• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROPOSAL TESIS Kenotariatan Tanah

N/A
N/A
Sila Rizki

Academic year: 2023

Membagikan "PROPOSAL TESIS Kenotariatan Tanah"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

KEDUDUKAN IMTN ATAS TANAH DENGAN STATUS SEGEL (STUDI KASUS TUAN H DI BALIKPAPAN)

PROPOSAL TESIS

SILA RIZKI MAULIDDINI 2106801296

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN JAKARTA

2023

(2)

A. Judul Proposal Tesis

Kedudukan IMTN Atas Tanah Dengan Status Segel Tanah (Studi Kasus Tuan H di Balikpapan)

B. Latar Belakang

Tanah merupakan salah satu sumber kehidupan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Hal ini berkaitan dengan fungsinya sebagai sarana untuk mencari penghidupan di berbagai bidang seperti pertanian, perkebunan, pertenakan, industri, perikanan, ataupun yang dipergunakan sebagai tempat untuk bertempat tinggal dengan didirikannya perumahan. Sepanjang hidup manusia akan tetap membutuhkan, berkorelasi, serta mendayagunakan tanah guna kepentingannya.1 Tanah merupakan modal dasar pembangunan, hampir tidak ada kegiatan pembangunan yang tidak memerlukan tanah. Oleh karena itu, tanah memegang peranan yang sangat penting, bahkan menentukan berhasil tidaknya suatu pembangunan. Kini pembangunan terus meningkat dan tiada henti, akan tetapi persediaan tanah semakin sulit dan terbatas. Kondisi seperti ini diperlukan upaya pengaturan yang bijaksana dan adil guna menghindari konflik yang terjadi di masyarakat karena adanya kondisi tersebut.

Negara Republik Indonesia merupakan negara hukum dimana hukum mempunyai kedudukan paling tinggi dalam pemerintahan. Hukum mengatur segala hubungan antar individu dengan individu dan kelompok atau masyarakat maupun dengan pemerintah. Negara hukum adalah negara yang menegakkan supremasi hukum untuk menegakkan kebenaran, keadilan dan kekuasaan yang dapat dipertanggungjawabkan (akuntabel).2 Sehingga, setiap aspek kehidupan bernegara dan bermasyarakat di Indonesia harus dilandaskan pada hukum.

Pemerintah Indonesia dalam hal ini sebagai pemangku kebijakan, telah mengeluarkan peraturan-peraturan tentang tanah untuk pembangunan. Hal ini bertujuan agar mencegah terjadinya permasalahan atau konflik mengenai tanah sehingga pembangunan dapat berjalan dengan lancar. Menyelenggarakan urusan

1 Muhammad Bakrie, Hak Menguasai Tanah Oleh Negara (Paradigma Baru untuk Reforma Agraria), (Malang: UB Press, 2011), hlm. 155

2 Inez Kurnia, Etty Mulyati, dan Nanda Anisa Lubis, “Penerapan Due Diligence oleh Notaris Selaku Kuasa Dalam Permohonan Pendaftaran Atas Perubahan Sertifikat Jaminan Fudusia Online”, ACTA DIURNAL, Jurnal Ilmu Hukum Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Volume 5 Nomor 2, Juni 2022, hlm. 236.

(3)

pemerintahan di bidang pertanahan dengan memberikan dan melindungi kepastian hukum dan hak atas tanah merupakan salah satu kegiatan administrasi pertanahan di Indonesia.3Kepastian hukum dan hak atas tanah tersebut diberikan kepada pemilik tanah melalui pendaftaran tanah. Kegiatan Pendaftaran tanah merupakan bentuk jaminan pemberian kepastian hukum yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 28D Ayat (1)4.

Dasar hukum mengenai pertanahan diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (yang selanjutnya disebut UUPA). Kehadiran UUPA ini salah satu tujuannya untuk menciptakan adanya unifikasi hukum atas tanah secara nasional.5 Dikeluarkannya UUPA, telah terjadi perombakan fundamental pada hukum agraria Indonesia, berupa penjebolan hukum agraria lama dan titik tolak pembangunan hukum nasional yang baru. Masalah pertanahan di negara Indonesia merupakan suatu persoalan yang rumit dan sensitif. Hal ini dikarenakan tanah berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan, baik yang bersifat sosial, ekonomi, budaya, hukum, politik, serta pertahanan dan keamanan nasional. Tanah sebagai faktor yang sangat penting bagi kehidupan manusia, memerlukan suatu pengaturan yang jelas dan tegas atau dengan kata lain diperlukan kepastian hukum bagi tanah agar setiap pemegang hak atas tanah mengetahui secara pasti apa yang menjadi hak dan kewajibannya.

Tanah dapat dapat dibedakan menjadi tanah yang belum dilekatkan suatu hak dan tanah yang sudah dilekatkan suatu hak. Tanah yang belum ada haknya atau belum dilekati oleh suatu hak disebut Tanah Negara. Tanah negara adalah tanah yang langsung dikuasi oleh negara. Langsung dikuasi artinya tidak ada pihak lain yang diatas tanah tersebut. Penggunaan istilah tanah negara bermula pada zaman Hindia Belanda. Sesuai dengan konsep hubungan antara pemerintah Hindia Belanda dengan tanah dapat berupa hubungan kepemilikan dengan sesuai pernyataan yang dikenal dengan nama domein verklaring. Tanah Negara

3 Rusmadi Murad, Administrasi Pertanahan Pelaksanaan Hukum Pertanahan Dalam Praktek, (Jakarta: Mandar Maju, 2013), hlm. 16

