PEMBUATAN SIMPLISIA LEMPUYANG WANGI
Untuk memenuhi persyaratan mata kuliah Praktikum Farmakognosi yang dibina
oleh Anggraeni In Oktavia, SP.
Oleh :
ANISATUL HUSNIA AKF14013
AZIZAH KHANSA AKF14026
GANDI INGE DARIANZAH AKF14077 SHAIDATUL CHAZANAH AKF14174 WELLY OCTAVIYANI AKF14189
AKADEMI FARMASI PUTRA INDONESIA MALANG Mei 2015
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Saat ini Fenomena meningkatnya penggunaan obat tradisional di masyarakat, menunjukkan adanya pergeseran minat masyarakat menuju konsep ‘Back To Nature’ . Tentunya masyarakat Indonesia telah menyadari akan keanekaragaman hayati yang dimilikinya, dan mulai banyak masyarakat Indonesia menggunakan obat tradisional. WHO merekomendasi penggunaan obat tradisional termasuk herbal dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit. WHO juga mendukung upaya-upaya dalam peningkatan keamanan dan khasiat dari obat herbal untuk meminimalisir efek samping dari obat tradisional meski pun efek samping obat tradisonal relatif lebih ringan dibandingkan dengan obat-obat kimia karena obat tradisional Hal ini dikarenakan bahan baku ramuan tradisional sangat alami atau tidak bersifat sintetik. Meskipun demikian, obat herbal yang baru tetap harus melewati uji klinis yang sama dengan obat-obatan sintetik.
Penggunaan obat tradisional memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat karena selain murah juga alami dan dianggap amandibandingkan obat sintetis yang mahal dan menyakitkan Penggunaan obat tradisional memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat karena selain murah juga alami dan dianggap aman dibandingkan obat sintetis yang mahal dan menyakitkan ..
Oleh karna itu saat ini peneliti banyak mengembangkan obat dengan dari bahan Alam dan memanfaatkan bahan alam yang selama ini belum banyak terexplorer di dunia industri yaitu rimpang lempuyang wangi , rimpang lempuyang wangi memiliki khasiat sebagai obat asma, mengurangi rasa nyeri, pembersih darah, menambah nafsu makan, pereda kejang, penyakit kuning, radang sendi,batuk rejan, kolera, anemia, malaria, penyakit syaraf, nyeri perut, mengatasi penyakit yang disebabkan cacing, dan masuk angin (Sudarsono dkk., 2002).
Ekstrak air rimpang Zingiber aromaticum Val telah terbukti memiliki aktivitas penghambatan terhadap enzim CYP3A4 (Usia, 2005). Khasiat rimpang Zingiber aromaticum Val sebagai obat dipengaruhi oleh kandungan metabolit sekundernya.Rimpang Zingiber aromaticum Val mengandung saponin, flavonoid dan tanin,disamping minyak atsiri (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).
1.2 Tujuan
1.2.1 Mengetahui proses pembuatan dan pengolahan lempuyang wangi (Zingiber Aromaticum Val) menjadi simplisia yang terstandar dan bermutu
1.2.2 Membuat simplisia yang terstandart dan bermutu dari rimpang lempuyang wangi 1.2.3 Mengetahui standarisasi simplisia yang baik
BAB II
TINJAUAN PUSAKA
Lempuyang Wangi (Zingiber aromaticum Val), Zingiber aromaticum Val disebut juga lempuyang wangi oleh masyarakat Jakarta, Jawa Tengah dan Sumatera. Masyarakat Sunda menyebut Zingiber aromaticum Val sebagai lempuyang ruum sedangkan masyarakat Madura menyebutnya sebagai lempuyang room (Heyne, 1987).
Tanaman suku Zingiberaceae tersebar luas di berbagai negara tropis (Jasril, 2006).
Zingiber aromaticum Val merupakan salah satu tanaman suku Zingiberaceae, dapat tumbuh pada daerah dengan ketinggian 1-1200 m diatas permukaan laut (Sudarsono, 2002).
