• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosedur Penyelesaian Sengketa Hak Cipta

N/A
N/A
Gusti

Academic year: 2024

Membagikan " Prosedur Penyelesaian Sengketa Hak Cipta"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

A. Prosedur Penyelesaian Sengketa Hak Cipta dan Upaya Hukumnya

Sebuah konflik yang berkembang atau berubah menjadi sebuah sengketa apabila pihak yang merasa dirugikan telah menyatakan rasa tidak puas atau keprihatinannya baik secara langsung maupun tidak langsung kepada pihak yang dianggap sebagai penyebab kerugian atau kepada pihak lain. Dalam konteks hak cipta, jika terjadi sengketa maka penyelesaiannya adalah dengan jalur litigasi yaitu dengan mengajukan gugatan ke pengadilan yang berwenang dalam hal ini yaitu pengadilan niaga. Namun, berdasarkan Pasal 95 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta selain melalui pengadilan niaga, para pihak dapat menyelesaikan sengketa hak cipta tersebut melalui jalur arbitrase atau alternatif penyelesainan sengketa yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Alternatif penyelesaian sengketa adalah negosiasi, mediasi, konsiliasi dan cara lain yang dipilih oleh para pihak sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Berne convention dan TRIPs agreement merupakan konvensi internasional di

bidang hak cipta yang telah diratifikasi oleh Indonesia. Indonesia sebagai negara anggota konvensi, berkewajiban untuk menghormati standar-standar pengaturan perlindungan hak cipta didalam konvensi untuk diberlakukan secara nasional. Pada article 9 angka 1 TRIPs agreement mengatur bahwa anggota konvensi diwajibkan untuk mematuhi Pasal 1 hinggal Pasal 21 Konvensi Berne 1971. Article 9 juga

(2)

mengatur cakupan perlindungan hak cipta yang diperluas ke ekspresi bukan ide.

Ekspresi yang dimaksud adalah diekspresikan secara nyata bukan ide semata, dalam artian suatu karya dapat dilihat, dibaca, didengar maupun sebagainya.32 Hak eksklusif pencipta atau pemilik hak terkait yang timbul dari ciptaan yang diwujudkan atau diekspresikan tersebut terdiri dari hak moral dan hak ekonomi. Hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta yang tidak dapat dihilangkan dan seseorang atau badan hukum tidak diperkenankan untuk melakukan perubahan terhadap hasil karya cipta.33

Hak moral merupakan hak untuk menentukan suatu ciptaan diumumkan atau tidak diumumkan oleh pencipta, untuk menarik atau membuat izin penayangan ciptaannya yang telah diungkapkan untuk tetap dicantumkan nama penciptanya, walaupun ciptaannya telah dialihkan kepada pihak lain, dan untuk memberi/menolak perubahan atas ciptaannya.34 Sedangkan hak ekonomi yaitu hak seorang pencipta untuk mendapatkan keuntungan atas ciptaannya. Pengusaha diharapkan bisa mengatasi permasalahan-permasalahan dalam menjamin kepastian hukum dan keadilan terutama dalam konteks pelanggaran hak cipta terkait hak eksklusif melalui produk hukumnya yaitu undang-undang hak cipta. Lingkup pelanggaran hak cipta dibatasi oleh ketentuan pada bab VI undangundang hak cipta tentang pembatasan hak cipta. Upaya penguasa dalam menegakkan keadilan di bidang hak cipta dilihat dari penyelesaian sengketa yang diatur dalam Pasal 95 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, diantaranya dapat melalui:

32Ni Ketut Supasti Dharmawan, Harmonisasi Hukum Kekayaan Intelektual Indonesia, Denpasar:

Swasta Nulus, 2018, hlm 20.

33 Otto Hasibuan, Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu, Bandung: PT. Alumni, 2008, hlm 69.

34 Ni Putu Utami Indah Damayanti, A.A Sri Indrawati, dan A.A Sagung Wiratni Darmadi, Karya Cipta Electronic Book (E-Book): Studi Normatif Perlindungan Hak Ekonomi, Jurnal Kertha Semaya Universitas Udayana, Denpasar, Vol. 06, No. 03, 2018, hlm 12.