4 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (yang selanjutnya disebut UUD NRI 1945), Pasal 28D Ayat (1), yang berbunyi:

“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”

5 S. Chandra, Sertifikat Kepemilikan Hak Atas Tanah, (Jakarta: PT. Grasindo, 2015), hlm. 4

(4)

tersebut dapat ditingkatkan menjadi suatu tanah hak melalui ketentuan yang berlaku. Tanah hak disini mempunyai arti tanah yang telah dilekati atau mempunyai suatu hak atas tanah. Tanah Negara yang dapat dimohonkan menjadi tanah hak dapat berupa:6

1) Tanah Negara yang masih kosong atau murni, tanah negara yang dikuasai secara langsung dan belum dilekati hak apapun;

2) Tanah Negara yang berasal dari konversi hak barat yang telah berakhir waktunya;

3) Tanah hak yang statusnya diturunkan dengan pelepasan hak.

Pada daerah pusat perkembangan ekonomi, pada umumnya tanah-tanah Negara telah berada dalam penguasaan Warga Negara Indonesia. Penguasaan tanah oleh warga negara tersebut tersebar di seluruh wilayah Republik Indonesia tanpa terkecuali warga Kota Balikpapan. Penguasaan tanah yang dilakukan oleh warga Kota Balikpapan adalah tanah yang masih belum dilekati hak. Tanah tersebut berupa Tanah Negara yang masih kosong dan oleh Pemerintah Kota Balikpapan belum diberikan kepada orang atau perseorangan dan badan hukum untuk dikelola.

Balikpapan merupakan salah satu kota di Provinsi Kalimantan Timur dengan kegiatan administrasi pertanahan yang semakin bertambah semenjak adanya wacana pemindahan administrasi wilayah ibukota Negara Indonesia ke daerah Paser yang letaknya cukup berdekatan dengan kota Balikpapan. Dalam rangka pemenuhan akan kebutuhan pembangunan pemindahan Ibukota Jakarta ke Kalimantan Timur khusus pertanahan akan berimplikasi atau mempunyai hubungan keterlibatan langsung terhadap pengaturan penggunaan lahan untuk berinvestasi.7 Sehingga diperkirakan tingkat pembukaan lahan pertanahan akan semakin meningkat dan hal ini berimbas kepada banyaknya masyarakat yang mengklaim ataupun mendaftarkan tanahnya baik untuk dipakai sendiri maupun untuk dijual. Akibatnya kegiatan administrasi pertanahan khususnya di Kota Balikpapan juga mengalami peningkatan. Salah satu upaya pemerintah Kota

6 Achmad Chulaemi, Hukum Agraria, Perkembangan, Macam-macam Hak Atas Tanah dan Pemindahannya, (Semarang: Universitas Diponegoro, 1993), hlm. 69

7 Simon Nahak, “Implikasi Hukum Pertanahan Terhadap Pemindahan Ibu Kota Negara Republik Indonesia Dari Jakarta Ke Kalimantan Timur”, Ganaya: Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Jayapangus Pres, Volume 2 Nomor 2, 2019, hlm. 31

(5)

Balikpapan dalam penyelenggaraan administrasi pertanahan adalah pengadaan Izin Membuka Tanah Negara (yang selanjutnya disebut IMTN).

IMTN menurut Peraturan Daerah Kota Balikpapan Nomor 1 Tahun 2014 tentang Izin Membuka Tanah Negara (yang selanjutnya disebut Perda IMTN Balikpapan) adalah izin yang diberikan oleh Walikota atau pejabat yang ditunjuk kepada orang perorangan atau badan hukum untuk membuka dan/atau mengambil manfaat dan mempergunakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara. IMTN merupakan suatu dasar untuk pendaftaran hak Tanah lama ke Kantor Badan Pertanahan Nasional untuk meningkatkan statusnya agar memperoleh hak atas tanah. Tujuan adanya IMTN adalah untuk meningkatkan tata ruang, daya tampung lingkungan dan kemampuan fisik tanah berdasarkan kondisi yang ada.

Tanah Negara yang dimaksud mengacu pada Perda IMTN Balikpapan, yaitu tanah negara atau tanah-tanah yang dikuasai langsung oleh negara adalah tanah yang tidak dipunyai dengan suatu hak atas tanah. Sementara itu subyek IMTN adalah setiap orang atau badan hukum yang membuka tanah negara.

Sedangkan obyek IMTN adalah semua tanah negara yang dimohonkan untuk dibuka/atau dimanfaatkan yang meliputi tanah pertanian dan tanah non pertanian.

Dengan adanya tertib administrasi dibidang pertanahan khususnya di Kota Balikpapan menjadikan salah satu hal yang melatar belakangi pembentukan Perda IMTN Balikpapan tersebut. Hal tersebut mengingat banyaknya tumpang tindih kepemilikan tanah yang berdasarkan alas hak yang dikenal dengan kwitansi atau plat segel oleh masyarakat Kota Balikpapan. Segel tanah yang merupakan bukti penguasaan hak untuk memiliki lisensi sebelum mengajukan permintaan hak atas tanah8, yang pada praktiknya membutuhkan tanda tangan dari pemiliknya, saksi-saksi yang ditunjuk, ketua Rukun Tetangga (RT) dan dikuatkan juga dengan adanya Lurah atau Camat setempat untuk peregristrasian. Surat Edaran Nomor 591/2060/Perkot-ptnh/2011 yang dikeluarkan oleh Walikota Balikpapan, per tanggal 1 Januari 2012 menyatakan bahwa surat segel atau alas hak yang belum didaftarkan permohonan haknya ke

8 Deasy Ratna Sari, dkk., “Practice of License To Open State Land in Balikpapan”, Unram Law Review, Volume 1 Issue 2, 2017, hm. 133.

