagaimana model pendidikan Islam formal suku Samin di Karangpace?, 2) Bagaimana model pendidikan Islam nonformal suku Samin di Karangpace?, 3) Bagaimana model pendidikan Islam informal suku Samin di Karangpace?, Tujuan dari penelitian ini adalah; 1) Untuk mengetahui model dalam pendidikan Islam formal suku Samin di Karangpace. 2) Untuk mengetahui model dalam pendidikan Islam nonformal suku Samin di Karangpace. 3) Untuk mengetahui model dalam pendidikan Islam informal suku Samin di Karangpace. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Metode kualitatif dipandang sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku ini dapat diamati terhadap fakta-fakta yang ada saat sekarang dan melaporkanya seperti apa yang akan terjadi.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN BERLOGO ………... ii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING... iii
HALAMAN PENGESAHAN... iv A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Fokus Masalah... 4
B. Pendidikan Formal, Nonformal, dan Informal... 24
C. Suku Samin…...……... 28
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 39
B. Pendidikan di Desa Klopoduwur... 45
C. Temuan Penelitian... 51
BAB IV PEMBAHASAAN A. Model dalam Pendidikan Islam Formal Suku Samin... 61
B. Mode dalaml Pendidikan Islam Nonformal Suku Samin...67
C. Model dalam Pendidikan Islam Informal Suku Samin... 69
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 73
B. Saran... 74 DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Latar belakang penelitian ini berawal dari rasa penasaran seorang
peneliti karena beberapa teman bertanya kepada peneliti mengenai suku
Samin, dan bahkan ada salah satu dari teman peneliti yang mengira bahwa
peneliti termasuk bagian dari suku Samin karena peneliti berasal dari Blora,
padahal peneliti tidak tahu mengenai suku Samin. Dari sini peneliti timbul
rasa penasaran terhadap suku Samin dan ingin meneliti suku Samin.
Kemudian peneliti mencari tahu mengenai suku Samin dan keberadaan suku
Samin. Setelah menemukan keberadaan suku Samin yang berada di dusun
Karangpace, desa Klopoduwur, kecamatan Banjarejo, kabupaten Blora dan
bertanya kepada warga Samin ternyata ada keterbukaan untuk dilakukan
penelitian. Hal ini yang membuat peneliti tambah semangat untuk
melakukan penelitian di suku Samin. Peneliti mengambil jurusan Tarbiyah
kebetulan progdi Pendidikan Agama Islam. Kemudian peneliti korelasikan
antara kearifan lokal yang berada di Blora yaitu suku Samin dengan studi
peneliti yaitu pendidikan agama Islam dengan bekal rasa penasaran dan
semangat untuk menyelesaikan perkuliahan, maka jadilah judul skripsi ini.
Sosial kultural Samin Blora memang ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan untuk menjadi sebuah kajian disaat ini. komunitas Samin Blora
berada di dekat kota, namun pola hidupnya jauh dari pengaruh budaya
dahulu. Kedekatan suku Samin dengan perkotaan tidak membuat luntur
budaya aslinya yang serba „naturalis‟. Seperti yang diungkapkan oleh
Rosyid (2008:133) bahwa beberapa budaya Samin Kudus yang identik
mengikuti budaya masyarakat sekitar di antaranya adalah (a) slametan
kelahiran, khitanan (sunatan), pernikahan dan kematian, (b) gotong-royong,
dan (c) organisasi intern Samin. Begitu juga Samin yang berada di daerah
Blora.
Agama suku Samin adalah agama adam. Salah satu ajaran agama
adam adalah tidak boleh merugikan orang lain dan menghormati sesama.
Inilah dasar dari konsep Samin, tidak boleh merugikan orang lain, artinya
bahwa setiap manusia yang menjadi keturunan Nabi Adam harus saling
bersikepan, saling memiliki dan hormat-menghormati kepada sesama, tidak
boleh saling hina menghina, apalagi saling merugikan terhadap sesama dan
berkerja keras. Menurut Ba‟asyin (2014:157) bahwa kaitan formulasi
tersebut dengan dunia pertanian, yang sekaligus menandai bahwa ajaran ini
diterapkan bagi dan oleh petani adalah pada formulasi turunannya, yang
merupakan praksis atau laku yang harus dijalani oleh Wong Sikep berupa:
tata wong (tata manusia) yaitu sikep rabi, bergaul dengan istri, dan tata
nggauta (tata kerja), yaitu menggarap sawah atau ladang. Sedulur sikep
hidup berdampingan satu dengan yang lainnya dan saling menghargai.
Islam seharusnya tidak dalam bentuk tindakan saja karena Islam yang
sesungguhnya adalah Islam secara ucapan, Islam secara tindakan dan
manusia yang dikehendaki pendidikan Islam adalah manusia yang
berkepribadian muslim. Di ungkapan lain Muhammad Munir Mursi dalam
Suharto (2011:108) bahwa menyebutkan insan kamil. Artinya semua
manusia memang dididik oleh pendidikan agama Islam untuk menjadi
pribadi yang jujur, secara ucapan maupun tindakan. Ajaran dari Samin
Surosentiko ini mengajarkan tentang kejujuran secara ucapan serta
perbuatan. Seperti halnya ajaran Samin yang dipaparkan dalam koran Suara
Merdeka Ernawati (2014:7) bahwa mari kita menyimak ajaran panca
sesanti, pancapaniten, panca wawaler dan panca walika. Kemudian empat
panca ini termasuk kategori angger-angger (peraturan) pangucap, dan
pratikel (perilaku) dengan kata lain kandhakna apa anane.
Akan tetapi setelah peneliti melakukan observasi sementara dan
melakukan wawancara terhadap salah satu orang Samin hasilnya mereka
mengakui bahwa agama yang mereka peluk adalah Islam sejak agama Islam
itu sendirai diturunkan. Bukti secara hukumnya dengan menunjukan KTP
(Kartu Tanda Penduduk). Orang Samin sudah masuk Islam terlebih dahulu,
dengan perilakunya ramah-tamah terhadap siapapun, memiliki pandangan
yang positif terhadap siapa saja.
Dengan didasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti mencoba
untuk lebih dalam menggali dengan melakukan sebuah penelitian yang
berjudul “model pendidikan islam suku samin di dusun karangpace desa
B. Fokus Penelitian
Mengingat luasnya ruang lingkup yang diuraikan, maka untuk
menghindari pembiasan dalam memahami pembahasan, maka penulis akan
membatasi ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut:
1. Bagaimana model pendidikan Islam formal suku Samin di
Karangpace?
2. Bagaimana model pendidikan Islam nonformal suku Samin di
Karangpace?
3. Bagaimana model pendidikan Islam informal suku Samin di
Karangpace?
C. Tujuan Penelitian
Berpijak dari rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui model pendidikan Islam formal suku Samin di
Karangpace.
2. Untuk mengetahui model pendidikan Islam nonformal suku Samin di
Karangpace.
3. Untuk mengetahui model pendidikan Islam informal suku Samin di
D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat secara teoristis dan
praktis.
1. Kegunaan teoritis
Penelitian ini nantinya diharapkan mampu memberi sumbangan
teoritis bagi dunia pendidikan khususnya pada masyarakat yang
memiliki ciri khusus.
2. Kegunaan praktis
Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan berguna bagi
kemajuan pendidikan agama Islam formal, nonformal, dan informal di
suku Samin.
E. Definisi Operasional
Mengingat luasnya ruang lingkup yang diuraikan, maka untuk
menghindari pembiasan dalam memahami pembahasan, maka penulis akan
membatasi ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas dengan
menyebutkan definisi operasional sesuai judul, yaitu:
1. Model Pendidikan Islam
Menurut Huda (2014:viii) model didefinisikan gambaran
menyeluruh dari berbagai teknik dan prosedur yang menjadi bagian
penting di dalamnya.