(3)

1. Alternatif Penyelesaian Sengketa

Alternatif penyelesaian sengketa berdasarkan penjelasan Pasal 95 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, hanya sebatas mediasi, negosiasi, dan konsiliasi. Jika diuraikan pengertian dari alternatif penyelesaian sengketa berdasarkan undang-undang hak cipta, adalah sebagai berikut:

a) Mediasi, adalah intervensi oleh pihak ketiga yang tidak berpihak dan netral dalam membantu penyelesaian sengketa para pihak yang berselisih untuk mencapai kesepakatan secara sukarela.35

b) Negosiasi, adalah penyelesaian masalah antara para pihak dengan suatu proses tawar menawar untuk mencapai kesepakatan secara sukarela.36 c) Konsiliasi, adalah penyelesian sengketa yang melibatkan pihak ketiga, yaitu

konsiliator. Namun, kesepakatan dan keputusan sepenuhnya dilakukan oleh para pihak. Konsiliator melakukan tindakan-tindakan diantaranya mengatur waktu maupun tempat, mengarahkan subyek pembicaraan, dan menyampaikan pesan dari satu pihak ke pihak lain jika tidak memungkinkan disampaikan langsung oleh pihak yang bersengketa.15 2. Arbitrase

Arbitrase merupakan penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang didasarkan perjanjian arbitrase secara tertulis yang dibuat oleh para pihak dengan memuat

35 Joni Emerzon, Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan (Negoisasi, Mediasi, Konsoliasi, dan Arbitrase), Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000, hlm 67.

36 Munir Faudy, Arbitrase Nasional: Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003, hlm 42. Dikutip dari Makur Hidayat, Stratefi dan Taktik Mediasi Berdasarkan Perma Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, Jakarta: Kencana, 2016, hlm 13.

15 Ibid, hlm 14.

(4)

klausula arbitrase sebelum terjadinya sengketa (pactum compromitendo) maupun setelah terjadinya sengketa (acta compromise). Landasan hukum arbitrase di Indonesia diatur dalam Pasal 377 HIR.37 Produk hukum nasional yaitu UU AAPS, menegaskan bahwa penyelesaian sengketa melalui arbitrase hanya diperuntukan bagi sengketa perdata.

3. Pengadilan

Lembaga peradilan umumnya merupakan pilihan terakhir bagi para pihak yang bersengketa. Pasal 24 ayat (1) j.o Pasal 24 ayat (2) UUD RI 1945 bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan untuk menegakkan hukum dan keadilan secara merdeka, yang dilakukan oleh Mahkamah Agung serta badan peradilan dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, peradilan tata usaha negara dan oleh Mahkamah Konstitusi.

Pengadilan yang berwenang mengadili sengketa pelanggaran hak cipta adalah Pengadilan Niaga dalam hal pengajuan gugatan. Sebagaimana dalam UndangUndang Nomor 48 Tahun 2008 Tentang Kekuasaan Kehakiman bahwa Pengadilan Niaga merupakan pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan peradilan umum.

Tuntutan pidana terhadap pelanggara hak cipta yang berwenang mengadili adalah Pengadilan Negeri.17 Hal tersebut tidak diatur secara eksplisit dalam undang-undang hak cipta.

Mediasi merupakan bagian dari alternatif penyelesaian sengketa melalui proses di luar pengadilan (non litigasi) dengan bantuan mediator. Alternatif penyelesaian sengketa belum terlalu dikenal oleh masyarakat secara mendalam. Keberadaan

37 M Yahya Harahap, Arbitrase, Jakarta: Sinar Grafika, 2003, hlm 2. 17 Ni Ketut Supasti Dharmawan, Op. Cit, hlm 36.

(5)

alternatif penyelesaian sengketa dilihat dari beberapa kritikan terhadap lembaga peradilan (litigasi) di antaranya waktu proses persidangan yang berlarut, kesulitan mendapat keputusan yang final dan binding, biaya mahal, proses beracara seakan para pihak saling menyerang, putusan yang win lose solution (kalah-menang) yang mengakibatkan hubungan para pihak menjadi putus, menimbulkan sengketa/ konflik baru.38