(6)

kantor pertanahan harus dimohonkan IMTN. IMTN inilah yang menjadi salah satu syarat untuk mendaftarkan hak lama berupa segel tanah ke Badan Pertanahan Nasional untuk ditingkatkan statusnya menjadi sertifikat hak milik atas tanah.

Permasalahan tanah bukan hanya permasalahan masa kini saja, akan tetapi juga merupakan permasalahan masa lalu dan pasti merupakan permasalahan masa yang akan datang.9 Permasalahan tanah yang sering terjadi di Kota Balikpapan adalah tumpang tindih dari segel tanah. Untuk mengatasi hal tersebut dibentuklah Perda IMTN Balikpapan tersebut. Peraturan ini diadakan agar dapat menata warga dan menegaskan bahwa tanah bukan sebagai sumber konflik akan tetapi manfaat bagi pemiliknya. Tidak hanya itu, peraturan tersebut digunakan bagi kemanfaatan hukum yang dituju yaitu untuk kepastian hukum dan perlindungan hukum yang dapat bermanfaat bagi masyarakat. IMTN yang dikeluarkan dari kantor kecamatan setelah dilakukannya peninjauan dan pengukuran tanah adalah sebagai ganti segel tanah untuk proses pendaftaran hak atas tanah. IMTN berfungsi sebagai pengganti segel tanah yang akan disimpan oleh Kantor Kecamatan sebagai arsip Negara yang dijadikan satu dalam warkah tanah.10

Pengaturan mengenai IMTN merupakan langkah tepat untuk mencegah permasalahan tanah di Kota Balikpapan. Namun, tidak semua pengaturan tersebut dapat mencegah timbulnya suatu masalah hukum. Pengaturan yang menimbulkan masalah terletak pada peraturan pelaksanaan Perda IMTN Balikpapan. Peraturan pelaksanaan Perda IMTN Balikpapan diatur dalam Peraturan Walikota Balikpapan Nomor 33 Tahun 2017 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Izin Membuka Tanah Negara (yang selanjutnya disebut Perwali Balikpapan IMTN). Pada Pasal 22 Ayat (1) Perwali Balikpapan IMTN, menyatakan bahwa “IMTN berlaku

9 Muhammad Yamin Lubis, “Politik Hukum Masa Depan Pertanahan Indonesia”, Jurnal Recital Review, Volume 1 Nomor 2, 2019, hlm. 1

10 Adinda Putri Jade, Dia Nadia Pputri, Sholahuddin Al-Fatih, “Perizinan Membuka Tanah Negara di Kota Balikpapan”, Supremasi Hukum: Jurnal Penelitian Hukum, Volume 29 Nomor 2, Agustus 2020, hlm. 105

(7)

selama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali”11. Serta Pada Pasal 22 Ayat (7) Perwali Balikpapan IMTN, menyatakan bahwa:

“IMTN yang belum dimohonkan haknya di Kantor Pertanahan dan telah habis masa belakunya kemudia tidak dilakukan perpanjangan sampai dengan masa berlaku perpanjangan berakhir, maka diberlakukan permohonan baru dalam permohonan IMTN”12

Pada 2 (dua) ketentuan diatas, dapat menimbulkan masalah hukum serta ketidakpastian hukum bagi pemegang IMTN. Permasalahan hukum dan ketidakpastian hukum tersebut dapat disimpulkan dengan kasus, dibawah ini:

Tuan H mempunyai tanah garapan pada tahun 2016 dengan adanya jual beli tanah yang dilakukan Tuan H dengan pihak lain di tahun yang sama. Alas jual beli tanah tersebut adalah segel yang berbentuk kavling. Tuan H membeli tanah tersebut sebanyak 5 (lima) kavling, tanpa adanya akta jual beli. Hal ini dikarenakan masih adanya kebiasaan warga Kota Balikpapan yang melakukan peralihan tanah melalui jual beli dibawah tangan. Jual beli tersebut dapat dibuktikan dengan adanya kwitansi sebagai bukti pembayaran atas harga jual beli tanah tersebut. Pada tahun 2018, Tuan H ingin mendaftarkan segel tersebut menjadi sertifikat Hak Milik. Namun, Kantor Pertanahan Balikpapan menolak dikarenakan itu merupakan Tanah Negara yang harus didaftarkan menjadi IMTN. Hal ini sesuai dengan Perwali Balikpapan IMTN jo. Perda IMTN Balikpapan. Sehingga, pada 13 September 2018 terbitlah IMTN yang dikeluarkan oleh Camat Balikpapan Timur. Kemudian, pada Agustus 2020 Tuan H ingin mendaftrkan kembali IMTN tersebut menjadi sertifikat Hak Milik.

Setelah melalui proses pendaftaran permohonan, tanah tersebut tidak dapat menjadi sertifikat Hak Milik dikarenakan terhalang oleh Rencana Tata Ruang Wilayah (yang selanjtnya RTRW). Sehingga, pihak Kantor Pertanahan Balikpapan menyarankan agar dilakukan perpanjangan IMTN saja. Kemudian Tuan H melakukan permohonan perpanjangan IMTN kepada Kecamatan Balikpapan Timur.