Model pendidikan Kastolani (2014:204) antara lain model
Undang-undang SISDIKNAS nomor 20 tahun 2003,
menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi-potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Menurut tutur Arifin (2011:78) bahwa pendidikan Islam adalah
sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang
untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita dan nilai-nilai
Islam yang telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya.
2. Samin
Di ungkapkan oleh Kardi dalam Rosyid (2008:4) bahwa
menurut masyarakat Samin, kata „Samin‟ memiliki pengertian “sama”
yakni bila semua anak cucu dapat bersama-sama bersatu membela
negara dan menentang penjajah, maka akan diperoleh kesejahteraan.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode kualitatif. Metode kualitatif dipandang sebagai prosedur
atau lisan dari orang-orang dan perilaku ini dapat diamati terhadap
fakta-fakta yang ada saat sekarang dan melaporkanya seperti apa yang
akan terjadi. Menurut Rufaidah (2002:102) bahwa pendekatan
kualitatif ini berkaitan erat dengan sifat unik dari realitas sosial dan
dunia tingkah laku manusia itu sendiri. Menurut Pohan (2007:93)
bahwa data kualitatif yaitu semua bahan, keterangan, dan fakta-fakta
yang tidak dapat dihitung dan diukur secara matematis karena
berwujud keterangan verbal (kalimat dan kata). Serta lebih bersifat
proses. Data kualitatif hanya dapat digolongkan dalam wujud
kategori-kategori. Misalnya pernyataan orang tentang suatu keadaan
bagus, buruk, mencekam, menarik, membosankan, sangat istimewa
dan sebagainya. Hakekatnya adalah manusia sebagai makhluk sosial,
psikis, dan budaya yang mengaitkan makna dan interpretasi dalam
bersikap dan bertingkah laku. Makna interpretasi itu sendiri
dipengaruhi oleh lingkungan pendidikan sekitar.
Jenis penelitian yang diambil oleh peneliti adalah penelitian
lapangan, artinya bahwa penelitian ini bersifat kemasyarakatan,
melakukan observasi kemasyarakat atau suku Samin, melakukan
wawancara mengenai hal-hal yang menjadi objek penelitian terhadap
sumbernya langsung.
Peneliti dalam hal ini bertindak sebagai instrumen, artinya
peneliti terjun langsung ke lapangan untuk proses penelitian dan
pemgumpulan data.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode wawancara
terstruktur, untuk mendapatkan data tentang latar belakang
pendidikan, Sehingga memungkinkan untuk mengembangkan
pertanyaan untuk wawancara secara mendalam di lapangan.
3. Lokasi Penelitian dan Waktu
Penelitian ini akan dilaksanakan di Dusun Karangpace Desa
Klopoduwur Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora. Adapun alasan
peneliti memilih Dusun Karangpace Desa Klopoduwur Kecamatan
Banjarejo Kabupaten Blora sebagai objek adalah bahwa Dusun
Karangpace Desa Klopoduwur Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora
dirasa patut untuk diteliti karena keberadaan suku Samin di zaman
yang sudah serba maju dengan ajaran yang terkenal sederhana dan
memiliki keunikan. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Oktober
2014.
4. Sumber Data
Untuk mendapatkan data yang akurat dalam penelitian ini, maka
problematika esensial yang muncul adalah dari mana data itu
diperoleh. Dengan kata lain sumber data yang diperlukan berasal dari
mana, sehingga peneliti mudah mendapatkan data-data yang
sumber data, peneliti mengklasifikasikannya menjadi tiga bagian
dengan huruf depan P singkatan dari bahasa Inggris, Menurut
Arikunto (2002:107) bahwa:
a. Person, yaitu sumber data yang bisa memberikan data berupa
jawaban lisan melalui wawancara. Sumber data yang berupa
person dalam penelitian ini adalah masyarakat suku Samin
Dusun Karangpace Desa Klopoduwur Kecamatan Banjarejo
Kabupaten Blora.
b. Place, yaitu sumber data yang menyajikan tampilan berupa
keadaan diam dan bergerak. Diam misalnya rumah, kelengkapan
alat, wujud benda, warna dan lain-lain. Sedangkan bergerak
misalnya aktifitas. Sumber data yang berupa place dalam
penelitian ini adalah tempat.
c. Paper, sumber data yang menyajikan tanda-tanda berupa huruf,
angka, gambar atau simbol-simbol lain. Sumber data yang
berupa paper dalam penelitian ini yaitu dokumen tentang suku
Samin, sarana dan prasarana, dan lain sebagainya.
5. Prosedur Pengumpulan Data
a. Metode Interview
Menurut Hadi (1994:136) bahwa metode interview adalah
metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak yang
dikerjakan dengan sistematis dan berdasarkan pada tujuan pendidikan.
interview adalah metode penelitian yang dipergunakan seseorang
untuk tujuan suatu tugas tertentu, mencoba mendapatkan keterangan
atau pendirian secara lisan dari seorang informan, dengan
bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang lain itu.
wawancara termasuk salah satu cara untuk pengumpulan data
untuk penelitian kualitatif. Wawancara dilakukan oleh peneliti secara
mendalam kepada informan, dengan cara peneliti datang langsung
kelokasi penelitian dan menemui informan kemudian melakukan
wawancara terstruktur dan mendalam. Sumber informan ada bapak
tarhib, mbah lasio, ibu lasmi, ibu ana, bapak karjan, ibu umi kulsum,
ibu mini dan yang lain-lainnya.
b. Observasi
Menurut Usman (2005:54) bahwa observasi adalah pengamatan
dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti.
Observasi ini dilakukan dengan mengamati instrumen-instrumen
dalam proses evaluasi serta data yang dapat menunjang kelengkapan
penelitian ini. Peneliti melakukan observasi dengan cara peneliti
datang ketempat penelitian untuk mengamati igejala-gejala yang
terjadi di lokasi penelitian.
c. Metode Dokumentasi
Menurut Arikunto (1998:236) bahwa metode dokumentasi
adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa
agenda dan lain sebagainya. Metode dokumentasi ini digunakan untuk
mendapatkan data-data tentang keadaan masyarakat suku Samin
Dusun Karangpace Desa Klopoduwur Kecamatan Banjarejo
Kabupaten Blora. Dokumen yang bisa dikumpulkan oleh peneliti yaitu
foto-foto, visi missi sekolah, surat, materi-materi pelajaran.
6. Analisis Data
Menurut Pohan (2007:94) bahwa data dalam penelitian kualitatif
sangat beragam bentuknya, ada berupa catatan wawancara, rekaman
suara, gambar, foto, peta, dokumen, bahkan rekaman pada shooting
lapangan.