Tumbuhan ini tumbuh liar di hutan jati, tetapi juga sering ditanam di pekarangan sebagai tumbuhan obat (Tampubolon, 1981).
Lempuyang wangi (Zingiber aromaticum Val) merupakan tanaman yang digunakan secara tradisional oleh masyarakat Jawa dan Sumatera. Rimpang tanaman ini sering digunakan untuk obat asma, mengurangi rasa nyeri, pembersih darah, menambah nafsu makan, pereda kejang, penyakit kuning, radang sendi, batuk rejan, kolera, anemia, malaria, penyakit syaraf, nyeri perut, mengatasi penyakit yang disebabkan cacing, dan masuk angin (Sudarsono dkk., 2002). Ekstrak air rimpang Zingiber aromaticum Val telah terbukti memiliki aktivitas penghambatan terhadap enzim CYP3A4 (Usia, 2005). Khasiat rimpang Zingiber aromaticum Val sebagai obat dipengaruhi oleh kandungan metabolit sekundernya.
Rimpang Zingiber aromaticum Val mengandung saponin, flavonoid dan tanin,disamping minyak atsiri (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).
Minyak atsiri merupakan salah satu hasil metabolisme sekunder yang dihasilkan oleh tanaman, bersifat mudah menguap pada suhu kamar, mempunyai rasa getir, serta berbau wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya (Sudaryanti dan Sugiharti, 1990). Minyak atsiri dari suatu tanaman memiliki aroma yang berbeda dengan minyak atsiri tanaman lainnya. Berdasarkan perbedaan tersebut minyak atsiri dapat digunakan sebagai bahan pewangi, bahkan beberapa jenis minyak atsiri mampu bertindak sebagai bahan aroma terapi atau bahan obat suatu jenis penyakit. Pada industri farmasi, minyak atsiri dimanfaatkan
karena berkhasiat sebagai karminatif, anestesi lokal dan analgesik. Sedangkan dalam industri makanan dan minuman, minyak atsiri digunakan untuk memberikan rasa dan aroma yang khas (Yuliani, 2006). Minyak atsiri beberapa tanaman juga terbukti bersifat aktif sebagai antibakteri (Inouye et al., 2001; Chandarana et al., 2005).
Kandungan utama minyak atsiri rimpang lempuyang wangi adalah sesquiterpenoid zerumbone Seskuiterpen merupakan senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari tiga satuan isoprena (Ketaren, 1987). Seskuiterpen dibagi menjadi empat turunan yaitu asiklik, monosiklik, bisiklik dan trisiklik (Padmawinata, 1987). Senyawa – senyawa seskuiterpenoid ini mempunyai bioaktivitas yang cukup besar,diantaranya adalah sebagai hormon, antibiotik, regulator pertumbuhan tanaman dan pemanis (Lenny, 2006).
Simplisia rimpang lempuyang wangi ini, akan kami buat dalam bentuk sedian liquid, dimana sediaan liquid ini dapat berfungsi sebagai antibiotik yang dapat digunakan sebagai anti bakteri, anti tumor, dan anti kanker .
Sediaan liquid (cair ) adalah Sediaan dengan wujud cair, mengandung satu atau lebih zat aktif yang terlarut atau terdispersi stabil dalam medium yang homogen pada saat
diaplikasikan.
Sedian liquid dibagi menjadi 3 bagian yaitu:
1. Larutan 2. Suspensi 3. Emulsi
Larutan ( sirup ) Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut.
Mis : terdispersi secara molecular dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang saling bercampur.
Keuntungan larutan
• Merupakan campuran homogen
• Dosis dapat mudah diubah-ubah dalam pembuatan.
• Dapat diberikan dalam larutan encer kapsul
• Kerja awal obat lebih cepat karena obat cepat diabsorpsi.