Dari kritikan tersebut dirasa penyelesaian litigasi secara praktiknya tidak mencerminkan perdamaian dan kekeluargaan. Kebaikan dari mekanisme alternatif penyelesaian sengketa dibandingkan lembaga peradilan yaitu prosesnya bersifat sukarela, prosedur cepat, keputusan yang non-judicial, hemat waktu, hemat biaya, dan perlindungan serta pemeliharaan hubungan.39 Mediasi pada umumnya digunakan dalam penyelesaian sengketa perdata. Dalam hukum pidana juga dikenal dengan mediasi yang dinamakan mediasi penal. Mediasi penal adalah proses mempertemukan korban dan pelaku tindak pidana yang telah dikehendaki oleh para pihak untuk berpartisipasi dalam menyelesaikan masalah melalui bantuan mediator.40

Sengketa perdata yang timbul jika berkenaan dengan perkara ekonomi akan ditangani oleh pengadilan niaga. Demikian pula hanya pada sengketa hak cipta, pemegang hak cipta berhak untuk mengajukan gugatan ganti rugi kepada pengadilan niaga atas pelanggaran hak ciptanya. Penyelesaian perkara hak cipta tersebut diatur dalam Pasal 95 sampai dengan Pasal 105 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Gugatan atas pelanggaran hak cipta diajukan kepada ketua

38 S. Soetrisno, Malpraktik Medik dan Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa, Tangerang: Telaga Ilmu, 2010, hlm 4.

39 Joni Emerzon, Op.Cit, hlm 3.

40 Diah Ratna Sari Hariyanto, Konstruksi Media Penal dalam Penyelesaian Tindak Pidana Ringan di Indonesia, Denpasar: Disertasi Universitas Udayana, 2018, hlm 11.

(6)

pengadilan niaga. Panitera mendaftarkan gugatan pada tanggal gugatan pada tanggal gugatan yang diajukan dan kepada penggugat diberikan tanda terima tertulis yang ditanda tangani oleh pejabat yang berwenang. Panitera menyampaikan gugatan kepada ketua pengadilan niaga paling lama 2 (dua) hari terhitung setelah gugatan didaftarkan dan mempelajari gugatan kemudian menetapkan hari sidang. Sidang pemeriksaan atas gugatan dimulai dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari setelah gugatan didaftarkan.

Pemanggilan para pihak dilakukan oleh juru sita paling lama 7 (tujuh) hari setelah gugatan didaftarkan. Putusan atas gugatan harus diucapkan paling lama 90 (sembilan puluh) hari setelah gugatan didaftarkan. Putusan atas gugatan harus diucapkan paling lama 30 (tiga puluh) hari atas persetujuan Ketua Mahkamah Agung. Putusan atas gugatan yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut harus diucapkan pada sidang terbuka untuk umum dan apabila diminta dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun terhadap putusan diajukan upaya hukum.

Upaya hukum adalah suatu upaya yang diberikan kepada seseorang untuk sesuatu hal tertentu yang melawan keputusan hakim. Upaya tersebut dilakukan sebagai alat untuk mencegah dan memperbaiki kekeliruan dalam suatu putusan tersebut. Dalam hukum acara perdata dikenal dua macam upaya hukum, yaitu upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Upaya hukum biasa adalah perlawanan terhadap putusan verstek, banding dan kasasi. Pada dasarnya, upaya hukum ini menangguhkan eksekusi.