Analisis data adalah proses menyusun data agar dapat
ditafsirkan. Menurut Pohan (2007:133) bahwa menyusun data berarti
menggolongkan ke dalam pola, tema, atau kategori tafsiran atau
interpretasi artinya memberikan makna kepada analisis, menjelaskan
pola atau kategori, mencari hubungan antara berbagai konsep. Analisis
data ini sendiri akan dilakukan dalam tiga cara yaitu :
a. Reduksi Data
Data yang diperoleh di lapangan ditulis dalam bentuk uraian
yang sangat lengkap dan banyak. Data tersebut direduksi, dirangkum,
dipilih hal-hal pokok, difokuskan kepada hal-hal yang penting dan
berkaitan dengan masalah, sehingga memberi gambaran yang lebih
tajam tentang hasil wawancara. Reduksi dapat membantu dalam
b. Pengkajian Data
Analisis ini dilakukan untuk mengkaji data-data yang telah
direduksi dengan kajian ilmu yang berhubungan dengan tema
penelitian, dalam hal ini data-data wawancara yang diperoleh di
lapangan tentang nilai-nilai keteladanan dikaji lebih mendalam dengan
mengaitkan dengan ilmu-ilmu Pendidikan Agama Islam.
c. Kesimpulan dan Verifikasi
Data yang sudah dipolakan, difokuskan dan disusun secara
sistematis baik melalui reduksi dan pengkajian data kemudian
disimpulkan sehingga makna data bisa ditemukan. Namun kesimpulan
itu baru bersifat sementara saja dan bersifat umum. Supaya
kesimpulan diperoleh secara lebih mendalam, maka diperlukan data
yang baru sebagai penguji terhadap kesimpulan di awal tadi.
7. Pengecekan Keabsahan Data
Keabsahan dalam penelitian ini ditentukan dengan
menggunakan kriteria kredibilitas (derajat kepercayaan). Kredibilitas
data dimaksudkan untuk membuktikan bahwa apa yang berhasil
dikumpulkan sesuai dengan kenyataan yang ada dalam lapangan.
Untuk menetapkan keabsahan data atau kredibilitas data tersebut
digunakan teknik pemeriksaan sebagai berikut: (1) perpanjangan
keikutsertaan peneliti, (2) ketekunan pengamatan, dan (3) triangulasi,
yaitu memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan
dilakukan oleh peneliti dengan mencari sumber data yang dari luar
yang bertujuan untuk pendampingan data yang sudah ada, hal ini
dilakukan dengan melakukan wawancara kepada sumber luar.
G. Sistematika Penulisan
Dalam memahami skripsi ini, maka perlu diketahui tata urutan
penulisanya, adapun tata urutanya sebagai berikut:
BAB I Memuat: latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian,
kegunaan penelitian, definisi operasional, metode penelitian dan
sistematika penulisan skripsi.
BAB II Memuat: Landasan teori berisi tentang teori-teori yang berhubungan
dengan variabel penelitian yaitu: Pendidikan Islam dan masyarakat
suku Samin.
BAB III Memuat: gambaran masyarakat suku Samin secara kompleks,
sistem pendidikan secara fomal, informal maupun nonformal
masyarakat suku Samin.
BAB IV Memuat: analisis data penelitian pada bab ini akan menguraikan
analisis tentang pandangan responden, analisis data, reduksi data
tentang masyarakat suku Samin.
BAB V Penutup: berisi kesimpulan hasil penelitian dan saran-saran yang
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Model Pendidikan Islam
1. Pengertian Pendidikan Islam
Bila kita melihat pengertian pendidikan dari segi bahasa, maka
harus dilihat dari bahasa Arab karena ajaran Islam itu diturunkan dalam
bahasa Arab. Kata “pendidikan” yang umum kita gunakan sekarang,
dalam bahasa Arabnya adalah “tarbiyah”, dengan kata kerja “rabba”.
Harus dilihat juga kata “pengajaran” dalam bahasa Arabnya adalah
“ta‟lim” dengan kata kerjanya adalah “allama”. Karena pendidikan dan
pengajaran dalam bahasa Arabnya adalah “tarbiyah wa ta‟lim”. Menurut
Daradjat (2012:25) bahwa “Pendidikan Islam” dalam bahasa Arabnya
adalah “Tarbiyah Islamiyah”.
Kata kerja rabba (mendidik) sudah digunakan pada zaman Nabi
Muhammad SAW seperti terlihat dalam ayat Al-Qur,an dan hadist Nabi.
Dalam Al-Qur‟an kata ini digunakan dalam salah satu ayat Al-Qur‟an,
yaitu:
,...
Artinya:
"..., Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana
mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". (Q.S. Al-Isra‟ 24).
Menurut Muhammad An-Nasir dan Qullah Abd Al-Qadir Darwis
dalam Raqib (2009:17) bahwa mendefinisikan pendidikan Islam sebagai
proses pengarahan perkembangan manusia (ri’ayah) pada sisi jasmani,
akal, bahasa, tingkal laku, dan kehidupan sosial dan keagamaan yang
diarahkan pada kebaikan menuju kesempurnaan.
Menurut tutur Arifin (2011:78) bahwa pendidikan Islam adalah
sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk
memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita dan nilai-nilai Islam
yang telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya. Dengan kata
lain manusia yang mendapatkan pendidikan Islam harus mampu hidup di
dalam kedamaian dan kesejahteraan sebagaimana diharapkan oleh
cita-cita Islam. Dengan demikian pengertian pendidikan Islam adalah suatu
sistem pendidikan yang mencangkup seluruh aspek kehidupan yang
dibutuhkan oleh hamba Allah SWT, sebagaimana Islam telah menjadi
pedoman bagi seluruh aspek kehidupan manusia, baik duniawi maupun
ukhrawi.
Menurut Omar Muhammad al-Toumi al-Syaibani dalam Mujib
(2006:25-26) bahwa mendefinisikan pendidikan Islam adalah proses
mengubah tingkah laku individu pada kehidupan pribadi, masyarakat dan
2. Tujuan Pendidikan Islam
Menurut para ahli pendidikan, Naquib al-Attas dalam Mudzakir
(2006:69) menyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah
membentuk Insan Kamil. Abd ar-Rahman Shaleh Abd Allah dalam
Mudzakir (2006:78) menyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah
harus mencangkup tujuan pendidikan jasmani, tujuan pendidikan rahani,
tujuan pendidikan akal, tujuan pendidikan sosial. Muhammad Athahiyah
al-Abrasyi, dalam Mujib (2006:79) menyatakan bahwa tujuan pendidikan
Islam adalah tujuan yang telah ditetapkan dan dilakukan oleh Nabi
Muhammad SAW, sewaktu hidupnya membentuk moral yang tinggi,
karena pendidikan moral ruhnya pendidikan Islam. Ahmad Fuad
al-Ahwani dalam arifin (2011:56) menyatakan bahwa tujuan pendidikan
Islam adalah pendidikan yang menyatu antara pendidikan jiwa,
pendidikan ruh, mencerdaskan akal, dan menguatkan jasmani.
Orang Islam harus mempunyai orientasi untuk menjadi manusia
yang Kamil yang pada akhirnya akan meninggal dalam keadaan husnul
khotimah, sesuai dengan tujuan hidup dan tugas hidup manusia, tujuan
diciptakan manusia hanya untuk mengabdi kepada Allah SWT. Tugasnya
berupa ibadah (sebagai „Abdullah) dan tugas sebagai wakil-Nya di bumi
Artinya:
Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku
dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (Q.S.
Al-An‟am:162)
Kemudian memperhatikan sifat-sifat dasar manusia yaitu konsep
tentang manusia makluk unik yang mempunyai beberapa potensi bawaan,
fitrah manusia, bakat, minat dan karakter, yang berkecenderungan pada
Al-Hanief (rindu akan kebenaran) berupa agama Islam.