• Mudah diberi pemanis, bau-bauan dan warna.
• untuk pemakaian luar, bentuk larutan mudah digunakan.
Kerugian larutan
• Volume bentuk larutan lebih besar.
• Ada obat yang tidak stabil dalam larutan.
• Ada obat yang sukar ditutupi rasa dan baunya dalam larutan.
2.1 Definisi Simplisia
Simplisia adalah bahan alami yang digunakan sebagai bahan obat dan belum mengalami perubahan proses apapun dan kecuali dinyatakan lain umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan.
2.1.1 Tahap pembuatan simplisia
Tahapan membuat simplisia adalah sebagai berikut.
a. Pengumpulan bahan baku, dipengaruhi oleh waktu pengumpulan, juga teknik pengumpulan.
b. Sortasi basah, dilakukan untuk memisahkan kotoran atau benda asing dari simplisia.
c. Pencucian, dilakukan untuk membersihkan tanaman dari kotoran yang melekat pada bahan simplisia.
d. Perajangan, beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses perajangan.
Proses ini bertujuan untuk mempermudah proses pengeringan, pengepakan, dan penggilingan.
e. Pengeringan, dilakukan untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak dan dapat disimpan dalam waktu yang lama. Pengeringan dibagi menjadi dua cara yaitu dengan cara penjemuran dibawah sinar matahari langsung dan dengan cara pengeringan menggunakan alat pengering (oven) dengan suhu antara 40-60oC.
f. Sortasi kering, dilakukan untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran-pengotoran lain yang masih tertinggal pada simplisia kering.
g. Penyimpanan dan pengepakan, dilakukan untuk mencegah terjadinya penurunan mutu dari simplisia.
2.2 Spesifikasi Zingiber Aromaticum Val.
2.2.1 Klasifikasi Zingiber Aromaticum Val.
Klasifikasi tanaman lempuyang wangi (Zingiber Aromaticum Val) adalah sebagai berikut.
Kingdom : plantae ( tumbuhan )
Subkingdom : Tracheobionta ( tumbuhan pembuluh ) Super divisi : Spermatophyta ( menghasilkan biji ) Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga ) Kelas : Liliopsida (berkeping satu /monokotil )
Subkelas : Commelininade
Ordo : Zingerberales
Famili : Zingeberaceae (suku jahe – jahean )
Genus : Zingiber
Spesies : Zingiber aromaticum Val.
Nama umum : Lempuyang Wangi
Nama daerah : Jawa: Lempuyang Wangi (Jakarta), lampuyang rum, lampuyang wangi (Sunda), lempuyang emprit, lempuyang pait, lempuyang rum, lempojang room (Madura), lampujang nase (Kangean)
Kandungan Kimia : Rimpang: minyak atsiri yang tersusun dari α- kurkumen, bisabolen, zingiberen, kariofilen, seskuifelandren, zerumbon, limonen, kamfer dan
zat pedas berupa gingerol, dihidrogingerol, shogaol, zingeron dan paradol, serta senyawa lain yang berupa heksahidrokurkumin, dihidrogingerol, damar, tanin, resin, pati dan gula.
2.2.2 Morfologi Zingiber Aromaticum val
Lempuyang merupakan tanaman semak semusim berbatang semu. Batangnya merupakan perpanjangan pelepah daun yang berbentuk bulat. Daun lempuyang mempunyai
susunan tunggal berseling, berwarna hijau, berbentuk bulat telur panjang, ujungnya meruncing, danbagian tepi rata.
Rangkaian bunga tanaman berbentuk tandan yang muncul dari batang dalam tanah, yang berwarna hijau atau hijau kemerahan/keunguan Arah tumbuh ujung daun tanaman umumnya tegak, namun mempunyai pucuk ganda dalam satu batang yang sama pada beberapa tanaman.