Pengecualiannya, apabila putusan tersebut dijatuhkan dengan ketentuan dapat dilaksanakan terlebih dahulu (uitvoerbaar bij voorraad) ex. Pasal 180 (1) HIR, maka meskipun diajukan upaya biasa, namun eksekusi berjalan terus. Berbeda dengan upaya hukum biasa, mengenai upaya hukum luar biasa pada asasnya tidak menangguhkan

(7)

eksekusi. Yang termasuk upaya hukum luar biasa adalah perlawanan pihak ketiga terhadap sita ekskutorial dan peninjauan kembali.41

Berdasarkan Pasal 102 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, sangat jelas bahwa putusan pengadilan niaga hanya dapat diajukan kasasi.

Upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap sengketa pelanggaran hak cipta telah diputuskan oleh hakim tingkat pertama adalah upaya hukum kasasi.

Sengketa yang terjadi didalam hak cipta sama sekali tidak mengenal banding.

Dalam melakukan kasasi, Mahkamah Agung bukan peradilan tingkat tertinggi sebab yang dikasasi itu adalah putusan tingkat tertinggi. Kasasi hanya meliputi bagian hukumnya saja, tidak mengenal peristiwa. Hakim kasasi bukan hakim yang memeriksa peristiwa. Isi putusan kasasi dapat berupa:

1) Permohonan kasasi tidak dapat diterima.

2) Permohonan kasasi ditolak.

3) Permohonan kasasi dikabulkan.

Alasan-alasan pemohon kasasi tidak dapat diterima adalah apabila jangka waktu yang diperkenankan untuk mengajukan kasasi telah lewat, dalam jangka waktu mana kasasi tidak dimintakan atau memori kasasi tidak dimasukan atau terlambat memasukan, atau pihak pemohon kasasi tidak/belum menggunakan haknya yang lain, misalnya verzet pada putusan verstek, banding. Dalam hal-hal tersebut, permohonan kasasi tidak dapat diterima.42 Apabila permohonan kasasi beralasan dan alasan tersebut dibenarkan oleh majelis hakim kasasi, maka permohonan kasasi dapat diterima dan

41 Retno Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinara, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, Bandung: Mandar Maju, 2002, hlm 142.

42 Abdulkadir Muhammad, Hukum Acara Perdata, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000, hlm 191.

(8)

Mahkamah Agung membatalkan putusan hakim yang dimohonkan kasasi itu. Ini berarti apa yang telah diputuskan oleh hakim mengenai hukum adalah tidak benar atau tidak tepat, atau ada kesalahan dalam penerapan, atau tidak diterapkan sama sekali.43

Walaupun putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap bahkan telah selesai dilaksanakan, masih ada kemungkinan untuk melakukan peninjauan kembali apabila ternyata ada alasan untuk itu dan dirasakan tidak adil jika terus berpegang pada putusan semacam itu. Peninjauan kembali bukanlah menghilangkan kepastian hukum putusan pengadilan, melainkan justru mempertahankan keadilan itu sendiri dan memberikan kepastian hukum kepada perbuatan yang adil. Peninjauan kembali hanya bersifat incidental, tidak terus menerus terhadap setiap putusan yang berkekuatan hukum tetap.44

B. Kasus Posisi Hak Siar Piala Dunia Tahun 2014 a. PT. Inter Sport Marketing

Menurut Putusan Mahkamah Agung Nomor 398K/Pdt.Sus-HKI2017, PT. Inter Sport Marketing adalah suatu Badan Hukum dengan nama PT Inter Sports Marketing yang sudah ada dan didirikan sejak Tahun 2010 berdasarkan Akta Pendirian Nomor 02 tanggal 5-10-2010 yang dibuat dihadapan Notaris Zacharias Omawele, S.H., Notaris di Jakarta yang telah mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia Republik Indonesia dengan Surat Keputusannya Nomor AHU 09377.AH.01.01 .Tahun 2011 tanggal 23-02-2011 dan Akta mana telah dirubah dengan Akta Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa “PT Inter Sports Marketing“

43 Ibid. hlm 192.

44 Ibid. hlm 211.

(9)

Nomor 05 tanggal 5 Mei 2014 yang dibuat dihadapan Notaris Irma Bonita, S.H., Notaris di Jakarta, Akta mana telah dicatatkan perubahan Data Perseroan “PT Inter Sports Marketing“ di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor AHU.- 08835.40.22.2014 tanggal 19 Mei 2014.