Tujuan merupakan standar yang sudah ditentukan akan
membatasi ruang gerak, agar kegiatan dapat terfokus pada apa yang
dicita-citakan dan yang terpenting lagi adalah dapat memberi penilaian
atau evaluasi pada usaha-usaha pendidikan. Pendidikan Islam secara
keseluruhan, yaitu kepribadian seseorang yang membuat menjadi “Insan
Kamil” dengan pola taqwa. Insan Kamil, artinya manusia utuh rohani dan
jasmani, dapat hidup dan berkembang secara wajar dan normal. Ini
mengandung pengertian bahwa pendidikan Islam tujuannya adalah
menghasilkan manusia yang berguna bagi diri pribadi dan masyarakat
pada umumnya, serta senang dan gemar mengamalkan dan
mengembangkan ajaran Islam dalam berhubungan dengan Allah SWT
dan manusia sesama. Ada beberapa tujuan pendidikan Islam, yaitu:
a. Tujuan umum
Ialah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan
Tujuan ini meliputi: sikap, tingkah laku, penampilan, kebiasaan, dan
pandangan. Bentuk Insan Kamil dengan pola taqwa harus dapat
tergambar pada peserta didik walaupun dalam ukuran kecil dan mutu
yang rendah sesuai dengan tingkatan-tingkatan. Tujuan umum
pendidikan Islam harus dikaitkan pula dengan tujuan pendidikan
Nasional negara tempat pendidikan Islam itu dilaksanakan dan harus
dikaitkan pula dengan tujuan institusional lembaga. Tujuan itu tidak
dapat dicapai kecuali melalui proses pengajaran, pengalaman,
pembiasaan, penghayatan dan keyakinan akan kebenaran. Tahap-tahap
dalam mencapai tujuan itu adalah mulai sekolah dasar, sampai
perguruan tinggi.
b. Tujuan akhir
Pendidikan Islam mempunyai tujuan akhir kemulian di dunia
dan akhirat. Hal ini sesuai dengan Tujuan pendidikan Islam adalah
membentuk Insan Kamil. Dengan pola takwa yang dipengaruhi oleh
perubahan naik turun, bertambah dan berkurang dalam perjalanan
hidup seseorang/pengalaman. Tujuan akhir pendidikan Islam itu dapat
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah SWT
sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu
mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. (Q.S. Ali Imron
102).
c. Tujuan sementara
Ialah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi
sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu
kurikulum pendidikan formal pada tujuan sementara bentuk Insan
Kamil, pola taqwa sudah kelihatan meskipun dalam ukuran sederhana.
Sejak tingkat taman kanak-kanak dan sekolah dasar gambaran Insan
Kamil itu hendaknya sudah kelihatan. Karena itu setiap lembaga
pendidikan Islam harus dapat merumuskan tujuan pendidikan Islam
sesuai dengan tingkatan jenis pendidikannya. Ini berarti bahwa tujuan
pendidikan Islam di Madrasah Tsanawiyah berbeda dengan tujuan di
Madrasah Aliyah. Meskipun demikian muaranya harus sama, yaitu
Insan Kamil.
3. Sumber Pendidikan Islam
a. Sumber Pendidikan Islam
Sumber pendidikan Islam semua yang digunakan untuk menjadi
acuan atau rujukan dalam menentukan kurikulum. Sebuah sumber
yang baik haruslah mempunyai kebenaran secara rasiao agar dapat
Menurut Sa‟id Ismail Ali, sebagaimana yang dikuti oleh
Langgulung dalam Muzakir dan Mujib (2006:31) bahwa sumber
pendidikan Islam terdiri atas enam macam, yaitu Al-Qur‟an, As
-Sunnah, kata-kata sahabat (Mazhab Sahabat), kemaslahatan
umat/sosial (Mashalil Al-Mursalah), tradisi atau adat kebiasaan
masyarakat (Urf) dan pemikiran para ahli dalam Islam (Ijtihad).
Al_Qur‟an secara etimologi/bahasa berasal dari qara’a yang
artinya bacaan. Secara terminologi/istilah berarti wahyu Allah SWT
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat
Jibril. Beberapa alasan mengapa Al-Qur‟an dibuat sumber hukum
pendidikan Islam yang pertama yaitu: Al-Qur‟an adalah kebenaran
mutlak yang merupakan wahyu Illahi, ada kisah-kisah Nabi yang
terdahulu dan kalam Allah SWT tidak ada yang bisa menendinginya.
As-Sunnah adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad SAW. As-Sunnah merupakan sumber pendidikan Islam
yang kedua karena menjadi penjelas Al-Qur,an dan kebenarannya
dapat diuji. Pendidikan Islam merujuk pada Sunnah Nabi dengan
tujuan: materi yang disampaikan menjadi rahmat bagi seluruh alam,
materi menjadi kebenaran yang sesuai dengan kenyataan, peserta
didik mampu menjdi contoh yang baik dan selamat di dunia akhirat.
Ahmed dalam Ahid (2010:40-41) mengungkapkan bahwa ijtihad
secara etimologi berarti usaha keras dan bersungguh-sungguh yang
atau suatu ketetapan atas persoalan tertentu. Menurut terminologi
ijtihad merupakan ungkapan atas kesepakatan dari sejumlah ahl hall
wa al-„aqd.
Dalm meletakan ijtihad sebagai suber dasar pendidikan Islam,
ada dua pendapat ahid (2010:39) bahwa tidak menjadikannya sebagai
sumber dasar pendidikan Islam. Kelompok ini hanya menetapkan
Al-Qur‟an dan Hadis sebagai bahan rujukan. Sementara ijtihad hanya
sebagai upaya memahami makna ayat Al-Qur‟an dan Hadis sesuai
dengan konteksnya. Kedua, meletakan ijtihad sebagai sumber dasar
pendidikan Islam. Menurut kelompok ini, meskipun ijtihad merupakan
salah satu metode istinbat hukum, akan tetapi pendapat para ulama
perlu dijadikan sebagai sumber rujukan bagi membangun paradigma
pendidikan Islam.
4. Tanggung Jawab Pendidikan Islam
Proses pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di
dalam lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Dalam UU
guru dan dosen nomor 14 tahun 2005 menjabarkan bahwa penyelenggara
pendidikan adalah Pemerintah, pemerintah daerah atau masyarakat yang
menyelenggarakan pendidikan pada jalur pendidikan formal”. UU sistem
pendidikan nasional nomor 20 tahun 2003 Bagian tiga hak dan kewajiban
masyarakat pasal 8 masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan,
Karena itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara
keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Seperti yang dinyatakan oleh
Daradjat (2012:34) bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup dan
dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga, sekolah dan
masyarakat. Oleh karena itu bahwa tanggung jawab pendidikan
merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan
pemerintah.
a. Orang tua
Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi
anak-anak merekalah yang mendidik pertama-tama anak-anaknya dengan
demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat di keluarga. Orang
tua atau ibu dan ayah memegang peranan yang sangat penting atas
pendidikan anak-anaknya. Sejak lahir ibunyalah yang selalu ada di
sampingnya. Pengaruh ayah terhadap anaknya besar pula. Cara ayah
melakukan pekerjaanya sehari-hari berpengaruh pada cara berkerja
seorang anak.
Tidaklah diragukan lagi bahwa tanggung jawab pendidikan
secara mendasar terpikul kepada orang tua. Apakah tanggung jawab
pendidikan itu diakuinya secara sadar atau tidak, diterima dengan
sepenuh hatinya atau tidak, hal itu merupakan “fitrah” yang telah
dikodratkan Allah SWT kepada setiap orang tua. Orang tua tidak bisa
menghindari itu semua karena itu merupakan tanggung jawab dan
Seperti firman Allah SWT, yaitu:
Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang
terdekat. (Qs.Asy-Syuara‟:214).
