TAHUN 2021
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Pada Jurusan Hukum Tata Negara (Siyasah) Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Sunan Gunung Djati Bandung
NURHASANAH 1203030094
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2024 M / 1445 H i
merampungkan proposal penelitian berjudul “Strategi Badan Kepegawaian Dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Sumedang Dalam Meningkatkan Kompetensi ASN Pemerintah Kabupaten Sumedang Berdasarkan Peraturan Bupati Sumedang Nomor 193 Tahun 2021”.
Proposal penelitian ini disusun untuk memenuhi bagian dari ketentuan mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada jurusan Hukum Tata Negara di Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung. Peneliti mengetahui bahwa proposal penelitian ini jauh dari kondisi sempurna. Sehingga peneliti amat memerlukan adanya kritikan serta masukkan yang membangun agar proposal penelitian ini menjadi ideal.
Dengan peluang ini juga peneliti mengantarkan ungkapan terimakasih untuk seluruh orang yang telah mendukung pada saat penggarapan proposal penelitian ini terutama Dr. H. Chaerul Shaleh, S.Ag., M.Ag dan Taufiq Alamsyah, S.H., M.H, sebagai dosen pembimbing yang sudah mengasihkan berbagai bimbingan dan tuntunan terhadap peneliti dalam cara penyusunan proposal penelitian. Peneliti sangat mengharapkan proposal penelitian ini berfaedah untuk semuanya. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.
Bandung, 11 November 2023 Peneliti
Nurhasanaah NIM. 1203030094
ii
DAFTAR ISI... iii
BAB I PENDAHULUAN...1
A. Latar Belakang Penelitian...1
B. Rumusan Masalah... 6
C. Tujuan Penelitian...6
D. Manfaat Penelitian...6
E. Kerangka Berpikir...7
F. Studi Terdahulu...11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...15
A. Strategi Kebijakan...15
B. Kepastian Hukum... 25
C. Konsep Siyasah Dusturiyah...30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN...16
A. Pendekatan dan Metode Penelitian...16
B. Jenis dan Sumber Data...37
C. Teknik Pengumpulan Data...37
D. Teknik Analisis Data... 38
E. Tempat dan Waktu Penelitian...39
iii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
ASN (Aparatur Sipil Negara) adalah profesi bagi PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK), yang mengabdi pada instansi pemerintah. Pegawai ASN terdiri dari PNS dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja, yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pegawai ASN berfungsi sebagai pelaksana kebijakan publik; pelayanan publik; serta perekat dan pemersatu bangsa.1
Dalam hal ini, guna terciptanya skema tata kelola kekuasaan yang baik dan kompeten (good governance), dan tercapainya layanan kemasyarakatan yang baik, efisien, efektif serta punya mutu harus ditopang dengan para pekerja ASN yang mempunyai profesionalisme, berkeadilan, kejujuran dan kompetensi di keahliannya. Sehingga bisa diartikan bahwasanya ASN saat melaksanakan tugasnya mesti dilandasi oleh keahlian serta keterampilan yang singkron kapabilitas keilmuannya.2
Dapat terlihat bahwa kompetensi ASN, menjadi aspek esensial dalam suatu lembaga kemasyarakatan. SDM ataupun aparatur sipil adalah merupakan motor fundamental suatu lembaga dalam menggapai orientasinya, makanya mesti mempunyai kompetensi yang mumpuni. Kini, setiap organisasi harus siap untuk mampu bersaing dengan organisasi lain dan zaman. Untuk mencapai tantangan tersebut diperlukan pegawai yang kompeten dan terampil hingga bisa bekerja singkron dengan bidang pekerjaannya serta memberikan pelayanan prima.
Sehingga, Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) hadir dengan arah pembentukan pengelolaan ASN dengan
1 Prasojo, Eko & Laode Rudita, “Undang-Undang Aparatur Sipil Negara: Membangun Profesioalisme Aparatur Sipil Negara” dalam Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS, Vol.8, 2014 No.1 [Juni], hlm.13-29.
2 Ryngaert, C. & J. Wouters, Good Governance Lesson from International Organization, (New York: Wessel first edition, 2005).
menjungjung profesionalisme serta kompetensi. Badan ini sendiri merupakan kepanjangan tangan dari pengelolaan ASN yang dalam nasional dilakukan oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN) wilayah pusat.
Sehubungan dengan hal itu, dasar hukum dari BKPSDM sendiri adalah Keputusan Presiden Nomor 159 Tahun 2000 tentang Pedoman Pembentukan BKPSDM sebagai landasan transformasi jenis lembaga yang mengurusi kepegawaian di wilayah daerah. Untuk nomenklatur lembaga Badan Kepegawaian Daerah (BKD) di daerah terkhususnya di Sumedang, mengacu pada Peraturan Bupati Sumedang Nomor 153 Tahun 2021 Tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas, Fungsi Dan Tata Kerja Perangkat Daerah.
Di pasal Pasal 39 Perbup tersebut dinyatakan Susunan organisasi BKPSDM Bidang Pengembangan Kompetensi dan Kinerja Aparatur Sipil Negara (BPKK- ASN). Tugas ini diperjelas kembali dalam Peraturan Bupati Sumedang Nomor 193 Tahun 2021 tentang Uraian Tugas Jabatan Struktural Pada BKPSDM.
Sehingga pada pada praktiknya tujuan dari badan ini adalah meningkatkan sumber daya aparatur perangkat daerah Kabupaten Sumedang yang Kompeten dan berkinerja tinggi. Hal ini dijabarkan kembali dari sasaran BKPSDM Kabupaten Sumedang yakni:3
1. Meningkatnya Kompetensi Aparatur Perangkat Daerah Kabupaten Sumedang
2. Meningkatnya Kinerja Aparatur Perangkat Daerah Kabupaten Sumedang 3. Meningkatnya Pelayanan Administrasi Kepegawaian, Pemetaan Jabatan
Pelaksana dan data kepegawaian yang akurat
Berangkat dari tujuan BKPSDM Sumedang sendiri, maka mesti hadir strategi pengembangan sumber daya manusia yang efektif serta efisien dalam meningkatkan profesionalitas lebih khususnya kompetensi dari ASN Pemerintah Sumedang. Namun faktanya, menurut data data Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKIP) BKPSDM Sumedang sebagai berikut:4
Tabel 1
3 Rencana Strategis (Renstra) Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Tahun 2019-2023. Hlm. 46
4 Laporan Kinerja Instansi Pemerintahan BKPSDM Sumedang Tahun 2020-2022
Kompetensi ASN Pemerintah Sumedang
Instansi Indikator 2022 2023 Nilai
Maksimum Pemerintah Kab.
Sumedang
Kompetensi 20.33 32.38 40%
Dapat terlihat bahwasanya dalam dua tahun terakhir nilai kompetensi ASN pemerintah Kabupaten Sumedang belum maksimum atau optimal. Pengukuran kompetensi ini mengutip Peraturan BKN Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2019 Tentang Pedoman Tata Cara Dan Pelaksanaan Pengukuran Indeks Profesionalitas Aparatur Sipil Negara Pasal 8 poin 2 Dimensi Kompetensi dihitung sejumlah 40%
(empat puluh persen) atas keseluruhan penilaian indeks profesionalitas.
Angka 40% untuk kompetensi menjadi bobot paling besar dari komponen standar penilaian profesionalitas lain. Karena dimensi Kualifikasi dihitung 25%, Kinerja dihitung 30% dan dimensi Disiplin diberi jumlah 5%. Lebih jelasnya dapat dilihat dari tabel bawah:
Tabel 2
Indikator Indeks Profesionalitas Kualifikasi
(25%)
Kompetensi (40%)
Kinerja (30%)
Disiplin (5%) Pendidikan
Formal
a. Diklat
Kepemimpinan;
b. Diklat Fungsional;
c. Diklat Teknis;
dan d. Seminar/
Workshop/
Magang/
Kursus/
sejenisnya.
a. Sasaran Kerja Pegawai (SKP); dan b. Perilaku Kerja
Pegawai (PKP).
a. Hukuman disiplin ringan;
b. Hukuman disiplin sedang; dan c. Hukuman
disiplin berat
Lebih lanjut pada peraturan BKN pasal 8 poin 6 tersebut, instrumen pengukuran pada diklat teknis paling sedikit 20 (Jam Pembelajaran). Namun pada
praktiknya tidak terpenuhinya pelatihan minimal 20 JP dalam satu tahun bagi seluruh ASN di Lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Sumedang.5
Masalah lainnya adalah standar kompetensi belum tersedia atau hanya bersifat umum (mengacu Indeks Profesionalitas ASN saja). Kemudian pemetaan kompetensi hanya dilakukan terhadap pegawai yang pernah ikut seleksi Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) saja. Ada pula kekurangan dari database kompetensi karena tidak ada aplikasi untuk data-data kompetensi.6
Selain dari strategi yang diatur dalam peraturan. Sebenarnya terdapat strategi yang dicanangkan dan menjadi inovasi oleh BKPSDM Sumedang. Namun pada akhirnya, bahwa strategi BKPSDM Sumedang belum optimal dalam memberikan dampak dalam memaksimalkan kompetensi ASN Pemerintah Sumedang.
