• Tidak ada hasil yang ditemukan

proposal PENGARUH PEMBERIAN UREA MOLASSES BLOCK sapi pesisir (1)

N/A
N/A
AGUSTIAN PRATAMA

Academic year: 2025

Membagikan "proposal PENGARUH PEMBERIAN UREA MOLASSES BLOCK sapi pesisir (1)"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN PEMBERIAN UREA MOLASSES BLOCK (UMB) SEBAGAI FEED SUPLEMENT UNTUK MENINGKATKAN BOBOT BADAN

HARIAN SAPI PESISIR

Mata Kuliah Komunikasi Pembangunan

Oleh:

Agustian Pratama 2210613073 Dosen Pengampu : Dr.Ir.H.Fuad Madarisa, M.Sc

FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG 2025

(2)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sub sektor peternakan memegang peranan penting dalam mencukupi kebutuhan hewani bagi masyarakat Indonesia. Pengembangan peternakan di Indonesia, khususnya peternakan sapi dan kambing, memiliki potensi yang sangat besar sebagai sumber pendapatan masyarakat pedesaan. Namun, produktivitas ternak ruminansia di Indonesia masih tergolong rendah, terutama disebabkan oleh rendahnya kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan.

Sistem peternakan di Indonesia dilakukan baik secara ekstensif dan intensif yang sebagian besar dilakukan oleh peternak rakyat serta bergantung pada ketersediaan hijauan untuk pemenuhan pakan ternak. Permasalahan yang selalu menjadi perhatian dari peternak sapi dan kambing lokal yang menyebabkan rendahnya produksi dan kualitas ternak yang dihasilkan terletak pada aspek pakannya yang meliputi kuantitas dan kualitasnya. 70% aspek produksi peternakan bergantung pada pakannya.

Permasalahan pakan yang menjadi perhatian krusial masyarakat bagi peternak rakyat saat ini adalah keterbatasan hijauan pakan terutama dari segi kualitas dan kuantitasnya yang menyebabkan susutnya berat badan pada ternak, sehingga berdampak negatif terhadap produktivitas dan reproduktivitas ternak. Kebutuhan zat pakan tergantung pada berat ternak, fase pertumbuhan atau reproduksi dan laju pertumbuhan. Umumnya mengandalkan hijauan sebagai sumber pakan utama yang ketersediaannya sangat dipengaruhi oleh musim terutama pada saat musim kering memaksa peternak untuk tetap memanfaatkannya sebagai pakan demi menjaga kelangsungan hidup ternaknya (Mobashar et al., 2023). Oleh karena itu, pemberian pakan tambahan pada ternak untuk meningkatan performa perlu dilakukan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian suplemen pakan berupa UMB.

Urea Molasses Block (UMB) merupakan pakan suplemen, sebagai pakan pemacu untuk pemenuhan kebutuhan essensial bagi ternak. Pakan suplemen ini dapat

(3)

merangsang terank ruminansia dalam meningkatkan jumlah konsumsi sehingga meningkatkan produksinya (Setiawan, 2020). Selain itu, UMB juga memiliki tingkat palatabilitas yang tinggi sehingga disukai ternak. Mastuti et al. (2019) menjelaskan bahwa UMB berfungsi untuk membantu memperbaiki nilai nutrisi yang dibutuhkan ternak ruminansia. Kebutuhan nutrisi yang tercukupi akan meningkatkan laju kecernaan zat-zat pakan ternak sapi, kambing, domba akan lebih efisien. Artinya, konsumsi pakan ternak ruminansia akan meningkat, karena UMB disukai ternak ternak (palatabilitas tinggi). Manfaat penting dari pemberian UMB adalah untuk menghindari dari defisiensi vitamin dan mineral ataupun malnutrisi disebabkan rendahnya nilai nutrisi pakan serta meningkatkan jumlah mikroorganisme rumen, sehingga meningkatkan ketersediaan mikroflora rumen dan meningkatkan kecernaan dari Serat Kasar (SK).

Nagari Pangian adalah salah satu kenagarian yang berada di Kecamatan Lintau Buo Kabupaten Tanah Datar meruapakan daerah yang berada pada ketinggian 200 – 450 mdpl. Berada di suhu 22°C - 33°C didukung dengan curah hujan rata-rata 1.500 mm sampai dengan 2.200 mm pertahun (BPS Kabupaten Tanah Datar, 2021).

Permasalahan yang terobservasi di Nagari Pangian, diantaranya (1) skala kepemilikan ternak sapi dan kambing masih dalam jumlah kecil kepemilikan 1-2 ekor dengan pemeliharaan sistem ekstensif sehingga pemenuhan nutrisi ternak tidak maksimal, (2) pemahaman masyarakat yang masih minim terkait pemberian hijauan pakan yang masih mengandalkan hijauan lapangan dengan kualitas dan kuantitas yang rendah serta tidak adanya tambahan suplemen pakan ternak, dan (3) keterampilan dan teknologi pembuatan UMB yang belum dikuasai masyarakat.

Sebagian besar masyarakat belum pernah tersentuh dengan teknologi pengolahan pakan ternak, hanya sebatas pemberian hijauan saja. Tujuan pelaksanaan program Kuliah Kerja Nyata berbentuk penyuluhan dan demonstrasi pembuatan UMB di Nagari Pangian, Kecamatan Lintau Buo, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatra Barat, yaitu (1) meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya suplemen pakan ternak, (2) melatih keterampilan masyarakat dalam pembuatan UMB menggunakan

(4)

bahan-bahan yang mudah didapatkan oleh masyarakat dengan harga terjangkau.