Tanggung jawab pendidikan Islam yang dibebankan kepada
orang tua, setidaknya harus dilaksanakan dalam rangka: mempelihara
dan membesarkan anak, melindungi dan menjamin kesamaan,
memberi pengajaran dan membahagiakan anak. Dilihat dari tujuannya
pendidikan Islam yang berorientasi pada kebahagian dunia dan
akhirat, maka orang tua tidak akan sanggup memikulnya sendiri, oleh
karena itu ada juga guru.
b. Guru
Guru adalah tenaga profesional, para orang tua menyerahkan
anak-anaknya kepada seorang guru untuk mendidiknya. Dengan ini
berarti pelimpahan tanggung jawab orang tua terhadap seorang guru
dan secara otomatis tanggung jawab mendidik anak akan beralih pada
guru.
c. Masyarakat
Masyarakat turut ikut memikul tanggung jawab pendidikan.
Masyarakat besar pengaruhnya dalam memberi peranan dalam
Dengan demikian dipundak mereka terdapat beban juga dalam ikut
menanggung tanggung jawab terhadap terselenggaranya pendidikan
Islam. Pada dasarnya tanggung jawab pendidikan merupakan
tanggung jawab setiap orang dewasa baik secara perorangan maupun
kelompok sosial.
Prof. Dr. Omar Muhammad al-Toumi al-Syaibani
mengemukakan dalam Daradjat (2012:45) bahwa di antara
ulama-ulama mutakhir yang telah menyentuh persoalan tanggung jawab
adalah Abbas Mahmud Al-Akkad yang menganggap rasa tanggung
jawab sebagai salah satu ciri pokok bagi manusia pada pengertian
Al-Qur‟an dan Islam, sehingga dapat ditafsirkan manusia sebagai:
“manusia sebagai makhluk yang bertanggung jawab”.
B. Pendidikan Formal, Nonformal, dan Informal.
1. Pendidikan Formal
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur, dan
berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah,
dan pendidikan tinggi. UU nomor 20 tahun 2003. (www.slideshare.net)
b. Kelebihan dan kelemahan pendidikan formal
Ada beberapa kelebihan yang dimiliki oleh pendidikan
formal, di antaranya:
1) Mempunyai gedung sendiri.
2) Bersifat umum.
3) Meliki ijazah.
4) Lebih sistematis.
Adapun untuk kelemahan pendidikan formal, di antaranya
sebagai berikut:
1) Waktunya panjang.
2) Ada jenjang yang ketat.
2. Pendidikan Informal
a. Pengertian Pendidikan Informal
Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan
lingkungan. UU nomor 20 tahun 2003. (www.slideshare.net).
Tanggal 27 Maret, pukul 07:10.
b. Peran Orang Tua Terhadap Pendidikan Anak
Seorang ibu merupakan anggota keluarga yang mula-mula
paling berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, namun pada
anak. Menurut Ahid (2010:4) bahwa anak pertama sekali
berkenalan dengan ibu dan ayah serta saudara-saudaranya.
Kemudian dari sinilah anak akan beriteraksi dengan lingkungan
keluarga, peran keluarga sangat berpengaruh terhadap
pembentukan kepribadian anak. Dalam hal ini Ahid (2010:145)
menegaskan lagi bahwa oang tua sebagai rrujukan, menempati
posisi rujukan moral dan informasi.
Menurut Ahid (2010:3) bahwa lahirnya keluarga sebagai
lembaga pendidik semenjak manusia itu ada, dan tugas keluarga
adalah meletakan dasar-dasar bagi perkembangan anak, agar anak
dapat berkembang secara baik. Pada hakikatnya manusia lahir akan
mengalami proses pendidikan, pendidikan ini dimulai di
lingkungan keluarga. Ini menjadi penting ketika keluarga mendidik
dengan baik dan benar maka anak akan tumbuh menjadi manusia
yang sesuai dengan harapan Islam, beraklak terpuji. Sebaliknya
ketika awal pendidikan ini kurang baik maka hasilnya juga akan
menjadi generasi yang beraklak tercela.
c. Lingkungan Informal
Lingkungan Informal adalah lingkungan atau tempat
berkumpulnya individu satu dengan individu lainnya dalam satu
keluarga. Keluarga merupakan pengelompokan primer yang terdiri
dari sejumlah kecil orang karena hubungan semenda dan sedarah.
pertama bagi anak, di lingkungan keluarga pertama-tama anak
mendapatkan pengaruh. Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah
iklim sosial, kebudayaan, tingkat kemakmuran dan keadaan rumah.
Dengan kata lain, tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh
keseluruhan situasi dan kondisi keluarga.
3. Pendidikan Nonformal
a. Pengertian pendidikan Nonformal
Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar
pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan
berjenjang. UU nomor 20 tahun 2003. (www.slideshare.net).
Tanggal 27 Maret, pukul 07:00.
b. Sasaran
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga
masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi
sebagai pengganti, penambah atau pelengkap pendidikan formal
dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
c. Fungsi
Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi
peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan
keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian
C. Suku Samin
1. Pengertian Suku Samin
Istilah Samin diplesetkan dengan kata “nyamen”, sebuah istilah
diidentikan dengan perbuatan-perbuatan yang menyalahi
tradisi-kebiasaan. Menurut orang Samin kata Samin memiliki pengertian “sama”
yakni anak cucu dapat bersama-sama bersatu membela negara dan
menentang penjajah, maka akan diperoleh kesejatraan, Kardi dalam
Rosyid (2008:4).
Istilah Samin digeser oleh pengikutnya, dengan asumsi istilah
tersebut bertedensi negatif, sehingga orang Samin menamakan diri
dengan sedulur sikep. Latarbelakangnya yang pertama, karena mendapat
tekanan dari penjajah belanda, dipimpin oleh seorang petani yang
bernama kiai Samin Surosentiko (Raden Kohar) yang semula adalah
pujangga Jawa pesisiran pasca-Ronggowasito dengan menyamar sebagai
petani untuk menghimpun kekuatan melawan Belanda. Pada tahun 1890
mengembangkan ajaran Samin di desa Klopoduwur, Blora, Jawa Tengah
dan pada tahun 1905 karena banyaknya pengikut mereka melakukan
perlawanan terhadap Belanda. Namun pada tahun 1907 kiai Samin
Surosentiko dibawa Belanda ke Rembang berserta delapan pengikutnya,
selanjutnya dibuang di Sawahlunto, Padang, Sumatra Barat dan wafat
pada tahun 1914 (sebagai tawanan) Dewanti dalam bukunya Rosyid
Dengan action itulah masyarakat Samin dianggap pembangkang
oleh Belanda dan masyarakat pada umumnya. Agar image negatif
tersebut tidak menempel pada generasi sekarang ini, penggantian julukan
dipandang sangat penting. Kedua, julukan diberikan oleh aparat desa di
wilayah Blora bagian selatan dan wilayah Bojonegoro pada tahun
1903-1905 (sebagai embrio Samin pertama) karena tindakan Samin yang
menentang aparat desa (di era penjajahan Belanda) dengan cara tidak
membayar pajak dan dengan memisahkan diri dengan masyarakat umum
Fatkurahman (2003) dalam bukunya Rosyid (2008:5), dengan penolakan
itulah muncul kata nyamin. Ketiga, sebagai sarana membangun
komunikasi dengan sesama penganutnya dan pihak yang membutuhkan
informasi sebagai wujud simbolisasi penamaan diri dengan filosofi
bahwa munculnya kelahiran-kehidupan manusia berawal dari proses
“sikep” atau berdekapan (Jawa: bentuk hubungan seksual suami-istri)
atau proses menanak nasi secara tradisional adalah melalui “nyikep”, dan
keempat, menurut analisis ahli antropologi, Amrih Widodo dalam
bukunya Rosyid (2008:5), kata “sikep” merupakan cara untuk melawan
atau menghindari penamaan dengan kata “Samin” akibat konotasi negatif
yang dilekatkan pada kata tersebut (Samin) selama bertahun-tahun,
terutama ketika wacana Saminisme semakin dipisahkan dari semangat
gerakan perlawanan petani. Pemasungan kata “Samin” dan “Saminisme”
kebudayaan dan hegemoni developmentalisme pada rezim Orde Baru
Harian Kompas dalam bukunya Rosyid (2008:5).