Sehubungan dengan itu dalam perspektif Siyasah Dusturiyah, dalam sistem ketatanegaraan islam sendiri, tiap badan publik yang bertugas mengelola masyarakat bertanggung jawab utuh pada presiden serta dikawal bersama kelompok yang mengawasi secara spesifik yang merupakan bagian dari Majlis Nuqaba.
Sistem pemerintahan pun terbagi menjadi pendelegasian. Saat keadaan darurat, Rasulullah SAW akan menunjuk petugas khusus yang pastinya sesudah bermusyawarah bersama dewan penasihat.7
Tak terkecuali BKPSDM Sumedang sebagai badan yang diberikan amanah untuk mengembangkan kompetensi ASN di daerah Kabupaten Sumedang merupakan salah satunya. Pengembangan sumber daya manusia khususnya pegawai merupakan satu kemestian. Islam sangat mendukung hadirnya upaya yang berorientasi dalam memajukan kompetensi teknis pegawai dalam melaksanakan tugas profesinya.
Hal ini pun sudah dicontohkan dan menjadi bahan teladan yang diberikan nabi Muhammad SAW. Karena Rasulullah juga mengasih pelatihan atas orang-
5 Op.Cit, Laporan Kinerja Instansi Pemerintahan BKPSDM Sumedang Tahun 2023. Hlm 19
6 Ibid. Hlm, 27
7 Tabari, Abu Jakfar Muhammad ibn Jarir, Tarikh al-Rasul wa al-Muluk, (Beirut: Dar al-Fikr,1992), Jilid 2. hlm. 571
orang terpilih yang telah dilantik agar memecahkan permasalahan umat Islam serta memberi mereka petuah-petuah serta banyak petunjuk.8
Akhirnya mesti diteliti lebih lagi mengenai upaya ataupun strategi yang dirancang BKPSDM Sumedang dalam meningkatkan kompetensi ASN pemerintah kabupaten sumedang, sehingga peneliti berminat melakukan penelitian dengan jenis karya ilmiah skripsi berjudul “Strategi Badan Kepegawaian Dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Sumedang Dalam Meningkatkan Kompetensi ASN Pemerintah Kabupaten Sumedang Berdasarkan Peraturan Bupati Sumedang Nomor 193 Tahun 2021”
B. Rumusan Masalah
Berlandaskan latar belakang masalah di atas, sehingga penulis memformulasikan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Strategi BKPSDM Sumedang untuk Meningkatkan Kompetensi ASN Pemerintah Kabupaten Sumedang?
2. Bagaimana implementasi Peraturan Bupati Sumedang Nomor 193 Tahun 2021 tentang Uraian Tugas Jabatan Struktural Pada Badan Kepegawaian Dan Pengembangan Sumber Daya Manusia?
3. Bagaimana tinjauan Siyasah Dusturiyah terhadap strategi dan implementasi yang dilakukan oleh BKPSDM Sumedang dalam peningkatan kompetensi ASN Pemerintahan Kabupaten Sumedang?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yakni dalam rangka menemukan jawaban terhadap persoalan yang muncul dalam rumusan masalah, yaitu:
1. Mengetahui Strategi BKPSDM Sumedang untuk Meningkatkan Kompetensi ASN Pemerintah Kabupaten Sumedang
2. Mengetahui implementasi Peraturan Bupati Sumedang Nomor 193 Tahun 2021 tentang Uraian Tugas Jabatan Struktural Pada Badan Kepegawaian Dan Pengembangan Sumber Daya Manusia
8 Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2009). hlm. 188
3. Mengetahui tinjauan Siyasah Dusturiyah terhadap strategi dan implementasi yang dilakukan oleh BKPSDM Sumedang dalam peningkatan kompetensi ASN Pemerintahan Kabupaten Sumedang
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Produk yang diteliti dimaksudkan agar memperbanyak khazanah pendidikan serta keilmuan di program ilmu Hukum Tata Negara. Khususnya pada strategi yang mengatur pengembangan kompetensi ASN. Penelitian ini juga diharapkan mampu untuk menambah kajian mengenai upaya pengembangan kompetensi dalam Islam.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dimaksudkan untuk menganugerahkan kebaikan terhadap seluruh pihak yang berhubungan atas penelitian ini, yakni:
a. Selaku suatu saran kepada para pemikir Hukum Tata Negara di zaman sekarang sehingga dapat dilakukan ijtihad mengenai peraturan pengembangan kompetensi ASN.
b. Agar dapat dijadikan referensi kepustakaan mengenai Hukum Tata Negara terutama penggunaan peraturan dalam pengembangan ASN sehingga dapat dijadikan rujukan serta pertimbangan bagi para akademisi maupun praktisi
c. Mencari korelasi antara yang telah dipelajari di perkuliahan atas peristiwa yang muncul saat ini bisa dapat memberikan gagasan baru mengenai fenomena tersebut.
E. Kerangka Berpikir
Penelitian ini berfokus pada kebijakan publik yang dirumuskan oleh pihak berwenang yang dalam hal ini adalah pemerintah melalui Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Sumedang terhadap pelaksanaan kebijakannya. Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Sumedang dalam membuat produk hukum tentunya harus mengacu pada pedoman hukum yang tersedia dan mempertimbangkan indikator lain yang menjadi
kebutuhan masyarakat (atau orang yang terkait). Sehingga produk kebijakan nantinya dapat dilaksanakan bersama secara sadar.9
Pelaksanaan setiap kebijakan publik yang ditetapkan pemerintah harus mencerminkan realitas di lapangan. Tentunya dalam setiap kebijkan tidak bisa dijalankan searah tanpa sinergitas dari unsur-unsur berbeda dari berbagai pihak bersangkutan. Atas dasar hal tersebut, penulis menggunakan beberapa landasan pemikiran diantaranya: Teori kebijakan publik, teori kepastian hukum, Siyasah Dusturiyah.
Pertama, berdasarkan Teori kebijakan publik mengemukakan bahwa efektifitas dan keberhasilan penegakan hukum dapat dilihat pada tiga unsur yaitu struktur hukum, substansi hukum, dan budaya hukum. Kesatuan atas tiga unsur ini membentuk pola yang menunjukan tentang bagaimana hukum dijalankan menurut ketentuan-ketentuan formalnya dalam setiap norma dan pola perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem kultur hukum tersebut.
Setiap Undang-Undang ataupun Peraturan Pemerintah haruslah dijalankan oleh organ yang benar dengan didukung oleh budaya hukumnya yang efektif.
Sistem hukum menurut Lawrence Friedman itu ditafsirkan secara mendetail oleh Achmad Ali dengan mengibaratkan struktur hukum seperti mesin, substansi hukum seperti apa yang dihasilkan oleh mesin, dan budaya hukum masyarakat seperti siapa saja yang memutuskan untuk menghidupkan atau mematikan mesin itu serta memutuskan bagaimana mesin itu digunakan.
Hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat atau rekayasa sosial tidak lain hanya merupakan ide-ide yang ingin diwujudkan oleh hukum itu. Untuk menjamin tercapainya fungsi hukum sebagai rekayasa masyarakat ke arah yang lebih baik, maka bukan hanya dibutuhkan ketersediaan hukum dalam arti kaidah atau peraturan, melainkan juga adanya jaminan atas perwujudan kaidah hukum tersebut ke dalam praktek hukum atau jaminan akan adanya penegakan hukum (law enforcement) yang baik.10
9 Rahayu Kusuma Dewi, Studi Analisis Kebijakan (Bandung: Pustaka Setia, 2016), hlm 19.
10 Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial Prudence) (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 204
Penulis menggunakan teori ini dalam menganalisis permasalahan berupa hambatan dan kendala yang dihadapi dalam penerapan kebijakan Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Sumedang terhadap peningkatan kompetensi ASN Pemerintahan Kabupaten Sumedang dengan spektrum struktur hukum, substansi hukum serta budaya hukum.
Kedua, teori kepastian hukum Secara normatif, kepastian hukum dapat diartikan sebagai sebuah peraturan perundang-undangan yang dibuat serta diundangkan dengan pasti. Hal ini dikarenakan kepastian hukum dapat mengatur dengan jelas serta logis sehingga tidak akan menimbulkan keraguan apabila ada multitafsir. Sehingga tidak akan berbenturan serta tidak menimbulkan konflik dalam norma yang ada di masyarakat.
Dalam menjelaskan kepastian hukum ini maka perlu kiranya penulis menyampaikan bahwa hal itu didasarkan pada adanya pendapat dari Gustav Radbruch bahwa hukum memiliki keharusan untuk memuat tiga nilai dasar dimana dalam bukunya menuliskan bahwasannya dalam hukum terdapat tiga nilai dasar yaitu kepastian hukum (rechtssicherheit) dimana dalam kepastian hukum membahas dari sudut yuridis, keadilan hukum (gerechtigkeit) dimana dalam keadilan hukum membahas sudut filosofis sebagaimana keadilan adalah persamaan hak bagi semua orang yang memiliki urusan di ranah pengadilan, dan kemanfaatan hukum (zweckmassigkeit) di mana dalam kemanfaatan hukum membahas mengenai utility atau nilai guna.
Kepastian sendiri secara etimologis intinya berasal dari kata pasti di mana memiliki pengertian tidak dapat dirubah. Selain itu juga memiliki pengertian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang pada dasarnya kepastian sendiri adalah dalam hal suatu kondisi yang pasti, seyogyanya hukum juga begitu harus pasti. Selain itu juga dapat dilihat dengan peraturan perundangan yang diciptakan secara pasti dengan begitu akan mengakomodir dengan jelas dan masuk akal Kepastian sendiri dapat dilihat dengan peraturan perundang-undangan karena kepastian merupakan suatu bentuk penelitian normatif.
Dalam asas kepastian hukum ketika peraturan perundang-undangan tersebut diciptakan serta diundangkan dengan memerhatikan dan mempertimbangkan asas
kepastian hukum maka akan terwujud suatu aturan yang jelas, masuk akal atau logis dan nantinya tidak akan terjadi keraguan yang menimbulkan multitafsir yang akan berbenturan dengan berbagai norma atau peraturan yang ada serta sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 yang berisi mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan pasal 6 huruf i yang pada intinya menyatakan bahwa isi daripada muatan dalam peraturan perundangan harus mencerminkan asas kepastian hukum, maka dengan adanya asas kepastian hukum peraturan-peraturan itu dapat menjadi suatu batasan bagi masyarakat dalam melakukan suatu hal tindakan dari satu orang terhadap orang yang lainnya.
Adanya batasan di dalam suatu peraturan hukum artinya tidak boleh mengandung substansi yang cenderung mengarah dan memiliki banyak makna atau biasa penulis menyebut multitafsir jika dikorelasikan dengan suatu peraturan perundang-undangan yang lainnya atau suatu norma lainnya yang berlaku. Adapun pendapat para ahli yang digunakan penulis untuk dijadikan dasar berpikir dan referensi yaitu teori yang dikemukakan Gustav Radbruch yaitu beliau mengatakan bahwasannya pada intinya dalam asas kepastian hukum yakni suatu yang sangat mendasar dimana hukum harus positif, dilaksanakan dan dipatuhi.11
Ketiga, Teori Kriteria Jabatan dalam tinjauan Siyasah Dusturiyah. Siyasah dusturiyah adalah cabang dari fiqih Siyasah yang membahas tentang perundang- undangan yang ada di suatu negara. Ini sangat erat kaitannya dengan konstitusi dan perundang-undangan lainnya. Secara umum siyasah dusturiyah memandang paradigma perundang-undangan sebagai hal yang harus memuat kesejahteraan dan persamaan kedudukan di mata hukum guna mewujudkan kemaslahatan bersama.12
Teori kriteria pejabat yang dibuat oleh Ibn Taimiyah yang secara khusus membahas doktrin amanah dan keadilan bagi mereka yang menduduki jabatan. Ibu Taimiyah mensyaratkan dua hal bagi pejabat, yaitu memiliki kualifikasi kompetensi
11 O. Notohamidjojo, Soal-Soal Pokok Filsafat Hukum (Salatiga: Griya Media, 2011), hlm. 33-34.
12 Ali Akbar, Ilmu Hukum dalam Simpul Siyasah Dusturiyah (Yogyakarta: Semesta Aksara, 2019), hlm. 13.
(al-quwwah) dan kredibelitas (al-amanat).13 Dua hal itu tidak dapat dipisah kan dalam praktek penyelenggaraan Negara.
Gambar 1.
Kerangka Berpikir
F. Studi Terdahulu
a. Skripsi oleh Amartha Ashfiana Nadhifa (2022) yang meneliti tentang tentang Implementasi Kebijakan Pengembangan Kompetensi Pelatihan Teknis PNS Di BKPSDM Kabupaten Tegal. Pada penelitian skripsi ini dijelaskan mengenai penerapan kebijakan peningkatan kompetensi di BKPSDM Kabupaten Tegal yang berdasar UU No. 17/2020 tentang Manajemen PNS serta Keputusan Kepala LAN No. 677/2019 tentang Model dan Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan, dapat terlihat sudah diadaptasi dengan baik oleh BKPSDM Tegal, walaupun masih banyak bagian yang kurang. Faktor-faktor yang membantu pengimplementasian kebijakan ini yakni penilaian keperluan pelatihan, kesingkronan muatan kebijakan, kerjasama, pengukuran serta orientasi kebijakan. Adapun kendala dari pelaksanaanya adalah pandemi Covid-19.
b. Skripsi oleh Sinki Pramita Sari (2020) yang meneliti tentang Implementasi Pasal 70 UU No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara Dalam Pengembangan
13 Ibnu Taimiyah, Siyasah Syar’iyah, Etika Politik Islam Terj. Rafi’ Munawar, (Surabaya: Risalah
Gusti, 2005) hlm. 20.
Tinjauan Siyasah Dusturiyah (Teori Ibn Taimiyah/Kriteria Pejabat)
Strategi BKPSDM Sumedang Dalam Meningkatkan Kompetensi ASN Pemerintah Kabupaten Sumedang Berdasarkan Peraturan
Bupati Sumedang Nomor 193 Tahun 2021
Teori Kebijakan Publik Teori Kepastian Hukum
Kompetensi ASN Ditinjau Dari Perspektif Islam. Dalam penelitian skripsi ini dipaparkan bahwasanya. Pertama, ASN di wilayah Dinas Pendidikan Kabupaten Bengkulu Utara tahu serta paham muatan UU No. 5/2014 tentang PNS spesifiknya pasal 70 yang berhubungan atas hak ASN dalam memperoleh peluang memajukan kompetensi pribadinya. Pelaksanaan Pasal 70 UU No.
5/2014 sudah sukses diimplementasikan oleh dinas ini. Kedua, Dinas ini sudah menerapkan hukum Islam meneladani Rasulullah SAW yang kerap kali mengupayakan dalam peningkatan kemampuan dari umat.
c. Penelitian oleh Sonia Sugian, Sampara Lukman, Ella L. Wargadinata (2021) yang mana meneliti tentang Strategi Peningkatan Kualitas Sumber Daya Aparatur Sipil Negara (ASN) Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa Barat (Studi Di BKPSDM Kabupaten Sumedang). Pada penelitian ini dijelaskan mengenai adanya penaikan kualitas sumber daya aparatur BKPSDM Kabupaten Sumedang. Akan tetapi kini tetap terdapat kendala hingga masih dirasa kurang baik. Pengimplementasian diklat masih belum singkron berdasar keperluan lembaga, serta masih berhaluan pada anggaran. Dalam hal mutasi PNS mengacu pada PP No. 13/2002 tentang pengangkatan PNS dalam jabatan struktural. Kegunaan pemaksimalan strategi tata laksana ASN untuk menaikkan kualitas kerja ASN.
d. Penelitian oleh Siti Nur Intan Sari (2022) yang meneliti tentang Strategi Badan Kepegawaian Dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Dalam Meningkatkan Indeks Profesionalitas Aparatur Sipil Negara Di Kabupaten Tanah Laut Provinsi Kalimantan Selatan. Pada penelitian ini dijelaskan keberhasilan strategi yang diterapkan oleh BKPSDM Kabupaten Tanah Laut dalam meningkatkan Indeks Profesionalitas ASN Kabupaten Tanah Laut, meskipun masih terdapat beberapa hambatan dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan bimbingan teknis dan mengimplementasikan Permenpan- RB RI No. 27/2021 tentang Pengadaan PNS serta mengoptimalkan pemantauan, pengawasan dan koordinasi dengan SKPD yang ada di Kabupaten Tanah Laut dalam pengukuran Indeks Profesionalitas ASN.
e. Penelitian oleh Sri Hamdaniah Sirih, Imran Ismail, Juharni (2019) yang meneliti tentang Strategi Pengembangan Sumber Daya Manusia Pada BKPSDM Kabupaten Majene. Pada penelitian ini dijelaskan strategi pengembangan yang bisa dilaksanakan antara lain kehadiran pelatihan teratur serta optimum. Faktor lain yang bisa mempengaruhi pembangunan adalah tingkat pendidikan sera rekrutmen kerja. Dalam hal faktor yang menghambat pengembangan SDM di lingkungan kerja BKPSDM ini antara lain sumber daya aparatur yang belum memadai, mutasi yang buruk, serta biaya yang tak mencukupi sehingga menghambat kegiatan yang dapat mempengaruhi pengembangan sumber daya manusia.
f. Penelitian oleh Safri Syamsudin (2023) yang meneliti tentang Strategi DPKP dalam pencegahan dan penanganan kawasan kumuh di Kota Bandung berdasarkan pasal 26 dan 55 Perda nomor 13 tahun 2019 perspektif Siyasah Dusturiyah. Pada penilitian ini dijelaskan implementasi pasal 26 dan 55 Perda Nomor 13 Tahun 2019 sudah terlaksana dengan adanya program KOTAKU.
