• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proporsi tepung ampas kelapa dan tepung ubi jalar ungu terhadap karakteristik fisik, kimia dan organoleptik pie susu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Proporsi tepung ampas kelapa dan tepung ubi jalar ungu terhadap karakteristik fisik, kimia dan organoleptik pie susu"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

13

PROPORSI TEPUNG AMPAS KELAPA DAN TEPUNG UBI JALAR UNGU TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK, KIMIA DAN ORGANOLEPTIK PIE SUSU

Proportion of coconut dregs flour and purple sweet potato flour on the physical, chemical and organoleptic characteristics of milk pie

Gisela Puspa W Anindya1, Hiasinta A. Purnawijayanti1, Veronica Ima Pujiastuti1*

1 Program Studi Sarjana Gizi, STIKes Panti Rapih Yogyakarta, Jl Tantular No 401 Pringwulung Condongcatur Depok Sleman, Yogyakarta, 55281, Indonesia

*Korespondensi: veronica_ima@stikespantirapih.ac.id

ABSTRACT

Fiber requirements according to the 2019 Recommended Dietary Allowance (RDA) are 37 g/day for men and 32 g/day for women aged 19-29 years. Indonesian people consume an average of 10.5 g of dietary fiber per day, in other words, they only meet about a third of their ideal needs. Low consumption of fiber can cause various degenerative diseases. These problems can be overcome by developing high-fiber foods by utilizing coconut dregs flour and purple sweet potato flour as raw materials for making products such as milk pie.The focus of this research is to determine the effect of the proportions of coconut dregs flour and purple sweet potato flour on the physical, chemical, and organoleptic characteristics of milk pie. This research is an experimental study using a completely randomized design [CRD] with 4 treatments and 3 repetitions. The panelists who were involved in the organoleptic test were 30 students of the Undergraduate Nutrition Study Program, STIKes Rapih Yogyakarta. The proportion of coconut dreg flour and purple sweet potato flour had an effect on (p-value <0,05) water content, dietary fiber content, appearance, aroma, taste and overall preference, but had no significant effect (p-value>0,05) on the level of crispiness, and the texture of the milk pie. The milk pie product can be categorized as a high-fiber product and an alternative product to increase dietary fiber consumption.

Keywords: coconut dregs flour, dietary fiber, milk pie, purple sweet potato flour

ABSTRAK

Kebutuhan serat menurut Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2019 untuk kelompok usia 19-29 tahun yaitu 37 g/hari untuk laki-laki dan 32 g/hari untuk perempuan. Masyarakat Indonesia rata-rata mengonsumsi 10,5 g serat pangan per hari dengan kata lain baru memenuhi sekitar sepertiga dari kebutuhan idealnya. Rendahnya konsumsi serat dapat menyebabkan timbulnya berbagai penyakit degeneratif. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan mengembangkan makanan tinggi serat dengan memanfaatkan tepung ampas kelapa dan tepung ubi jalar ungu sebagai bahan baku dalam pembuatan produk contohnya pie susu. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini mengkaji pengaruh proporsi tepung ampas kelapa dan tepung ubi jalar ungu terhadap karakteristik fisik, kimiawi, dan organoleptik pie susu. Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental dengan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan. Panelis yang terlibat dalam uji organoleptik sebanyak 30 mahasiswa Prodi Sarjana Gizi STIKes Panti Rapih Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan proporsi tepung ampas kelapa dan tepung ubi jalar ungu berpengaruh (nilai p < 0,05) terhadap kadar air, kadar serat pangan, kenampakan, aroma, citarasa, dan kesukaan keseluruhan, namun tidak berpengaruh (nilai p > 0,05) terhadap tingkat kerenyahan, dan tekstur pie susu. Produk pie susu pada penelitian ini dapat dikategorikan sebagai produk tinggi serat sehingga dapat digunakan sebagai produk alternatif untuk meningkatkan konsumsi serat.

Kata kunci : pie susu, serat pangan, tepung ampas kelapa, tepung ubi jalar ungu

(2)

14 PENDAHULUAN

Serat pangan (dietary fiber) bagian dari karbohidrat yang tidak dapat dicerna.

Berdasarkan jenis kelarutannya, terdapat dua jenis serat pangan yaitu serat pangan tidak larut air (insoluble fiber) dan serat pangan larut air (soluble fiber) [1].

Selulosa, lignin dan hemiselulosa ialah golongan serat pangan tidak larut air.

Serat ini yang banyak ditemukan pada sayuran, biji-bijian dan beragam jenis kacang-kacangan. Sedangkan mucilago, gum dan pektin terdapat pada sayur juga buah merupakan golongan serat pangan larut air [2]. Serat pangan dapat memberikan efek fisiologis antara lain untuk mencegah penyakit konstipasi dan divertikulosis, mencegah obesitas, mengatur fungsi usus, serta mengontrol kolesterol darah dan kadar gula darah, dan menurunkan resiko terhadap beberapa penyakit degeneratif antara lain jantung koroner, aterosklerosis, hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes melitus, obesitas, divertikulosis, dan kanker kolon [3, 4].

