• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROPOSAL PRAKTIK KERJA LAPANGAN 1 PEMELIHARAAN INDUK UDANG VANAMEI (Litopenaeus vannamei) DI PT.CENTRAL PERTIWI BAHARI, LAMPUNG

N/A
N/A
06BDI@Aria Wiranatanudatar

Academic year: 2023

Membagikan "PROPOSAL PRAKTIK KERJA LAPANGAN 1 PEMELIHARAAN INDUK UDANG VANAMEI (Litopenaeus vannamei) DI PT.CENTRAL PERTIWI BAHARI, LAMPUNG"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

PROPOSAL PRAKTIK KERJA LAPANGAN 1

PEMELIHARAAN INDUK UDANG VANAMEI (Litopenaeus vannamei) DI PT.CENTRAL PERTIWI BAHARI, LAMPUNG

Syarip Hidayatullah 21.3.04.117

PRODI BUDIDAYA IKAN

POLITEKNIK KELAUTAN DAN PRIKANAN KARAWANG KEMENTRIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

2023

i

(2)

PROPOSAL PRAKTIK KERJA LAPANGAN 1

PEMELIHARAAN INDUK UDANG VANAMEI (Litopenaeus vannamei) DI PT.CENTRAL PERTIWI BAHARI, LAMPUNG

Syarip Hidayatullah 21.3.04.117

Sebagai salah satu syarat untuk melanjutkan semester berikutnya

PRODI BUDIDAYA IKAN

POLITEKNIK KELAUTAN DAN PRIKANAN KARAWANG KEMENTRIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

2023

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : PEMELIHARAAN INDUK UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DI PT.CENTRAL PERTIWI BAHARI, LAMPUNG Nama Taruna : Syarip Hidayatullah

NIT : 21.3.04.117

Disetujui Oleh:

Komisi:Pembimbing

Taufik Hadi Ramli, S.St.Pi., M.Tr.Pi Dosen Pembimbing I

Dr. Achmad Suhermanto, S.St.Pi., MP Dosen Pembimbing II

Diketahui oleh:

Ketua Program Studi Budidaya Ikan

Direktur

Politeknik KP Karawang

Chrisoetanto P.Pattirane., S.Pi., M.Si

NIP.19900416 201902 1 008 DH. Guntur Prabowo, A,Pi., M.M.

NIP. 19650811 198903 1 001

(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya Proposal Praktik Kerja Lapang (PKL) yang berjudul “Pemeliharaa Induk Udang Vanamei” ini dapat diselesaikan sesuai dengan target dan waktu yang direncanakan.

Proses persiapan pelaksanaan, dan penyusunan proposal ini telah melibatkan konstribusi pemikiran dan saran konstruktif banyak pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada:

1. Bapak DH. Guntur Prabowo, A.Pi., MM selaku direktur politeknik kelautan dan perikanan karawang

2. Bapak Taufik Hadi Ramli S.St.Pi., M.Tr.Pi selaku pembimbing I yang telah memberikan arahan mengenai Proses Pemeliharaan induk udang vanamei Di PT . Central Pertiwi Bahari.

3. Bapak Dr. Achmad Suhermanto, S.St.Pi., MP Pembimbing II yang telah memberikan ketersediaan waktu untuk mengoreksi dan merevisi terhadap sejumlah data dan informasi.

4. Bapak Chrisoetanto P.Pattirane, S.Pi., M.Si selaku ketua program studi Budidaya Ikan.

5. Kedua orang tua yang telah memberikan izin untuk melaksanakan praktik kerja lapang (PKL)

6. Rekan-rekan program studi budidaya ikan yang telah banyak membantu dan mendukung dalam menyelesaikan proposal Praktik Kerja Lapang (PKL)

Penulis menyadari bahwa proposal Praktik Kerja Lapang (PKL) ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan laporan ini. Akhirnya penulis berharap semoga laporan ini memberikan informasi dan manfaat bagi semua pihak.