11 Peraturan Walikota Balikpapan tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Balikpapan Nomor 1 Tahun 2014 tentang izin Membuka Tanah Negara, Perwali Balikpapan Nomor 33 Tahun 2017 (yang selanjutnya disebut Perwali Balikpapan IMTN), Berita Daerah Kota Balikpapan Tahun 2017 Nomor 33, Pasal 22 Ayat (1)

12 Perwali Balikpapan IMTN, Pasal 22 Ayat (7).

(8)

Berdasarkan kasus diatas dapat disimpulkan bahwa Tuan H telah melakukan perpanjangan IMTN 1 (satu) kali, namun hingga saat ini belum dapat dimohonkan sertifikat atas tanah kavling tersebut dikarenakan terhalang oleh RTRW Kota Balikpapan. Permasalahan hukum yang terjadi adalah perpanjangan IMTN hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali serta bagi pemegang IMTN yang belum memohonkan haknya dan telah memperpanjang IMTN sesuai dengan ketentuan diatas.

C. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang pernah dilakukan tentang topik yang relatif sama dengan yang ingin penulis teliti tersebut dibawah ini, tetapi pada dasarnya penelitian tesis yang penulis lakukan terdapat perbedaan dengan penelitian sebelumnya yang antara lain:

No. Nama Peneliti dan Asal Instansi

Judul dan Tahun Penelitian

Rumusan Masalah

1. Ifah Annisa Permatasari dan Magister

Kenotariatan Universitas Brawijaya

Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Atas Tanah Berdasarkan Alat Bukti Segel Tanah (Dalam Rangka Penerapan

Peraturan Daerah Kota Balikpapan Nomor 1 Tahun 2014 tentang Izin Membuka Tanah Negara)dan 2015

1. Mengapa surat

keterangan Iizin Membuka Tanah Negara (IMTN) berdasarkan Surat Edaran Walikota Balikpapan sehubungan dengan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Izin Membuka Tanah Negara tersebut dapat mengganti segel tanah dalam proses pendaftaran tanah di Kota Balikpapan?

2. Apa bentuk

perlindungan hukum bagi pemegang ha katas tanag dengan penerapan

(9)

Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Izin Membuka Tanah Negara?

Pada penelitian tersebut, peneliti berfokus pada Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Izin Membuka Tanah Negara, serta

perlindungan hukumnya bagi pemegang hak atas tanah yang berdasarkan segel.

Sedangkan, penelitian ini, peneliti lebih berfokus kepada Permasalahan hukum yang ditumbulkan dengan adanya Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Izin Membuka Tanah Negara dan peraturan

pelaksanaannya, serta perlindungan hukum bagi pemegang IMTN yang mengalami yang tidak dapat melakukan perpanjangan IMTN.

2. Ratna

Luhfitasari, dkk dan Fakultas

Perlindungan Hukum Bagi Pemegang IMTN

1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap

(10)

Hukum Universitas Balikpapan

Berdasarkan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Izin Membuka Tanah NegaraDan 2020

pemegang IMTN?

Pada penelitian tersebut, peneliti berfokus pada perlindungan hukum secara umum bagi pemegang IMTN berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Izin Membuka Tanah Negara

Sedangkan, penelitian ini, peneliti lebih berfokus kepada Permasalahan hukum yang ditumbulkan dengan adanya Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Izin Membuka Tanah Negara dan peraturan

pelaksanaannya, serta perlindungan hukum bagi pemegang IMTN yang mengalami yang tidak dapat melakukan perpanjangan IMTN.

Tabel 1. Penelitian Terdahulu

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan dalam latar belakang, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian tesis ini sebagai berikut:

(11)

1. Bagaimanakah kedudukan peraturan mengenai IMTN di wilayah Balikpapan apabila dikaitkan dengan sistem pendafttaran tanah di Indonesia?

2. Bagaimana perlindungan hukum bagi Tuan H yang tidak dapat melakukan perpanjangan IMTN dikaitkan dengan Pasal 22 Ayat (1) dan (7) Peraturan Walikota Balikpapan Nomor 33 Tahun 2017?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian dari penulisan tesis ini dengan judul

“Kedudukan IMTN Atas Tanah Dengan Status Segel Tanah (Studi Kasus Tuan H di Balikpapan)” adalah sebagai berikut:

a. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data sebagai bahan utama untuk meningkatkan dan mendalami berbagai teori yang telah diperoleh dalam penelitian serta digunakan sebagai acuan dalam praktik mengenai perlindungan hukum bagi pemegang IMTN yang tidak dapat melakukan perpanjangan IMTN.

b. Tujuan Khusus

1) Untuk mengidentifikasi kedudukan peraturan mengenai IMTN Balikpapan dalam sistem pendaftaran tanah di Indonesia.

2) Untuk menganalisis perlindungan hukum bagi pemegang IMTN yang tidak dapat melakukan perpanjangan IMTN.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian dari penilisan tesis ini dengan judul

“Kedudukan IMTN Atas Tanah Dengan Status Segel Tanah (Studi Kasus Tuan H di Balikpapan)” adalah sebagai berikut:

a. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan kepustakaan, mengembangkan ilmu hukum, dan memberikan pengetahuan serta wawasan dibidang ilmu kenotariatan, khususnya mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kedudukan peraturan mengenai IMTN Balikpapan

(12)

dalam sistem pendaftaran tanah di Indonesia dan perlindungan hukum bagi pemegang IMTN yang tidak dapat melakukan perpanjangan IMTN.

b. Manfaat Praktis

Dari segi praktis, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan sumbangan terkait peraturan yang mengatur perlindungan hukum bagi pemegang IMTN yang tidak dapat melakukan perpanjangan IMTN.