2. Sejarah Suku Samin
Blora, Rembang, Kudus, Bojonegoro, Grobogan, Pati, Demak dan
sekitarnya inilah daerah yang disinyalir menjadi penyebaran ajaran
Samin. Terutama di daerah Kecamatan Banjarejo, Klopodhuwur. Hal ini
dalam laksanto (2013:191) pada tahun 1890 Samin Surosentiko mulai
mengembangkan ajarannya di desa Klopoduwur, Blora. Samin
Surosentiko tidak mau membayar pajak karena dia menganggap bahwa
barang yang sudah kita miliki sepenuhnya menjadi hak milik kita sudah
tidak ada kewajiban yang lainya termasuk membayar pajak. Kemudian
Samin Surosentiko ini dianggap tidak taat terhadap peraturan negara
maka dari itu dia diinterogasi oleh pihak yang berwenang, akan tetapi dia
tetap pada pendiriannya.
Salah satu ajaran samin dalam Ba‟asyin (2014:81) lemah podo
nduwe, banyu podo nduwe dan kayu podo nduwe. Yang artinya tanah
milik semua orang, air milik semua orang, kayu milik semua orang.
Termasuk juga orang yang membutuhkan membangun rumah untuk
membenahi rumahnya demi keberlangsungan hidupnya dia bisa
mengambil kayu di hutan secukupnya dengan alasan karena kebutuhan,
catatannya bukan untuk dijual. Ada sebuah cerita pemuda laki-laki Blora
yang akan menikahi gadis, dia harus berpisah dengan keluarganya atau
bersama-sama istrinya, untuk keperluan membangun rumah ini pemuda
tersebut harus mengambil kayu yang ada di hutan secukupnya. Ini
berlawanan dengan peratuan pemerintah (hutan tidak boleh dimiliki oleh
perorangan dengan alasan apapun).
Kemudian pemerintah mengalami kebingungan dengan sikap
orang sikep, makanya pemerintah tidak ada aturan yang pasti yang
diterapkan di daerah ini sebelum abad ke 19-an. Hanya bisa menerapkan
peraturan trial and error coba-coba dan gagal, membuat peraturan
kemudian tidak dapat diterapkan. Sampai akhirnya pada abad ke 20-an
baru ada peraturan yang tegas.
3. Keberagamaan Suku Samin
Agama suku Samin adalah agama adam. Suku Samin ini
menganggap bahwa manusia sejak dilahirkan di dunia sudah beragama
dengan sendirinrinya. Hal ini disampaikan oleh Rosyid (2008:196)
bahwa agama Adam bagi masyarakat Samin dibawa sejak lahir Adam
merupakan perwujudan “ucapan” dan diwujudkan dengan aktivitas yang
baik. Hal di atas menyebabkan kebingungan dalam menentukan hukum
yang ada di masyarakat suku Samin seperti berikut ini:
Sanksi adat yang diberikan pada orang yang melakukan tindak
pidana pencurian yaitu: orang yang melakukan tindak pidana pencurian
dan diketahui oleh masyarakat maka orang tersebut akan dikucilkan dari
masyarakat Suku Samin. Orang tersebut sudah tidak lagi dianggap
tersebut seperti acara syukuran desa, pertemuan-pertemuan antar
masyarakat desa maka orang yang melakukan tindak pidana pencurian
tidak lagi diundang hadir dalam acara-acara tersebut, seperti yang
dikemukakan, Laksanto (2013:229) setiap kehidupan dalam masyarakat
mempunyai adat istiadat yang mengatur hubungan individu-individu
berupa norma-norma. Aturan-aturan yang disebut adat istiadat
merupakan suatu pedoman bagi individu yang hidup sebagai warga
masyarakat. Seperti juga yang dikemukakan oleh Bapak Suradi sebagai
sekertaris Desa Klopoduwur. Peranan masyarakat Samin dalam
penyelesaian sangatlah besar dengan menjalankan ajaran-ajaran yang
diajarkan oleh Samin Surosentiko dengan baik, sehingga dengan
menjalankan ajaran tersebut dapat mencegah terjadinya tindak pidana
pencurian.
Penyelesaian tindak pidana yang di selesaikan berdasarkan
hukum adat Samin apabila dilaporkan oleh salah satu pihak yang menjadi
korban pencurian ke kantor polisi sektor Banjarejo, Kabupaten Blora,
maka dari pihak kepolisian akan menindaklanjuti semua laporan dari
masyarakat Suku Samin. Hal ini sesuai dengan tugas dan wewenang
polisi yaitu menindaklanjuti adanya laporan dari masyarakat. Dengan
demikian penyelesaian tindak pidana pencurian di Suku Samin tidak
diakui oleh hukum positif Indonesia. Tindak pidana pencurian yang
terjadi di Desa Klopoduwur diselesaikan menurut hukum adat
Tindak pidana yang mengakibatkan kerugian material yang sedikit
diselesaikan menurut hukum adat masyarakat Samin dan untuk tindak
pidana yang mengakibatkan kerugian material yang banyak diselesaiakan
menurut hukum positif Indonesia. Peranan masyarakat Suku Samin
dalam mencegah tindak pidana pencurian di Desa Klopoduwur
Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora sangat besar. Ajaran-ajaran itu
digunakan sebagai pedoman bersikap dan bertingkah laku atau perbuatan
manusia khususnya orang-orang Samin agar selalu hidup dengan baik
dan jujur untuk anak keturunannya kelak. Penyelesaian tindak pidana
pencurian yang diselesaikan oleh masyarakat Suku Samin Desa
Klopoduwur Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora tidak diakui oleh
hukum negara Indonesia.
Pemerintah seyogyanya mengakui hukum yang hidup dan
berkembang di masyarakat Suku Samin untuk pertimbangan penegakan
hukum di Indonesia. Pemerintah seyogyanya memberi peluang dan
kesempatan untuk tumbuh dan berkembangnya adat budaya dan kearifan
lokal masyarakat Suku Samin. Bagi masyarakat Samin untuk
melestarikan dan menjaga adat istiadat budaya Saminisme sehingga
kebudayaan Saminisme tidak pudar oleh modernisasi zaman sekarang,
serta bagi masyarakat Samin untuk tetap menjaga adat istiadat dan
ajaran-ajaran yang diajarkan oleh Samin Surosentiko. Selama ini
masyarakat samin tidak menerapkan sanksi yang tegas bagi anggota
masyarakat Samin. Hal ini dikarenakan setiap warga Samin mempercayai
bahwa apapun kesalahan yang dilakukan oleh seseorang maka akan
menghasilkan akibat yang akan dirasakan oleh orang itu sendiri. Akan
tetapi seiring perkembangan jaman, maka aturan mengenai sanksi pun
sudah mulai mengikuti aturan formal dalam pemerintahan desa.
4. Ajaran-Ajaran Suku Samin
Suku Samin memang menjadi sebuah wacana tidak asing lagi
untuk didengar, karena keberadaan dengan sifatnya ikhlas, narimo, dan
tidak ingin merugikan siapa pun. Menurut Rosyid (2008:211) Konsep
ikhlas muncul diawali dari konsep bahwa „semua adalah saudara‟.