PT Inter Sports Marketing berkedudukan di Jalan Pratama Nomor 168, Tanjung Benoa, Nusa Dua, Badung, Bali. PT Inter Sports Marketing adalah satusatunya Penerima Lisensi dari FIFA yang merupakan sebuah organisasi sepak bola Internasional yang berkedudukan di FIFA – Strasse 20 PO.Box. 8044 Zurich, Swiss (FIFA) untuk tayangan Piala Dunia di seluruh Wilayah Republik Indonesia.

b. Conrad Bali Resort & SPA

Conrad Bali Resort & Spa adalah suatu Badan Hukum Perseroan yang mana bidang usaha yang di kelolanya adalah Hotel dan Resort yang dikenal dengan nama Conrad Bali beralamat di Jalan Pratama Nomor 168 Tanjung Benoa, Kabupaten Badung, Bali. Conrad Bali Resort & Spa didapati oleh Penggugat pada tanggal 21 Juni 2014 pada pukul 01.45 Wita telah menayangkan siaran langsung Piala Dunia di ruangan Reflection, yang mana saat itu sedang bertanding antara negara Italia dengan negara Costa Rica.

Conrad Bali Resort (selanjutnya disebut “Tergugat”) didapati oleh PT Inter Sports Marketing (selanjutya disebut “Penggugat”) pada tanggal 21 Juni 2014 pada pukul 01.45 Wita telah menayangkan siaran Langsung Piala Dunia di ruangan Reflection, yang mana saat itu sedang bertanding antara negara Italia dengan negara Costa Rica.

Bahwa tayangan siaran Piala Dunia 2014 tersebut ditayangkan oleh Tergugat tanpa ijin dari Penggugat yang mempunyai Hak Media atas tayangan Piala Dunia 2014, dan

(10)

perbuatan yang melakukan nonton siaran Piala Dunia 2014 di tempat komersial tanpa ijin dari Penggugat adalah perbuatan melawan hukum, dan akibatnya Penggugat sangat dirugikan, karena Tergugat tidak membayar biaya perijinan kepada Penggugat atau yang ditunjuk oleh Penggugat yaitu PT Nonbar. Atas perbuatan Tergugat yang telah menayangkan siaran Piala Dunia 2014 di areal komersil di tempat Tergugat yaitu di ruangan Reflection tersebut, Penggugat melalui PT Nonbar perwakilan Bali telah melakukan Somasi/Teguran agar Tergugat dapat memproses Ijin tersebut, namun sampai beberapa kali Somasi Tergugat tidak menghiraukan dan mengabaikan Somasi Penggugat, dimana akibat Tergugat tidak mau memproses ijinnya Penggugat sangat dirugikan. Oleh karena Penggugat telah mempunyai hak Lisensi atas Piala Dunia 2014 dan atas Perjanjian Lisensi tersebut telah di dicatat pada Direktur Hak Cipta, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektualpada

Kementerian Hukum dan Asasi Manusia R.I, sebagaimana ketentuan Pasal 80 UU Hak Cipta dan telah disosialisasikan melalui media massa, sehingga secara legalitas formal sudah memenuhi keketentuan yang berlaku, namun Tergugat tetap menunjukkan adanya etikat tidak baik dan melawan hukum dengan maksud dan tujuan untuk mendapatkan keuntungan karena tayangan Piala Dunia 2014 berada di areal komersial yang mana jelas bertentangan dengan Perjanjian Lisensi antara Penggugat dengan FIFA tanggal 5 Mei 2011.