Karawang, 08 Agustus 2023

i

(6)

Syarip Hidayatullah

DAFTAR ISI

(7)

DAFTAR TABEL

(8)

DAFTAR GAMBAR

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

(10)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Budidaya udang merupakan salah satu usaha yang prospektif dilihat dari tujuan utama adalah ekspor ke Jepang, Eropa dan Amerika Serikat (Mahmud et al., 2007).

Salah satu jenis udang yang menjanjikan saat ini adalah udang vaname (Litopenaeus vannamei). Udang Vaname (L. vannamei) merupakan udang asli perairan Amerika Latin. Udang ini dibudidayakan mulai dari pantai barat Meksiko ke arah selatan hingga daerah Peru (Haliman dan Adijaya, 2005). Udang vannamei masuk ke indonesia pada tahun 2001. Pada Mei 2002 pemerintah memberi izin kepada dua perusahaan swasta Indonesia untuk mengimpor induk udang vannamei sebanyak 2000 ekor, selain itu juga mengimpor benur sebanyak lima juta ekor dari Hawaii serta 300.000 ekor dari Amerika latin. Induk dan benur tersebut kemudian dikembangkan oleh hatchery pemula, sekarang usaha tersebut telah dikomersialkan dan berkembang pesat karena peminat udang vannamei semakin meningkat. Apalagi produksi udang windu yang saat ini sedang mengalami penurunan karena serangan penyakit, terutama penyakit bercak putih (White Spot Syndrome Virus) (Haliman dan Adijaya, 2005).

Salah satu faktor penentu kesuksesan produksi udang vaname adalah tersedianya benih yang cukup secara terus menerus sepanjang tahun. Saat ini benih udang vaname untuk kegiatan pembesaran di tambak tidak diperoleh dari alam sehingga kebutuhan benih yang cukup serta berkualitas baik hanya diperoleh dari usaha pembenihan di hatchery. Untuk memperoleh benih yang berkualitas baik maka dibutuhkan keterampilan serta manajemen yang baik dalam pengelolaannya terutama dalam pengelolaan induk karena induk memegang peranan penting dalam memproduksi benih berkualitas.

1.1Tujuan

Adapun tujuan dilaksanakannya praktek kerja lapang (PKL) ini adalah:

1. Mengetahui teknik pengelolaan induk udang vaname (Litopenaeus vannamei).

2. Mengetahui hambatan dan permasalahan dalam pengelolaan induk udang vaname (Litopenaeus vannamei).

1.2 Manfaat

Adapun manfaat dilaksanakannya praktek kerja lapang (PKL) ini adalah:

Meningkatkan kualitas daya praktik dan mendapat informasi yang lebih detail serta akurat tentang pengelolaan induk udang vaname (Litopenaeus vannamei).

1

(11)

II.TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Udang Vaname (Litopenaeus vannamei).

Menurut Wyban et al., (2000) Klasifikasi udang vaname sebagai berikut : Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea Ordo : Decapoda Famili : Penaidae Genus : Litopenaeus

Spesies : Litopenaeus vannamei

2.2 Morfologi udang vaname (Litopenaeus vannamei)

Tubuh udang vaname berwarna putih transparan sehingga lebih umum dikenal dengan“white shrimp”. Namun, ada juga yang berwarna kebiruan karena lebih dominannya kromatofor biru. Panjang tubuh udang dapat mencapai 23 cm.

tubuh udang vaname dibagi dengan dua bagian, yaitu kepala (thorax) dan perut (abdomen). Kepala udang vaname terdiri dari antenula, antenna, mandibula, dan dua pasang maxilliped. Kepala udang vaname juga dilengkapi dengan tiga pasang maxilliped dan lima pasang kaki berjalan (periopoda) atau kaki sepuluh (decapoda). Sedangkan pada bagian perut (abdomen) udang vaname terdiri dari enam ruas dan pada bagian abdomen terdapat lima pasang kaki renang dan sepasang uropuds (mirip ekor) yang membentuk kipas bersama-sama telson (Yuliati, 2009). Gambar morfologi udang dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Morfologi udang vaname (Litopenaeus vannamei) (Sumber : Yuliati, 2009)