Arah tampilan helaian daun ada dua tipe yaitu helaian daun menghadap ke depan dan tipe lainnya adalah helaian daun melipat kebelakang sehingga
seperti daun layu terkulai. Daun tanaman lempuyang wangi berupa daun tunggal, dengan susunan berseling .
Warna hijau batang pada dasarnya ada tiga warna, yaitu hijau sedang G (green), hijau muda – kekuningan YG (yellow green), dan hijau keunguan GPN (green purple). Warna antosianin pada pangkal batang atau pada tunas yang masih muda bervariasi dari lemah (sedikit) hingga sedang, dengan warna merah muda atau salem.
Bentuk ujung daun umumnya meruncing, demikian pula bentuk pangkal daun, namun aksesi 4, 11, dan 12 bentuk pangkal daunnya agak tumpul. Pada pangkal daun terdapat lidah daun (ligula), yang variasi warnanya adalah putih, putih agak keunguan, dan putih agak kehijauan. Warna ligula tersebut sesuai dengan rona warna batang.
2.2.3 Persebaran Zingiber Aromaticum val
Lempuyang Wangi (Zingiber aromaticum Val), Zingiber aromaticum Val disebut juga lempuyang wangi oleh masyarakat Jakarta, Jawa Tengah dan Sumatera. Masyarakat Sunda menyebut Zingiber aromaticum Val sebagai lempuyang ruum sedangkan masyarakat Madura menyebutnya sebagai lempuyang room (Heyne, 1987).
Tanaman suku Zingiberaceae tersebar luas di berbagai negara tropis (Jasril, 2006).
Zingiber aromaticum Val merupakan salah satu tanaman suku Zingiberaceae, dapat tumbuh pada daerah dengan ketinggian 1-1200 m diatas permukaan laut (Sudarsono, 2002).
Tumbuhan ini tumbuh liar di hutan jati, tetapi juga sering ditanam di pekarangan sebagai tumbuhan obat (Tampubolon, 1981).
2.3 Analisis Kualitatif 2.3.1 Uji Organoleptis
Bertujuan untuk mengetahui ke khusususan bau dan rasa.
2.3.2 Uji Makroskopis
Bertujuan untuk mengetahui kekhususan morfologi, ukuran dan warna simplisia.
Lempuyang wangi: kepingan, panjang tidak tebal 1cm sampai 2cm, kadang-kadang bercabang, warna permukaan coklat muda sampai coklat tua, ujung kadang-kadang membengkok. Parut daun jelas kelihatan. Berkas patahan berserat pendek, warna kuning dengan bintik putih.
2.3.3 Uji Mikroskopis
Bertujuan untuk mengetahui kekhasan anatomi. Pengujian dapat dilakukan pada bahan segar, simplisia rajang maupun serbuk.
Lempuyang wangi: epidermis terdiri dari 1 lapis sel, bentuk pipih. Hipodermis terdiri dari beberapa lapis sel berdinding tipis. Gabus terdiri dari beberapa lapis sel gabus berbentuk persegi panjang, dinding tipis. Korteks parenkimatik, terdiri dari sel parenkim berdinding tipis, berisi butir pati: berkas pembuluh dan sel sekresi berisi minyak berwarna kuning terdapat tersebar di korteks. Butir pati tunggal, bentuk lonjong atau bulat telur berukuran 8 µm sampai 40 µm, umumnya 20 µm. Berkas pembuluh kolateral diseetai serabut sklerenkim, sel serabut berbentuk kecil memanjang, dinding tebal bernoktah dan tidak berlignin, lebar 8 µm sampai 20 µm. Xilem umumnya berupa pembuluh jalan dan pembuluh tangga, lebar 20 µm sampai 60 µm. Floem sedikit. Endodermis terdiri dari 1 lapisan sel, sel endodermis lebih kecil dari sel parenkim. Silinder pusat parenkimatik; butir pati, sel sekresi dan berkas pembuluh seperti yang terdapat di korteks.