F. Landasan Teori 1. Kepastian Hukum

Republik Indonesia adalah negara hukum. Hal ini tercermin dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang secara tegas menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”13. Sebagai negara hukum maka seluruh aspek dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus senantiasa berdasarkan atas hukum. Secara historis, konsep negara hukum muncul dalam berbagai model, antara lain negara hukum menurut agama Islam, negara hukum menurut konsep Eropa Kontinental yang dinamakan rechsstaat, negara hukum menurut konsep Anglo Saxon (rule of law), konsep socialist legality, dan konsep negara hukum Pancasila. Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan perundang-undangan dibuat dan diundangkan secara pasti, karena mengatur secara jelas dan logis, maka tidak akan menimbulkan keraguan karena adanya multitafsir sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma.

Tujuan kepastian hukum telah dikemukakan oleh Hans Kelsen dengan konsepnya, Rule of Law atau Penegakan Hukum konsep ini mengandung arti:14

a. Hukum itu ditegakkan demi kepastian hukum.

b. Hukum itu dijadikan sumber utama bagi hakim dalam memutus perkara.

13 UUD NRI 1945, Pasal 1 Ayat (3)

14 H. Zainal Asikin, Mengenal Filsafat Hukum, (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2020), hlm. 24.

(13)

c. Hukum itu tidak didasarkan pada kebijaksanaan dalam pelaksanaannya.

d. Hukum itu bersifat dogmatis.

Ajaran kepastian hukum ini berasal dari ajaran Yuridis-Dogmatik yang didasarkan pada aliran pemikiran positivistis di dunia hukum, yang cenderung melihat hukum sebagai sesuatu yang otonom, yang mandiri, karena bagi penganut pemikiran ini, hukum tak lain hanya kumpulan aturan.

Bagi penganut aliran ini, tujuan hukum tidak lain dari sekedar menjamin terwujudnya kepastian hukum. Kepastian hukum itu diwujudkan oleh hukum dengan sifatnya yang hanya membuat suatu aturan hukum yang bersifat umum. Sifat umum dari aturan-aturan hukum membuktikan bahwa hukum tidak bertujuan untuk mewujudkan keadilan atau kemanfaatan, melainkan semata-mata untuk kepastian.15

Menurut Lawrence M. Wriedman, seorang Guru Besar di Stanford University, berpendapat bahwa untuk mewujudkan “kepastian hukum”

paling tidak haruslah didukung oleh unsur-unsur sebagai berikut yaitu:16 1) substansi hukum;

2) aparatur hukum; dan 3) budaya hukum.

Menurut Sudikno Mertukusumo, kepastian hukum merupakan sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan dengan cara yang baik.

Kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga aturan-aturan itu memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus ditaati.

2. Perlindungan Hukum

Negara Indonesia yang memiliki Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan ideologi negara, mengajarkan tentang falsafah perlindungan

15 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), (Jakarta: Toko Gunung Agung, 2002), hlm. 82-83.

16 Fauzie Kamal Ismail, “Kepastian Hukum Atas Akta notaris Yang Berkaitan Dengan Pertanahan” (Tesis Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, 2011), hlm.

53.

(14)

dalam setiap silanya. Sejatinya, gagasan dan sekaligus tujuan akhir (destinasi) dari pengejewantahan setiap sila Pancasila adalah untuk membangun dan atau memberikan pelindungan hukum bagi kehidupan, kemanusiaan dan manusia itu sendiri. Maka tidaklah berlebihan apabila tema perlindungan hukum merupakan tema yang tidak akan pernah lekang sepanjang zaman, karena keberadaan dan kedudukannya senantiasa mengiringi dan atau melekat dalam kehidupan manusia. Namun demikian, seiring dengan aktualisasi perlindungan hukum bagi manusia, tidak jarang terjadi pengikraran-pengikraran dan pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia, yang tidak tertutup kemungkinan dilakukan oleh individu atau oleh negara, diantaranya melalui kebijakan-kebijakan publik yang dikeluarkan negara maupun melalui aparatur hukum dalam proses penegakan hukum.

Menurut Philipus M. Hadjon berpendapat bahwa perlindungan hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan. Satjipto Raharjo mendefinisikan perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum. Menurut Philipus M. Hadjon perlindungan hukum untuk rakyat ada 2 (dua) macam, antara lain17:

1) Perlindungan hukum preventif, yaitu perlindungan bagi rakyat kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu putusan pemerintah ditetapkan. Perlindungan preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya suatu sengketa.

2) Perlindungan hukum represif, yaitu perlindungan yang dilakukan melalui badan peradilan yang bertujuan untuk menyelesaikan perselisihan dan sengketa.

3. Hukum Pertanahan Indonesia

Tanah atau agraria berasal dari beberapa bahasa, dalam bahasa latin agraria dikenal dengan kata “agre” yang berarti tanah atau sebidang tanah.

17 Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya: Bina Ilmu, 1987), hlm. 48

(15)

Sedangkan, dalam bahasa inggris agraria dikenal sebagai “agrarian” yang berarti tanah dan dihubungkan dngan usaha pertanian. Menurut Kamus Besar Bahsa Indonesia, tanah adalah:18

a. Permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali;

b. Keadaan bumi di suatu tempat;

c. Permukaan bumi yang diberi batas;

d. Bahan-bahan dari bumi, bumi sebagai bahan sesuatu (pasir, cadas, napal, dan sebagainya).