Atas pengajuan permohonan kasasi a quo beserta keberatan-keberatannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam undang-undang, sehingga permohonan kasasi tersebut secara formal dapat diterima. Keberatan-keberatan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi I/ Penggugat dan Pemohon Kasasi II/ Tergugat dalam memori

(11)

kasasinya. Dikarenakan Hakim telah salah dalam menerapkan hukum tentang ganti rugi. Majelis Hakim sama sekali tidak mempertimbangkan tuntutan ganti rugi tentang denda, penghargaan atas nilai investasi yang tidak dihormati, maupun keuntungan yang akan diperoleh, sebagaimana Pemohon Kasasi (dahulu Penggugat) mohonkan dalam petitum gugatan.

Perbuatan melawan hukum berupa pelanggaran hak cipta, maka sesuai fakta yang terungkap di persidangan dan oleh karenanya menurut majelis Hakim maka pembayaran yang harus dilakukan kepada Penggugat adalah sebatas membayar lisensi setara dengan hotel bintang lima dan memenuhi rasa keadilan semua pihak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Majelis Hakim kemudian dalam putusannya memutuskan bahwa Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum maupun undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi I PT INTERS PORT MARKETING dan Pemohon Kasasi II CONRAD BALI RESORT & SPA tersebut harus ditolak.

Pertimbangannya bahwa oleh karena permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I dan II ditolak, maka Pemohon Kasasi II harus dihukum untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sejumlah sejumlah

Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).

C. Analisis Kasus Hak Siar Piala Dunia Tahun 2014

Permasalahan diatas merupakan suatu permasalahan PT Inter Spot Marketing selaku Pemohon kasasi I/Termohon Kasasi II dahulu Penggugat dengan objek gugatan

(12)

yaitu berupa Surat Putusan Mahkamah Agung Nomor: 398K/Pdt.Sus-HKI 2017 tentang Menayangkan Siaran Langsung Piala Dunia 2014 di Ruangan Reflection yang dilakukan oleh Conrad Bali Resort & SPA tanpa izin dari PT Inter Sports Marketing yang merupakan pemegang lisensi.

Penayangan tersebut dilakukan pada tanggal 21 Juni 2014 pada pukul 01:45 Wita yang disiarkan di ruangan Reflection yang mana saat itu sedang bertanding antara negara Italia dengan negra Costa Rica. Perbuatan Tergugat merupakan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan pihak Penggugat merasa sangat dirugikan.

Penggugat melalui PT Nonbar perwakilan Bali telah melakukan Somasi/Teguran agar Tergugat dapat memproses ijin tersebut, namun sampai beberapa kali Somasi Tergugat tidak menghiraukan dan mengabaikan Somasi Penggugat, dimana akibat Tergugat tidak mau memproses ijinnya Penggugat sangat dirugikan. Sesuai dengan ketentuan Pasal 1365 BW mengatakan :

“ Setiap perbuatan melawan hukum yang oleh karenanya menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya menyebabkan kerugian itu menggantikan kerugian.

Di dalam Pasal 99 UU Hak Cipta menyatakan :

“ Pencipta, Pemegang Hak Cipta, atau pemilik Hak Terkait berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran Hak Cipta atau produk Hak Terkait.

Namun pihak Tergugat tetap menunjukkan adanya etikat tidak baik dan melawan hukum dengan maksud dan tujuan untuk mendapatkan keuntungan karena tayangan Piala Dunia 2014 berada di areal komersial yang mana jelas bertentangan dengan Perjanjian Lisensi antara Penggugat dengan FIFA tanggal 5 Mei 201. Dalam hal ini Penggugat jelas mengalami kerugian dimana Penggugat telah membayar royalty kepada FIFA sebanyak US$54.000.000,00 ( lima puluh juta dollar Amerika Serikat).

(13)

Akibat dari perbuatan pihak Tergugat, Penggugat selama hampir dua tahun tidak dapat menjual ijin tayangan sepak bola Liga Eropa UEFA, Liga Inggris, reputasi Penggugat tercemar, tersitanya waktu, tenaga dan beban pikiran yang mana semua kerugian Immateriil tersebut dinilai sebesar Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Didalam UU Hak Cipta terdapat juga megenai Ketentuan Pidana pada Pasal 112 yang berbunyi :

“ Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan/atau Pasal 52 untuk Penggunaan Secara Komersial, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah)”.