Serbuk: warna kuning. Fragmen pengenal adalah butit pati tunggal, bentuk lonjong atau bulat telur dengan salah satu ujung mengecil dan mempunyai tonjolan; sel sekresi berwarna kuning sampai kuning kecoklatan terdapat di antar sel parenkim; pembuluh kayu dengan penebalan jala dan tangga; serabut.
2.3.4 Uji Histokimia
Untuk mengetahui kandungan yang terdapat dalam jaringan tumbuhan dengan pereaksi spesifik. Zat kandungan akan memberikan warna yang spesifik sehingga mudah di deteksi.
Uji histokimia menurut Material Medika Indonesia (MMI) jilid II identifikasi.
a. Pada 2 mg serbuk rimpang tambahkan 5 tetes asam sulfat P; terjadi warna coklat muda
b. Pada 2 mg serbuk rimpang tambahkan 5 tetes asam sulfat 10 N; terjadi warna kuning muda
c. Pada 2 mg serbuk rimpang tambahkan 5 tetes asam klorida pekat P; terjadi warna coklat
d. Pada 2 mg serbuk rimpang tambahkan 5 tetes asam klorida encer P; terjadi warna kuning muda
e. Pada 2 mg serbuk rimpang tambahkan 5 tetes larutan natrium hidoksida P 5% b/v;
terjadi warna kuning jingga
f. Pada 2 mg serbuk rimpang tambahkan 5 tetes larutan kalium hidoksida P 5% b/v;
terjadi warna kuning jingga
g. Pada 2 mg serbuk rimpang tambahkan 5 tetes amonia (25%) P; terjadi warna kuning jingga
h. Pada 2 mg serbuk rimpang tambahkan 5 tetes larutan kalium yodida P 6% b/v;
terjadi warna kuning muda
i. Pada 2 mg serbuk rimpang tambahkan 5 tetes larutan besi (III) klorida P 5% b/v;
terjadi warna coklat kehijauan
j. Mikrodestilasikan 20 mg serbuk rimpang pada suhu 240o selama 90 detik menggunakan tanur TAS, tempatkan hasil mikrodestilasi pada titik pertama dari lempeng KLT silika gel GF254 P.
Timbang 300 mg serbuk rimpang, campur dengan 5 ml metanol P dan panaskan dalam tangas air selama 2 menit, dinginkan, saring, cuci endapan dengan metanol P secukupnya sehingga diperoleh 5 ml filtrat. Pada titik kedua dari lempeng KLT tutulkan 20 µl fitrat, pada titik ketiga tutulkan 10 µl zat warna 1 LP. Eluasi dengan dikloroetana P dengan jarak rambat 15 cm, keringkan di udara selama 10 menit, eluasi lagi dengan benzen P dengan arah eluasi dan jarak rambat yang sama. Amati dengan sinar biasa dan sinar ultraviolet 366 nm. Semprot lempeng dengan anisaldehida-asam sulfat LP, panaskan pada suhu 110o selama 10 menit, amati dengan sinar biasa dan sinar ultraviolet 366 nm. Pada kromatogram tampak bercak-bercak dengan warna dan hRx sebagai berikut:
no hRx
Dengan sinar biasa Dengan sinar UV 366 nm Tanpa pereaksi Dengan
pereaksi
Tanpa pereaksi
Dengan pereaksi
1. 34-42 - Biru Lembayung Biru
2. 90-100 - Biru tua Lembayung Lembayung
3. 114-126 - Biru - Biru
4. 180-187 - Biru - Biru
Catatan: harga hRx dihitung terhadap bercak warna biru dari kromatogram zat warna 1 LP.
Kadar abu. Tidak lebih dari 5,0%
Kadar abu yang tidak terlarut dalam asam. Tidak lebih dari 3,9%
Kadar sari yang larut dalam air. Tidak kurang dari 10,9%
Kadar sari yang larut dalam etanol. Tidak kurang dari 7,1%
Bahan organik asing. Tidak lebih dari 2%
2.3.5 Uji Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia adalah metode analisis untuk menentukan jenis metabolit sekunder yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan karena sifatnya yang dapat bereaksi secara khas dengan pereaksi tertentu.