Pengaturan mengenai tanah di Indonesia diatur dalam Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentag Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (yang selanjutnya disebut UUPA). Pada Pasal 4 Ayat (1) UUPA, menyatakan bahwa tanah adalah sebagai permukaan bumi. Dimana terdapat hak atas sebagaian tertentu yang berbatas di permukaan bumi yang dinakan hak atas tanah.

Secara umum, UUPA membedakan tanah menjadi tanah negara dan tanah hak.19 Hak atas tanah diatur dalam Pasal 4 Ayat (2) UUPA. Hak atas tanah yang dimaksud tidak hanya mengenai wewenang untuk menggunakan sebagain tertentu permukaan bumi yang disebut tanah, akan tetapi juga menggunakan sebagian dari tubuh bumi yang berada di bawah permukaan bumi, air serta ruang yang ada diatasnya. Hak-hak penguasaan tanah terdiri dari serangkaian wewenang, kewajiban, dan atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu dengan tanah yang dilekati hak.20

Hak atas tanah tersebut dijaminkan kepastian hukumnya melalui Pasal 19 Ayat (1) UUPA, yang berbunyi:

“Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerinta diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan- ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah”21

18 W.J.S. Purwodawinto, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,1994), hlm.

94

19 Herman Hermit, Cara Memperoleh Sertifikat Tanah Hak Milik, Tanah Negara, dan Tanah Pemda, (Bandung: Mandar Maju, 2004), hlm 111.

20 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi, dan Pelaksanaannya, (Jakarta: Djambatan, 2008), hlm. 18

21 Undang-Undang Pokok Agraria, UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria, Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 2043, Pasal 19 Ayat (1).

(16)

Menurut Boedi Harsono, pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan, dan teratur, yang meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis22, dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah rusun, termasuk pemberian sertifikat sebagai tanda bukti haknya.

G. Definisi Operasional 1. Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum adalah berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun. Perlindungan hukum terdapat 2 (dua) macam, yaitu perlindungan hukum preventif dan represif.

2. Tanah Negara

Tanah Negara atau tanah-tanah yang dikuasai langsung oleh Negara adalah tanah yang tidak dipunyai dengan segala sesuatu ha katas tanah yakni Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, Hak Pengelolaan dan Hak Pakai.23 Adapun ruang lingkup Tanah Negara meliputi:

1) Tanah-tanah yang diserahkan secara sukarela oleh pemiliknya;

2) Tanah-tanah hak yang berakhir jangka waktunya dan tidak diperpanjang lagi;

3) Tanah-tanah yang pemegang haknya meninggal dunia tanpa ahli waris;

4) Tanah-tanah yang diterlantarkan;

5) Tanah-tanah yang diambil untuk kepentingan umum.

3. Alas Hak

22 J. Andy Hartanto, Hukum Pertanahan Karakteristik Jual Beli yang Belum Terdaftar Hak Atas Tanahnya, (Surabaya: LaksBang Justitia, 2014), hlm. 42, menyatakan bahwa:

“data yuridis adalah keterangan mengenai status hukum bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, pemegang haknya, dan hak pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya”

23

(17)

Alas hak adalah alat bukti dasar yang menunjukkan atau membuktikan adanya hubungan hukum antara pemilik dengan tanahnya.

4. Segel Tanah

Segel tanah adalah suarat keterangan mengenai penguasaan fisik dari bidang tanah, yang menerangkan penguasaan terhadap tanah atau lahan oleh pihak yang bersangkutan, dan bukan diterangkan oleh pihak Kelurahan setempat.

5. Tanah Garapan24

Tanah garapan adalah sebidang tanah yang sudah atau belum dilekati dengan sesuatu hak yang dikerjakan atau dimanfaatkan oleh pihak lain baik dengan persetujuan atau tanpa persetujuan yang berhak dengan atau tanpa jangka waktu tertentu.

6. IMTN25

Izin Membuka Tanah Negara (IMTN) adalah izin yang diberikan oleh Walikota atau pejabat yang ditunjuk kepada orang perorang atau badan hukum untuk membuka dan/atau mengambil manfaat dan mempergunakan tanah yang dikuasai oleh Negara.

7. RTRW26

Rencana Tata Ruang Wilayah adalah hasil perencanaan tata ruang pada wilayah yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif.

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota adalah rencana tata ruang yang bersifat umum dari wilayah Kabupaten/Kota, yang mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan, Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional,

24 Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2003 tentang Norma dan Standar Mekanisme Katatalaksanaan Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan Yang Dilaksanakan Oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.

25Peraturan Daerah Kota Balikpapan tentang izin Membuka Tanah Negara, Perda Balikpapan Nomor 1 Tahun 2014 (yang selanjutnya disebut Perda Balikpapan IMTN), Lembaran Daerah Kota Balikpapan Tahun 2014 Nomor 1, Pasal 1 Angka 13

26 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia tentang Tata Cara Penyusunan, Peninjauan Kembali, Revisi, dan Peneribitan Persetujuan Substansi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten, Kota, dan Rencana Detail Tata Ruang, Permen ATR/BPN Nomor 11 Tahun 2021, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 329, Pasal 1

(18)

Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi.

H. Metode Penelitian 1. Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif yaitu penelitian terhadap norma hukum tertulis dengan data yang digunakan ialah data sekunder. Hal ini dikarenakan untuk dapat mengetahui lebih detail permasalahan yang terjadi atau fakta yang terdapat pada permasalahan tersebut harus dilakukan pengidentifikasian dan analisis terhadap perolehan hak atas tanah melalui IMTN dan perlindungan hukum bagi pemegang IMTN yang tidak dapat melakukan perpanjangan IMTN.