Namun didalam putusan tersebut tidak di cantumkan hukuman pidana yang akan diberikan kepada pihak Tergugat hanya mencantumkan hukuman ganti ruginya.

Berdasarkan paparan diatas penulis berpendapat bahwasan gugatan yang diajukan oleh Penggugat dalam perkara a quo sudah sangat tepat dan cukup untuk beralasan sekali bagi Majelis Hakim untuk menyatakan putusan dalam perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu dengan serta merta meskipun ada perlawanan, banding maupun kasasi.

Agar untuk menjamin Tergugat untuk membayar kerugian tepat pada waktunya, membayar uang paksa atas keterlambatan pembayaraan ganti rugi setiap hari Rp.

1.000.000,00 (satu juta rupiah), dan untuk menjamin ganti rugi tersebut penggugat memohon untuk dilakukannya sita jaminan atas barang bergerak maupun tidak bergerak milik Tergugat serta Tergugat harus membayar ongkos perkara.

Namun dalam gugatan tersebut Tergugat mengajukan eksepsi dimana tergugat berpendapat bahwa ia tidak melanggar apapun yang dimiliki oleh Penggugat.

Dikarenakan secara jelas dan nyata tidak terbantahkan gugatan Penggugat didasarkan pada UU Hak Cipta sesuai dengan Pasal 1 bahwasannya Penggugat bukan dan tidak

(14)

dikategorikan sebagai salah satu dari Pelaku atau Produsen Rekaman ataupun Lembaga Penyiaran. Tidak dapat disangkal bahwa gugatan Penggugat adalah gugatan yang kurang pihak (plurium litis consortium) dan karenanya sudah sepatutnya bagi Majelis Hakim untuk berkenan menyatakan gugatan tidak dapat diterima. Sehingga Tergugat melakukan gugatan Rekonvensi kepada Pengadilan Niaga pada Pengadilaan Negeri Surabaya. Namun dalam putusan tersebut pada bagian konvensi menolak eksepsi Tergugat dan dalam rekonvensi menolak gugatan Penggugat. Sehingga kedua pihak dihukum untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 9.666.000,00 (sembilan juta enam ratus enam puluh enam ribu rupiah).

Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya kedua pingak mengajukan pemohonan kasasi. bahwa permohonan kasasi a quo beserta keberatan- keberatannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam undangundang, sehingga permohonan kasasi tersebut secara formal dapat diterima. Kasasi diajukan kedua belah pihak dikarenakan mengenai ketiadaan legal standing Termohon Kasasi dalam mengajukan gugatan serta gugatan plurium litis consortium, karena Judex Facti dalam putusannya salah menerapkan hukum atau melanggar hukum yang berlaku. Namun sesuai dengan Putusan Mahkamah Agung permohonan kasasi kedua belah pihak ditolak oleh majelis hakim.

Berdasarkan keberatan-keberatan kasasi yang disebutkan dalam putusan penulis berpendapat bahwasannya hakim tidak lalai ataupun salah dalam menerapkan hukum sesuai fakta ataau bukti yang ada, sesungguhnya apabila Judex Facti menerapkan asas ketelitian serta kehati-hatian dan menggali lebih dalam mengenai lisensi tersebut,

(15)

apakan perjanjian itu sah atau tidak apabila dihubungkan dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku di Indonesia.

Dengan demikian berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan sesuai dalam Putusan Nomor 398K/Pdt.Sus-HKI2017, bahwasannya perbuatan yang dilakukan Conrad Bali Resort dalam hal ini merupakaan perbuatan melawan hukum berupa pelanggaran hak cipta dengan menayangkan Piala Dunia 2014. Dengan memperhatikan UU Hak Cipta, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan, penulis setuju dengan keputusan ataupun kesimpulan hakim dalam menyatakan bahwa menolak Pemohonan Kasasi Penggugat dan Tergugat, menghukum Terugat membayar ganti rugi yang sudah disebutkan dalam putusan tersebut serta membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi sejumlah Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