2.4 Analisis kuantitatif 2.4.1 Penentuan kadar air
Bertujuan untuk memberikan batasan minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air di dalam bahan.
2.4.2 Susut pengeringan
Susut pengeringan adalah presentase senyawa yang hilang selama proses pemanasan (tidak hanya menggambarkan air yang hilang, tetapi juga senyawa menguap lain yang hilang).
2.4.3 Penentuan kadar abu
Bertujuan untuk memberikan gambaran kandungan mineral internadal eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan
No Proses Alat Bahan
1 Determinasi - Buku flora
- Alat tulis ( buku dan boltpoint )
- Rimpang
lempuyang wangi 2 Pembuatan simplisia - Pisau
- Baskom
- Tempeh atau tampeh
- Rimpang
lempuyang wangi - Air
3 Uji organoleptis - Rasa
- Bau - Warna
- Rimpang
lempuyang wangi
4 Uji makrokospis - Struktur - Rimpang
lempuyang wangi
5 Uji mikroskopis - Mikroskop
- Pisau atau cutter - Gelas objek
- Rimpang
lempuyang wangi - Simplisia
lempuyang wangi yang sudah dikeringkan - Air suling - Kloral hidrat 3.2 Determinasi
Cara kerja:
1. Siapkan tanaman yang akan dideterminasi, yaitu lempuyang wangi 2. Lakukan pengamatan terhadap tanaman tersebut
3. Dicocokkan dengan literatur flora 4. Catat hasil pengamatan
3.3 Pembuatan Simplisia
Penimbangan Zingiber aromaticum val.
↓ Sortasi basah
↓
Pencucian Simplisia
↓
Perajangan Simplisia dengan tebal 3mm-4mm
↓
Simplisia dikeringkan di oven 50 ̊ selama 3 hari
↓
Simplisia dibolak-balik, hingga kering merata
↓ Sortasi Kering
↓
Sinplisia ditempatkan di nampan, dan disimpan di tempa terbuka
↓
Penulisan Etiket
↓
Simplisia diserbuk dan dihancurkan
↓
Uji kualitas simplisia
3.4 Susut Pengeringan
Panaskan botol timbang kosong
↓
Masukkan dalam desikator
↓
Ditimbang sebagai bobot awal
↓
Simplisia 3 gram dimasukkan dalam botol timbang, lalu ratakan
↓
Botol timbang+ simplisia ditmbang lagi
↓
*Masukkan dalam tara (pemanas) selama 1 jam
↓
Tutup dibuka untuk menghilangkan uap panas
↓
Botol timbang + simplisia dimasukkan kembali dalam desikator
↓
Botol timbang + simplisia ditimbang lagi
↓
Ulangi langkah tersebut sampai bobot konstan
% = x 100%
3.5 Penetapan Kadar Minyak Atsiri
Ditimbang 50 mg serbuk kasar lempuyang wangi
↓
Dimasukkan ke dalam labu
↓
Ditambahkan air secukupnya hingga serbuk terendam
↓
Dipanaskan dengan destilasi selama 2 jam
↓
Dihitung volume dan kadar minyak atsiri
3.6 Penetapan Kadar air gravimetri
Bersihkan krus proselen kemudian timbang
↓
Keringkan menggunakan oven pada suhu 1050
↓
Masukkan 3 g simplisia dan ditimbang dalam botol timbang
↓
Di oven selama 30 menit pada suhu 1050 dengan tutup terbuka
↓
Didinginkan dalaam desikator kemudian ditimbang kembali.