Udang vaname termasuk genus penaeus dicirikan oleh adanya gigi pada rostrum bagian atas dan bawah, mempunyai dua gigi di bagian ventral dari rostrum dan gigi 8-9 di bagian dorsal serta mempunyai antena panjang (Elovaara, 2001).

Jenis kelamin udang vaname (Litopenaeus vannamei) dapat dilihat dari luar. udang betina disebut thelicium yang terletak diantara kaki jalan ke-4 dan 5, pada udang jantan disebut patasma terletak diantara kaki jalan ke-5 dan kai renang

2

(12)

pertama. Secara sepintas kemampuan seekor calon induk untuk menghasilkan telur sulit diduga melalui bentuk tubuhnya. Akan tetapi melalui pengamatan, bentuk tubuh yang relatif mendatar cenderung memiliki respon yang positif terhadap ablasi mata (Kokarkin, 1986).

Alat kelamin udang jantan disebut petasma yang terletak pada pangkal kaki renang pertama. Sedangkan alat kelamin udang betina disebut juga dengan thelicum terbuka yang terletak diantara pangkal kaki jalan ke empat dan ke lima (Wyban dan Sweeney, 1991).

Perbedaan alat kelamin jantan dan betina dapat dilihat dari sisi bawah (ventral) udang seperti pada Gambar 2.

Gambar 2. Perbedaan alat kelamin jantan dan betina (Sumber : (Wyban dan Sweeney, 1991).

2.4 Habitat Dan Siklus Hidup

Udang vaname adalah jenis udang laut yang habitat aslinya di daerah dasar dengan kedalaman 72 meter. Habitat udang vaname berbeda-beda tergantung dari jenis dan persyaratan hidup dari tingkatan-tingkatan dalam daur hidupnya.

Adapun habitat yang disukai oleh udang vaname adalah dasar laut yang lumer (soft) yang biasanya campuran lumpur dan pasir (Haliman dan Adijaya, 2006).

Menurut Briggs et al (2004), menyatakan bahwa udang vaname hidup dihabitat laut tropis dimana suhu air biasanya lebih dari 20°C sepanjang tahun.

Udang vaname dewarsa dan bertelur di laut terbuka, sedangkan pada stadia post larva udang vaname akan bermigrasi ke pantai sampai pada stadia juvenil.

Menurut Wardiningsih (1999) dan Mudjiman (2003), secara umum pergantian bentuk larva mulai dari menetas sampai menjadi Post Larva (PL), yang siap untuk ditebar ke dalam tambak ada empat fase atau stadia. Empat fase tersebut adalah fase Nauplius, fase protozoa atau disebut pula sebagai fase Zoea, fase Mysis dan yang terakhir adalah fase Post Larva (PL).

2.3 Makanan dan Kebiasaan Makan

Udang vaname (Litopenaeus vannamei) umumnya cenderung bersifat omnivora maupun pemakan detritus. Berdasarkan pengujian, diketahui bahwa isipencernaan udang vaname terdiri dari krustasea kecil, amphipoda, dan polychaeta. (Wyban dan Sweeney, 1991).

3

(13)

Udang vaname membutuhkan pakan yang kandungan proteinnya lebih rendah dibandingkan dengan udang windu. Pada pakan udang vaname kandungan protein yang baik adalah 35 %, sedangkan untuk udang windu, kandungan protein yang terdapat dalam pakan paling tidak sebesar 45 % (Subaidah dan Pramudjo, 2006).