Jika kita lihat dari beberapa kasus yang serupa dimulai dari gugatan sampai dengan putusan hakim terhadap putusan kasus tersebut tidak memiliki perbedaan dimana masing-masing pihak yang melakukan pelanggaran terkait dengan membajak hasil ciptaan orang lain tanpa memiliki lisensi ataupun izin harus bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan yang ada. Bentuk tanggung jawab yang dapat dilakukan adalah seperti :

a. Bentuk Tanggung Jawab Melalui Jalur Non Litigasi

Non Litigasi adalah penyelesaian masalah hukum diluar proses peradilan, tujuannya adalah memberikan bantuan dan nasehat hukum dalam rangka mengantisipasi dan mengurangi adanya sengketa, pertentangan dan perbedaan, serta mengantisipasi adanya masalah-masalah hukum yang timbul. Non litigasi

(16)

ini pada umunya dilakukan pada kasus perdata saja karena lebih bersifat privat, Non litigasi mempunyai beberapa bentuk untuk menyelesaikan sengketa yaitu:

1) 1.Negosiasi 2) 2.Mediasi 3) 3.Arbitrase

Ketiga bentuk penyelesaian sengketa dilakukan oleh pihak yang merasa dirugikan atau terjadinya perbedaan pendapat baik itu antara individu, kelompok maupun antar badan usaha. Penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi dilakukan untuk menyelesaikan sengketa dengan cara musyawarah mufakat dan hasil penyelesaian konflik atau sengketa secara kekeluargaan.

b. Bentuk Tanggung Jawab Melalui Jalur Litigasi

Litigasi adalah persiapan dan presentasi dari setiap kasus, termasuk juga memberikan informasi secara menyeluruh sebagaimana proses dan kerjasama untuk mengidentifikasi permasalahan dan menghindari permasalahan yang tak terduga. Sedangkan Jalur litigasi adalah penyelesaian masalah hukum melalui jalur pengadilan. Umumnya, pelaksanaan gugatan disebut litigasi.

Gugatan adalah suatu tindakan sipil yang dibawa di pengadilan hukum di mana penggugat, pihak yang mengklaim telah mengalami kerugian sebagai akibat dari tindakan terdakwa, menuntut upaya hukum atau adil. Terdakwa diperlukan untuk menanggapi keluhan penggugat. Jika penggugat berhasil, penilaian akan diberikan dalam mendukung penggugat, dan berbagai perintah pengadilan mungkin dikeluarkan untuk menegakkan hak, kerusakan penghargaan, atau memberlakukan perintah sementara atau permanen untuk mencegah atau memaksa tindakan. Orang yang

(17)

memiliki kecenderungan untuk litigasi daripada mencari solusi non-yudisial yang disebut sadar hukum.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam Skripsi ini, penulis akan membahas mengenai Tinjauan Yuridis Penyelesaian Sengketa E-Commerce Secara Online melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa Berdasarkan Undang-

Peradilan Agama merupakan lingkungan peradilan yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa perbankan syariah pada jalur litigasi, sementara melalui jalur non

Terjadinya sengketa mengenai hak cipta karena adanya pelanggaran yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun

Saat ini masih banyak perusahaan dan pekerja seni di dalam klausul kontrak showbiz tentang penyelesaian sengketa, tidak melalui jalur alternatif penyelesaian

Selanjutnya pengaturan mengenai Alternatif Penyelesaian Sengketa di luar pengadilan non litigasi diatur dalam Pasal 86 ayat 1, 2 dan 3 UUPPLH-2009 yang menyatakan: 1 Masyarakat dapat

Namun menimbang dari kedudukan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan LAPS SJK sebagai lembaga non litigasi yang saat ini hanya berkedudukan diwilayah ibukota

Dokumen ini membahas tentang hak cipta dan pembatasan

Dokumen tersebut membahas model penegakan hukum non litigasi dalam kasus sengketa pers antara Kementerian Pertanian dan