Manfaat yang diharapkan dengan terlaksananya program pengabdian kepada masyarakat ini adalah (1) bertambahnya wawasan masyarakat, (2) bertambahnya keterampilan masyarakat dengan membuat UMB, dan (3) meningkatkan produktivitas serta reproduksi ternak.

Pemberian pakan Urea Molases Blok (UMB) yaitu memberikan suplemen yang tersusun dari kombinasi bahan ilmiah sumber protein dengan tingkatan jumlah tertentu yang secara efisien dapat mendukung pertumbuhan, perkembangan dan kegiatan mikroba secara efisien di dalam rumen. Sehingga meningkatkan daya cerna dan efesiensi ransum berserat kasar tinggi untuk pertambahan berat badan sapi potong (Siregar, 2003). Penggunaan pakan yang berasal dari limbah pertanian dan limbah industri, seperti kulit kacang, kulit coklat, tongkol jagung, tepung kulit coklat, dan jerami, belum ada data yang bisa menjelaskan tentang efektivitas penggunaan bahan pakan dalam pertambahan berat badan sapi potong. Berdasarkan uraian diatas maka kami melakukan pengamatan terhadap pengaruh bahan pakan asal limbah pertanian dan limbah industri dalam pemberian bentuk konsentrat dan UMB terhadap pertambahan berat badan sapi potong.

Mungkin disebakan oleh faktor manajemen dan konsumsi pakan. Pertambahan berat badan harian sapi potong dengan pemberian pakan hijauan dan konsentrat adalah 1,09 kg/ekor/hari. Dibandingkan dengan hasil penelitian yang peroleh yaitu rata-rata pertambahan berat badan sapi potong hanya mencapai 0,156 kg/ekor/hari (Wijaya, 2008). Perbedaan Pertambahan berat badan harian ternak mungkin dikarenakan jenis sapi yang digunakan berbeda, dimana pada penelitian sebelumnya menggunakan sapi Peranakan Friesian Holstein (PFH) sedangkan pada penelitian kami menggunakan jenis sapi bali. Menurut Bambang (2005), bahwa pertumbuhan pada semua jenis hewan terkadang berlansgung cepat, lambat dan bahkan terhenti jauh sebelum hewan tersebut mencapai dalam ukuran besar tubuh karena dapat dipengaruhi oleh faktor genetis ataupun lingkungan Perbedaan PBBH pada setiap perlakuan disebabkan oleh kandungan zat-zat gizi yang terdapat dalam pakan seperti karbohidrat, protein, vitamin,

(5)

kandungan bahan kering dan mineral. PBBH pada penelitian ini hasil yang di peroleh yaitu rata-rata pertambahan berat badan hanya mencapai 0,156 kg/ekor/hari dengan kandungan bahan kering pakan konsentrat 85,93%. Hasil yang diperoleh sedikit lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya dimana sapi yang diberi pakan hijaun 60% dan konsentrat 40% dengan kandungan bahan kering adalah 82,24%, PBBH mencapai 0,30 kg/ekor/hari (Nurhayu, 2011).

Menurut hasil penelitian Musofie et al. (1989) bahwa pemberian UMB dapat berakibat meningkatkan konsumsi ransum basah berupa jerami padi ataupun hijauan berserat kasar tinggi. Kandungan karbohidrat, energi dan mineral yang cukup di dalam UMB dapat memacu pertumbuhan mikroba di dalam rumen (lambung) ternak, yang mengakibatkan ternak lebih mampu mencerna serat kasar. Dengan demikian kebutuhan untuk hidup pokok maupun untuk produksi dapat terpenuhi. Dengan adanya UMB dapat meningkatkan konsumsi bahan kering hingga sebanyak 25 30%, sedangkan jika pakan suplemen yang ditambahkan tersebut berupa konsentrat, hanya bertambah sebanyak 5-10%.

Kandungan urea yang cukup di dalam UMB dapat meningkatkan konsentrasi amonia di dalam cairan rumen, dimana berkaitan erat dengan laju perkembangan mikroba rumen. Konsentrasi amonia cairan rumen yang tinggi akan memacu perkembangan jasad renik. Jumlah mikroba rumen yang cukup banyak, sangat membantu pencernaan fermentatif bahan-bahan pakan berserat tinggi. Kandungan karbohidrat yang tinggi dapat pula membantu dalam proses pembentukan volatile fatty acid (asam lemak terbang) di dalam rumen. Asam ini berguna sebagai sumber energi yang dapat langsung diserap dari rumen melalui aliran darah.

Kandungan karbohidrat yang tinggi dalam UMB sangat membantu dalam proses pembentukan asam lemak terbang (volatile fatty acid) di dalam rumen, yang berguna sebagai sumber energi yang dapat langsung diserap dari rumen melalui aliran darah.

(6)

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana pengaruh Urea Molasses Block UMB sebagai feed supplement untuk meningkatkan bobot badan harian sapi pesisir.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh pemberian Urea Molasses Block terhadap penambahan bobot badan harian sapi pesisir.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat di nagari pangian, pengurus BUMNAG maupun yang terdampak, serta bagi penulis dalam mengetahui hasil dari penelitian ini. Bahwa pemberian suplemen sapi dapat menambah nafsu makan dari ternak itu sendiri agar bisa penambahan bobot badan yang relevan dan sesuai denga keinginan.

1.5 Hipotesis

(7)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Urea Molasses Block (UMB)

Urea Molasses Block (UMB) merupakan pakan suplemen, sebagai pakan pemacu untuk pemenuhan kebutuhan essensial bagi ternak. Pakan suplemen ini dapat merangsang terank ruminansia dalam meningkatkan jumlah konsumsi sehingga meningkatkan produksinya (Setiawan, 2020). Selain itu, UMB juga memiliki tingkat palatabilitas yang tinggi sehingga disukai ternak.

Mastuti et al. (2019) menjelaskan bahwa UMB berfungsi untuk membantu memperbaiki nilai nutrisi yang dibutuhkan ternak ruminansia. Kebutuhan nutrisi yang tercukupi akan meningkatkan laju kecernaan zat-zat pakan ternak sapi, kambing, domba akan lebih efisien. Artinya, konsumsi pakan ternak ruminansia akan meningkat, karena UMB disukai ternak ternak (palatabilitas tinggi). Manfaat penting dari pemberian UMB adalah untuk menghindari dari defisiensi vitamin dan mineral ataupun malnutrisi disebabkan rendahnya nilai nutrisi pakan serta meningkatkan jumlah mikroorganisme rumen, sehingga meningkatkan ketersediaan mikroflora rumen dan meningkatkan kecernaan dari Serat Kasar (SK).

Gambar 1. Urea Molasses Block (UMB)

(8)

Penggunaan UMB sebagai pakan suplemen pada ternak ruminansia yang ditujukan untuk meningkatkan efisensi pencernaan, sehingga akhirnya dapat meningkatkan produksi ternak. Sampai saat ini, UMB telah terbukti dapat meningkatkan produktivitas ternak potong maupun perah baik sapi, kerbau, domba maupun kambing (Hatmoko, 1997). Di dalam rumen Non Protein Nitrogen (NPN) merupakan salah satu bahan pembentuk asam amino, kemudian dengan bantuan mikroba rumen beberapa asam amino bergabung untuk membentuk protein. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pembentukan protein dapat berasal dari NPN dengan bantuan kerja mikroba rumen (Anonim, 2014).

Rata-rata pertambahan berat badan pada pemberian pakan konsentrat terbukti lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian pakan UMB. Menurut Yulianto (2012), bahwa pemberian pakan hijauan pada penggemukan sapi tidak akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertambahan berat badan yang tinggi dalam waktu yang singkat. Pertambahan berat badan sapi lebih tinggi dengan waktu penggemukan yang relatif singkat bila sapi diberi ransum yang terdiri dari konsentrat dan hijauan. Hal ini sejalan dengan pendapat Tilman, dkk (1991), bahwa makanan adalah faktor yang mendominasi kecepatan pertambahan berat badan, sebab komposisi makanan lebih banyak mempengaruhi pembentukan jaringan tubuh secara alamih. Pernyataan teori selanjutnya mengemukakan bahwa pertambahan berat badan pada ternak ditentukan oleh jumlah makanan yang dikonsumsi. Disamping itu pula rendahnya berat badan yang diperoleh mungkin disebakan oleh faktor manajemen dan konsumsi pakan.

Urea molases block (UMB) adalah pakan tambahan (suplemen) untuk ternak ruminansia berbentuk padat yang kaya dengan zat-zat makanan. UMB terbuat dari bahan utama yang berupa molases (tetes tebu) sebagai sumber energi, pupuk urea sebagai sumber nitrogen (protein), dan bahan-bahan lain sebagai pelengkap zat-zat makanan, mineral (Bonga 2007). Bahan suplemen ini didapatkan dan dibentuk sedemikian rupa sehingga menjadi bahan yang kompak dan keras. Bentuk bahan pakan ini dapat dibuat berbentuk kotak persegi empat, berbentuk bulat atau bentuk lain. Oleh karena bahan pakan ini berbentuk padat dan keras, maka untuk mengkonsumsinya

(9)

ternak akan selalu berusaha menjilatnya, sehingga ternak akan memperoleh zat-zat makanan sedikit demi sedikit namun secara terus menerus.

Menurut hasil penelitian Musofie et al. (1989) bahwa pemberian UMB dapat berakibat meningkatkan konsumsi ransum basah berupa jerami padi ataupun hijauan berserat kasar tinggi. Kandungan karbohidrat, energi dan mineral yang cukup di dalam UMB dapat memacu pertumbuhan mikroba di dalam rumen (lambung) ternak, yang mengakibatkan ternak lebih mampu mencerna serat kasar. Dengan demikian kebutuhan untuk hidup pokok maupun untuk produksi dapat terpenuhi. Dengan adanya UMB dapat meningkatkan konsumsi bahan kering hingga sebanyak 25 30%, sedangkan jika pakan suplemen yang ditambahkan tersebut berupa konsentrat, hanya bertambah sebanyak 5-10%.

Kandungan urea yang cukup di dalam UMB dapat meningkatkan konsentrasi amonia di dalam cairan rumen, dimana berkaitan erat dengan laju perkembangan mikroba rumen. Konsentrasi amonia cairan rumen yang tinggi akan memacu perkembangan jasad renik. Jumlah mikroba rumen yang cukup banyak, sangat membantu pencernaan fermentatif bahan-bahan pakan berserat tinggi. Kandungan karbohidrat yang tinggi dapat pula membantu dalam proses pembentukan volatile fatty acid (asam lemak terbang) di dalam rumen. Asam ini berguna sebagai sumber energi yang dapat langsung diserap dari rumen melalui aliran darah.

konsumsi ransum. Menurut Hardianto et al (2002) kandungan urea yang cukup dalam UMB akan berakibat meningkatkan konsentrasi amonia di dalam cairan rumen.

Konsentrasi amonia dalam cairan rumen berkaitan erat dengan perkembangan mikroba rumen. Konsentrasi amonia cairan rumen yang tinggi akan memicu perkembangan jasad renik. Jumlah mikroba rumen yang cukup banyak, sangat membantu pencernaan fermentatif bahan-bahan pakan berserat kasar tinggi. Meningkatnya konsentrasi mikroba rumen selain berakibat bertambahnya kecernaan serat melalui proses fermentasi, juga berpengaruh positif terhadap meningkatnya suplai asam amino ke dalam usus halus yang berasal dari proses degradasi (penghancuran) mikroba tersebut.

(10)

Tabel 1. Komposisi Urea Molasses Block (UMB)

Bahan Takaran Bahan

Molases Dedak Padi Semen Putih Garam

Ultra-Mineral Urea

350 gram 1000 gram 100 gram 30 gram 10 gram 80 gram

Total 1,57 Kilogram

2.2 Pakan

Pakan merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan dalam beternak.

Tersedianya bahan pakan yang cukup dan berkualitas baik merupakan faktor utama untuk meningkatkan produksi ternak (Mcllroy, 1977). Agar ternak tumbuh sesuai dengan yang diharapkan, jenis pakan yang diberikan pada ternak harus bermutu baik dan dalam jumlah cukup.

Pakan sangat erat kaitannya dengan produktivitas dan biaya produksi. Dalam usaha peternakan upaya untuk meningkatkan produksi dan produktivitas ternak merupakan komponen biaya yang paling besar yaitu mencapai 60- 70% dari total biaya produksi. Pada usaha peternakan rakyat selama ini kurang memahami pemberian pakan sesuai kebutuhan ternak, dengan pemberian pakan sesuai kebutuhan protein, vitamin, mineral dan energy dapat meningkatkan produksi dan produksivitas. Dengan demikian ternak dapat pertambahan berat badan hariannya sesuai yang diharapkan oleh peternak.

Pemberian pakan pada ternak sapi selama ini hanya memberikan pakan berupa hijauan saja.

(11)

Pemberian pakan yang tidak berkesinambungan akan menimbulkan pertumbuhan sapi yang kurang baik. Pada musim hujan sapi yang dipelihara umumnya tumbuh dan bertambah bobot badannya dengan sangat cepat karena sapi mendapat pakan hijauan dalam jumlah yang cukup. Akan tetapi, pada musim kemarau pertumbuhannya dapat menurun secara drastis, sebab selama musim kemarau persediaan pakan sapi akan hijauan menjadi berkurang. Dengan demikian, hijauan yang yang diberikan kepada ternak tidak lagi memenuhi syarat, bahkan jumlahnya tidak mencukupi kebutuhan sapi.

Pemanfaatan jerami padi sebagai pakan sapi dapat ditingkatkan melalui penerapan teknologi, yaitu secara kimia (perlakuan alkali dan amoniasi), biologis (biofermentasi dengan mikroba) dan perlakuan fisik (pembuatan pellet dan pemanasan pada tekanan tinggi). Perlakuan biologis seperti penambahan probiotik (ragi tape) pada ransum berbahan utama jerami padi dapat meningkatkan kualitas nutrisi pakan (Bidura, 2007). Jamur benang (filamentous fungi) seperti Trichoderma merupakan mikroorganisme yang banyak digunakan sebagai sumber probiotik untuk merombak polimer tanaman seperti selulose. Selain itu Trichoderma juga sangat efisien menggunakan nutrisi yang tersedia karena kemampuannnya memperoleh energi (ATP) dari metabolisme berbagai sumber karbohodrat seperti selulose, hemiselulose, xilan, mannan, arabinan, dan khitin (Delgado-Jarana et al., 2003). Trichoderma viridae (IMB- Tr) yang diisolasi dari jerami padi oleh Peiris dan Silva (1987) mampu menghasilkan enzim selulolitik dan silanolitik seperti yang dihasilkan oleh T. reesei. Trichoderma viridae (strain IMB-Tr) yang dibiakkan pada kultur media krital mikro selulase dan jerami padi mempunyai aktivitas glukosidase berturutturut 2,9 dan 1,9 kali lebih besar dibandingkan dengan T. reesei strain QM 9414. Substrat yang difermentasi dengan jamur tersebut dapat menghasilkan glukose, xilose dan selubiose.

Berdasarkan informasi tersebut perlu dilakukan serangkaian berbagai proses fermentasi dan bioproses lainnya terhadap bahan pakan jerami padi dengan menambahkan sumber nitrogen dari luar seperti urea (amoniasi), probiotik starbio dan komponen bioproses Trichoderma viridae untuk meningkatkan kualitas jerami padi.

(12)

Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk menemukan teknologi yang tepat dalam mengoptimalkan pemanfaatan jerami padi sebagai pakan dasar sapi pesisir penggemukan.

Teknologi pengawetan hijauan yang disebut silase telah lama diterapkan dan terus dikembangkan sampai sekarang. Saat ini silase tetap menjadi andalan pakan di musim dingin di negara-negara yang mengalaminya. Secara umum teknologi ini belum banyak diadopsi di daerah tropis, disebabkan kurangnya pemahaman dan sosialisasi mengenai proses fermentasi silase atau ensilase dari peneliti ke peternak (Mannetje, 1999). Walaupun demikian banyak informasi tentang keberhasilan pembuatan silase tanaman tropis dari Australia (Tjandraatmadja et al., 1994; Kaiser & Piltz, 2002) yang dapat dipelajari dan dipahami. Pemahaman ini diperlukan untuk menerapkan pembuatan silase di Indonesia. Silase diharapkan dapat membantu mengatasi permasalahan kekurangan rumput yang sekaligus menjamin adanya hijauan sepanjang tahun sehingga akan memperbaiki produktivitas ternak. Bahkan, akhir-akhir ini diketahui bahwa pemberian silase pada sapi memberikan keuntungan efek probiotik (Weinberg et al., 2004). Hal ini dimungkinkan karena bakteri asam laktat (BAL) yang memegang peran utama pada fermentasi silase, akan tetap hidup selama penyimpanan sampai pada waktu silase dikonsumsi ternak.

Prinsip pembuatan silase adalah fermentasi hijauan oleh bakteri yang menghasilkan asam secara anaerob (Moran, 2005). Sebagian bakteri pada proses tersebut memecah selulosa dan hemiselulosa menjadi gula sederhana. Sebagian lagi bakteri menggunakan gula sederhana tersebut menjadi asam asetat, laktat atau butirat.

Proses fermentasi yang sempurna harus menghasilkan asam laktat sebagai produk utamanya, karena asam laktat yang dihasilkan akan berperan sebagai pengawet pada silase yang akan menghindarkan hijauan dari kerusakan atau serangan mikroorganisme pembusuk. Bagi ternak yang mengkonsumsi silase, asam laktat yang terkandung dalam silase akan digunakan sebaga sumber energi.

(13)

2.3 Sapi Pesisir

Sapi lokal memiliki peran strategis dalam memajukan perekonomian, membuka lapangan kerja, dan memenuhi kebutuhan protein hewani. Sapi lokal juga berperan penting dalam sistem usaha tani dan telah dipelihara peternak secara turun- temurun. Sifat-sifat unggul sapi lokal antara lain mampu beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas rendah dan sistem pemeliharaan ekstensif tradisional, serta tahan terhadap penyakit dan parasit.

Sapi pesisir merupakan sapi lokal yang memiliki tubuh berukuran kecil dan banyak dipelihara oleh petanipeternak di Sumatera Barat. Jumlah rumah tangga peternak yang memelihara sapi pesisir di provinsi ini mencapai 30.000 KK (Disnak Provinsi Sumatera Barat 2008). Meskipun ukuran tubuhnya kecil, persentase karkas sapi pesisir mencapai 50,6%, lebih tinggi dibanding persentase karkas sapi ongole (48,80%), sapi madura (47,20%), sapi PO (45%), dan kerbau (39,30%) (Saladin 1983).

Kemampuan mengonversi pakan berserat menjadi daging membuat ternak ini berpotensi sebagai penghasil daging dan populer sebagai hewan kurban

Peternakan sapi lokal yang berbasis lahan sering kali menghadapi masalah persaingan penggunaan lahan dengan usaha lainnya. Menurut Boer dan Kasryno (2005), lahan penggembalaan biasanya beralih fungsi menjadi area pertanian atau permukiman. Persaingan penggunaan lahan menyebabkan daya tampung padang penggembalaan tidak lagi seimbang dengan kebutuhan per satuan ternak (ST).

Konsumsi hijauan yang tidak sesuai kebutuhan akan menekan pertumbuhan ternak sehingga kinerja produksi berada di bawah potensi genetiknya.

Selain keterbatasan lahan sumber pakan, pengembangan sapi pesisir juga dihadapkan pada penurunan mutu genetik. Bobot badan dan ukuran tubuh sapi yang ada sekarang jauh lebih kecil dibanding tahun-tahun yang lampau. Sulin (2008) melaporkan selama 22 tahun (1982− 2004) bobot badan dan ukuran tubuh sapi pesisir

(14)

menurun 35%. Kondisi ini antara lain disebabkan desakan pasar yang menuntut sapi yang berkualitas baik sehingga sapi yang tersisa hanya yang memiliki kinerja di bawah ratarata. Knap (1934) dalam Adrial (2010) menyatakan perdagangan ternak secara berlebihan dan kurangnya sumber daya alam menyebabkan produktivitas ternak menurun. Selanjutnya Hidajati dalam Syamsu et al. (2003) menyatakan pengeluaran ternak berkualitas baik dengan menyisakan ternak berkualitas buruk untuk pembibitan akan menurunkan mutu genetik.

Karakteristik sapi pesisir tergolong unik, yakni memiliki bobot badan kecil, tubuh pendek, kaki ramping, punuk kecil, dan jinak. Sapi jantan memiliki kepala pendek, leher pendek dan besar, belakang leher lebar, ponok besar, kemudi pendek dan membulat. Sapi betina memiliki kepala agak panjang dan tipis, kemudi miring, pendek dan tipis, tanduk kecil dan mengarah ke luar (Saladin 1983). Sapi jantan dewasa (umur 4−6 tahun) hanya memiliki bobot badan 160 kg, jauh lebih rendah dari bobot badan sapi bali (310 kg) dan sapi madura (248 kg) (Adrial 2010). Walaupun berpenampilan kecil dan bobot badan lebih rendah dari sapi bali, sapi pesisir sangat produktif, diindikasikan tingkat kelahiran tinggi dan kemampuan beradaptasi yang baik dengan lingkungan pesisir selatan. Masyarakat Sumatera Barat menyebutnya sebagai “jawi ratuih atau bantiang ratuih” yang berarti sapi yang jumlahnya banyak dan kecil-kecil (Bamualim et al. 2006). Sapi pesisir memiliki temperamen jinak sehingga mudah dipelihara. Ciri spesifik lainnya adalah ukuran tanduk pendek mengarah keluar seperti tanduk kambing. Keragaman warna bulu cukup tinggi dengan pola tunggal dan dikelompokkan menjadi lima warna dominan, yaitu merah bata (34,3%) (Gambar 1), kuning (25,5%), coklat (20%), hitam (10,9%), dan putih (9,3%) (Anwar 2004).

(15)

Bobot lahir sapi pesisir tidak jauh berbeda dengan bobot lahir sapi lokal lainnya, yakni rata-rata 14−15 kg/ ekor. Seiring dengan pertumbuhannya, sapi pesisir jantan memiliki rata-rata pertambahan bobot badan harian dari lahir sampai sapih sekitar 0,32 kg/hari, lepas sapih sampai umur 2 tahun 0,21 kg/ekor/hari, dan umur 3−4 tahun 0,12 kg/hari. Pertambahan bobot badan dari lahir sampai sapih pada sapi betina 0,26 kg/hari, lepas sapih sampai umur 2 tahun rata-rata 0,19 kg/hari, dan umur 3−4 tahun rata-rata 0,12 kg/hari (Saladin 1983).

(16)

BAB III

MATERI DAN METODE 3.1 Materi Penelitian

3.1.1 Alat Penelitian

Peralatan yang di gunakan untuk pembuatan Urea Molasses Block (UMB) adalah timbangan digital, pipa paralon ukuiran 5cm, wadah baskom, sendok pengaduk.

3.1.2 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah molasses 350 gram, dedak padi 1000 gram, semen puitih 100 gram, garam 30 gram, ultra mineral 10 gram, urea 80 gram, jerami padi, dan EM4.

3.2 Metode Penelitian

3.2.1 Rancangan Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji t (t Test Independent Sample). Uji t (t-Test Independent Sample) adalah salah satu uji yang digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan yang signifikan (meyakinkan) dari dua buah mean sampel (dua buah variabel yang dikomparasikan). Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut (Sudjana, 1997):

(17)

Keterangan:

t = Parameter yang di ukur

x1 = Rata-rata perlakuan kelompok pakan kosentrat x2= Rata-rata perlakuan kelompok pakan UMB s2 = Simpangan baku rataan

s1 = Simpangan baku kelompok pakan kosentrat s2= Simpangan baku kelompok pakan UMB n1 = Banyaknya jumlah kelompok pakan kosentrat n2= Banyaknya jumlah kelompok pakan UMB

Data dianalisis dengan uji t (t-Test Independent Sample) untuk membedakan dua perlakuan. Data yang dianalisa terdiri dari dua perlakuan dengan lima ulangan di setiap perlakuannya untuk mengetahui pengaruh dari perbedaan perlakuan.

(18)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebelum kegiatan dilakukan, terlebih dahulu tim pengabdian kepada masyarakat melakukan survei lokasi untuk melihat kondisi lapangan secara langsung untuk mengidentifikasi kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi peternak saat ini.

Hasil survei diperoleh data - data yaitu meliputi kondisi topografi Nagari Pangian, jenis ternak yang banyak dipelihara, sistem pemeliharaan, jenis pakan yang diberikan, jumlah rataan kepemilikan, perkandangan dan lainnya. Nagari Pangian terletak di daerah dataran tinggi dan sebagian besar masyarakatnya memiliki mata pencaharian sebagai petani yang mengolah sawah dan tanaman karet. Luas lahan sawah di Nagari Pangian sebesar 368,20 ha. Kondisi ini menyediakan pakan hijauan dari hasil sampingan (by-product) pertanian berupa jerami padi yang melimpah terutama saat musim panen tiba (BPS Kabupaten Tanah Datar, 2021).

Usaha peternakan sapi yang dijalankan oleh masyarakat di Nagari Pangian umumnya merupakan usaha yang masih berorientasi pada usaha sampingan dengan skala kepemilikan ternak sapi hanya skala rumah tangga dengan populasi sapi masing masing peternak sekitar 1 – 2 ekor. Para peternak juga hanya memberikan pakan seadanya berupa jerami padi kering atau rumput saja. Jerami padi sebagai hasil sisa tanaman pertanian banyak digunakan sebagai pakan ternak karena jumlahnya melimpah saat musim panen. Akan tetapi, jerami padi memiliki faktor pembatas nutrien yaitu rendah protein dan tinggi serat kasar (SK). Utomo (2015) menjelaskan bahwa jerami merupakan bahan pakan berserat tinggi berkualitas rendah dengan kandungan serat kasar > 18% dan/atau dinding sel > 35%, sedangkan kandungan protein, karbohidrat nonstruktural, mineral, dan vitamin lebih rendah.

Oleh karena itu, diperlukan pemberian suplemen pakan ternak berupa Urea Molasses Block (UMB). Kekurangan nitrogen pada jerami padi dapat diperoleh dari sumber nonprotein nitrogen (NPN) berupa urea, karbohidrat mudah terfermentasi dari

(19)

molases dan konsentrat sebagai bahan pengisi UMB. Kebutuhan mineral juga dapat terpenuhi dengan adanya mineral mix pada kandungan UMB.

Kegiatan penyuluhan dan demonstrasi pembuatan Urea Molasses Block (UMB) dilaksanakan melalui serangkaian tahapan yang terstruktur. Penyuluhan diawali dengan memberikan materi mengenai suplemen pakan ternak serta memberikan pertanyaan dan ruang diskusi kepada para peserta, meliputi pengenalan konsep dasar UMB, definisi, manfaat, dan keunggulannya dibandingkan pakan suplemen lainnya.

Materi yang disampaikan mencakup aspek nutrisi ternak ruminansia, peran mikroba rumen dalam mencerna serat, dan bagaimana UMB dapat mengoptimalkan fermentasi rumen.

Peserta penyuluhan menunjukkan antusiasme yang tinggi, tercermin dari aktifnya sesi tanya jawab dan diskusi. Selama penyuluhan, dipaparkan juga hasil-hasil penelitian dan pengalaman sukses dari penerapan UMB. Sebagaimana diungkapkan oleh Astuti et al. (2020), pemberian UMB pada sapi potong dapat meningkatkan pertambahan bobot badan harian hingga 30% dibandingkan ternak yang hanya diberi pakan konvensional. Demonstrasi pembuatan UMB dilakukan dengan metode partisipatif, di mana peternak terlibat langsung dalam setiap tahapan proses. Selama demonstrasi, kami menekankan pada aspek keamanan dalam penanganan urea dan pentingnya pencampuran yang homogen untuk mencegah risiko keracunan urea pada ternak. Penggunaan peralatan sederhana seperti ember plastik, timbangan, cetakan, dan pengaduk kayu membuktikan bahwa teknologi pembuatan UMB dapat dengan mudah diadopsi oleh peternak.

Pembuatan UMB dilakukan dengan metode dingin, yaitu semua bahan dicampur dan diaduk selanjutnya bahan tersebut dicetak dengan pencetak. Setelah UMB dicetak kemudian dijemur hingga kering dan mengeras. Proses penjemuran bertujuan untuk mengurangi kadar air UMB untuk mencegah tumbuhnya jamur yang dapat menurunkan kualitas UMB sehingga memperpanjang masa simpan. Tekstur

(20)

UMB yang keras dan padat akan memudahkan sapi untuk menjilati suplemen pakan tersebut sedikit demi sedikit sesuai dengan kebutuhan ternak itu sendiri.

Respons peserta terhadap kegiatan penyuluhan dan demonstrasi sangat positif.

Sebagian besar peternak mengaku baru mengetahui tentang teknologi UMB dan manfaatnya bagi ternak. Mereka tertarik untuk menerapkan teknologi ini karena prosesnya relatif sederhana dan bahan-bahannya mudah diperoleh. Sebagaimana dinyatakan oleh Khasanah et al. (2019), tingkat adopsi teknologi UMB oleh peternak sangat dipengaruhi oleh kejelasan demonstrasi dan ketersediaan bahan baku lokal.

Kami memberikan jawaban komprehensif untuk setiap pertanyaan, termasuk perhitungan ekonomi sederhana yang menunjukkan bahwa biaya produksi UMB secara mandiri jauh lebih ekonomis dibandingkan pembelian suplemen komersial. Hal ini sejalan dengan temuan Retnani et al. (2022) yang menyatakan bahwa produksi UMB secara mandiri dapat menurunkan biaya pakan hingga 25% dibandingkan penggunaan konsentrat komersial. Dampak langsung dari program penyuluhan dan demonstrasi pembuatan UMB adalah peningkatan kapasitas peternak dalam menghasilkan pakan suplemen berkualitas.

Dalam jangka menengah, penggunaan UMB diharapkan akan meningkatkan produktivitas ternak dan pendapatan peternak di Nagari Pangian. Pembentukan kelompok usaha produksi UMB juga menjadi strategi untuk memastikan keberlangsungan adopsi teknologi ini. Sebagaimana ditemukan oleh Sodiq et al.

(2023), faktor kunci keberlanjutan program pengenalan teknologi UMB adalah adanya mekanisme transfer pengetahuan antar peternak dan ketersediaan dukungan teknis pasca pelatihan. Oleh karena itu, pemberdayaan kader lokal dan penguatan kelembagaan kelompok ternak menjadi prioritas dalam tindak lanjut program ini.

(21)

BAB V PENUTUP KESIMPULAN

Penyuluhan dan demonstrasi pembuatan UMB di Nagari Pangian telah berhasil meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peternak dalam memproduksi pakan suplemen berkualitas. Adopsi teknologi UMB berpotensi meningkatkan produktivitas ternak dan membuka peluang usaha baru dalam produksi pakan suplemen.

Pendampingan berkelanjutan dan penguatan kelembagaan menjadi kunci keberhasilan jangka panjang program ini.

(22)

DAFTAR PUSTAKA

Adrial. 2010. Potensi sapi pesisir dan upaya pengembangannya di Sumatera Barat.

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 29(2): 66−72.

Anonim. 2014. Manfaat Pemberian Urea Molases Block.

(http://cybex.deptan.go.id/lokalita/manfaat-pemberian-urea molasses- block-umb pada-ternak-sapi). Diakses tanggal 15 Januari 2014.

Anwar. 2004. Keragaman Karakter Eksternal dan DNA Mikrosatelit Sapi Pesisir Sumatera Barat. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Astuti, T., Sari, Y., & Zulkarnain, M. (2020). Peningkatan produktivitas ternak sapi potong melalui introduksi pembuatan Urea Molasses Block (UMB) di Kelompok Tani Ternak (KTT) Karya Bersama. Jurnal Hilirisasi IPTEKS, 3(1), 26-33.

Badan Pusat Statistik Tanah Datar. Kabupaten Tanah Datar dalam Angka 2021.

Tanah Datar: Badan Pusat Statistik Tanah Datar; 2021.

Bamualim, A.M., R.B. Wirdahayati, dan M. Ali. 2006. Profil Peternakan Sapi dan Kerbau di Sumatera Barat. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat, Sukarami.

Bonga SMD. 2007. Urea molases blok pakan suplemen (permen jilat ternak) ternak ruminansia. [Internet]. [Disitasi 25 Desember 2008]: Tersedia dari http://insidewinme.

Mannetje, L.’t. 1999. The future of silage making in the tropics. Proc. of the FAO Electronic Conference on Silage Making in the Tropics with particular emphasis on smallholders. 1 September-15 December 1999. Ed. L.‘t

(23)

Mannetje. http://www.fao.org/docrep/005/ x8486e/x8486e13.htm. [21 Mei 2007]

Mastuti, R., Marnita, Y., & Fuad, M. (2019). Pelatihan pembutan UMB (Urea Molasses Block) pada peternak sapi potong di Desa Meurandeh Kecamatan Langsa Lama Kota Langsa.Global Science Society : Jurnal Ilmiah Pengabdian Kepada Masyarakat, 1(1), 56–61.

Mcllroy, R. J. 1977. Pengantar Budidaya Padang Rumput Tropika. Pradnya Paramita, Jakarta.

Mobashar, M., M. T. Khan, M. Marjan, S. Ahmad, U. Farooq, M. F. Khalid, R.

Mustafa, N. Khan, A. B. Sadiq, A. Shah, dan A. A. A. A.Wareth. 2023.

Urea molasses mineral block under various feeding systems improved nutrient digestibility, productive performance and blood biochemical profile of Yaks. BMC Veterinary Research. 19 (149).

Moran, J. 2005. Tropical Dairy Farming: Feeding Management for Small Holder Dairy Farmers in the Humid Tropics. Landlinks Press, Australia.

Musofie A, Acmanto YP, Tedjowanjono S, Wardani NK, Ma’sum K. 1989. Urea molases block (UMB) pakan suplemen untuk ternak ruminansia.

Malang (Indonesia): Balai Penelitian Ternak Grati.

Nurhayu. 2011. Respon Pemberian Pakan Lokal Terhadap Produktivitas Sapi Bali Dara Di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Makassar.

Saladin, R. 1983. Penampilan Sifat-sifat Produksi dan Reproduksi Sapi Lokal Pesisir Selatan di Provinsi Sumatera Barat. Disertasi. Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Setiawan, D. (2020). Pengabdian Kelompok Ternak Sapi Melalui Perbaikan Pakan di Kabupaten Sambas. Dharma Raflesia: Jurnal Ilmiah Pengembangan

(24)

Dan Penerapan IPTEKS, 18(2), 218–227.

https://doi.org/10.33369/dr.v18i2.13600.

Setiawan, D. (2020). Pengabdian Kelompok Ternak Sapi Melalui Perbaikan Pakan di Kabupaten Sambas. Dharma Raflesia: Jurnal Ilmiah Pengembangan

Dan Penerapan IPTEKS, 18(2), 218–227.

https://doi.org/10.33369/dr.v18i2.13600.

Siregar, S.B. 2008. Penggemukan Sapi. Penerbit Swadaya. Jakarta.

Sulin, I. 2008. Identifikasi performa produksi dan service period sapi pesisir dan hasil persilangan inseminasi buatan di Kabupaten Pesisir Selatan. Jurnal Embrio 1: 29−34

Syamsu, A.J., L.A. Syofyan, K. Mudikdjo, dan G. Said. 2003. Daya dukung limbah pertanian sebagai sumber pakan ternak ruminansia di Indonesia.

Wartazoa 13(1): 30−37.

Tillman. Hartadi, Reksoha diprodjo. Prawirokusumo dan Lebdosoekojo. 1991.

Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan ke-6 Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Weinberg,Z. G., Y. Chen & M. Gamburg. 2004. The passage of lactic acid bacteria from silage into rumen fl uid, in vitro studies. J. Dairy Sci. 87: 3386- 3397.

Wijaya. A. 2008. Pengaruh Imangan hijauan dan Konsentrat beebahan baku Limbah pengolahan hasil pertanian dalam ransum terhadap penampilan sapi PSH Jantan.Skripsi S1. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Yulianto, P. 2012. .Penggemukan Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

}OBOT }ADAN SAPI PERANAKAN ONCOLtr (TO) DI

Ketika level antibodi sapi yang diinfeksi tersebut mencapai titik tertinggi, dilakukan pengobatan secara peroral dengan triclabendazole pada 6 ekor sapi, sedangkan 1 ekor

Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan sebagai berikut 1) Skala usaha ternak sapi perah rata-rata 3,74 ekor/peternak dengan komposisi sapi laktasi 42,25% menghasilkan

Skala integrasi yang dapat dilaksanakan oleh satu rumah tangga petani adalah 1 ha jagung dengan 2 ekor sapi dengan tingkat keterpaduan ekologis 1,1; ternak sapi memasok pupuk

Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah kepemilikan ternak sapi terbanyak oleh responden di Kecamatan Kusambi terletak pada Desa Lemoambo dengan jumlah sebesar 111 ekor yang

Kesimpulan dari penelitian ini adalah nilai cerna ransum sapi Simmental lebih baik dibanding sapi PO dengan pemberian Urea Molasses Block (UMB) sebesar 0.043 % BB

Nilai kontribusi usaha agribisnis ternak kambing dalam usaha pertanian dengan skala 20 ekor induk dan 1 pejantan setelah dua tahun pemeliharaan ternak serta nilai investasi

Hal tersebut sejalan dengan hasil pengamatan yang diakibatkan rataan jumlah ternak sapi potong yang dimiliki persatuan ternak per peternak pada skala kepemilikan kecil sebesar 2,21 ST,