2.5 Karakteristik Udang Vaname

Menurut Fegan (2001), sifat yang dimiliki udang vaname (L. vannamei) adalah sebagai berikut:

a. Nocturnal

Secara alami udang merupakan hewan nocturnal yang aktif pada malam hari untuk mencari makan, sedangkan pada siang hari sebagian dari mereka bersembunyi di dalam substrat atau lumpur.

b. Kanibalisme

Udang vaname suka menyerang sesamanya, udang sehat akan menyerang udang yang lemah terutama pada saat moulting atau udang sakit. Sifat kanibal akan muncul terutama bila udang tersebut dalam keadaan kekurangan pakan pada padat tebar tinggi.

c. Omnivora

Udang vaname termasuk jenis hewan pemakan segala, baik dari jenis tumbuhan maupun hewan (omnivora), sehingga kandungan protein pakan yang diberikan lebih rendah dibandingkan dengan pakan untuk udang yang bersifat cenderung karnivora, sehingga biaya pakan relatif lebih murah.

d. Pergantian Kulit (Moulting)

Pertumbuhan udang vaname tergantung kepada dua faktor yaitu frekuensi moulting dan kecepatan tumbuh (seberapa tumbuh udang tersebut setiap telah melakukan pergantian kulit) karena tubuh udang ditutupi oleh karapas yang keras.

Udang harus melepaskan karapas yang lama dan mengganti dengan yang baru untuk tumbuh. Selama terjadinya moulting, mengalami keretakan dalam kutikula antara karapas. Udang keluar dari karapas (cangkang) melalui bagian antara chepalothorax dan abdomen. Udang melepaskan cangkang lamanya melalui suatu lecutan keras oleh ekornya. Cangkang baru tersebut mula-mula lunak namun kemudian mengeras dalam jangka waktu sesuai dengan ukuran udang. Udang berukuran kecil mengeras dalam beberapa jam, tetapi udang berukuran besar bisa memakan waktu satu sampai dua hari. Frekuensi molting juga berhubungan dengan ukuran udang. Waktu moultingbertambah seiiring dengan pertambahan ukuran udang. Molting terjadi setiap 30 – 40 jam (dalam suhu 28ºC) pada stadia larva. Benur berbobot 1 – 5 gram melakukan molting setiap 4 – 6 hari tetapi benur yang berbobot lebih dari 15 gram molting setiap 2 minggu. Hal yang dapat mempengaruhi frekuensi molting adalah kondisi lingkungan dan nutrisi. Suhu yang tinggi meningkatkan frekuensi molting. Penyerapan oksigen oleh tubuh tidak efisien selama molting terjadi. Udang yang mati ketika molting umumnya mengalami hypoxia. Moulting ini biasanya mengindikasikan tingkat stres udang (Wyban dan Sweeney, 1991).

4

(14)

2.6 Manajemen kualitas air

Kualitas air didefinisikan sebagai kesesuaian air bagi kelangsungan hidup dan pertumbuhan biota, umumnya ditentukan oleh hanya beberapa parameter kualitas air saja yang disebut sebagai parameter penentu. Ada tiga parameter kualitas air yakni parameter fisika, kimia dan biologi (Mahasri, 2013).

Selama masa pemeliharaan udang vaname, pergantian air dilakukan dengan sistem flowtrhow atau aliran air, yaitu dengan mengalirkan air secara terus menerus (air dialirkan melalui inlet dan keluar melalui outlet) dan membiarkan air lama terbuang. Pergantian air yang digunakan sampai dengan 250% serta dilakukan pembersihan bak. Parameter kualitas air yang diukur adalah suhu, salinitas, pH dan DO (Tancung, 2007).