Anjuran kebutuhan serat untuk usia dewasa (19-29 tahun) menurut Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2019 untuk laki-laki yakni sebesar 37 g/hari dan untuk perempuan sebesar 32 g/hari. Masyarakat Indonesia sendiri rata- rata mengonsumsi 10,5 g serat pangan per hari dengan kata lain kebutuhan serat baru terpenuhi sekitar sepertiga dari kebutuhan idealnya [5]. Rendahnya konsumsi serat menjadi salah satu resiko munculnya masalah kesehatan di Indonesia. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan mengembangkan produk pangan berserat tinggi. Indonesia termasuk negara yang kaya akan sumber serat, namun dalam praktiknya masih banyak sumber serat yang belum optimal pemanfaatannya. Sumber serat terjangkau, murah dan mudah didapatkan adalah ampas kelapa, yang merupakan hasil samping dari pengolahan minyak kelapa dan santan [6].

Ampas kelapa umumnya dikenal sebagai limbah dari santan yang digunakan untuk pakan ternak. Penggunaanya masih terbatas, sedangkan dilihat potensinya dapat dioptimalkan secara luas sebagai bahan tambahan sumber serat pada berbagai produk pangan. Kadar serat pangan dalam tepung ampas kelapa sebesar 63,24%

yang terdiri dari 4,53% serat larut dan 58,71% serat tidak larut. Kandungan galaktomanan dalam tepung ampas kelapa adalah sebesar 61% yang merupakan bagian dari serat pangan (dietary fiber), sedangkan kandungan selulosa mencapai

(3)

15 13% [6–8]. Berbagai produk pangan antara cookies [9], kue kering [10], dan sereal [11] memanfaatkan tepung ampas kelapa sebagai bahan dasar dan bahan tambahan pembuatan produk.

Sumber serat lainnya yang potensial dan dikenal sebagai “pangan lokal” yakni ubi jalar ungu. Selain mengandung serat, warna ungu alami menarik perhatian untuk dijadikan berbagai macam olahan lanjutan baik olahan jadi atau bahan baku menjadi tepung. Kombinasi bahan ampas kelapa dan ubi jalar ungu dapat pula digunakan untuk produk lain seperti pie. Pie adalah sejenis pastry yang terdiri atas adonan kulit (pie shells) dan berbentuk lembaran, bulat, mangkuk, atau bunga teratai [12]. Pie susu termasuk salah satu produk makanan yang potensial untuk dikembangkan dan dikomersialkan [13,14]. Oleh karena itu, diperlukan kajian mendalam mengenai kandungan serat, sifat fisik, dan organoleptik dari produk pie susu menggunakan campuran kedua bahan tersebut.

METODE

Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah eksperimental. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan yaitu PAK0, PAK1, PAK2, dan PAK3. Masing-masing diuji 3 kali pengulangan. Perlakuan pada penelitian ini adalah proporsi tepung ampas kelapa dan tepung ubi jalar ungu dalam pembuatan kulit pie susu.

Tabel 1. Formulasi Kulit Pie susu tepung ampas kelapa dan tepung ubi jalar ungu

Sumber : Modifikasi [8–10,14,15]

Keterangan:

PAK0 = pie susu kontrol atau menggunakan 100% tepung terigu

PAK1 = pie susu dengan perbandingan 75% tepung ampas kelapa : 25% tepung ubi jalar ungu PAK2 = pie susu dengan perbandingan 50% tepung ampas kalapa : 50% tepung ubi jalar ungu PAK3 = pie susu dengan perbandingan 25% tepung ampas kelapa : 75% tepung ubi jalar ungu

Nama Bahan PAK0 PAK1 PAK2 PAK3

Tepung terigu 250 g - - -

Tepung ampas kelapa - 187,5 g 125 g 62,5 g Tepung ubi jalar ungu - 62,5 g 125 g 187,5 g

Margarin 125 g 125 g 125 g 125 g

Air es 5 sdm 5 sdm 5 sdm 5 sdm

Kuning telur 2 btr 2 btr 2 btr 2 btr

(4)

16 Tempat dan Waktu Penelitian

Pembuatan produk pie susu, pengujian organoleptik, dan kadar air dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan dan Kimia Pangan Kampus STIKes Panti Rapih Yogyakarta. Pengujian tekstur dilaksanakan di Laboratorium FTP UGM dan kadar serat pangan diuji di Laboratorium INSTIPER Yogyakarta. Etika Penelitian diterbitkan oleh Komisi Etika Penelitian Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta dengan No.1490/KEP-UNISA/VI/2022. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2022.

Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam pembuatan pie susu adalah baskom plastik mangkuk plastik, sendok, garpu, solet, whisk, pisau, cetakan pie, loyang, oven, timbangan digital, sarung tangan plastik, dandang, blender, ayakan. Bahan yang digunakan untuk membuat kulit pie adalah tepung terigu protein sedang segitiga biru merk Bogasari, margarin “Blue Band”, garam dapur merk “Refina” yang diperoleh dari toko kue Intisari, ampas kelapa, kuning telur dari Pasar Kranggan, Yogyakarta, tepung ubi jalar ungu merk Lingkar Organik dari toko Kedai Jsr Palagan, air mineral merk Aqua. Bahan isian atau filling pie adalah kental manis merk Frisian Flag dari toko kelontong Lumintu Bantul, tepung custard merk Point, dan vanilli merk Koepoe-Koepoe dari toko kue Intisari, dan kuning telur.