% = x 100%
3.7Uji Histokimia
Tabel uji histokimia menurut MMI jilid II identifikasi.
a. Pada 2 mg serbuk rimpang tambahkan 5 tetes asam sulfat P; terjadi warna coklat muda b. Pada 2 mg serbuk rimpang tambahkan 5 tetes asam sulfat 10 N; terjadi warna kuning
muda
c. Pada 2 mg serbuk rimpang tambahkan 5 tetes asam klorida pekat P; terjadi warna coklat
d. Pada 2 mg serbuk rimpang tambahkan 5 tetes asam klorida encer P; terjadi warna kuning muda
e. Pada 2 mg serbuk rimpang tambahkan 5 tetes larutan natrium hidoksida P 5% b/v;
terjadi warna kuning jingga
f. Pada 2 mg serbuk rimpang tambahkan 5 tetes larutan kalium hidoksida P 5% b/v;
terjadi warna kuning jingga
g. Pada 2 mg serbuk rimpang tambahkan 5 tetes amonia (25%) P; terjadi warna kuning jingga
h. Pada 2 mg serbuk rimpang tambahkan 5 tetes larutan kalium yodida P 6% b/v; terjadi warna kuning muda
i. Pada 2 mg serbuk rimpang tambahkan 5 tetes larutan besi (III) klorida P 5% b/v; terjadi warna coklat kehijauan
j. Mikrodestilasikan 20 mg serbuk rimpang pada suhu 240o selama 90 detik menggunakan tanur TAS, tempatkan hasil mikrodestilasi pada titik pertama dari lempeng KLT silika gel GF254 P.
Timbang 300 mg serbuk rimpang, campur dengan 5 ml metanol P dan panaskan dalam tangas air selama 2 menit, dinginkan, saring, cuci endapan dengan metanol P secukupnya sehingga diperoleh 5 ml filtrat. Pada titik kedua dari lempeng KLT tutulkan 20 µl fitrat, pada titik ketiga tutulkan 10 µl zat warna 1 LP. Eluasi dengan dikloroetana P dengan jarak rambat 15 cm, keringkan di udara selama 10 menit, eluasi lagi dengan benzen P dengan arah eluasi dan jarak rambat yang sama. Amati dengan sinar biasa dan sinar ultraviolet 366 nm. Semprot lempeng dengan anisaldehida-asam sulfat LP, panaskan pada suhu 110o selama 10 menit, amati dengan sinar biasa dan sinar ultraviolet 366 nm. Pada kromatogram tampak bercak-bercak dengan warna dan hRx sebagai berikut:
no hRx
Dengan sinar biasa Dengan sinar UV 366 nm Tanpa pereaksi Dengan
pereaksi
Tanpa pereaksi
Dengan pereaksi
1. 34-42 - Biru Lembayung Biru
2. 90-100 - Biru tua Lembayung Lembayung
3. 114-126 - Biru - Biru
4. 180-187 - Biru - Biru
Catatan: harga hRx dihitung terhadap bercak warna biru dari kromatogram zat warna 1 LP.
Tabel uji Histokimia berdasarkan Analisis Obat Tradisional jilid 1
No Golongan senyawa Pereaksi Warna
1. Lignin Larutan Floroglusin LP dan asam klorida P
Merah
2. Suberin Kutin Minyak atsiri Minyak lemak Getah
Resin
Larutan sudan III LP Merah
3. Zat samak ( tannin ) Larutan besi (III) ammonium sulfat LP
Hijau, biru, atau hitam
4. Katekol Larutan vanillin P 10% b/v dalam etanol (90%) dan asam klorida P.
Merah intensif
5. 1,8- Dioksiantrakinon bebas
Kalium hidroksida etaol (90%) P. Merah
6. Pati aleuron Arutan yodium 0,1 N Pati bessrwara biru.
Aleuron berwarna kuning coklat, sampai coklat 7. Lendir Pektin Larutan merah ruthenium LP. Merah intensif
8. Alkaloid Larutan bouchardat LP Endapan coklat
9. Flavon Larutan natrum hidroksida (5%) LP Kuning