5

(15)

III. METODOLOGI

3.1 Waktu Dan Tempat

kegiatan praktik kerja lapang I ini akan dilaksanakan selama 1 bulan hari terhitung dari tanggal 22 Agustus 2023 sampai selesai. Di PT. Central Pertiwi Bahari,Lampung Sumatra.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

Alat-alat yang digunakan pada teknik pengelolaan induk udang vaname dapat dilihat pada Tabel berikut

Tabel 1. Alat N

o Nama Alat Spesifikasi Kegunaan

1 Bak Maturasi Volume 15 Ton Wadah

Pemeliharaan/Perkawina n

2 Bak Penetasan Volume 5 Ton Wadah Penentasan Telur 3 Bak Holding Tank 450 Liter Wadah Pengendapan 4 Bak sterilisasi Bak fiber,berbentuk

bulat

Untuk sterilisasi alat yang sudah digunakan

5 Seser Persegi,gagang besi Untuk penangkapan

induk

6 Heater 3000 Wat Untuk mempertahankan

suhu dalam bak 7 Thermometer Thermometer batang

air udang raksa Mengukur suhu media pemeliharaan induk udang vaname

3.2.3 Bahan

Adapun bahan yang digunakan pada pemeliharaan induk udang vaname (Litopenaeus vannamei) dapat dilihat pada tabel Berikut

Tabel 2.Bahan N

o

Bahan Spesifikasi Kegunaan

1 Induk udang vaname Jantan dan betina Biota yang dipelihara dan penghasil telur

2 Air laut 30-33 ppt Media pemeliharan

3 Air tawar Salinitas 0-4 Melarutkan pakan

4 Sodium bicarbonat Bubuk Untuk memperbaiki

alkalinitas 3.3 Metode Praktik

Ada beberapa persiapan yang perlu dilakukan dalam kegiatan pkl dengan judul pemeliharaan induk udang vaname (Litopenaeus vannamei)

6

(16)

3.4 Tahapan Persiapan

Tahapan awal adalah tahapan persiapan wadah sebelum melakukan praktik kerja lapang dengan cara mengumpulkan beberapa literatur dari beberapa sumber seperti jurnal, buku dengan mengenal komoditas yang akan di ambil saat praktik dan artikel-artikel serta melakukan konsul kepada dosen pembimbing I dan II.

3.5 Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan dengan merencanakan kegiatan yang akan dilakukan

a. Observasi

Observasi merupakan kegiatan dilapangan untuk mengenal dan mengetahui kegiatan juga fasilitas yang ada di lokasi.

b. Wawancara

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan cara tanya jawab yang dilakukan secara sistematis dan berlandaskan pada tujuan penelitian.

Pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang mewawancarai yang memberikan jawaban atau pertanyaan.

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah catatan peristiwa yang sudah dilakukan dalam bentuk gambar sebagai pelengkap dari penggunaan metode wawancara dan observasi dalam kegiatan praktik kerja lapang II yang dilakukan di lapangan.

d. Partisipasi langsung

Partisifasi aktif adalah keterlibatan dal;am kegiatan yang dilakukan secara langsung dilapangan.

3.6 Data Sekunder

Menurut Sugiyono (2013) data sekunder adalah pengumpulan data melalui cara tidak langsung atau harus melakukan pencarian mendalam dahulu seperti melalui internet, literatur, statistic, buku dan lain-lain.

3.8 Pengelolaan Induk 3.8.1 Pengadaan Induk

Subaidah at al., (2006), menyatakan bahwa induk vanamei yang digunakan pada awalnya adalah induk yang diimpor dari Hawai dan Florida.

Perkembangan selanjutnya, akibat tingginya permintaan benur dan cepatnya perkembangan gonad induk vaname hasil domestikasi, maka sebagian hatchery mulai menggunakan induk hasil budidaya tambak. Dampak dari penggunaan induk asal tambak tersebut jika tanpa mengetahui asal usul calon induknya dan kesalahan prosedur yang dilakukan dalam seleksi induk bisa berakibat penurunan sifat genetic secara cepat. Keragaan benih yang diakibatkan oleh penurunan genetik ditandai dengan laju pertumbuhan, kelangsungan hidup, kemampuan mengkonversi pakan, resistensi terhadap penyakit, ketahanan terhadap perubahan lingkungan menjadi lebih rendah. Banyak petani tambak yang berusaha menghasilkan induk udang vaname melalui proses domestikasi untuk proses pembenihan. Usaha ini nampaknya berhasil, hatchery dapat memproduksi benur secara berlimpah dan mencukupi untuk memasok tambak.

7

(17)

Induk yang digunakan untuk produksi benih pada prinsipnya dapat menggunakan induk impor atau induk hasil domestikasi. Induk vaname yang boleh digunakan adalah induk yang berasal dari luar negeri yang tersertifikasi atau induk hasil budidaya yang mengikuti kaidah pemuliaan dan terpantau. Induk vaname sebelum digunakan harus melalui proses karantina terlebih dahulu, udang dipindahkan ke bak sementara untuk pengecekan morfologis dan penyakit.

Sampel udang dikirim ke laboratorium untuk diperiksa virus, bakteri dan parasite (Subaidah at al., 2006).

3.8.2 Seleksi Induk

Subaidah at al., (2006), menyatakan bahwa kriteria induk udang vaname yang baik antara lain: ukuran induk betina > 18 cm/40 gram dan jantan > 17 cm/35 gram; tubuh tida cacat, warna cerah; organ tubuh lengkap dan normal;

organ reproduksi dalam kondisi baik dan terbukti bebas virus WSSV, TSV dan IHHNV yang dideteksi dengan analisa PCR. Pengamatan morfologis dan organoleptik induk udang vaname yang baik adalah sebagai berikut:

- Warna punggung bening kecoklatan, transparan, uropoda transparan/ujung ekor terdapat bintik merah

- Anggota tubuh lengkap, punggung tida patah/retak

- Tubuh tidak ditempeli parasite, tidak ada bercak hitam, tidak berlumut, tidak ada luka, insang bersih, tidak bengkak, lender tidak berlebihan

- Kekenyalan tubuh tidak lembek, tidak keropos - Gerakan aktif normal, kaki dan ekor membuka di dalam air.

Primavera (1987), Menyatakan bahwa Kriteria/persyaratan induk udang vaname yang baik dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kriteria induk udang

Kriteria Induk Jantan Induk Betina

Berat Tubuh 60-80 gram Lebih dari 80 gram

Panjang Tubuh 18-20 cm Lebih dari 20 cm

Kelamin Bersih Bersih

Insang Normal, berwarna merah

dengan penuh transparan

Normal, berwarna merah dengan penuh transparan Anggota Tubuh Lengkap dan Normal Lengkap dan Normal 3.8.3 Persiapan Wadah Pemeliharaan

Menurut (Nurdjana et al., 1983),Sebelum digunakan bak dibersihkan dari segala bentuk kotoran yang mungkin berpengaruh terhadap kehidupan udang.

Persiapan dilakukan secara kimiawi, terhadap bak dan sarana aerasi, dengan cara mengusap atau merendam sarana tersebut dengan bahan desinfektan, seperti klorin 150 ppm. Perlakuan bahan ini dapat memantapkan kegiatan selanjutnya karena dengan merendam atau mengusap bahan kimia tersebut semua jenis bakteri dan organisme pathogen dapat mati. Mengingat klorin, kaporit dan desinfektan lain dalam kosentrasi tertentu dapat meracuni udang, maka pengisian air kedalam bak pemeliharaan larva dilakukan 1-2 jam setelah bak tersebut dibilas. Bahan

8

(18)

desinfektan lain yang dapat digunakan diantaranya adalah formalin 50 ppm, kalium permanganat 100 ppm.

Bak pemeliharaan induk merupakan sarana yang harus dipersiapkan dalam pembenihan udang. Menurut Nurdjana et al., (1983), ukuran bak pemeliharaan induk udang berpengaruh terhadap perkembangan telur dan sperma calon induk.

Bentuk yang ideal untuk bak pemeliharaan dan bakpemijahan induk adalah segi empat, dengan panjang 8 m, lebar 5 m, dan tinggi 1,5 m, dengan tinggi air wadah 1,2 m.

3.8.4 Pematangan Gonad Ablasi

Teknik percepatan kematangan gonad yang paling sering digunakan di Indonesia adalah teknik ablasi mata yaitu dengan cara merusak sistem syaraf tertentu yang terdapat dalam tubuh udang. Menurut (Brown, 1944 dalam Ismail, 1991), Manipulasi hormon dengan cara ablasi mata pada udang telah dimulai oleh Perkins pada tahun 1992. Di dalam tangkai mata terdapat suatu tempat yang memproduksi dan menyimpan hormon penghambat ovary yang mencegah tingkat kedewasaan dari ovary atau kandungan telur (Primavera dan yap, 1979 dalam ismail, 1991). Tujuan ablasi mata adalah menghilangkan atau mengurangi hormon penghambat kematangan gonad. Ablasi mata dapat merangsang perkembangan telur pada krustase, akibat dihilangkannya kelenjar sinus (Hess, 1941 dalam Nurdjana, 1985).

Tingkat Kematangan Gonad (TKG)

TKG diukur berdasarkan perkembangan ovari yang terletak di bagian punggung atau dorsal dari tubuh udang, mulai dari karapas sampai ke pangkal ekor (telson). Ovari tersebut berwarna hijau sampai hijau gelap, semakin gelap warnanya dan tampak melebar serta berkembang ke arah kepala (karapas).

Perkembangan TKG udang vaname dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Tingakat Kematangan Gonad Udang Vaname (Sumber : Motoh, 1981)

Menurut Susanto et al (2004), TKG pada udang adalah sebagai berikut:

TKG I: Garis ovari kelihatan hijau kehitam-hitaman yang kemudian membesar.

Pada akhir TKG I garis nampak jelas berupa garis lurus yang tebal.

TKG II: Warna ovari semakin jelas dan semakin tebal. Akhir TKG II ovarium membentuk gelembung pada ruas abdomen pertama.

TKG III: Terbentuk beberapa gelembung lagi sehingga ovarium mempunyai beberapa gelembung pada ruas abdomennya. Gelembung pada ruas pertama

9

(19)

membentuk cabang ke kiri maupun kekanan yang menyerupai setengah bulan sabit. Tingkat ini merupakan fase terakhir sebelum udang melepas telurnya.

TKG IV: Bagian ovarium terlihat pucat yang berarti telur telah dilepaskan.

Kematangan gonad udang jantan ditentukan oleh perkembangan petasma yang sempurna dan biasanya mengandung spermatopora. Dari tingkatan-tingkatan diatas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri induk udang betina yang matang gonad adalah jika telah memasuki TKG III.

Menurut (Wyban dan Sweeney, 1991). Udang vaname melakukan perkawinan apabila udang betina telah matang telur yang ditandai dengan warna oranye pada punggungnya, udang jantan segera memburu karena adanya rangsangan feromon yang dikeluarkan oleh betina dan terjadilah perkawinan. Dari hasil perkawinan tersebut sperma akan ditempelkan pada telikum, 4-5 jam kemudian induk betina tersebut akan mengeluarkan telur dan terjadilah pembuahan.

Perbedaan udang vaname dengan udang penaeus umumnya yaitu pada betina telikumnya terbuka, dimana jantan hanya menempelkan sperma pada waktu pemijahan. Perkawinan terjadi pada saat kulit atau karapasnya keras dan ketika telur sudah matang. Pemijahan terjadi setelah beberapa jam setelah perkawinan, biasanya kurang dari tiga jam menurut (Elovaara, 2001).