Pembuatan tepung ampas kelapa

Proses pembuatan diawali dengan menyiapkan ampas kelapa yang berasal dari kelapa parut yang telah dipisahkan dari santannya. Proses selanjutnya adalah ampas kelapa dikukus terlebih dahulu selama 5 menit. Ampas kelapa yang sudah dikukus kemudian dikeringka selama 5 jam pada suhu 60℃, kemudian dihaluskan dengan blender dan diayak dengan ayakan 80 mesh [8, 9, 17]. Tepung ini selanjutnya digunakan sebagai bahan campuran untuk pie susu.

Pembuatan Pie susu

Proses pembuatan kulit pie, tepung ampas kelapa dicampur dengan tepung ubi jalar ungu, kuning telur, margarin, dan garam (formulasi sesuai perlakuan pada Tabel 1). Semua bahan kering dicampur dengan menggunakan garpu hingga tekstur adonan berbutir. Adonan dicampur hingga rata dan ditambahkan air es hingga

(5)

17 adonan menjadi lunak. Adonan ditimbang sebesar 8 g, kemudian dicetak menggunakan cetakan pie yang telah diolesi margarin. Selanjutnya adonan dioven dengan suhu 175oC selama 25 menit. Kulit pie setengah matang dikeluarkan dari oven kemudian diisi dengan isian pie, selanjutnya proses pengovenan dilanjutkan kembali hingga matang merata selama kurang lebih 10 menit. Pembuatan isian pie susu: kuning telur dikocok hingga rata, kemudian masukan kental manis, tepung custard, dan vanili. Isian pie diaduk hingga rata, dan mengental. Tambahkan adonan isi ke dalam kulit pie.

Pengujian Fisik dan kimia 1) Uji Tingkat Kerenyahan

Tingkat kerenyahan (hardness) pie susu dilakukan dengan menggunakan alat texture analyzer. Prinsip kerjanya menerapkan sejumlah gaya/tekanan pada pie susu dengan besaran tertentu untuk menusuk, memecah, atau mengubah bentuk bahan ketika alat ditekankan pada sampel yang dinyatakan dalam satuan kg, g, atau N [18, 19].

2) Uji kadar air [20]

Uji kadar air pie susu menggunakan metode thermogravimetri. Cawan yang telah berisi sampel (B) dikeringkan dengan menggunakan oven bersuhu 105ºC dalam waktu 5 jam. Cawan dan sampel kering ditimbang(C).

Rumus perhitungan kadar air:

% Kadar air: 𝐵−𝐶

𝐵−𝐴

𝑥 100%

A = Berat cawan kosong [g]

B = Berat cawan yang diisi dengan sampel [g]

C = Berat cawan dengan sampel yang sudah dikeringkan [g]

3) Analisa kadar serat pangan [21]

Sebanyak 0,5 g Sampel dimasukkan dalam labu soxhlet, diekstraksi selama 6 jam menggunakan reagen heksana, ditambahkan 25 ml. buffer fosfat 0,08M pH 6,0 dan 0,05 mL enzim termamyl kemudian diinkubasi selama 30 menit menggunakan penangas air dengan suhu 95ºC. Larutan didiamkan hingga dingin, selanjutnya ditambahkan enzim protease sebanyak 5 mL dan diinkubasi kembali selama 30 menit pada penangas air dengan suhu 60℃. Biarkan larutan hingga

(6)

18 dingin lalu masukkan HCl 0,325N sebanyak 5 mL dan enzim amiloglukosidase sebanyak 0,15 mL. Larutan kembali diikubasi untuk ketiga kalinya selama 30 menit dalam penangas air bersuhu 60℃. Sebanyak 140 mL Etanol 95%

ditambahkan ke dalam larutan lalu diamkan selama 60 menit. Larutan disaring menggunakan kertas saring Whatman. Filtrat yang didapatkan kemudian dicuci dengan 3x20 mL etanol 78%, 2x10 mL etanol 95%, dan 2 x 10 mL aseton. Kertas saring Whatman yang berisi endapan hasil filtrat disimpan pada cawan alumunium kosong, kemudian dikeringkan dengan suhu 105ºC selama 12 jam dan langkah terakhir ditimbang untuk mengetahui kadar serat pangan (dietary fiber)

Pengujian Organoleptik

Atribut organoleptik ini dilakukan uji kesukaan (preference scoring test) yaitu kenampakan, citarasa dan kesukaan keseluruhan serta uji pembeda (different scoring test) yaitu aroma dan tekstur. Uji organoleptik melibatkan panelis tidak terlatih sebanyak 30 orang mahasiswa/i STIKes Panti Rapih Yogyakarta. Kriteria inklusi panelis bersedia menjadi panelis, tidak memiliki alergi, dan dalam kondisi sehat. Panelis terlebih dahulu diberikan penjelasan terkait uji organoleptik yang dilakukan oleh peneliti (Informed Consent), penilaian dengan mengacu pada panduan yang terdapat didalam kuisioner uji organoleptik.