Orang-orang yang bertamu di kampung Samin akan diterima dengan baik
dan akan disambut dengan penuh penghormatan selayaknya
penghormatan sebagai tamu di dalam agama Islam.
Pemberian penghormatan kepada tamu sangat diperhatikan seperti
memberikan suguhan yang terbaik, menemani berbincang-bincang
dengan penuh keramahan. Konsep Ikhlas ini juga bisa disebut dengan
narimo, ada ungkapan Rosyid (2008:211) sifat „narimo‟ ini diwujudkan
dalam konsep ajarannya yang identik dengan takdir. Sehingga konsep ini
mengilhami anak-anak generasi Samin jika melihat rekan-rekannya
bersekolah formal mereka hanya narimo untuk tidak „meri‟ karena
berprinsip kono-kono, kene-kene. Artinya bahwa orang lain berhak
dan orang Samin tidak akan menganggunya selama dia juga tidak
diganggu.
Disamping itu sedulur sikep Klopoduwur Kecamatan Banjarejo
Kabupaten Blora juga melakukan beberapa budaya yang sudah lama
dilakukan sejak dulu, seperti paparannya Rosyid (2008: 133) bahwa
slametan yang dilakukan masyarakat Samin karena proses adaptasi
budaya terhadap warga masyarakatnya yang mayoritas muslim. Ada
beberapa slametan yang dilakukan oleh masyarakat Samin.
Sifat gotong-royong, warga Samin memang menjadi sebuah
tradisi. Hidup masyarakat Samin Blora saling berdampingan dengan
masyarakat sesama Samin, maupun masyarakat sekitar. Karena termasuk
sifat dari orang Samin suka gotong-royong, seperti ungkapan Rosyid
(2008:134) bahwa keaktifan warga masyarakat Samin Kudus dalam
gotong-royong dapat dijadikan tauladan bagi warga lainya.
Tidak ketinggalan juga untuk masalah organisasi intern,
masyarakat Samin aktif dalam mengikuti kegiatan-kegiatan organisasi
intern maupun masyarakat. Tidak dapat dipungkiri hidup bermasyarakat
harus bersosialisasi karena itu masyarakat Samin ini memandang bahwa
harus mengikuti beberapa oraganisasi masyarakat seperti pada hari
tertentu (Jum‟at). Bagi warga Samin Blora seperti hasil wawancara
dengan salah satu warga Samin „di setiap hari Jum‟at di pendopo sedulur
Di lain sisi dalam koran suara Merdeka Ernawati (2014:7) bahwa
Perbincangan mutakhir masyarakat Blora dan sekitarnya adalah diskursus
tentang upaya PEMDA untuk melestarikan dan mengembangkan
nilai-nilai ajaran. Satu gagasan menarik adalah ketika PEMKAB berkeinginan
tiap Jum‟at , PNS mengenakan pakaian Samin, yang pola dan modelnya
masih didiskusikan.
Prinsip ajaran Samin memang masih berlaku atau masih
diaplikasikan oleh masyarakat Samin sampai pada saat ini menjadi
sebuah dasar masyarakat Samin dalam melakukan hubungan
bermasyarakat. Seperti dalam ungkapannya Rosyid (2008:170) bahwa
Samin sebagai pegangan dan keyakinan hidup memiliki prinsip dasar
ajaran (perintah) dan prinsip dasar pantangan (laraangan). Masyarakat
Samin mempunyai beberapa prinsip dasar ajaran di antaranya seperti
yang telah dikemukakan oleh Rosyid (2008:180) bahwa ajaran Samin
mempunyai enam prinsip dasar dalam beretiika berupa pantangan untuk
tidak: dengki, srei, panasten, dawen, kemeren, lan nyiyo marang sepodo,
bejok reyot iku dulure, waton meningso tur gelem di ndaku sedulur.
Dalam sistem perkawinan di masa lalu calon mempelai pria harus
menginap terlebih dahulu di calon wanita, atau lebih sering dikenal
dengan istilah nyuwita sampai beberapa bulan bahkan tahunan, namun
sekarang sudah tidak dijalankan lagi karena dianggap bertentangan
dengan ajaran agama Islam. Mengingat sekarang ini sebagian masyarakat
formal dalam perkawinan, maka sekarang ini perkawinan harus disahkan
melalui KUA (Kantor Urusan Agama), kalau di masa lalu hanya dengan
persetujuan dari orang tua saja sudah dirasa cukup. Awalnya masyarakat
Samin sangat memegang teguh ajaran agama Adam. Bahkan sampai
sekarang pun masih menunjukkan hal yang sama.
Hanya saja ketika peneliti menanyakan kepada Kepala Desa
mengenai agama yang tertulis di KTP masing-masing warga Samin,
maka jawaban yang didapat bukannya Agama Adam yang termuat di
KTP. Namun di KTP jelas tertera agama Islam lah yang dianut.
5. Pendidikan Suku Samin
Pendidikan memang menjadi sebuah alat atau fasilitas utama
untuk melakukan perubahan. Dalam dunia ini ada beberapa aspek
kehidupan demikian juga dalam suatu masyarakat. Suku samin
khususnya di Karangpace memandang dunia pendidikan sebagai wahana
untuk perubahan sosial. Karena mereka berpandangan bahwa tidak ada
pendidikan yang sia-sia dan dapat dilakukan dimanpun dan kapan saja
artinya bahwa orang yang berpendidikan akan berbeda dengan orang
yang tidak terdidik maka kelak tidak akan menjadi manusia yang sia-sia
yang artinya menjadi manusia yang bermanfaat. Dan pendidikan tidak
hanya ada di bangku sekolahan artinya pendidikan dapat dilakukan
dimana-mana tidak terikat oleh ruang dan waktu.
Kemudian orang samin di Krangpace untuk memulai perubahan
tujuan anak-anaknya dapat melakukan perubahan terhadap aspek-aspek
kehidupan. Hal ini juga disampaikan oleh laksanto (2013:25) untuk bisa
melakukan perubahan terhadap tatanan sosial diperlukan pendidikan.
Ketika masih kecil dibekali dengan pendidikan kelak dewasa akan
menjadi manusia yang bermanfaat terhadap diri, keluarga, masyarakat
BAB III
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Keadaan Geografis
Blora MUSTIKA inilah semboyan dari kota Blora. Kata MUSTIKA
memiliki arti, Maju, Unggul, Sehat, Tertib, Indah, Kontinyu, Aman.
Semboyan ini sebagai kata-kata semangat masyarakat Blora untuk
membangun daerah. Dusun Karangpace sebagai lokasi dalam penelitian
adalah salah satu dusun dari Desa Klopoduwur Kecamata Banjarejo
Kabupaten Blora yang luas wilayahnya 687,705 ha.
Pandangan umum tentang Blora pada awalnya identik dengan
masyarakat Samin. Bahkan ketika masuk Desa Klopoduwur, sebutan wong
(orang) Samin masih melekat. Berdasarkan penuturan dari salah satu tokoh
masyarakat, orang luar sering salah memandang Desa Klopoduwur yang
dianggap sebagai Desa yang mengajarkan ajaran Samin. Kenyataannya
hanya sedikit orang yang tahu tentang komunitas Samin (Wawancara
dengan Kahari 23 September 2014). Kondisi semacam ini sebenarnya
berbahaya bagi kelangsungan hidup komunitas Samin, maka lambat laun
akan hilang kebudayaan dan peradaban Sami.
a. Desa Klopoduwur terdiri dari enam padukuhan yaitu:
1) Dukuh Wotrangkul
3) Dukuh Bandong Geneng
4) Dukuh Sale
5) Dukuh Semengko
6) Dukuh Karangpace
b. Dukuh Karangpace terdiri 60 KK. Desa Klopoduwur terdiri dari 6 RW
dan 30 RT.
c. Batas-Batas Desa Klopoduwur, sebagai berikut:
1) Sebelah utara berbatasan dengan Desa Gedongsari, Banjarejo, Blora.
2) Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Sidomulyo, Jipang, Bolo,
dan Hutan Jati Negara.
3) Sebelah barat berbatasan dengan Desa Sumber Agung, Banjarejo,
Blora.
4) Sebelah timur berbatasan dengan Desa Jepangrejo, kecamatan
Banjarejo, Blora.
d. Batas-Batas Dukuh Karangpace yaitu:
1) Sebelah utara berbatasan dengan Desa Klopoduwur.
2) Sebelah selatan berbatasan dengan Jurang Jeru.
3) Sebelah barat berbatasan dengan Desa Beringin.
4) Sebelah timur berbatasan dengan Dukuh Trangkul.
e. Desa Klopoduwur memiliki ketinggian dari permukaan laut 75 m (Data
dari arsip kantor Desa Klopoduwur, 23 September 2014 ):
1) Jalan : 2, 825 Km
3) Perkantoran : 3, 26 Ha
4) Tanah wakaf : 0, 425 Ha
5) Irigasi tadah hujan : 101, 073 Ha
Jarak Desa Klopoduwur ke Kota Kabupaten 5 Km, sedangkan jarak
ke Kecamatan Banjarejo 9 Km. Jalan desa yang beraspal, penerangan dari
listrik (sejak tahun 1990-an) dan fasilitas telpon sudah di temukan di desa
ini (Buku Administrasi Desa Klopoduwur).
Desa Klopoduwur memiliki potensi alam khususnya hutan jati, dan
khasanah budaya Samin yang sangat menarik. Selain alam dan budaya
Samin, desa ini juga memiliki potensi untuk menuju desa pariwisata.
2. Keadaan Demografis
Orang luar masih menganggap bahwa di desa ini masih banyak
warga keturunan komunitas Samin. Orang luar juga menganggap bahwa
desa ini tertinggal dibandingkan desa-desa lainya. Padahal kalau dilihat
kenyataanya, desa ini sudah maju. Dibuktikan denagan jalan desa yang
beraspal, penerangan listrik sejak tahun 1990-an.
Anggapan bahwa Desa Klopoduwur masih terdapat banyak
komunitas Samin tidak sepenuhnya benar. Masyarakat yang tahu ajaran
Samin dan melaksanakannya sudah tidak banyak. Generasi sekarang
banyak yang tidak tahuu persis ajaran Samin yang sesungguhnya.
3. Keadaan Sosial Ekonomi
Perekonomian di masyarakat Desa Klopoduwur ditopang oleh
perkonomian yang berbasis pertanian, karena memang letak geografisnya
mendukung untuk menggarap ladang. Kemampuan masyarakat yang tidak
memadai mengharuskan untuk bertani. Hal lain yang mendukung
masyarakat ini untuk bertani adalah Klopoduwur merupakan desa agraris,
seperti halnya desa-desa di pulau Jawa pada umumnya. Sebagian besar
lahan yang ada merupakan lahan pertanian yang sekaligus juga merupakan
pekerjaan dan mata pencaharian penduduk secara turun-temurun.
Masyarakat Samin memiliki kaidah dasar berupa pedoman hidup
yang berbunyi: Sami-sami artinya, sebagai sesama manusia harus bersikap
dan bertindak „sama-sama‟, maksudnya; adalah sama-sama jujurnya,
sama-sama adilnya, sama-sama saling menjaga, sama-sama saling
menolong. Hal ini juga diungkapkan oleh Mbah Lasio nepake awake dewe
nang awake liyan yang berarti bahwa sebagai manusia itu harus bisa saling
merasakan yang dirasakan orang lain, Mbah Lasio mencontohkan nak
ngakon wong liyo kuwi kudu nggunake perasaane dewe. Maksudnya,
ketika kita meminta atau menyuruh orang lain juga harus merasakan
perasaan orang yang kita suruh atau minta, hasil (Wawancara dengan
Mbah Lasio 23, september 2014). Oleh karena itu, mereka menggunakan
istilah sedulur (saudara) untuk membahasakan diri sendiri kepada orang
komunitas dan bersedia mengamalkan ajaran Samin, maka mereka
menjadi saudara.
Salah satu motto hidup orang Samin adalah dhuwekmu yo dhuwekku,
dhuwekku yo dhuwekmu, yen dibutuhke sedulur yo diiklasake (milikmu
juga milikku, milikku juga milik kamu, apabila diperlukan oleh
saudaranya, maka akan diikhlaskan). Berasal dari motto hidup yang
demikian, maka model kehidupan bermasyarakat komunitas Samin adalah
perilaku saling tolong-menolong, gotong royong. Hal ini sangat cocok
dengan kehidupan para petani.
4. Keadaan Sosial Budaya
Secara sejarah, Desa Klopoduwur mempunyai potensi sosial budaya
yang sangat besar, yakni potensi tentang budaya dan adat Samin. Budaya
dan adat Samin ini bahkan dikenal secara nasional dan internasional,
banyak lembaga-lembaga asing yang pernah datang dan melakukan
penelitian tentang budaya dan adat-istiadat Samin. (Wawancara dengan
widodo 23 september 2014).
Melihat budaya yang sudah ada sebenarnya pemerintah Desa
Klopoduwur dapat mengembangkan masyarakat desa termasuk sistem
pemerintahan desa yang bercirikan khas "budaya adat Samin". Artinya
bahwa dalam era otonomi daerah yang mana pemerintah desa memiliki
kewenangan otonomi desa, maka Desa Klopoduwur dapat dikembangkan
menjadi suatu desa yang bercirikan budaya dan adat Samin, seperti halnya
Saat ini ajaran Samin masih diikuti oleh beberapa penduduk asli
Klopoduwur dan khususnya di Dukuh Karangpace terutama bagi orang
dianggap tua di Dusun ini. Adapun ajaran Samin diantaranya adalah:
tentang ajaran perilaku, seperti angger-angger pratikel (hukum tingkah
laku) yang mempunyai ugkapan Aja drengki, tukar padu, mbadhok colong
(jangan dengki dan iri, bertengkar, makan yang bukan hak, dan mencuri).
Angger-angger Pangucap (hukum bicara). Memiliki patokan: pangucap
saka limo, bundhelane ana pitu, Lan pangucap saka sango, bundhelane
ana pitu (ucapan yang berasal dari pancaindera, pengendaliannya ada
tujuh. Ucapan yang bersumber dari sembilan lubang (babahan hawa
sanga) dan pengendaliannya juga ada tujuh). Terakhir anggr-angger
lakonono (hukum yang harus dijalankan), berbunyi sabar trokol, sabar
dieleng-eleng, trokole dilakoni (kerjakan sikap sabar dan giat, agar selalu
ingat tentang kesabaran dan selalu giat dalam kehidupan).
Karena pada budaya adat Samin merupakan salah satu peninggalan
sejarah yang layak dilestarikan dan diketahui masyarakat khususnya di
pulau Jawa maka dari itu hal ini menjadi daya tarik di bidang pariwisata
budaya Samin dan mempunyai nilai jual yang sangat baik.
5. Keadaan Sosial Keagaman
Peran agama sangat besar bagi kehidupan bermasyarakat seperti
halnya untuk pedoman dan pegangan hidup. Masyarakat Desa
Klopoduwur (Suku Samin) mayoritas memeluk Islam. Meskipun sebagian