2. Tipologi Penelitian

Tipologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekplanatoris. Tipologi penelitian eksplanatoris adalah tipologi penelitian dari sudut sifatnya. Eksplanatoris adalah tipologi penelitian yang digunakan untuk memperkuat keadaan hukum yang sudah ada. Sehingga, dapat menyempurnakan penerapan teori atau norma hukum mengenai hal tersebut.

3. Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian kepustakaan dengan cara melakukan studi kepustakaan dengan ruang lingkup literatur hukum. Literatur hukum tersebut antara lain, peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, penerbitan pemerintah, dan berbagai tulisan lainnya.

Dalam penelitian ini difokusukan dalam data sekunder berupa peraturan perundang-undangan di Indonesia serta didukung dengan data primer yang diperoleh wawancara kepada informan dan narasumber.

4. Jenis Bahan Hukum

Jenis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Bahan hukum primer adalah

(19)

bahan hukum yang bersifat mengikat berupa peraturan perundang-undangan.

Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;

2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tnah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah;

3) Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penyusunan, Peninjauan Kembali, Revisi, dan Penerbitan Persetujuan Substansi, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten, Kota, dan Rencana Detail Tata Ruang;

4) Peraturan Daerah Kota Balikpapan Nomor 1 Tahun 2014 tentang Izin Membuka Tanah Negara;

5) Peraturan Walikota Balikpapan Nomor 33 Tahun 2017 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Balikpapan Nomor 1 Tahun 2014 tentang Izin Membuka Tanah Negara.

Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku-buku, tesis, jurnal, dan dokumen-dokumen yang mengulas tentang perolehan hak atas tanah melalui IMTN dan perlindungan hukum bagi pemegang IMTN yang tidak dapat melakukan perpanjangan IMTN.

Selanjutnya, bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain.27

5. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah studi dokumen atau bahan pustaka yang merupakan suatu teknik penelusuran bahan hukum melalui pengumpulan data dari bahan hukum tersebut dengan menggunakan penelitian kepustakaan (library research). Tidak hanya itu, penelitian ini juga didukung dengan adanya data primer yaitu dengan alat pengumpulan data berupa wawancara kepada informan dan narasumber. Informan dalam

27 Johnny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayumedia Publishing, 2005), hlm. 296

(20)

hal ini adalah orang yang memberikan informasi sesuai dengan pekerjaan atau pengalamannya, yaitu Kantor Pertanahan. Selanjutnya, Narasumber dalam penelitian ini adalah orang yang mempunyai pengetahuan kepakaran atau akademisi, yaitu Notaris dan dosen yang pakar mengenai IMTN.

6. Metode Analisis Data

Metode analisis data dalam penelitian ini adalah menggunakan deskriptif kualitatif, yaitu data yang diperoleh dari penelitian disajikan secara deskriptif dan diolah secara kualitatif dengan cara mengklasifikasikan data yang diperoleh dalam penelitian sesuai dengan permasalahan, kemudian data tersebut disistematisasikan serta selanjutnya dianalisis dijadikan dasar dalam mengambil simpulan.

7. Bentuk Hasil Penelitian

Bentuk hasil penelitian berupa penyajian dalam bentuk naratif sesuai dengan tipologi penelitian berupa eksplanatoris analitis yang menggambarkan atau menjelaskan lebih dalam suatu gejala.28 Keseluruhan data yang diperoleh dalam penelitian ini kemudian dianalisis secara kualitatif untuk menghasilkan data deskriptif analitis29 tentang perolehan hak atas tanah melalui IMTN dan perlindungan hukum bagi pemegang IMTN yang tidak dapat melakukan perpanjangan IMTN.

I. Sistematika Penulisan

Secara keseluruhan substansi penulisan dalam penelitian ini dibagi menjadi 4 bab, yang rinciannya sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini Peneliti memberikan gambaran-gambaran umum yang mengungkapkan latar belakang permasalahan yang mendasari penelitian tesis ini, penelitian terdahulu yang mendasari, pokok permasalahan, tujuan penelitian yang hendak dicapai dari penelitian tesis ini, manfaat penelitian, landasan teori yang digunakan dalam

28 Sri Mamudji, et. al, Metode Penelitian dan Penelitian Hukum, (Depok: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hlm. 41

29 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum Cetakan 3, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2007), hlm. 250

(21)

penelitian tesis ini, metode penelitian yang Peneliti gunakan serta sistematika penulisan dari tesis ini.

BAB II: PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DENGAN ALAS HAK SEGEL MELALUI IMTN

Pada bab ini akan diuraikan mengenai teori dan dasar perolehan hak atas tanah, alas hak, tanah negara, IMTN dengan mempertimbangkan peraturan perundang- undangan lainnya yang mengatur perolehan hak atas tanah.

BAB III: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG IMTN YANG TIDAK DAPAT MELAKUKAN PERPANJANGAN IMTN

Pada bab ini akan diuraikan dan diidentifikasi mengenai judul yang diangkat dalam penelitian ini, yaitu perlindungan hukum bagi pemegang IMTN yang tidak dapat melakukan perpanjangan IMTN. Peneliti akan menganalisis hasil temuan-temuan selama penelitian dilakukan kemudian dibedah menggunakan teori-teori yang digunakan dalam penelitian yang telah dilakukan.