3.8.5 Pakan Induk dan Manajemen Pemberian

Menurut Ghufron (2006), nutrisi adalah kandungan gizi yang terkandung dalam pakan. Apabila pakan yang diberikan kepada udang pemeliharaan mempunyai kandungan nutrisi yang cukup tinggi, maka hal ini akan menjamin hidup dan aktifitas udang, dan akan mempercepat pertumbuhannya.

Adapun cara pemberian pakan yaitu ditebar langsung pada wadah pemeliharaan induk secara merata. Menurut Haliman dan Adijaya (2005), pemberian pakan dapat dilakukan sejak benur ditebar hingga udang siap panen. Namun ukuran dan jumlah pakan harus diperhatikan secara cermat dan tepat sehingga udang tidak kekurangan pakan (underfeeding) atau kelebihan pakan (overfeding). Pemberian pakan dilakukan dengan cara penebaran secara merata pada bak pemeliharaan.

3.8.6 Kualitas Air

Menurut Haliman dan Adijaya (2005), kualitas air terkait dengan kondisi kesehatan udang. Kualitas air yang baik mampu mendukung pertumbuhan secara optimal. Hal itu berhubungan dengan faktor stres akibat perubahan kualitas air.

Beberapa parameter kualitas air yang selalu dipantau yaitu suhu air, salinitas, pH, DO (Dissolved oxygen), dan amoniak. Parameter tersebut akan mempengaruhi proses metabolisme tubuh udang, seperti keaktifan mencari pakan, proses pencernaan, dan pertumbuhan udang. Pergantian air dilakukan 2 kali sehari, yaitu sebanyak 10% dan sore hari sebanyak 50%. Sisa makanan berupa cangkang dan kulit induk yang ganti kulit dibersihkan setiap pagi sebelum pemberian pakan.

Ahmad (1992) menambahkan bahwa kualitas air selama pemeliharaan dengan kandungan oksigen terlarut 3-5 ppm, suhu 29-31ºC, salinitas 15-20 ppt, kecerahan air 25–70 cm dan pH 7,8–8,2. Parameter kualitas air selama pemeliharaan udang vannamei masih dalam batas-batas yang layak untuk budidaya udang.

10

(20)

Menurut Haliman dan Adijaya (2005), secara kimiawi, kualitas air untuk budidaya udang vaname ditentukan oleh: Salinitas, yaitu jumlah total garam terlarut yang terukur dalam sampel air dalam satuan ppt (part per thausand).

Salinitas yang baik untuk budidaya udang vaname adalah 15-22 ppt; DO yaitu jumlah oksigen yang terikat dengan partikel air. Udang vaname memerlukan oksigen untuk menghasilkan energi untuk beraktivitas, pertumbuhan, reproduksi dan lain-lain. Besarnya DO optimal untuk budidaya adalah 4–7,5 ppm. DO dihasilkan dari aktivitas fotosintesa phytoplankton pada siang hari dan dari penggunaan kincir air; Derajat keasaman (pH), yaitu tingkat keasaman air yang dinyatakan dalam pH air.

3.9 Rencana Kegiatan

Untuk memperlancar jalannya Praktik Kerja Lapang (PKL), dibutuhkan perencanaan kegiatan. Rencana kegiatan yang akan dilaksanakan dilokasi praktik dapat dilihat di tabel 4.

Tabel 4. Rencana kegiatan

Nama Kegiatan Minggu

ke -1

Minggu ke – 2

Minggu ke - 3

Minggu ke – 4

Pengamatan dan

pengenalan lokasi

Pengamatan kegiatan dan persiapan calon induk Pengambilan data Penyusunan laporan

11

(21)

DAFTAR FUSTAKA

12

Referensi

Dokumen terkait

Fungsi dari bangunan bak prasedimentasi Plain Sedimentation Basins adalah untuk menghilangkan/mencegah gravel, pasir, lumpur maupun material kasar lainnya agar tidak masuk kedalam