Analisa Data

Analisa statistik data kadar air menggunakan one-way Anova, uji lanjutan untuk membedakan antar perlakuan dengan menggunakan Post Hoc Duncan’s Multiple Range Test (DMRT). Data tingkat kerenyahan dan serat pangan diuji Kruskall Wallis, dan Mann Whitney s Pengujian statistik organoleptik menggunakan Friedman test, apabila ada perbedaan antar perlakuan dilanjutkan uji Wilcoxon. Analisa statistik menggunakan SPSS Versi 21 tingkat kepercayaan 95%.

HASIL

Tingkat Kerenyahan

Tingkat kerenyahan sampel (Tabel 2) berada pada rentang 67,86 - 173,32 N.

Tingkat kerenyahan paling tinggi terdapat pada sampel PAK1 sebesar 173,32 N, sedangkan tingkat kerenyahan paling rendah ditunjukkan pada sampel PAK0 sebesar 67,86 N. Tingkat kerenyahan sampel mempunyai nilai p (p value) sebesar

(7)

19 0,108. Nilai ini lebih besar dari pada nilai α = 0,05 (0,108>0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat kerenyahan seluruh formulasi pie susu tidak ada perbedaan signifikan.

Tabel 2. Tingkat Kerenyahan Pie Susu dengan Proporsi Tepung Ampas dan Tepung Ubi Jalar Ungu

Perlakuan Tingkat Kerenyahan (N)

PAK0 67,86 ± 18,56

PAK1 173,32 ± 48,79

PAK2 129,35 ± 40,61

PAK3 109,90 ± 31,20

Nilai p 0,108

Keterangan: Rata-rata ± SD; Nilai signifikansi antar perlakuan sampel ditunjukkan apabila nilai p (p value) < 0,05 (CI 95%, α = 0,05)

Kadar Air dan Serat Pangan

Berdasarkan hasil pengujian kimiawi kadar air dan kadar serat pangan pada Tabel 3. Kadar air pie susu dengan formulasi tepung ampas kelapa dan tepung ubi jalar ungu menunjukkan kadar air dalam rentang 4,73% - 10,00%. Sampel PAK1 menunjukkan kadar air yang paling tinggi sebesar 10,00%, sedangkan pada sampel PAK0 menunjukkan kadar air yang paling rendah sebesar 4,73%. Kadar air sampel menunjukkan nilai p (p value) 0,002, nilai ini lebih kecil dari α = 0,05 (0,002<0,05).

Perbedaan signifikan ditemukan pada kadar air seluruh perlakuan pie susu..

Kelompok sampel PAK0 menunjukkan perbedaan signifikan dengan PAK1, PAK2 dan PAK3.

Tabel 3. Kadar Air dan Serat Pangan Pie Susu dengan Proporsi Tepung Ampas dan Tepung Ubi Jalar Ungu

Perlakuan Kadar Air (%) Kadar Serat Pangan (%)

Serat Larut Serat Tidak Larut Serat Total PAK0 4,73 ± 1,10a 0,23 ± 0,02 3,62 ± 0,28a 3,86 ± 0,26a PAK1 10,00 ± 1,49c 0,76 ± 0,11 11,21 ± 2,02b 11,97 ± 2,12b PAK2 7,58 ± 0,79b 0,94 ± 0,05 13,42 ± 1,48b 14,36 ± 1,52b PAK3 7,28 ± 0,35b 0,76 ± 0,21 10,09 ± 3,09b 10,85 ± 3,30b

Nilai p 0,002 0,053 0,049 0,049

Keterangan : Rata-rata ± SD, Nilai signifikansi antar perlakuan sampel ditunjukkan apabila nilai p (p value) < 0,05 (CI 95%, α = 0,05)

Berdasarkan Tabel 3. kadar serat pangan larut sampel pie dalam rentang 0,23%-0,94%. Kadar serat larut paling tinggi ditunjukkan pada sampel PAK2, dan paling rendah pada sampel PAK0. Kadar serat larut menunjukkan nilai p (p value)

(8)

20 0,053. Nilai p lebih tinggi dari α = 0,05 (0,053>0,05). Kadar serat tidak larut dalam sampel menunjukkan rentang nilai 3,62%-13,42%. Kadar serat tidak larut paling tinggi pada sampel PAK2 sebesar 13,42%, sedangkan pada sampel PAK0 sebesar 3,62%. Kadar serat tidak larut menunjukkan nilai p (p value) 0,049, lebih kecil dari nilai α = 0,05 (0,049<0,05 ).

Kadar serat pangan total merupakan jumlah kadar serat pangan larut dan kadar serat pangan tidak larut. Kadar serat pangan total dari sampel pie susu menunjukkan rentang 3,86-14,36%. Tabel 2 menunjukkan pada sampel PAK2 sebesar 14,36% merupakan kadar serat pangan total paling tinggi sedangkan kadar serat pangan total paling rendah terdapat pada sampel PAK0 sebesar 3,86%. Kadar serat pangan total mempunyai nilai p (p value) 0,049, lebih kecil dari nilai α = 0,05 (0,049<0,05). Berdasarkan hasil statistik menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan penggunaan proporsi tepung ampas kelapa dan tepung ubi jalar ungu terhadap kadar serat pangan larut pie susu, namun ada perbedaan signifikan terhadap kadar serat pangan tidak larut dan serat pangan total sampel pie susu.

Karakteristik Organoleptik

Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan rata-rata skor kenampakan pie susu yaitu 3,10-4,10 (agak menarik-menarik). Rata-rata kenampakan paling tinggi pada sampel PAK0 dengan rata-rata 4,10 (menarik). Kenampakan menunjukkan perbedaan signifikan pada perlakuan sampel dengan nilai p (p value)n0,001 atau lebih kecil dari nilai α (0,001<0,05). Perlakuan PAK0 dan PAK3 tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, hasil kenampakan PAK0 dan PAK3 menunjukkan kenampakan menarik.

(9)

21 Tabel 4. Karakteristik Organoleptik Pie Susu Tepung Ampas Kelapa dan

Tepung Ubi Jalar Ungu

Perlakuan Atribut Organoleptik

Kenampakan Aroma Tekstur Citarasa Kesukaan Keseluruhan

PAK0 4,10 ±

0,845a

1,90 ± 0,923a

3,63 ± 0,718

4,40 ± 0,563a

4,37 ± 0,718a

PAK1 3,10 ±

0,885b

3,47 ± 1,042c

3,17 ± 0,874

3,13 ± 0,681c

3,10 ± 0,885b

PAK2 3,30 ±

0,794b

3,10 ± 0,759c

3,23 ± 0,626

3,33 ± 0,711c

3,13 ± 0,860b

PAK3 3,73 ±

1,048a

2,93 ± 0,785b

3,30 ± 0,651

3,80 ± 0,664b

3,17 ± 0,791b

Nilai p 0,001 0,001 0,087 0,001 0,001

Keterangan: Rata-rata ± SD, Nilai signifikansi antar perlakuan sampel ditunjukkan apabila nilai p (p value) < 0,05 (CI 95%, α = 0,05). Skor uji organoleptik (1-5) kenampakan (1=sangat tidak menarik, 2= tidak menarik, 3=agak menarik, 4= menarik, 5=sangat menarik), aroma (1=sangat tidak kuat, 2= tidak kuat; 3= agak kuat, 4= kuat, 5=sangat kuat), tekstur (1=sangat keras, 2= keras, 3= agak renyah, 4=renyah, 5= sangat renyah), citarasa (1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3=agak suka, 4= suka, 5= sangat suka), kesukaan keseluruhan (1=sangat keras, 2= keras, 3= agak renyah, 4=renyah, 5= sangat renyah)

Aroma pie susu memiliki rentang skor (1,90 – 3,47) yaitu tidak kuat-agak kuat, paling tinggi ditunjukkan pada kelompok PAK1 dengan rata-rata 3,47 (agak kuat).

Aroma menunjukkan perbedaan signifikan pada perlakuan sampel dengan nilai p (p value) 0,001, lebih kecil dari nilai α (0,001<0,05). Tekstur pie susu memiliki rata-rata skor 3,17 – 3,63 (agak renyah-renyah). Tekstur tidak menunjukkan perbedaan signifikan pada perlakuan sampel (0,087>0,05). Citarasa pie susu memiliki rata-rata skor 3,13-4,40 (agak suka-suka). Rata-rata citarasa paling tinggi terdapat pada sampel PAK0. Citarasa menunjukkan perbedaan signifikan pada perlakuan sampel dengan nilai p (p value) 0,001 (0,001<0,05). Kesukaan keseluruhan menunjukkan rata-rata skor 3,10 – 4,37 (agak suka-suka). Rata rata kesukaaan keseluruhan paling tinggi pada sampel PAK0. Kesukaan keseluruhan menunjukkan perbedaan signifikan pada perlakuan sampel dengan nilai p (p value) 0,001, (0,001<0,05). Sampel PAK0 berbeda signifikan dengan perlakuan sampel PAK1, PAK2, dan PAK3.

DISKUSI

Tingkat Kerenyahan

Komposisi tepung ampas kelapa, dan tepung ubi jalar ungu tidak berpengaruh terhadap tingkat kerenyahan pie susu. Sampel kontrol (PAK0) mengandung gluten yang rendah, sehingga menyebabkan tekstur kulit pie menjadi

(10)

22 renyah. Tingkat kerenyahan pada sampel perlakuan PAK1, PAK2, dan PAK3 karena penggunaan tepung ubi jalar ungu yang mengandung pati sebesar 74,57%

[22]. Terjadi penguapan air dan terbentuk rongga-rongga pada ganula pati pada saat proses pemanggangan, sehingga tekstur produk menjadi renyah [23].

Penggunaan tepung ubi ungu dengan berbagai variasi tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat kerenyahan kulit pie.

Kadar Air

Kadar air pie susu berkisar antara 4,73% - 10,00%. Penggunaan kedua bahan campuran berpengaruh terhadap kadar air pada pie susu. Persyaratan kadar air pie mempunyai batas maksimal yaitu 5%, menurut SNI 01-2973-2011. Sampel PAK0 memenuhi batas kadar air yang ditetapkan yaitu sebesar 4,73%. Sedangkan pada PAK1 (10,00%), PAK2 (7,58%), dan PAK3 (7,28%) tidak memenuhi syarat atau melebihi batas SNI. Sebagai perbandingan, kadar air tepung ampas kelapa sebesar 8,19% [24]. Tepung ampas kelapa mempunyai gugus hidroksil yang mampu mengikat air dalam kapasitas besar, gugus ini akan berikatan dengan hidrogen pada air sehingga dapat meningkatkan jumlah air yang terkandung dalam pie susu [25, 26]. Meningkatnya kadar air dikarenakan serat galaktomanan dan selulosa yang tinggi pada tepung ampas kelapa yang mampu mengikat air dalam jumlah yang tinggi [5, 6]. Kandungan kadar air yang tinggi akan menyebabkan produk rentan terhadap kerusakan, dan mudah mengalami pembusukan. Hal ini dikarenakan adanya mikroba pembusuk yang berkembang biak sehingga umur simpan tidak tahan lama, dan produk mudah rusak [27].

Serat Pangan

Kadar serat pangan total pie susu paling tinggi yaitu sebesar 14,36% pada sampel PAK2 dengan penggunaan proporsi 50% tepung ampas kelapa dan 50%

tepung ubi ungu, sedangkan nilai rata-rata terendah pada pie susu 100% tepung terigu. Pada ketiga sampel perlakuan (PAK1, PAK2, PAK3) memiliki kandungan serat pangan total tinggi, hal ini dibuktikan dengan kadar serat pangan total yang tidak signifikan antar perlakuan sampel. Kedua bahan ini meningkatkan kadar serat pangan total dalam produk dibandingkan pada sampel kontrol. Serat pangan yang terkandung pada tepung ampas kelapa sebesar 63,24% [7], serat pangan tepung ubi jalar ungu sebesar 4,45% [28]. Kandungan serat larut yaitu

(11)

23 galaktomanan yang dalam tepung ampas kelapa sebesar 61% dan kandungan serat tak larut selulosa sebesar 13%[5,6]. Serat tak larut yang terkandung pada tepung ubi jalar ungu meliputi hemiselulosa, lignin, dan selulosa serta serat larut yakni pektin, berperan dalam meningkatkan kandungan kadar serat pangan total pada produk pie susu [29].

Karakteristik Organoleptik

Parameter organoleptik pie susu dapat dilihat melalui kenampakan, aroma, tekstur, citarasa, dan kesukaan keseluruhan. Pie susu dengan kenampakan menarik didapatkan pada sampel kontrol (100% terigu). Kenampakan produk pie susu dipengaruhi oleh penggunaan proporsi campuran kedua bahan. Semakin bertambahnya penggunaan tepung terigu akan menghasilkan produk dengan warna yang cerah [30]. Proporsi tepung ubi jalar ungu yang digunakan semakin bertambah menyebabkan pie susu memiliki kenampakan ungu pucat hingga ungu tua sedikit kecoklatan. Warna ungu disebabkan karena adanya pigmen antosianin yang tinggi dan hal ini juga menjadikan ubi ungu sebagai alternatif pewarna alami [31]. Hasil ini sejalan dengan penelitian pada cookies ubi jalar ungu yang menyebabkan warnanya semakin memucat dan ketertarikan panelis menurun [8].

Aroma pie susu dipengaruhi oleh penggunaan campuran kedua bahan.

Berdasarkan penilaian panelis, aroma pie susu paling tinggi t e r d a p a t p a d a proporsi 75% tepung ampas kelapa dan 25% tepung ubi jalar dengan aroma agak kuat. Aroma harum yang khas kelapa dalam produk pie susu lebih disukai panelis [7,16]. Tekstur pie susu tidak menunjukkan perbedaan signifikan pada seluruh sampel. Hasil pengujian organoleptik tekstur mendukung hasil pengujian fisik tingkat kerenyahan. Hasil pengujian menunjukkan tekstur kulit pie susu agak renyah. Hal ini sejalan dengan penelitian pada cookies berbahan dasar yang serupa [8].

Proporsi tepung ampas kelapa dan tepung ubi jalar ungu berpengaruh terhadap citarasa pada pie susu. Nilai rata-rata tertinggi pada sampel PAK0, sedangkan penilaian terendah pada sampel PAK1. Menurunnya kesukaan pada pie susu yang ditambahkan tepung ampas kelapa menunjukkan produk pie semakin kurang disukai. Tepung ampas kelapa yang ditambahkan membuat produk berserat tinggi, mouthfeel dan tekstur pie yang berpasir [26,32]. Kandungan serat

(12)

24 yang tinggi dan granula yang kurang halus menyebabkan menyebabkan sampel dengan penggunaan ampas kelapa paling tinggi kurang disukai.

Kandungan serat yang tinggi pada tepung ampas kelapa serta granula yang kurang halus menimbulkan rasa berpasir seiring bertambahnya proporsi tepung ampas kelapa. PAK1 kurang disukai oleh panelis. Rasa tepung ampas kelapa yang lebih dominan daripada tepung ubi jalar ungu menyebabkan pie susu tidak berasa manis. Pada dasarnya ubi jalar ungu yang mempunyai kandungan gula yang tinggi, dan berasa manis[33], sehingga sampel PAK3 dengan proporsi tepung ubi jalar paling tinggi lebih disukai.

Penggunaan tepung ampas kelapa dan tepung ubi jalar ungu berpengaruh terhadap kesukaan keseluruhan pada pie susu. Penilaian panelis terhadap keseluruhan pie susu memilih sampel kontrol (100% tepung terigu) yang paling disukai, sedangkan kelompok sampel perlakuan menunjukkan hasil agak disukai.

Hasil penelitian ini menunjukkan produk pie susu yang ditambahkan tepung ampas kelapa dengan proporsi paling tinggi mempengaruhi kenampakan, citarasa pada pie susu terasa berpasir, dan menurunkan tingkat kesukaan keseluruhan panelis karena kandungan serat pada tepung ampas kelapa tinggi berpengaruh terhadap beberapa karakteristik organoleptik [32].

Berdasarkan hasil analisa, proporsi pie susu terbaik dari kelompok perlakuan adalah PAK 3. Penambahan tepung ubi jalar ungu yang lebih besar akan mempengaruhi kenampakan pada pie susu yang dihasilkan sehingga meningkatkan ketertarikan panelis. Warna ungu tua sedikit kecoklatan dari ubi jalar ungu disukai dan diterima panelis, citarasa pada pie susu yang akan terasa manis seiring dengan tingginya penggunaan tepung ubi jalar ungu karena kandungan gula yang tinggi pada tepung ubi jalar ungu [31,33], dengan kandungan serat yang tinggi dan tingkat kerenyahan yang tidak berbeda dengan sampel kontrol.

KESIMPULAN

Proporsi tepung ampas kelapa dan tepung ubi jalar ungu menunjukkan pengaruh terhadap karakteristik kimiawi yakni kadar air, kadar serat pangan, serta karakteristik organoleptik yaitu kenampakan, aroma, citarasa, dan kesukaan keseluruhan pie susu. Tingkat kerenyahan dan karakteristik organoleptik tekstur

(13)

25 tidak berpengaruh signifikan terhadap produk pie susu. Produk pie yang mempunyai karakteristik fisik, kimiawi, dan organoleptik yang paling diterima adalah PAK3, dengan proporsi tepung ubi jalar ungu paling besar. Penggunaan tepung ampas kelapa dan tepung ubi jalar ungu menghasilkan produk pie susu yang tinggi serat. Penelitian ini memerlukan studi lanjutan untuk memenuhi persyaratan kadar air pie susu sesuai SNI.

REFERENSI

1. Sunarti. Serat Pangan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2017.

2. Rantika N, Rusdiana T. Penggunaan dan pengembangan dietary fiber. Farmaka 2018; 16: 152–165.

3. Santoso IA. Serat pangan. Serat Pangan (Dietary Fiber ) Dan Manfaatnya Bagi Kesehat 2011; 35–40.

4. Yulvianti M, Ernayati W, Tarsono, et al. Pemanfaatan ampas kelapa sebagai bahan baku tepung kelapa tinggi serat dengan metode freeze drying. J Integr Proses 2015; 5: 101–107.

5. Islami N, Hanifah D, Fithra Dieny F. Serat tidak larut air (Insoluble) dengan kejadian sindrom metabolik pada remaja obesitas. J Nutr Coll 2016; 5: 148–

155.

6. Purnama T, Sanatang. Pemanfaatan Ampas Kelapa Sebagai Tepung Yang Mempunyai Serat Tinggi Untuk Bahan Baku Pembuatan Kue Pencegahan Konstipasi. J Pengabdi Saintek Mandala Waluya 2021; 1: 22–27.

7. Barlina R. Ekstrak galaktomanan pada daging uah kelapa dan ampasnya serta manfaatnya untuk pangan. Perspektif 2015; 14: 37–49.

8. Putri MF. Kandungan Gizi dan Sifat Fisik Tepung Ampas Kelapa sebagai Bahan Pangan Sumber Serat. Teknobuga 2014; 1: 32–43.

9. Wardani EN, Sugitha IM, Pratiwi IDPK. Pemanfaatan Ampas Kelapa Sebagai Bahan Pangan Sumber Serat Dalam Pembuatan Cookies Ubi Jalar Ungu (Utilization of Coconut Pulp as fiber source in Purple Sweet Potato Cookies).

J Ilmu dan Teknol Pangan 2016; 5: 162–170.

10. Lumoindong F, Mamuaja CF. Pemanfaatan Limbah Ampas Kelapa Menjadi Produk Kue Kering. J Ilmu dan Teknol Pangan 2017; 5: 11–19.

11. Novita N, Nurhaeni, Prismawiryanti, et al. Analisis Kadar Serat dan Protein Total Sereal Berbasis Tepung Ampas Kelapa dan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis). KOVALEN J Ris Kim 2020; 6: 23–33.

12. Gisslen W. Professional Baking, file:///C:/Users/qeers/Downloads/DIPLOMA UITM PENANG/HTP162/A Professional baking.pdf (2013).

13. Wirawan NGD, Indrajaya IGB. Pengaruh Modal Dan Tenaga Kerja Terhadap Produksi dan Pendapatan Pada UKM Pie Susu Di Denpasar. e-Jurnal EP Unud 2019; 8: 453–485.

14. Agustina R, Nadiya K, El Andini A, et al. Associations of meal patterning, dietary quality and diversity with anemia and overweight-obesity among Indonesian schoolgoing adolescent girls in West Java. PLoS One 2020; 15: 1–

20.

15. Limanto S, Julianti E, Lubis Z. Karakteristik kimia biskuit dari tepung dan serat

(14)

26 ubi jalar ungu (Ipomoea batatas). Teknol dan Ind Pertan Indones 2019; 11: 64–

68.

16. Nursalma CA, Setyowati S, Sitasari A. Substitusi Tepung Kacang Koro Pedang (Canavalia ensiformis (L.) DC.) pada Pie Susu Ditinjau dari Sifat Organoleptik, Kandungan Gizi dan Unit Cost. Puinovakesmas 2021; 2: 1–11.

17. Hasan I. Pengaruh Perbandingan Tepung Ampas Kelapa dengan Tepung Terigu Terhadap Mutu Brownies. Gorontalo Agric Technol J 2018; 1: 59.

18. Herlambang FP, Lastriyanto A, Ahmad AM. Karakteristik Fisik dan Uji Organoleptik Produk Bakso Tepung Singkong sebagai Substitusi Tepung Tapioka. J Keteknikan Pertan Trop dan Biosist 2019; 7: 253–258.

19. Kusuma, Titi Sari Kurniawati AD, Rahmi Y, Rusdan IH, et al. Pengawasan mutu makanan. Malang: UB Press, 2017.

20. Indiarto R, B N, E S. Kajian Karakteristik Tekstur Dan Organoleptik Daging Ayam Asap Berbasis Teknologi Asap Cair Tempurung Kelapa. J Teknol Has Pertan 2012; 5: 106–116.

21. AOAC. Official Methods of Analysis. Virginia: Official methods of analysis of the Association of Analytical Chemist, Inc, 2005.

22. Association of Official Analytical Chemist. Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical of Chemis. Washington DC: Association of Official Analytical Chemist., 2012.

23. Nindyarani AK, Sutardi, Suparmo. Karakteristik Kimia, Fisik dan Inderawi Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas poiret) dan Produk Olahannya.

Agritech 2011; 31: 273–280.

24. Sabilla NF, Murtini ES. Pemanfaatan Tepung Ampas Kelapa Dalam Pembuatan Flakes Cereal (Kajian Proporsi Tepung Ampas Kelapa: Tepung Beras). J Teknol Pertan 2020; 21: 155–164.

25. Widiastuti D, Mulyati AH, Septiani DM. Karakteristik Tepung Limbah Ampas Kelapa Pasar Tradisional Dan Industri Virgin Coconut Oil (Vco). Ekologia 2015; 15: 29–34.

26. Fitriana T, Nurwantoro, Susanti S. Pengaruh Proporsi Kolang – Kaling Terhadap Karakteristik Fisik , Kimia dan Hedonik Permen Jelly Labu Kuning.

J Teknol Pangan 2020; 4: 30–35.

27. Komala A, Yumarsini, Rahmayuni. Kajian Pemanfaatan Tepung Sukun dan Tepung Ampas Kelapa dalam Pembuatan Flakes. J SAGU 2017; 16: 1–9.

28. Bhaskara DNA, Trisna Darmayanti LP, Suparthana IP. Perubahan Karakteristik Pangan Tradisional Pesan Tlengis Selama Penyimpanan Suhu Ruang. J Ilmu dan Teknol Pangan 2021; 10: 448.

29. Hardoko, Hendarto L, Siregar TM. Pemanfaatan ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L. Poir) sebagai pengganti sebagian tepung terigu dan sumber antioksidan pada roti tawar. J Teknol dan Ind Pangan 2010; 21: 25–32.

30. Monica L, Giriwono PE, Rimbawan. Pengembangan Mi Kering Berbahan Dasar Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L.) sebagai Pangan Fungsional Tinggi Serat. J Mutu Pangan 2018; 5: 17–24.

31. Prihatiningrum. Pengaruh Komposit Tepung Kimpul Dan Tepung Terigu Terhadap Kualitas Cookies Semprit. Food Sci Culin Educ J 2012; 1: 72–78.

32. Lamusu D. Uji Organoleptik. J Pengolah Pangan 2018; 3: 9–15.

33. Edam M. Subtitusi tepung ampas kopra putih pada pembuatan roti sebagai pangan fungsional. J Penelit Teknol Ind 2015; 7: 1.

(15)

27 34. Anggarawati NKA, Ekawati IGA, Wiadnyani AAIS. Pengaruh subtitusi tepung ubi jalar ungu termodifikasi (Ipomea batatas var Ayamurasaki) terhadap karakteristikm waffle. J Teknol Pertan 2019; 8: 160–170.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengujian organoleptik menunjukkan bahwa substitusi terigu dengan tepung komposit beras merah (Oryza Nivara) dan ubi jalar ungu (Ipomoea Batatas L.) berpengaruh nyata

Tahap pertama pada penelitian ini adalah penyiapan alat dan bahan, untuk alat yang akan digunakan sudah tersedia di laboratorium, sedangkan untuk bahan seperti tepung terigu protein