Adapula Strategi DPKP Kota Bandung dengan menetapkapkan strategi prioritas tahun 2018-2023. Kemudian Tinjauan Siyasah Dusturiyahnya telah memenuhi prinsip maslahah daruriyah, maslahah hajiyah, maslahah tahsiniyah.
Tabel 3.
Persamaan dan Perbedaan dengan Studi Terdahulu
No Nama Penulis
& Tahun Penelitian
Judul Persamaan Perbedaan
1 Amartha
Ashfiana Nadhifa (2022)
Implementasi Kebijakan Pengembangan
Kompetensi Pelatihan Teknis PNS Di BKPSDM Kabupaten Tegal
Meneliti program pengembangan kompetensi berdasar peraturan
Penelitian berdasar Perbup Sumedang Nomor 193 Tahun 2021
2 Sinki Pramita Sari (2020)
Sinki Pramita Sari (2020) Implementasi Pasal 70 Undang- Undang No 5 Tahun
Meneliti tentang pengembangan
ASN dari
perspektif islam
Penelitian fokus pada
pengembangan
ASN dalam
2014 tentang Aparatur Sipil Negara Dalam Pengembangan
Kompetensi ASN
Ditinjau Dari Perspektif Islam
perspektif Siyasah Dusturiyah
3 Sonia Sugian, Sampara Lukman, Ella L. Wargadinata (2021)
Strategi Peningkatan Kualitas Sumber Daya Aparatur Sipil Negara (ASN) Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa Barat (Studi Di BKPSDM Kabupaten Sumedang)
Subjek penelitian
di BKPSDM
Sumedang
Penelitian ini menggunakan indikator Perbup Sumedang Nomor 193 Tahun 2021
dan siyasah
dusturiyah dalam kesesuaian di lapangan.
4 Siti Nur Intan Sari (2022)
Strategi Badan
Kepegawaian Dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Dalam Meningkatkan Indeks Profesionalitas Aparatur Sipil Negara Di Kabupaten Tanah Laut Provinsi Kalimantan Selatan
Meneliti tentang strategi BKSPDM
Penelitian fokus pada peningkatan kompetensi dan impelementasi Perbup Sumedang Nomor 193 Tahun 2021 dan siyasah dusturiyah
5 Sri Hamdaniah Sirih, Imran Ismail, Juharni (2019)
Strategi Pengembangan Sumber Daya Manusia
Pada BKPSDM
Kabupaten Majene
Penelitian menganalisis strategi BKPSDM
peneliti memakai perbup dan kajian siyasah dusturiyah
dalam pisau
analisis.
6 Safri Syamsudin (2023)
Strategi DPKP dalam
pencegahan dan
penanganan kawasan kumuh di Kota Bandung berdasarkan pasal 26 dan 55 Perda nomor 13 tahun 2019 perspektif Siyasah Dusturiyah
Mempunyai pisau analisis teori yang sama
Peneliti memakai subjek, objek, dan peraturan berbeda.
1. Pengertian Strategi Kebijakan
Strategi sendiri merupakan proses untuk mewujudkan suatu tujuan yang telah ditentukan, menurut KBBI strategi adalah rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus. Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan gagasan, perencanaan, daneksekusi, sebuah aktivitas dalam kurun waktu tertentu. Di dalam strategi yang baik terdapat kordinasi tim kerja, memiliki tema mengidentifikasi faktor pendukungnya sesuai dengan prinsip-prinsip pelaksanaan gagasan secara rasional, efesiensi dalam pendanaan dan memiliki taktik untuk mencapai tujuan secara efektif.14
Dalam buku yang dikutip oleh Husein Umar, definisi strategi menurut Stephanie K. Marrus yaitu sebagai suatu proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai. Definisi strategi secara khusus menurut Hamel dan Prahalad yaitu strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terusmenerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa depan.15
Menurut Buzzel dan Gale strategi adalah kebijakan dan keputusan kunci yang digunakan untuk manajemen, yang memiliki dampak besar pada kinerja keuangan. Kebijakan dan keputusan ini biasanya melibatkan sumber daya yang penting dan tidak dapat diganti dengan mudah.
14 Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Cet. 1 (Jakarta: GemaInsani, 2001), hlm.
153-157
15 Fandi Tjiptono, Strategi Pemasaran, Cet. Ke-II (Yogyakarta: Andi,2000) hlm. 17
15
Menurut Konichi Ohinea strategi bisnis adalah keunggulan bersaing satu-satunya maksud perencanaan memperoleh, seefesien mungkin, kedudukan paling akhir yang dapat dipertahankan dalam menghadapi pesaing-pesaingnya. Jadi, strategi perusahaan merupakan upaya mengubah kekuatan perusahaan yang sebanding dengan kekuatan pesaing-pesaingnya, dengan cara yang paling efesien.16
Definisi strategi secara khusus menurut Hamel dan Prahalad yaitu strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa depan. Kebijakan (policy) sendiri menurut Harold D.
Laswell dan Abraham Kaplan diartikan sebagai “suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktek praktek yang terarah. Carl D. Friedrick mengartikan sebagai
“serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan. Berdasarkan pendapat para ahli dapat kita simpulkan strategi kebijakan merupakan suatu proses untuk mencapai sasaran khusus terutama dalam penentuan kebijakan.
2. Implementasi Kebijakan
Arti kata implementasi secara baku pada Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pelaksanaan atau penepatan. Kata implementasi sering di kaitkan oleh segala aktivitas atau proses yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu.
Implementasi dalam pandangan suharno merupakan upaya pemerintah untuk melaksanakan salah satu tugas pokoknya, yakni memberikan pelayanan publik (public services) kepada masyarakat.17
Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier, menjelaskan makna implementasi ini dengan mengatakan bahwa: memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijakan, yakni kejadian-kejadian dan kegiatan- kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijakan Negara,
16 Agustinus Sri Wahyudi. Manajemen Strategi, (Jakarta: Binarupa Aksara, 1996), hlm.19
17 Suharno. Prinsip-prinsip Dasar Kebijakan Publik, (Yogyakarta: UNY Press, 2008), hlm.178.
yang mencakup baik usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat dampak nyata pada masyarakat atau kejadian.18
Menurut Wibawa seperti yang dikutip oleh Hessel Nogi, implementasi kebijakan merupakan pengejawatan keputusan mengenai kebijakan yang mendasar, biasanya tertuang dalam suatu undang-undang, namun juga dapat berbentuk instruksi-instruksi eksekutif yang penting atau keputusan perundangan.19
Sedangkan Van Meter dan Van Horn mendefinisikan implementasi kebijakan publik sebagai tindakan-tindakan dalam keputusan-keputusan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan yang dilakukan oleh organisasi publik yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.20
Dari penjelasan-penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan publik tidak dapat dilakukan sebelum adanya identifikasi serta penetapan mengenai tujuan-tujuan dan cita-cita kebijakan publik. Implementasi kebijakan publik merupakan suatu proses yang dilaksanakan oleh beberapa elemen yang terkait sehingga dapat tercapainya tujuan-tujuan serta cita-cita dari kebijakan publik itu sendiri.
Menurut Edwards, pengkajian mengenai implementasi kebijakan publik merupakan sesuatu yang krusial. Edward menyatakan “The study of policy implementation is crucial for the study of public administration and public policy.
Policy implementation, as we have seen, is the stage of policy making between the establisment of a policy and the consequences of the policy for the people whom it affects”.
18 Joko Pramono. Implementasi dan Evaluasi Kebijakan Publik. (Surakarta: Unisri Press, 2020), hlm.
2.
19 Hessel Nogi. Kebijakan dan Manajemen Otonomi Daerah. (Yogyakarta: Lukman Offset Yogyakarta, 2005), hlm. 7.
20 Budi Winarno. Kebijakan Publik (Jakarta: Pt. Buku Kita, 2008), hlm. 10.
Maksud dari pernyataan di atas adalah kurang lebih bahwa menurut Edwards studi implementasi kebijakan adalah hal krusial bagi administrasi publik dan kebijakan publik. Implementasi kebijakan adalah tahap pembuatan kebijakan antara pembentukan kebijakan dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya. Implementasi kebijakan merupakan keseluruhan proses daripada pembuatan kebijakan sampai ketika kebijakan tersebut diterapkan dan diberlakukan dalam kehidupan masyarakat.
Bagaimanapun proses persiapan dan perencanaan implementasi kebijakan, apabila kebijakan tersebut tidak dirumuskan dengan baik maka apa yang menjadi tujuan kebijakan tersebut tidak akan tercapai. Begitu pun sebaliknya juga, sebaik baiknya suatu kebijakan tersebut dirumuskan, direncanakan dan dipersiapkan secara matang namun proses penerapannya dalam masyarakat tidak terlaksanakan dengan baik, maka tujuan dari kebijakan tersebut pun juga tidak akan tercapai dan keseluruhan proses implementasi tersebut menjadi cacat. Oleh karena itu untuk mencapai tujuan kebijakan, perumusan kebijakan dan implementasi kebijakan harus dilakukan secara seimbang dan sama-sama baik.
Menurut pandangan Edwards sumber-sumber yang penting meliputi, staf yang memadai serta keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas-tugas mereka, wewenang dan fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk menerjemahkan usul-usul di atas kertas guna melaksanakan pelayanan-pelayanan publik.
Struktur Birokrasi terdapat dua karakteristik utama, yakni Standard Operating Procedures (SOP) dan Fragmentasi. SOP atau prosedur-prosedur kerja ukuran-ukuran dasar berkembang sebagai tanggapan internal terhadap waktu yang terbatas dan sumber-sumber dari para pelaksana serta keinginan untuk keseragaman dalam bekerjanya organisasi-organisasi yang kompleks dan tersebar luas.
Sedangkan fragmentasi berasal dari tekanan-tekanan di luar unit-unit birokrasi, seperti komite-komite legislatif, kelompok-kelompok kepentingan pejabat-pejabat eksekutif, konstitusi negara dan sifat kebijakan yang mempengaruhi organisasi birokrasi pemerintah. Edward berpandangan bahwa implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel:21
21 Budi Winarno. Kebijakan Publik. (Jakarta: Pt. Buku Kita, 2008), hlm. 12
a. Komunikasi, yaitu keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan, di mana yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target group), sehingga akan mengurangi distorsi implementasi.
b. Sumber Daya, meskipun isi kebijakan telah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumber daya untuk melaksanakan, maka implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia, misalnya kompetensi implementor dan sumber daya finansial.
c. Disposisi, adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka implementor tersebut dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif.
d. Struktur Birokrasi, Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Aspek dari struktur organisasi adalah Standard Operating Procedure (SOP) dan fragmentasi. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks, yang menjadikan aktivitas organisasi tidak fleksibel.
3. Model Strategi Kebijakan Publik
Strategi berasal dari kata Yunani strategos, yang berarti Jenderal. Oleh karena itu kata strategi secara harfiah berarti “Seni berperang atau Jenderal”. Kata ini mengacu pada apa yang merupakan tingkatan tertinggi dalam susunan struktural.
Suatu strategi mempunyai dasar atau skema untuk mencapai sasaran yang dituju.
Jadi, pada dasarnya strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan.22
22 Husein Umar, Strategic Management in Action (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum, 2001), hlm.
30.
Apabila ditinjau dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), strategi adalah rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus.
Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun waktu tertentu. Di dalam strategi yang baik terdapat koordinasi tim kerja, memiliki tema mengidentifikasi faktor pendukungnya sesuai dengan prinsip-prinsip pelaksanaan gagasan secara rasional, efisiensi dalam pendanaan dan memiliki taktik untuk mencapai tujuan secara efektif.23
Dalam buku yang dikutip oleh Husein Umar, definisi strategi menurut Stephanie K. Marrus yaitu sebagai suatu proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai. Definisi strategi secara khusus menurut Hamel dan Prahalad yaitu strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa depan.24
Menurut Buzzel dan Gale strategi adalah kebijakan dan keputusan kunci yang digunakan untuk manajemen, yang memiliki dampak besar pada kinerja keuangan. Kebijakan dan keputusan ini biasanya melibatkan sumber daya yang penting dan tidak dapat diganti dengan mudah.25
Menurut Konichi Ohinea strategi bisnis adalah keunggulan bersaing satu- satunya maksud perencanaan memperoleh, seefisien mungkin, kedudukan paling akhir yang dapat dipertahankan dalam menghadapi pesaing-pesaingnya. Jadi, strategi perusahaan merupakan upaya mengubah kekuatan perusahaan yang sebanding dengan kekuatan pesaing-pesaingnya, dengan cara yang paling efisien.26 Tentunya sebelum mencapai efektivitas dan keberhasilan penegakan hukum diperlukan model strategi kebijakan. Penulis menggunakan beberapa landasan pemikiran di antaranya:
23 Fandi Tjiptono, Strategi Pemasaran, Cet. Ke-II (Yogyakarta: Andi, 2000), hlm. 17.
24 Husein Umar, Op. cit, hlm. 3.
25 Agustinus Sri Wahyudi, Loc. Cit.
26 Pandji Anoraga, Manajemen Bisnis, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hlm. 33.
a. Teori kebijakan publik
Teori ini mengemukakan bahwa efektivitas dan keberhasilan penegakan hukum dapat dilihat pada tiga unsur yaitu struktur hukum, substansi hukum, dan budaya hukum. Kesatuan atas tiga unsur ini membentuk pola yang menunjukkan tentang bagaimana hukum dijalankan menurut ketentuan-ketentuan formalnya dalam setiap norma dan pola perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem kultur hukum tersebut.
Setiap Undang-undang ataupun Peraturan Pemerintah haruslah dijalankan oleh organ yang benar dengan didukung oleh budaya hukumnya yang efektif.
Kebijakan publik menurut Lawrence Friedman itu ditafsirkan secara mendetail oleh Achmad Ali dengan mengibaratkan struktur hukum seperti mesin, substansi hukum seperti apa yang dihasilkan oleh mesin, dan budaya hukum masyarakat seperti siapa saja yang memutuskan untuk menghidupkan atau mematikan mesin itu serta memutuskan bagaimana mesin itu digunakan.
Hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat atau rekayasa sosial tidak lain hanya merupakan ide-ide yang ingin diwujudkan oleh hukum itu. Untuk menjamin tercapainya fungsi hukum sebagai rekayasa masyarakat ke arah yang lebih baik, maka bukan hanya dibutuhkan ketersediaan hukum dalam arti kaidah atau peraturan, melainkan juga adanya jaminan atas perwujudan kaidah hukum tersebut ke dalam praktik hukum atau jaminan akan adanya penegakan hukum (law enforcement) yang baik.27
Penulis menggunakan teori ini dalam menganalisis permasalahan berupa hambatan dan kendala yang dihadapi dalam penerapan kebijakan Badan Kepegawaian Dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Sumedang terhadap peningkatan kompetensi ASN Pemerintah Kabupaten Sumedang dengan spektrum struktur hukum, substansi hukum serta budaya hukum.
27 Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence), (Kencana: Jakarta. 2009), hlm. 204
b. Teori kepastian hukum
Teori kepastian hukum secara normatif, kepastian hukum dapat diartikan sebagai sebuah peraturan perundang-undangan yang dibuat serta diundangkan dengan pasti. Hal ini dikarenakan kepastian hukum dapat mengatur dengan jelas serta logis sehingga tidak akan menimbulkan keraguan apabila ada multitafsir. Sehingga tidak akan berbenturan serta tidak menimbulkan konflik dalam norma yang ada di masyarakat.
Dalam menjelaskan kepastian hukum ini maka perlu kiranya penulis menyampaikan bahwa hal itu didasarkan pada adanya pendapat dari Gustav Radbruch bahwa hukum memiliki keharusan untuk memuat tiga nilai dasar di mana dalam bukunya menuliskan bahwasanya dalam hukum terdapat tiga nilai dasar yaitu kepastian hukum (rechtssicherheit) di mana dalam kepastian hukum membahas dari sudut yuridis, keadilan hukum (gerechtigkeit) di mana dalam keadilan hukum membahas sudut filosofis sebagaimana keadilan adalah persamaan hak bagi semua orang yang memiliki urusan di ranah pengadilan, dan kemanfaatan hukum (zweckmassigkeit) di mana dalam kemanfaatan hukum membahas mengenai utility atau nilai guna.
Kepastian sendiri secara etimologis intinya berasal dari kata pasti di mana memiliki pengertian tidak dapat dirubah. Selain itu juga memiliki pengertian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang pada dasarnya kepastian sendiri adalah dalam hal suatu kondisi yang pasti, seyogyanya hukum juga begitu harus pasti. Selain itu juga dapat dilihat dengan peraturan perundangan yang diciptakan secara pasti dengan begitu akan mengakomodir dengan jelas dan masuk akal Kepastian sendiri dapat dilihat dengan peraturan perundang-undangan karena kepastian merupakan suatu bentuk penelitian normatif.
Dalam asas kepastian hukum ketika peraturan perundang-undangan tersebut diciptakan serta diundangkan dengan memerhatikan dan mempertimbangkan asas kepastian hukum maka akan terwujud suatu aturan yang jelas, masuk akal atau logis dan nantinya tidak akan terjadi keraguan
yang menimbulkan multitafsir yang akan berbenturan dengan berbagai norma atau peraturan yang ada serta sesuai dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 yang berisi mengenai pembentukan peraturan perundang- undangan pasal 6 huruf i yang pada intinya menyatakan bahwa isi daripada muatan dalam peraturan perundangan harus mencerminkan asas kepastian hukum, maka dengan adanya asas kepastian hukum peraturan-peraturan itu dapat menjadi suatu batasan bagi masyarakat dalam melakukan suatu hal tindakan dari satu orang terhadap orang yang lainnya.
Adanya batasan di dalam suatu peraturan hukum artinya tidak boleh mengandung substansi yang cenderung mengarah dan memiliki banyak makna atau biasa penulis menyebut multitafsir jika dikorelasikan dengan suatu peraturan perundang-undangan yang lainnya atau suatu norma lainnya yang berlaku. Adapun pendapat para ahli yang digunakan penulis untuk dijadikan dasar berpikir dan referensi yaitu teori yang dikemukakan Gustav Radbruch yang mengatakan bahwasanya pada intinya dalam asas kepastian hukum yakni suatu yang sangat mendasar di mana hukum harus positif, dilaksanakan dan dipatuhi.
Maksud dari pernyataan beliau adalah asas kepastian hukum adalah hal yang mendasar dalam kehidupan masyarakat di mana hukum tersebut harus mengandung hak-hak individu atau kelompok secara merata yang akan diberlakukan dalam suatu waktu dan tempat tertentu sehingga tujuan dari kepastian hukum nantinya dapat tercapai dan dapat diterima serta menjamin kepastian hukum di tengah-tengah kehidupan masyarakat.28 Tidak hanya Gustav Radbruch namun ada pendapat kedua yang juga disampaikan oleh Utrecht dimana beliau mengatakan bahwasanya asas kepastian hukum memiliki 2 definisi yakni :
28 O. Notohamidjojo, Soal-Soal Pokok Filsafat Hukum (Salatiga: Griya Media, 2011), hlm. 33-34
1) Ada suatu peraturan yang memiliki sifat umum yang membuat seseorang tahu perbuatan apa dan bagaimana yang boleh/tidak boleh dilakukan.
2) Ada suatu keamanan hukum bagi seseorang dari tindak kesewenangan pemerintah.
Dengan adanya penjelasan di atas tersebut maka seseorang dapat tahu apa saja yang dapat dan tidak dapat dibebankan atau dikenakan oleh negara kepada individu. Secara tidak langsung kedua definisi Utrecht memiliki hubungan di mana dengan adanya asas tersebut orang akan mengetahui perbuatan yang diperbolehkan serta dilarang dan ketika seseorang tahu klasifikasi perbuatan yang diperbolehkan dan perbuatan yang dilarang maka nantinya tujuan kepastian hukum akan tercipta suatu keamanan hukum bagi suatu individu terhadap siapa pun.
Pendapat ketiga diutarakan oleh Van Apeldoorn di mana beliau menyatakan bahwasanya asas kepastian hukum sendiri diklasifikasikan ke dalam 2 bagian yang pertama yaitu mengenai proses pembentukannya yang konkret dan cepat dalam hal ini yang dimaksud adalah para pencari keadilan atau masyarakat pada umumnya dan yang kedua adalah hukum harus memiliki batasan secara menyeluruh.
Penjelasan mengenai pendapat beliau pada poin pertama dimaksudkan dalam asas kepastian hukum mengenai proses pembentukannya harus mengutamakan masyarakat pada umumnya dan ketika masyarakat memerlukan kepastian hukum maka hukum itu telah ada dan dapat menjamin masyarakat tersebut karena proses pembentukannya yang konkret dan cepat selanjutnya pada poin kedua menjadi pengingat dalam poin pertama di mana meskipun proses pembentukannya yang konkret dan cepat namun hukum atau pengaturan tersebut harus tetap memiliki batasan-batasan secara jelas, batasan di sini dimaksudkan terkait batasan pemahaman dan penerapan dari pengaturan tersebut.
Maka dari pemaparan dan penjelasan teori dari asas kepastian hukum di atas adanya asas tersebut maka segala bentuk perbuatan yang
dilakukan oleh seseorang dapat terjamin karena orang akan tahu mana yang dapat dan tidak dapat dilakukan.
B. Kepastian Hukum
1. Pengertian Kepastian Hukum
Secara normatif, kepastian hukum dapat diartikan sebagai sebuah peraturan perundang-undangan yang dibuat serta diundangkan dengan pasti. Hal ini dikarenakan kepastian hukum dapat mengatur dengan jelas serta logis sehingga tidak akan menimbulkan keraguan apabila ada multitafsir. Sehingga tidak akan berbenturan serta tidak menimbulkan konflik dalam norma yang ada di masyarakat.
Dalam menjelaskan kepastian hukum ini maka perlu kiranya penulis menyampaikan bahwa hal itu didasarkan pada adanya pendapat dari Gustav Radbruch bahwa hukum memiliki keharusan untuk memuat tiga nilai dasar di mana dalam bukunya menuliskan bahwasanya dalam hukum terdapat tiga nilai dasar yaitu kepastian hukum (rechtssicherheit) di mana dalam kepastian hukum membahas dari sudut yuridis, keadilan hukum (gerechtigkeit) di mana dalam keadilan hukum membahas sudut filosofis sebagaimana keadilan adalah persamaan hak bagi semua orang yang memiliki urusan di ranah pengadilan, dan kemanfaatan hukum (zweckmassigkeit) di mana dalam kemanfaatan hukum membahas mengenai utility atau nilai guna.
Kepastian sendiri secara etimologis intinya berasal dari kata pasti di mana memiliki pengertian tidak dapat dirubah. Selain itu juga memiliki pengertian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang pada dasarnya kepastian sendiri adalah dalam hal suatu kondisi yang pasti, seyogyanya hukum juga begitu harus pasti. Selain itu juga dapat dilihat dengan peraturan perundangan yang diciptakan secara pasti dengan begitu akan mengakomodir dengan jelas dan masuk akal Kepastian sendiri dapat dilihat dengan peraturan perundang-undangan karena kepastian merupakan suatu bentuk penelitian normatif.
Dalam asas kepastian hukum ketika peraturan perundang-undangan tersebut diciptakan serta diundangkan dengan memerhatikan dan mempertimbangkan asas kepastian hukum maka akan terwujud suatu aturan yang jelas, masuk akal atau logis
dan nantinya tidak akan terjadi keraguan yang menimbulkan multitafsir yang akan berbenturan dengan berbagai norma atau peraturan yang ada serta sesuai dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 yang berisi mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan pasal 6 huruf i yang pada intinya menyatakan bahwa isi daripada muatan dalam peraturan perundangan harus mencerminkan asas kepastian hukum, maka dengan adanya asas kepastian hukum peraturan-peraturan itu dapat menjadi suatu batasan bagi masyarakat dalam melakukan suatu hal tindakan dari satu orang terhadap orang yang lainnya.
Adanya batasan di dalam suatu peraturan hukum artinya tidak boleh mengandung substansi yang cenderung mengarah dan memiliki banyak makna atau biasa penulis menyebut multitafsir jika dikorelasikan dengan suatu peraturan perundang-undangan yang lainnya atau suatu norma lainnya yang berlaku. Adapun pendapat para ahli yang digunakan penulis untuk dijadikan dasar berpikir dan referensi yaitu teori yang dikemukakan Gustav Radbruch yang mengatakan bahwasanya pada intinya dalam asas kepastian hukum yakni suatu yang sangat mendasar di mana hukum harus positif, dilaksanakan dan dipatuhi.
Maksud dari pernyataan beliau adalah asas kepastian hukum adalah hal yang mendasar dalam kehidupan masyarakat di mana hukum tersebut harus mengandung hak-hak individu atau kelompok secara merata yang akan diberlakukan dalam suatu waktu dan tempat tertentu sehingga tujuan dari kepastian hukum nantinya dapat tercapai dan dapat diterima serta menjamin kepastian hukum di tengah-tengah kehidupan masyarakat.29 Tidak hanya Gustav Radbruch namun ada pendapat kedua yang juga disampaikan oleh Utrecht dimana beliau mengatakan bahwasanya asas kepastian hukum memiliki 2 definisi yakni :
1) Ada suatu peraturan yang memiliki sifat umum yang membuat seseorang tahu perbuatan apa dan bagaimana yang boleh/tidak boleh dilakukan.
2) Ada suatu keamanan hukum bagi seseorang dari tindak kesewenangan pemerintah.
29 O. Notohamidjojo, Soal-Soal Pokok Filsafat Hukum (Salatiga: Griya Media, 2011), hlm. 33-34
Dengan adanya penjelasan di atas tersebut maka seseorang dapat tahu apa saja yang dapat dan tidak dapat dibebankan atau dikenakan oleh negara kepada individu. Secara tidak langsung kedua definisi Utrecht memiliki hubungan di mana dengan adanya asas tersebut orang akan mengetahui perbuatan yang diperbolehkan serta dilarang dan ketika seseorang tahu klasifikasi perbuatan yang diperbolehkan dan perbuatan yang dilarang maka nantinya tujuan kepastian hukum akan tercipta suatu keamanan hukum bagi suatu individu terhadap siapa pun.
Pendapat ketiga diutarakan oleh Van Apeldoorn di mana beliau menyatakan bahwasanya asas kepastian hukum sendiri diklasifikasikan ke dalam 2 bagian yang pertama yaitu mengenai proses pembentukannya yang konkret dan cepat dalam hal ini yang dimaksud adalah para pencari keadilan atau masyarakat pada umumnya dan yang kedua adalah hukum harus memiliki batasan secara menyeluruh.
Penjelasan mengenai pendapat beliau pada poin pertama dimaksudkan dalam asas kepastian hukum mengenai proses pembentukannya harus mengutamakan masyarakat pada umumnya dan ketika masyarakat memerlukan kepastian hukum maka hukum itu telah ada dan dapat menjamin masyarakat tersebut karena proses pembentukannya yang konkret dan cepat selanjutnya pada poin kedua menjadi pengingat dalam poin pertama di mana meskipun proses pembentukannya yang konkret dan cepat namun hukum atau pengaturan tersebut harus tetap memiliki batasan-batasan secara jelas, batasan di sini dimaksudkan terkait batasan pemahaman dan penerapan dari pengaturan tersebut.
Maka dari pemaparan dan penjelasan teori dari asas kepastian hukum di atas adanya asas tersebut maka segala bentuk perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dapat terjamin karena orang akan tahu mana yang dapat dan tidak dapat dilakukan.
2. Pengembangan Kompetensi
Sebelum lebih jauh, penulis akan membahas terlebih dahulu tentang Kompetensi itu sendiri. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kompetensi merupakan kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal. Berdasarkan pada arti etimologi kompetensi diartikan sebagai kemampuan yang harus dimiliki seorang atau setiap pekerja untuk dapat melaksanakan suatu
pekerjaan dengan dilandasi oleh pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja.
Menurut Edy sutrisno, suatu kemampuan yang dilandasi oleh keterampilan dan pengetahuan yang didukung oleh sikap kerja serta penerapan dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan di tempat kerja yang mengacu persyaratan kerja yang ditetapkan.30
Wibowo mengemukakan kompetensi adalah suatu kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan yang dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut.31
Pengertian kompetensi dalam organisasi publik maupun privat sangat diperlukan terutama untuk menjawab tuntutan organisasi, di mana adanya perubahan yang sangat cepat, perkembangan masalah yang sangat kompleks dan dinamis serta ketidakpastian masa depan dalam tatanan kehidupan masyarakat.
Dalam peraturan pemerintah No. 101 Tahun 2000, kompetensi diartikan sebagai kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang pegawai negeri sipil berupa pengetahuan, sikap perilaku, yang diperlukan dalam tugas dan jabatanya (pasal 3).32
Maka dapat disimpulkan pengertian di atas bahwa kompetensi yang dibutuhkan saat ini adalah pegawai yang memiliki karakteristik kerja yang unggul, mampu beradaptasi saat situasi dan kondisi menuntut kemampuan diri dan kualitas kerja yang diharapkan untuk mengembangkan dirinya agar dapat bekerja secara mandiri handal dan memiliki kualitas. Untuk itu, kompetensi perlu dikembangkan dan diterapkan secara konsisten.
Pengembangan Kompetensi dalam Aparatur Sipil Negara (ASN) telah diatur dalam berbagai peraturan. Salah satunya dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor I1 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil yang menyebutkan Pengembangan kompetensi merupakan upaya untuk pemenuhan
30 Sutrisno, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Kencana,2009), hlm 203
31 Wibowo. Manajemen Kinerja, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2009), hlm 324
32 Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, PP N0 101 Tahun 2000, Pasal 3
kebutuhan kompetensi PNS dengan standar kompetensi Jabatan dan rencana pengembangan karier.
Pengembangan kompetensi ASN juga diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara. Hal ini merupakan landasan dan jaminan bagi ASN dalam melakukan pengembangan kompetensi. Lebih lanjut dalam pasal 21 poin 2 ditegaskan hak dan kewajiban dari ASN terdiri atas: a) penghasilan; b) penghargaan yang bersifat motivasi; c) tunjangan dan fasilitas; d) jaminan sosial; e) lingkungan kerja; f) pengembangan diri; dan g) bantuan hukum. Lebih jelasnya pada poin 8 pengembangan diri dapat berupa pengembangan talenta dan karier dan/atau pengembangan kompetensi.
Hal ini membuat setiap Pegawai ASN wajib melakukan pengembangan kompetensi melalui pembelajaran secara terus menerus agar tetap relevan dengan tuntutan organisasi. Tentu saja hal ini dalam rangka bertujuan untuk memastikan dan memelihara kemampuan pegawai sehingga memenuhi kualifikasi yang diprasyaratkan, dan dapat memberikan sumbangsih kinerja optimal bagi organisasi.
C. Konsep Siyasah Dusturiyah 1. Pengertian Siyasah Dusturiyah
Siyasah dusturiyah merupakan bagian fiqh siyasah yang membahas masalah perundang-undangan negara. Dalam hal ini juga dibahas antara lain konsep-konsep konstitusi (undang-undang dasar negara dan sejarah lahirnya perundang-undangan dalam suatu negara), legislasi (bagaimana cara perumusan undang-undang), lembaga demokrasi dan syura yang merupakan pilar penting dalam perundang- undangan tersebut. Di samping itu, kajian ini juga membahas konsep negara hukum dalam siyasah dan hubungan timbal balik antara pemerintah dan warga negara serta hak-hak warga negara yang wajib dilindungi.33
Secara bahasa siyasah berasal dari kata (sasa, yasusu, siyasatan ) yang berarti mengatur, mengurus dan memerintah atau pemerintahan, politik dan pembuatan kebijaksanaan. Pengertian secara kebahasaan ini mengisyaratkan bahwa tujuan siyasah adalah mengatur dan membuat kebijaksanaan atas sesuatu yang
33 Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah‚ Konstektualisasi Doktrin Politik Islam, ( Jakarta: Prenadamedia Group, 2014 ), cet. ke-1, hlm. 177
bersifat politis untuk mencapai sesuatu. Secara terminologis, Abdul Wahhab Khallaf mendefinisikan bahwa siyasah adalah pengaturan perundang-undangan yang diciptakan untuk memelihara ketertiban dan kemaslahatan.
Secara bahasa Dusturiyah berasal dari bahasa Persia dusturi. Semula artinya adalah seorang yang memiliki otoritas, baik dalam bidang politik maupun agama.
Dalam perkembangan selanjutnya, kata ini digunakan untuk menunjukkan anggota kependetaan (pemuka agama) zoroaster ( Majusi ). Setelah mengalami penyerapan ke dalam bahasa Arab, kata dusturiyah berkembang pengertiannya menjadi asas dasar/ pembinaan. Menurut istilah, dusturiyah berarti kumpulan kaidah yang mengatur dasar dan hubungan kerja sama antara sesama anggota masyarakat dalam sebuah negara baik yang tidak tertulis (konvensi) maupun yang tertulis (konstitusi).
Dapat disimpulkan bahwa kata dusturiyah itu adalah suatu norma aturan perundang-undangan yang mendasar sehingga dijadikan landasan utama dalam rujukan semua tata aturan dalam hal bernegara agar sejalan dengan nilai-nilai syari’at.
Dengan demikian semua peraturan perundang-undangan haruslah mengacu pada konstitusinya masing-masing setiap negara yang tercermin dalam nilai-nilai Islam dalam hukum-hukum syari’at yang telah dijelaskan oleh al-Quran dan Sunnah Nabi, baik mengenai akidah, akhlak, ibadah, muamalah, ataupun lainnya.
Sehingga, siyasah dusturiyah adalah bagian fiqh siyasah yang membahas masalah perundang-undangan negara agar sejalan dengan nilai-nilai syari’at.
Pembahasan dalam siyasah dusturiyah adalah hubungan antara pemimpin di satu pihak dan rakyatnya di pihak lain, serta kelembagaan-kelembagaan yang ada di dalam masyarakatnya. Oleh karena itu, dalam siyasah dusturiyah biasanya dibatasi hanya membahas pengaturan dan perundang-undangan yang dituntut oleh hal ihwal kenegaraan dari segi persesuaian dengan prinsip-prinsip agama dan merupakan realisasi kemaslahatan manusia serta memenuhi kebutuhannya.34
34 A. Djazuli, Fiqh Siyasah‚ Implimentasi Kemaslahatan Umat Dalam Rambu-rambu Syari’ah, (Jakarta: Kencana, 2013 ), cet. ke-5, h. 47
2. Teori Kriteria Pejabat Ibnu Taimiyah
Dalam konsep siyasah dusturiyah kebijakan seorang pemimpin berpengaruh pada stabilitas negara baik dari segi norma hukum yang dibuat dalam proses legislasi maupun putusan-putusan pengadilan yang mengarah pada keadilan.
Keterikatan antara pemimpin dengan rakyat harus diperhatikan secara komprehensif untuk mencegah terjadinya oligarki kepemimpinan yang akan berdampak pada kemunduran suatu negara. Pemimpin yang amanah dan mengutamakan kemaslahatan umat sangat dianjurkan dalam konsep Islam. Hal ini berdasarkan kaidah sebagai berikut:
ةِحَلَصْمَلْابِ طٌوْنُمَ ةِيَّعِرَّلْا ىلَعِ مِامَلإِا فُرَّصْتَ
“Kebijakan seorang pemimpin harus berlandaskan pada kemaslahatan”.
Kaidah tersebut menjadi rambu-rambu bagi setiap pemangku kekuasaan dalam menjalankan wewenangnya agar sesuai dan bermanfaat bagi rakyat.
Banyak contoh yang berhubungan dengan kaidah tersebut salah satunya dalam membentuk kebijakan dalam mengembangkan dan meningkatkan Aparatur Sipil Negara (ASN) agar memiliki kompetensi mumpuni dalam menempati berbagai sektor untuk menjadi pemangku jabatan dan pelayan masyarakat.
Lebih jelasnya hal ini tercermin dalam teori kriteria jabatan dari Ibn Taimiyah yakni Ukuran penentuan layak dan tidak layak ini kemudian diwujudkan dalam 2 (dua) unsur, yaitu kekuatan dan amanah.35 Hal tersebut disarikan dari firman Allah SWT surat al Qhasash ayat 26, Yusuf ayat 54, dan Al Takwir ayat 19- 21. Surat yang pertama bercerita tentang Nabi Musa yang memberi bantuan 2 (dua) orang anak perempuan dalam memberikan minuman ternaknya, yang kemudian secara tersurat Ia diusulkan untuk dipekerjakan karena mempunyai unsur kelayakan, baik dari aspek kekuatan maupun amanah. Surat yang kedua bercerita tentang diangkatnya Nabi Yusuf sebagai pembesar kerajaan Mesir karena memiliki kelayakan, yaitu amanah. Adapun surat yang ketiga menerangkan tentang sifat
35 Ibn Taimiyah, Al Siyasah Al Syar’iyyah Fi Islah Ar Ra’i Wa Ar Ra’iyyah (Mesir: Dar Kitab al
’Arabi, 1969), hlm. 17.
Jibril sebagai pembawa wahyu, dimana dalam dirinya terdapat beberapa unsur yang membuatnya layak mendapatkan jabatan pembawa wahyu, yaitu kekuatan, ketaatan dan amanah.
Makna al Quwwah (kekuatan) sebagai unsur pertama untuk menentukan kelayakan seseorang diangkat dalam jabatan publik menurut Ibn Taimiyyah tidak serta merujuk kepada fisik manusia, melainkan bihasbi al wilayah (sesuai dengan bidang kompetensi jabatan yang dimaksud).36 Jika jabatan tersebut berkaitan dengan urusan perang, maka bentuk kekuatan itu merujuk pada kekuatan fisik dan skill dalam ilmu peperangan. Seseorang yang hanya kuat fisiknya tetapi kecerdasannya dalam strategi peperangan lemah tidak dianggap memiliki unsur al- quwwah.
Oleh karenanya, kesehatan jasmani dan rohani harus didukung dengan kompetensi yang layak terhadap jabatan-jabatan yang akan ditempati. Jika jabatan tersebut berkaitan dengan keuangan, maka ia harus memiliki kemampuan dalam bidang ekonomi, jika jabatannya dalam bidang yudikatif, maka ia harus mumpuni dalam ilmu hukum dan memiliki kemampuan untuk menganalisis kasus dan peristiwa yang dihadapkan padanya, baik dengan sumber-sumber hukum yang aqly maupun naqly.
Hal ini berlandaskan dengan hadits nabi yang menjelaskan tentang pentingnya memberikan amanah kepada orang yang kompeten dalam bidangnya sebagai berikut:
دَسِّوُ اذَإِ لَاقَ اهَتُعِاضَإِ فَيَّكَ لَاقَ ةِعِاسَّلْا رَّظِتُنْافَ ةِنْامَلْأَا تْعَيَّضَ اذَإِفَ
ةِعِاسَّلْا رَّظِتُنْافَ هِلَهْأَ رَّيَّغَ ىلْإِ رَّمَلْأَا
Artinya: “Apabila amanah sudah hilang, maka tunggulah terjadinya kiamat”. Orang itu (Arab Badui) bertanya, “Bagaimana hilangnya amanat itu?”
Nabi saw menjawab, “Apabila suatu urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah terjadinya kiamat.” (HR. Al-Bukhari).
36 Ibid, hlm 17-18
Unsur kedua adalah al amanah. Maksud daripada istilah ini adalah sebuah prinsip yang melekat pada diri seseorang di mana ia tidak memiliki ketakutan kepada siapa pun kecuali kepada Allah semata. Prinsip ini yang diharapkan mampu untuk mendorong sang pejabat berbuat profesional, tidak mudah diteror ataupun diintimidasi oleh kepentingan siapa pun. Terkecuali daripada itu, Ibnu Taimiyyah juga menjelaskan bahwa bentuk amanah adalah tidak menjual ayat-ayat Allah, di mana maksudnya bisa diidentikkan dengan eksploitasi jabatan untuk kepentingan pragmatis.
Hal ini pun berdasar pada hadits nabi sebagai berikut:
هِيَّلَعِ هِلَلْا ىلَصَ هِلَلْا لَوْسِّرَ لَاقَ تْلْاقَ اهَنُعِ هِلَلْا يَضَرَ ةِشَئِاعِ نْعِ :
) :
يَنْرَّبطلْا هاوُرَ هِنُقِتُيُ نْأَA لاًمَعِ مْكَدَحَأَ لَمَعِ اذَإِ Fبّحَيُ ىلْاعَتَ هِلَلْا Fنْإِ مْلَسِّوُ
(يَقِهَيَّبلْاوُ
Artinya: Dari Aisyah r.a, sesungguhnya Rasulullah s.a.w. bersabda:
“Sesungguhnya Allah mencintai seseorang yang apabila bekerja, mengerjakannya secara profesional”. (HR. Thabrani, No: 891, Baihaqi, No: 334).
Syarat kelayakan yang begitu ideal disadari oleh Ibn Taimiyyah sebagai hal yang sulit di zaman itu, sehingga muncul sebuah pertanyaan bagaimana seandainya terjadi peristiwa di mana sebuah jabatan terjadi kekosongan calon pejabat yang memenuhi 2 (dua) unsur kelayakan tersebut sekaligus. Artinya ada seseorang yang faktor kekuatannya (kompetensi) lebih dominan sementara unsur amanahnya (kredibilitas) lemah atau sebaliknya?
Solusi atas situasi dan kondisi yang demikian menurut Ibnu Taimiyyah adalah dengan mempertimbangkan pada aspek kemaslahatan/kemanfaatan.
Maksudnya, seorang pemimpin harus melihat dari kedua unsur kelayakan, mana yang lebih dibutuhkan dalam sebuah jabatan. Dengan demikian, seseorang kemudian bisa dianggap maslahat diposisikan dalam jabatan tersebut. Misalnya dalam bidang urusan keamanan dan pertahanan. Manakala ada 2 (dua) orang atau lebih yang salah satu unsur kelayakan (al quwwah dan al amanah) lebih dominan diantara yang lainnya, maka yang dipilih adalah mereka yang unsur kekuatannya
lebih unggul dibandingkan amanahnya. Hal tersebut selain berdasarkan perenungan Ibn Taimiyyah terhadap hadis yang berkaitan dengan ini, juga terhadap sejarah Nabi yang mengangkat Khalid ibn Walid sebagai panglima perang, padahal waktu itu banyak sahabat lain yang lebih mumpuni dalam bidang agama dan lebih senior.
37
37 Ibid, hlm. 20-21