BAB IV: PENUTUP

Pada bab ini peneliti akan menguraikan simpulan tentang pokok permasalahan penelitian ini, kemudian Peneliti juga akan memberikan saran yang berkaitan dengan pokok permasalahan dalam penulisan tesis ini guna pembangunan hukum itu sendiri.

DAFTAR RUJUKAN DAFTAR TABEL

TRANSKRIP WAWANCARA (jika ada)

(22)

LINI WAKTU PENELITIAN

NO Kegiatan Bulan Ke-

I II III IV

1. Persiapan

2. Melakukan Studi Pustaka

3. Menyusun Instrumen Penelitian

4. Melaksanakan Penelitian

5. Menganalisis Bahan Hukum

6. Menulis laporan Tesis

Tabel 2. Lini Waktu Penelitian

(23)

DAFTAR RUJUKAN Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Pokok Agraria. UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104. Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 2043.

Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia tentang Tata Cara Penyusunan, Peninjauan Kembali, Revisi, dan Peneribitan Persetujuan Substansi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten, Kota, dan Rencana Detail Tata Ruang. Permen ATR/BPN Nomor 11 Tahun 2021. Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 329.

Peraturan Daerah Kota Balikpapan tentang izin Membuka Tanah Negara. Perda Balikpapan Nomor 1 Tahun 2014. Lembaran Daerah Kota Balikpapan Tahun 2014 Nomor 1

Peraturan Walikota Balikpapan tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota

Balikpapan Nomor 1 Tahun 2014 tentang izin Membuka Tanah Negara. Perwali Balikpapan Nomor 33 Tahun 2017. Berita Daerah Kota Balikpapan Tahun 2017 Nomor 33.

Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2003 tentang Norma dan

Standar Mekanisme Katatalaksanaan Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan Yang Dilaksanakan Oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.

Buku

Ali, Achmad. Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis). Jakarta:

Toko Gunung Agung, 2002.

Asikin, H. Zainal. Mengenal Filsafat Hukum. Yogyakarta: Penerbit Andi, 2020.

(24)

Bakrie, Muhammad. Hak Menguasai Tanah Oleh Negara (Paradigma Baru untuk Reforma Agraria). Malang: UB Press, 2011.

Chandra, S. Sertifikat Kepemilikan Hak Atas Tanah. Jakarta: PT. Grasindo, 2015.

Chulaemi, Achmad. Hukum Agraria, Perkembangan, Macam-macam Hak Atas Tanah dan Pemindahannya. Semarang: Universitas Diponegoro, 1993.

Hadjon, Philipus M. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia. Surabaya: Bina Ilmu, 1987.

Harsono, Boedi. Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi, dan Pelaksanaannya. Jakarta: Djambatan, 2008.

Hartanto, J. Andy. Hukum Pertanahan Karakteristik Jual Beli yang Belum Terdaftar Hak

Atas Tanahnya. Surabaya: LaksBang Justitia, 2014.

Hermit, Herman. Cara Memperoleh Sertifikat Tanah Hak Milik, Tanah Negara, dan Tanah Pemda. Bandung: Mandar Maju, 2004.

Ibrahim, Johnny. Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif. Malang: Bayumedia Publishing, 2005.

Mamudji, Sri. et. al. Metode Penelitian dan Penelitian Hukum. Depok: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia. 2005.

Murad, Rusmadi. Administrasi Pertanahan Pelaksanaan Hukum Pertanahan Dalam Praktek. Jakarta: Mandar Maju, 2013.

Purwodawinto, W.J.S. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka,1994.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Cetakan 3. Jakarta: Universitas Indonesia. 2007.

Jurnal

Jade, Adinda Putri, Dia Nadia Pputri, Sholahuddin Al-Fatih. “Perizinan Membuka Tanah

Negara di Kota Balikpapan”. Supremasi Hukum: Jurnal Penelitian Hukum.

Volume 29 Nomor 2, 2020. Hlm. 102-130.

Kurnia, Inez Etty Mulyati, dan Nanda Anisa Lubis. “Penerapan Due Diligence oleh

(25)

Notaris Selaku Kuasa Dalam Permohonan Pendaftaran Atas Perubahan Sertifikat Jaminan Fudusia Online”. ACTA DIURNAL, Jurnal Ilmu Hukum Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Padjajaran. Volume 5 Nomor 2, (2022). Hlm. 235-250.

Lubis, Muhammad Yamin. “Politik Hukum Masa Depan Pertanahan Indonesia”. Jurnal Recital Review. Volume 1 Nomor 2, 2019. Hlm. 1-10

Nahak, Simon. “Implikasi Hukum Pertanahan Terhadap Pemindahan Ibu Kota Negara Republik Indonesia Dari Jakarta Ke Kalimantan Timur”. Ganaya: Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Jayapangus Pres. Volume 2 Nomor 2, 2019. Hlm. 31-40 Sari, Deasy Ratna, dkk. “Practice of License To Open State Land in Balikpapan”.

Unram

Law Review. Volume 1 Issue 2, 2017. Hlm. 132-139.

Tesis

Ismail, Fauzie Kamal. “Kepastian Hukum Atas Akta notaris Yang Berkaitan Dengan Pertanahan”. Tesis Magister Kenotariatan Fakultas Hukum. Universitas Indonesia, Depok. 2011.

Referensi

Dokumen terkait

Undang-undang pertama yang dikeluarkan adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor

Yogyakarta: Penerbit Deepublish Undang–Undang Republik Indonesia, Nomor 28, Tahun 2009, tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Undang–Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan