• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSES PENGOLAHAN UDANG JERBUNG (Fenneropenaeus merguiensis) PEELED DEVEINED (PD) MENTAH BEKU DI UD. PIALA, SORONG – PAPUA BARAT

N/A
N/A
Wisnu Wardana

Academic year: 2024

Membagikan "PROSES PENGOLAHAN UDANG JERBUNG (Fenneropenaeus merguiensis) PEELED DEVEINED (PD) MENTAH BEKU DI UD. PIALA, SORONG – PAPUA BARAT "

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIK LAPANG II

OLEH : WISNU WARDANA

56203113451

PROGRAM STUDI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN POLITEKNIK AHLI USAHA PERIKANAN

2023

(2)

OLEH : WISNU WARDANA

56203113451

Laporan Praktik Lapang II Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Mengikuti Perkuliahan semester VII

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN POLITEKNIK AHLI USAHA PERIKANAN

2023

(3)

Judul : Proses Pengolahan Udang Jerbung (Fenneropenaeus merguiensis) Peeled Deveined (PD) Mentah Beku Di UD.

Piala, Sorong – Papua Barat.

Nama : Wisnu Wardana

NRP 56203113451

Program Studi : Teknologi Pengolahan Hasil perikanan

Menyetujui Dosen Pembimbing,

Aghitia Maulani, S.T.P., M.P.

Dosen Pembimbing I

Rahmat Yuliandri, S.St.Pi., M.P.

Dosen Pembimbing II Mengetahui,

Dr. I Ketut Sumandiarsa, S.St.Pi., M.Sc.

Ketua Program Studi

Heny Budi Purnamasari, S.St.Pi., M.St.Pi.

Sekretaris Program Studi

Tanggal Pengesahan :………

(4)

i

memberikan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktik Lapang II yang berjudul ”Proses Pengolahan Udang Jerbung (Fenneropenaeus merguiensis) Peeled Deveined (PD) Mentah Beku Di UD.

Piala, Sorong – Papua Barat’’. Laporan Praktik Lapang II ini disusun sevagai salah satu syarat untuk mengikuti perkuliahan semester VII pada Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Peirkanan, Polteknik Ahli Usaha Perikanan.

Laporan Praktik Lapang II ini terdiri dari 6 (enam) bab yaitu: Pendahuluan, Tinjauan Pustaka, Metode Praktik, Keadaan Umum Perusahaan, Hasil dan Pembahasan, dan simpulan. Bimbingan, koreksi, dan saran dari dosen pembimbing ibu Aghitia Maulani, S.T.P., M.P. dan bapak Rahmat Yuliandri, S.St.Pi., M.P. dalam mewujudkan sebuah laporan ini diharapkan bisa menambah ilmu pengetahuan bagi penulis.

Upaya maksimal telah penulis melakukan untuk merampung laporan ini, namun penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat dibutuhkan penulis untuk menyempurnkan laporan ini.

Lampung, Desember 2023

Penulis

(5)

ii

berkat rahmat-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktik Lapang II yang berjudul ‘’Proses Pengolahan Udang Jerbung (Fenneropenaeus merguiensis) Peeled Deveined (PD) Mentah Beku di UD. Piala, Sorong – Papua Barat’’.

Dengan selesainya Laporan praktik Lapang II ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Aghitia Maulani, S.T.P., M.P., selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Rahmat Yuliandri, S.St.Pi., M.P., selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan Bimbingan, dorongan dan motivasi dalam penulisan dan penyusunan Laporan Praktik Lapang II ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1) Ibu Dra. Ani Leilani, M.Si., selaku Direktur Politeknik Ahli Usaha Perikanan;

2) Bapak Dr. I Ketut Sumandiarsa, S.St.Pi., M.Sc., selaku Ketua program Studi Teknologi Pengolahan Hasil perikanan;

3) Ibu Heny Budi Purnamasari, S.St.Pi., M.St.Pi., selaku Sekretaris program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan;

4) UD. Piala, Sorong-Papua Barat beserta Manajer, jajaran QC dan staff, serta seluruh karyawan yang telah memberi kesempatan dan membantu dalam pelaksanaan Praktik Lapang II di perusahaan;

5) Keluarga yang selalu memberi dukungan moral dan material;

6) Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penyusunan Laporan praktik Lapang II.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Lpaoran praktik Lapang II ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan demikian kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi perbaikan dan penyempurnaan Laporan Praktik Lapang II ini.

(6)

iii

UCAPAN TERIMAKASIH ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ...iv

DAFTAR GAMBAR... v

DAFTAR LAMPIRAN ...vi

1 PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Batasan Masalah ... 2

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Udang Jerbung (Fenneropenaeus Merguiensis) ... 3

2.2. Pengolahan Udang... 4

2.3. Kemunduran Mutu Udang ... 8

2.4. Penerapan Rantai Dingin ... 8

2.5. Rendemen ... 8

2.6. Produktivitas ... 9

2.7. Penerapan Kelayakan Dasar Unit Pengolahan Ikan ... 9

2.8. Penanganan Limbah ... 17

3 METODE PRAKTIK ... 18

3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktik ... 18

3.2. Alat dan Bahan ... 18

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 18

3.4. Metode Kerja ... 19

4 KEADAAN UMUM PERUSAHAAN ... 24

4.1. Lokasi Perusahaan... 26

4.2. Struktur Organisasi ... 26

4.3. Ketenagakerjaan ... 26

4.4. Fasilitas Perusahaan ... 27

4.5. Deskripsi Produk Akhir... 28

5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

5.1. Alur Proses Pengolahan Udang Jerbung Kupas Mentah Beku ... 33

5.2. Pengukuran Suhu ... 33

5.3. Pengujian Mutu ... 47

5.4. Rendemen ... 48

5.5. Produktivitas ... 52

5.6. Penerapan Kelayakan Dasar Unit Pengolahan ... 53

5.7. Penanganan Limbah ... 54

6 KESIMPULAN DAN SARAN... 68

6.1. Keismpulan ... 69

6.2. Saran... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70

LAMPIRAN ... 73

(7)

iv

2 Persyaratan Mutu dan Kemanan Pangan Udang Kupas Mentah Beku ... 7

3 Fasilitas produksi ... 29

4 Daftar Nama Supplier UD. Piala ... 36

5 Suhu Udang ... 47

6 Suhu Air ... 48

7 Suhu Ruang ... 48

8 Hasil Pengujian Organoleptik Bahan baku ... 49

9 Hasil Pengujian Sensory Produk Akhir Beku ... 50

10 Hasil Pengujian Sensory Produk Akhir (Thawing) ... 50

11 Hasil Pengujian Mikrobiologi Bahan baku ... 51

12 Hasil Pengujian Mikrobiologi Produk Akhir ... 52

13 Hasil Rendemen Kupas Kulit Udang ... 53

14 Produktivitas Kupas Kulit Udang... 54

15 Hasil Penilaian Kelayakan Dasar ... 68

(8)

v

2 Alur Proses Pengolahan Udang Kupas Mentah Beku (Sumber: BSN, 2021) . 20

3 Alur Proses Pengolahan Udang Kupas Mentah Beku di UD. Piala ... 34

4 Proses penerimaan bahan baku ... 35

5 Proses Penimbangan 1 ... 37

6 Proses Sortasi ... 37

7 Proses Pengupasan Kulit ... 38

8 Proses Buang Usus ... 39

9 Proses Cek Akhir ... 39

10 Proses Pnecucian 2 ... 40

11 (a) proses Penyusunan (b) Hasil Penyusunan... 41

12 Proses Penambahan Air ... 41

13 Proses Pembekuan ... 42

14 Proses Pngemasan ke Polybag ... 43

15 Proses Pendeteksian Logam... 44

16 Proses pengemasan ke Master Carton ... 45

17 (a) Proses Pemuatan (b) Hasil Penyusunan... 46

(9)

vi

2 Scoresheet Uji Organoleptik Udang Segar (SNI 2729:2018) ... 75

3 Scoresheet Uji Sensori Udang Kupas Mentah Beku (SNI 3457:2021) ... 76

4 Mutu Bahan Baku ... 78

5 Mutu Produk Akhir ... 90

6 Pengamatan Suhu ... 94

7 Pengujian Organoleptik Bahan Baku ... 98

8 Pengujian Sensori produk Akhir (Beku) ... 102

9 Pengujian Sensori Produk Akhir (Pelelehan) ... 103

10 Produktivitas... 104

11 Pengamatan Good Manufacturing Practice (GMP) ... 106

12 Pengamatan Standar Sanitation Operational Procedure (SSOP) ...116

13 Sertifikat kelayakan Pengolahan UD. Piala ... 136

(10)

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Sebagian besar pantai di Indonesia merupakan lokasi atau daerah penangkapan udang yang cukup potensial, meliputi daerah Sumatera (Aceh, Sumatera Utara dan Riau), sepanjang Pulau Jawa, Perairan Kalimantan (Kalimantan Barat dan Timur), Sulawesi (Sulawesi Selatan) dan perairan Maluku- Irian Jaya. Salah satu jenis udang yang menjadi komoditas ekspor penting adalah udang jerbung. Hal ini dibuktikan dengan terus meningkatnya permintaan komoditas udang jerbung untuk tujuan ekspor, dan permintaan konsumsi dalam negeri yang juga terus meningkat setiap tahunnya (Suman et al., 2022). Volume hasil tangkapan udang di daerah Sorong naik pada tahun 2023 dengan hasil tangkapan sebesar 770 ton per tahun dibanding tahun sebelumnya 2022 sekitar 611 ton (BPS Provinsi Papua Barat, 2022 & 2023).

Udang jerbung memiliki nama ilmiah Penaeus merguiensis, merupakan udang komersial yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Secara lokal udang tersebut banyak disajikan di restoran seafood dengan harga cukup tinggi. Dalam dunia perdagangan udang jerbung mempunyai banyak nama dagang misalnya di Hongkong dinamakan white prawn, di Australia banana prawn atau white shrimp, di Malaysia udang kaki merah, dan di Indonesia dikenal dengan nama udang putih, menjangan, udang perempuan, udang popet, udang kelong, udang peci, udang pate, udang cucuk, pelak, kebo, angin, haku, wangkang, pesayan, besar, manis, kertas, dan udang tajam Udang jerbung sebenarnya terdiri atas 3 kelompok yang secara visual sulit untuk dibedakan, yaitu: F. indicus, F. chinensis, F. orientalis, dan F. merguiensis (Kusrini, 2011).

Udang dikenal sebagai sumber makanan yang memiliki kandungan protein dan air sangat tinggi, oleh karenanya udang termasuk komoditi yang sangat mudah rusak / busuk (perishable food) atau mudah dicemari bakteri pembusuk.

Kebutuhan udang oleh pasar dunia yang selalu mengharapkan dalam bentuk segar dan memenuhi standar mutu ekspor, tetap sukar dipenuhi (Hakim, Dendy &

Adriyono, 2015). Sehingga perlu dilakukan penanganan dan Pengolahan udang yang menerapkan sistem GMP dan SSOP, agar mutu dan kesegaran udang tetap terjaga sampai ke tangan konsumen. Good Manufacturing Practice (GMP) adalah merupakan suatu pedoman cara memproduksi makanan dengan tujuan agar produsen memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk makanan bermutu sesuai dengan tuntutan konsumen.

Sedangkan Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) adalah pedoman persyaratan sanitasi unit pengolahan ikan. Sanitasi dan hygiene adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh suatu perusahaan (A. P. dan Y. H. Sipahutar, 2021).

Praktik lapang ini dilakukan di salah satu UPI di Sorong, papua Barat.

bertujuan untuk mengetahui proses pengolahan, penerapan rantai dingin selama proses pengolahan, mutu bahan baku dan produk akhir, menghitung rendemen pengolahan udang kupas masak beku, mengetahui penerapan GMP, SSOP dan persyaratan Kelayakan Dasar di Unit Pengolahan Ikan.

(11)

1.2. Tujuan

Adapun tujuan Praktik Lapang II ini adalah :

1) Mengetahui alur proses pengolahan udang Jerbung (Fenneropenaeus merguiensis) Peeled Deveined (PD) Mentah Beku;

2) Mengetahui penerapan rantai dingin pada proses pengolahan udang Jerbung (Fenneropenaeus merguiensis) Peeled Deveined (PD) Mentah Beku;

3) Mengetahui mutu bahan baku dan produk udang Jerbung (Fenneropenaeus merguiensis) Peeled Deveined (PD) Mentah Beku;

4) Mengetahui rendemen pada pengolahan udang Jerbung Jerbung (Fenneropenaeus merguiensis) Peeled Deveined (PD) Mentah Beku;

5) Mengetahui produktivitas tenaga kerja pada proses pengolahan udang Jerbung (Fenneropenaeus merguiensis) Peeled Deveined (PD) Mentah Beku;

6) Mengetahui penerapan Kelayakan Dasar pada unit Pengolahan;

7) Mengetahui proses pengelolaan limbah padat dan cair di UD. Piala.

1.3. Batasan Masalah

Dalam pelaksanaan Praktik Lapang II penulis membatasi masalah pada : 1) Mengamati alur proses pengolahan udang Jerbung (Fenneropenaeus

merguiensis) Peeled Deveined (PD) Mentah Beku mulai dari penerimaan bahan baku hingga pemuatan di UD. Piala, Sorong-Papua Barat;

2) Melakukan pengukuran suhu yang meliputi pengukuran suhu produk, suhu air pada tahapan pencucian dan penambahan air, dan suhu ruang proses pengolahan udang Jerbung Jerbung (Fenneropenaeus merguiensis) Peeled Deveined (PD) Mentah Beku;

3) Melakukan pengujian mutu bahan baku yang meliputi pengujian Organoleptik mengguanaknscoresheet udang segar berdasarkan SNI 2728:2018, mikrobiologi (ALT, Coliform, Salmonella, E. coli), dan pengamatan mutu produk akhir yang meliputi pengujian sensori menggunakan scoresheet udang kupas mentah beku sesuai SNI 3457:2021, dan mikrobiologi (ALT, Coliform, Salmonella, E. coli);

4) Menghitung nilai rendemen pada tahapan pengupasan kulit dan pembuangan usus pada proses pengolahan udang Jerbung Jerbung (Fenneropenaeus merguiensis) Peeled Deveined (PD) Mentah Beku;

5) Menghitung produktivitas tenaga kerja pada proses pengupasan kulit dan pembuangan usus pada pengolahan udang Jerbung Jerbung (Fenneropenaeus merguiensis) Peeled Deveined (PD) Mentah Beku;

6) Mengamati kelayakan dasar yang meliputi Good Manufacturing practice (GMP), dan Standard Sanitation Operational procedure (SSOP), dan penilaian Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP);

7) Mengamati Pengelolaan limbah padat dan limbah cair di UD. Piala, Sorong- Papua Barat.

(12)

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Udang Jerbung

2.1.1. Klasifikasi udang jerbung (Fenneropenaeus Merguiensis)

Menurut (Kusrini, 2011), Udang jerbung (Fenneropenaeus merguiensis) merupakan udang penaeid yang mempunyai klasifikasi umum sebagai berikut:

Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea Sub kelas : Malacostrata Seri : Eumalacostrata Super ordo : Eucarida Ordo : Decapopada Sub ordo : Natantia Seksi : Penaeinae Famili : Penaeinae

Genus : Penaeus, Fabricius 1878

Spesies : Fenneropenaeus merguiensis de Man (1888) 2.1.2. Morfologi udang jerbung (Fenneropenaeus Merguiensis)

Secara umum morfologi udang jerbung tidak berbeda dengan udang yang lain. Tanda-tanda khusus yang membedakannya antara lain warna badan yang putih kekuning-kuningan dengan bintik coklat dan hijau. Ujung ekor dan kakinya berwarna merah, antennula bergaris-garis merah tua, dan antena berwarna merah. Gigi rostrum bagian atas 5-8 dan bagian bawah 2-5, ada juga yang mempunyai gigi rostrum atas 6-7 dan bawah 4-5. 49 Menggali sumberdaya genetik udang jerbung sebagai kandidat udang budidaya di Indonesia. Pada karapas gastro orbital carinanya tidak ada atau tidak jelas. Periopoda pertama mempunyai duri isshial dan eksopodanya terdapat pada periopoda kelima. Abdomen, somit kelima mempunyai satu cicatrice, dan yang keenam mempunyai tiga cicatrace.

Telson pada udang ini tidak berduri (Kusrini, 2011).

Gambar 1. Morfologi Udang jerbung Sumber : (Kusrini, 2011) 2.2. Pengolahahan Udang

2.2.1. Persyaratan Bahan Baku

Pada SNI 01-2728.2-2018 tentang udang segar dijelaskan mengenai persyaratan bahan baku udang yaitu udang harus bersih, bebas dari setiap bau yang menandakan kebusukan, bebas dari tanda dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari sifat-sifat alamiah lain yang dapat menurunkan mutu serta tidak

(13)

membahayakan manusia. Syarat karakteristik organoleptik yang disebutkan dalam SNI 01-2728.2-2018 sebagai berikut :

 Kenampakan : Utuh, Cemerlang, Antar Ruas Kokoh.

 Bau : Segar.

 Tekstur : Elastis, Padat, Kompak.

Persyaratan mutu bahan baku udang segar dapat dilihat sesuai dengan SNI 01- 2728.1-2018. Syarat mutu udang segar dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Persyaratan Mutu dan Kemanan Pangan Udang Segar

Jenis Uji Satuan Persyaratan

a Organoleptik Angka (1 - 9) Minimal 7

b Cemara Mikroba*

 ALT

Escherichia Coli

Salmonella

Vibrio Cholerae

Koloni/g APM/g APM/25 g APM/25 g

Maksimal 5,0 x 105 Maksimal <2

Negatif Negatif c Cemaran Kimia*

Kloramfenikol

Nitrofuran

Tetrasiklin

µg/kg µg/kg µg/kg

Maksimal 0 Maksimal 0 Maksimal 100

d Filth - Maksimal 0

Catatan* Bila Diperlukan Sumber : (BSN, 2018)

2.2.2. Persyaratan Bahan Penolong

Bahan penolong yang digunakan dalam proses pengolahan udang kupas mentah beku Peeled Deveined (PD) dapat dilihat sesuai SNI 3457 : 2021 terdiri dari :

1) Air

Air yang dipakai sebagai bahan bahan penolong untuk kegiatan di unit harus memenuhi persyaratan kualitas air minum sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2) Es

Es yang digunakan harus dibuat dari air yang memenuhi persyaratan sesuai. Bahan baku es untuk penanganan dan pengolahan udang sesuai persyaratan kualitas air minum sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/MENKES/PER IV/2010.

2.2.3. Alur Proses Pengolahan Udang Kupas mentah Beku

Prinsip alur proses pengolahan Udang Kupas Mentah Beku mengacu pada SNI 3457 : 2021 tentang Udang Kupas Mentah Beku. Berikut ini beberapa tahapan dalam pengolahan Udang Kupas Mentah Beku :

1. Penerimaan Bahan Baku

Penerimaan bahan baku merupakan tahapan awal dalam alur proses pengolahan. Bahan baku yang diterima haruslah udang dengan keadaan segar bersuhu dingin maksimal 5°C. Dalam penanganan bahan baku produk perikanan perlunya prinsip clean, cold, carefull and quick (3C+1Q) yang harus selalu dilakukan agar kesegaran dan mutu udang tetap terjamin.

(14)

2. Pencucian 1

Pencucian pertama berfungsi untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada permukaan udang agar bebas dari mikroba patogen yang ada.

Pencucian ini dilakukan menggunakan keranjang yang berisi udang dan kemudian dialirkan dengan air dingin yang mengalir secara cepat, cermat dan saniter dan tetap mempertahankan suhu udang tersebut maksimal 5°C.

3. Pemotongan kepala

Bentuk bahan baku yang diterima ialah utuh dari kepala hingga ekor sehingga dibutuhkanlah pemotongan kepala untuk mendapatkan hasil yang dibutuhkan Unit Pengolahan. Pemotongan kepala dilakukan dengan atau tanpa menggunakan alat pemotong. Pemotongan dilakukan dengan memotong bagian kepala menuju kebawah harus selalu secara hati-hati, cepat, cermat dan saniter.

Selama pemotongan udang yang belum dipotong kepalanya ditaburi es curah untuk tetap menjaga kesegarannya.

4. Pencucian 2

Pencucian 2 dilakukan diatas keranjang dengan berisikan udang yang akan dicuci. Pencucian dilakukan menggunakan air dingin yang mengalir berfungsi untuk mendapatkan udang kupas yang bebas dari kulit dan juga bakteri patogen.

5. Sortasi

Tahapan sortasi merupakan tahapan yang digunakan untuk melakukan pengecekan mutu dan ukuran. Sortasi dilakukan dengan cara uji organoletik secara cepat, hati-hati, cermat dan saniter dengan mempertahankan suhu 5°C.

Tujuan dari tahapan sortasi adalah untuk mendaPTkan mutu dan ukuran yang sesuai serta bebas dari kontaminasi bakteri.

6. Pengupasan

Tahapan ini merupakan tahapan kulit udang tersebut dikupas sesuai dengan spesifikasinya masing-masing. Beberapa spesifikasi udang berdasarkan jenis produknya yaitu PUD, PTO, PND, PTO Stretched dan PDTO. Produk Peeled Deveined (PD) adalah produk udang yang seluruh kulit dan ekor dikupas dan dibuang kotoran perutnya. Pengupasan tetap dilakukan secara hati-hati, cepat, cermat, dan saniter dengan mempertahankan suhu 5°C.

7. Pencucian 3

Tahapan pencucian ketiga dilakukan dengan cara memasukan udang ke dalam keranjang plastik kemudian dilakukan pencucian dengan air dingin yang mengalir. Pencucian ketiga tetap dilakukan secara hati-hati, cepat, cermat, dan saniter dengan mempertahankan suhu 5°C.

8. Penimbangan

Tahapan penimbangan dilakukan dengan cara memasukan udang ke dalam keranjang plastik dan kemudian dilakukan penimbangan sesuai dengan berat yang ditentukan. Tujuannya untuk mendapatkan berat dan ukuran yang diharapkan oleh Unit Pengolahan. Penimbangan tetap dilakukan dengan prinsip hati-hati, cepat, cermat, dan saniter dengan mempertahankan suhu maksimal 5°C.

9. Penyusunan

Tahapan penyusunan dilakukan dengan cara memasukan udang ke dalam pan pembekuan satu per satu dengan rapi. Penyusunan dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan susuanan udang yang rapi, bebas dari bakteri patogen dan

(15)

sesuai dengan spesfikasi yang di butuhkan oleh Unit Pengolahan. Penyusunan tetap dilakukan dengan prinsip hati-hati, cepat, cermat, dan saniter dengan mempertahankan suhu maksimal 5°C.

10. Pembekuan

Tahapan pembekuan ini dapat dilakukan dengan bermacam-macam alat yang digunakan sesuai dengan jenis kebutuhannya diantara lain alat pembeku Contact Plate Freezer (CPF) atau Air Blast Freezer (ABF) untuk frozen block, sedangkan untuk Individual Quick Freezing (IQF) produk disebar merata diatas konveyor belt IQF atau ditebar dalam pan dan dibekukan ABF hingga mencapai suhu pusat produk -18°C. Tujuan dalam proses pembekuan ini yaitu untuk melakukan pembekuan pada produk hingga mencapai suhu maksimal -18°C secara cepat dan tidak mengakibatkan pengeringan terhadap produk. Beberapa potensi bahaya yang dapat terjadi apabila dilakukan pembekuan yang tidak sempurnya yaitu antara lain (Partial freezing) dan kehilangan cairan (drip loss).

11. Penggelasan

Tahapan ini dilakukan untuk melapisi udang dengan lapisan es (glassing) menggunakan air dingin atau disiram air dingin, sedangkan untuk produk IQF disemprotkan dengan air dingin dalam tunnel IQF atau ditampung dalam keranjang dan dicelupkan dalam air dingin secara hati-hati, cepat, cermat dan saniter.

12. Pengemasan 1

Tahapan ini dilakukan dengan cara memasukan udang yang sudah diolah ke dalam plastik untuk divakum. Setelah itu produk dimasukkan ke dalam inner karton yang telah diberi label untuk menandai jenis spesifikasi produk. Tujuan dari proses ini yaitu untuk memudahkan produk dalam proses pendistribusian kepada konsumen.

13. Pendeteksi Logam

Tahapan ini dilakukan dengan cara memasukkan produk yang sudah dimasukkan ke dalam inner carton kemudian dilewatkan melalui metal detector sesuai spesimennya. Tujuan dari tahapan ini adalah untuk menjamin produk yang dihasilkan bebas dari serpihan logam yang dapat membahayakan.

14. Pengemasan 2

Tahapan ini dilakukan dengan cara memasukkan produk yang sudah berada dalam inner carton ke dalam master carton yang sudah diberi label sesuai dengan spesifikasinya. Tujuan dari tahapan ini adalah untuk melakukan pengemasan secara lengkap dan juga menghindari kesalahan dalam pengemasan tahap pertama.

15. Penyimpanan Beku

Tahap penyimpanan beku bertujuan untuk mempertahankan suhu pusat produk maksimal -18°C. Produk disusun secara rapi di dalam gudang penyimpanan beku dan suhupenyimpanan dipertahankan stabil maksimal -18°C dengan sistem penyimpanan First In First Out ( FIFO).

16. Pemuatan

Tahap pemuatan bertujuan untuk mendapatkan produk yang aman dikonsumsi dan melindungi produk dari kerusakan fisik selama pemuatan.Produk dalam kemasan dimuat secara cepat, cermat, saniter dan higienis dandimuat dalam alat transportasi yang terlindung dari penyebab yang dapat merusak

(16)

ataumenurunkan mutu dengan mempertahankan suhu pusat produk maksimal - 18°C.

2.2.4. Persyaratan Mutu Udang Kupas Mentah Beku

Dalam pengolahan udang kupas mentah beku terdapat Persyaratan mutu yang harus diperhatikan dengan benar untuk memberikan jaminan keamanan pangan terhadap konsumen. Persyaratan udang kupas mentah beku mengacu pada SNI Udang Kupas Mentah Beku yang memiliki persyaratan mutu yang harus dipenuhi. Syarat mutu baku menurut SNI 3457 : 2021 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Persyaratan mutu dan kemanan pangan udang kupas mentah beku

Parameter Uji Satuan Persyaratan

a Sensori Min. 7 (Skor 1 – 9)

b Cemaran Mikroba

 ALT

Escherichia Coli

Salmonella Sp

Vibrio Cholera*

Vibrio Parahaemolyticus

Koloni/g APM/g Per 25 g Per 25 g APM/g

Maks. 5,0 x 105

<3 Negative Negative

<3 c Cemaran Logam*

Kadmium (Cd)

Merkuri (Kd)

Timah(Sn)

Timbal (Pb)

Arsen (As)

Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg

Maks. 0,5 Maks. 0,5 Maks. 40,0

Maks. 0,5 Maks. 0,1 d Fisika

 Suhu Pusat oC Maks. -18

e Cemaran Fisik

 Filth

 Benda Asing

- 0

Tidak Terdeteksi CATATAN *Bila Diperlukan

Sumber : (BSN, 2021)

2.3. Kemunduran Mutu Udang

Udang merupakan produk pangan hasil perikanan yang mudah mengalami kerusakan dan kemunduran mutu (Perishable Food) serta mempunyai umur simpan yang singkat. Proses kemunduran mutu udang dapat disebabkan oleh adanya reaksi autolisis yaitu dapat dipengaruhi oleh adanya aktivitas enzim, aktivitas bakteri, reaksi kimiawi pada saat penyimpanan, namun yang menjadi kendaladalam pemenuhan permintaan udang yaitu masalah konsistensi mutu udang (Mayodra dan Jaya, 2021).

Kemunduran mutu udang dimulai setelah udang mati dan terus berlangsung tanpa kontrol hingga udang terdekomposisi sempurna. Pola penurunan mutu udang secara umum tidak jauh berbeda, baik secara enzimatis, kimia, mikrobilogi serta deteorisasi. Penanganan udang dilakukan dengan suhu rendah dengan disimpan dalam es, maka mutu kesegaran dapat bertahan hingga beberapa hari (Sipahutar et al., 2020).

(17)

2.4. Penerapan Rantai Dingin 2.4.1. Pendinginan

Pendinginan adalah proses pengambilan panas dari suatu bahan sehingga suhunya akan menjadi lebih rendah dari sekelilingnya. Penggunaan suhu rendah dapat dilakukan untuk menghambat atau mencegah reaksi-reaksi kimia, reaksi enzimatis, dan pertumbuhan mikroba. Pendinginan yaitu salah satu cara yang umum digunakan untuk memperlambat kerusakan pada produk hasil perikanan (et al. Litaay, 2017).

2.4.2. Pembekuan

Pembekuan merupakan salah satu metode pengawetan pangan, dimana produk pangan diturunkan suhunya hingga bahan berada di bawah suhu bekunya.

Selama proses pembekuan terjadi perpindahan panas sensibel (panas untuk mengubah suhu) dan perpindahan panas laten (panas untuk mengubah wujud zat). Suhu pembekuan bahan pangan umumnya terjadi dibawah -2o C (28o F).

Teknik pembekuan adalah metode penanganan dan penyimpanan yang efektif untuk produk hasil perikanan, Pembekuan dapat mempertahankan rasa dan nilai gizi bahan pangan yang lebih baik dari metode lainnya karena pengawetan dengan suhu rendah dapat menghambat aktivitas mikroba, mencegah terjadinya reaksi reaksi kimia dan aktivitas enzim yang dapat merusak kandungan gizi bahan pangan (Husnah et al., 2021)

2.5. Rendemen

2.5.1. Pengertian Rendemen

Rendemen merupakan perbandingan antara berat akhir produk yang diinginkan dengan berat semula Rendemen merupakan rasio berat antara daging dan berat udang utuh. Perhitungan rendemen digunakan untuk memperkirakan berapa banyak dari tubuh udang yang dapat digunakan sebagai bahan makanan (Suryanto & Sipahutar, 2018). Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi rendemen salah satunya adalah mutu bahan baku. kesegaran udang sangat berpengaruh terhadap rendemen yang dihasilkan, sarana dan prasarana, tenaga kerja, ukuran dan jenis bahan baku. Semakin segar bahan baku, maka semakin mudah dikerjakan karena daging lebih banyak dan tidak lengket sehingga persentase yang diperoleh lebih tinggi. Penanganan dan pengolahan selain dilakukan dengan secara tepat, juga dilakukan dengan hati- hati, bila tidak cermat maka rendemen yang dihasilkanakan semakin kecil (Trianjari et al., 2022).

2.5.2. Susut Bobot Udang

Susut bobot merupakan selisih antara massa awal dikurangi dengan massa akhir, dimana massa awal udang ditimbang pada kondisi sadar (normal) dan ditimbang kembali setelah diberi proses penyadaran. Semakin tinggi suhu media air maka semakin rendah susut bobot pada udang. Semakin kecil susut bobot udang maka semakin kecil pula penurunan kualitas udang, hal ini terjadi karena udang tidak membutuhkan banyak daam menghadapi stress yang diakibatkan oleh perubahan suhu ekstrim. Bobot udang merupakan salah satu parameter penting yang menjadi pusat perhatian konsumen selain keberhasilan hidup. Transportasi biota hidup dapat dikatakan berhasil apabila selama transportasi hanya sedikit mengalami kehilangan bobot karena menandakan udang dalam kondisi yang baik. Keberhasilan pengangkutan udang hidup

(18)

dipengaruhi sifat fisiologi, ukuran, mutu udang menjelang pengangkutan, kepadatan udang, dan lama pengangkutan (Putra et al., 2019).

2.6. Produktivitas

Produktivitas kerja merupakan suatu hasil kerja dari seorang karyawan.

Hasil kerja karyawan ini merupakan suatu proses bekerja dari seseorang dalam mengasilkan suatu barang atau jasa. Proses kerja dari karyawan ini merupakan kinerja dari karyawan (Ramadhani, 2012). Menurut produktivitas dapat diartikan sebagai kemampuan seperangkat sumber-sumber ekonomi untuk menghasilkan sesuatu atau perbandingan antara pengorbanan (Input) dengan penghasilan (Output) yang tidak terlepas dengan efisiensi dan efektivitas (Busyairi et al., 2014).

2.7. Penerapan kelayakan Dasar Unit Pengolahan Ikan 2.7.1. Persyaratan Fisik

Menurut (Permen KP No. 17 Tahun, 2019) tentang persyaratan dan sertifikat kelayakan pengolahan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1) Lokasi

tercemar dan menjamin tersedianya ikan yang bermutu baik, tidak diperbolehkan dibangun di lingkungan pemukiman, kawasan industri atau kegiatan lain yang dapat mencemari hasil perikanan yang diolah, lokasi unit pengolahan harus terpisah dari rumah tinggal/kegiatan rumah tangga atau berlokasi yang diperuntukan untuk kegiatan usaha perikanan/industry, selain itu lokasi unit pengolahan harus saniter, higienis, dan tidak menjadi sumber kontaminan (bersih dari sampah, semak-semak, tanaman dan rumput liar, genangan air yang bisa menarik binatang pengganggu/dipelihara dan dijaga untuk mencegah serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya, bebas dari pencemaran (seperti persawahan, rawa, pembuangan sampah, daerah kering dan berdebu, daerah kotor, daerah berpenduduk padat, industri yang bisa mengakibatkan pencemaran), dan tidak boleh ada binatang peliharaan (kucing, anjing, burung, dan lain lain) 2) Bangunan

Denah unit pengolahan dan sekitarnya harus di rancang dan di tata, sehingga aliran proses pengolahan dapat berjalan dengan lancar dan cepat dan tidak terjadi kontaminasi silang, konstruksinya harus sedemikian rupa, sehingga dapat menahan masuknya hewan (serangga, burung serta hama lainnya) dan harus dirancang sedemikian rupa, sehingga mudah dirawat, dibersihkan dan dipelihara dengan saniter. Bangunan unit produksi harus terdiri dari ruangan pokok dan ruangan pelengkap. Ruangan pokok dan ruangan pelengkap harus terpisah agar tidak mengakibatkan pencemaran terhadap produk yang diproduksi.

Ruangan pokok harus memiliki luas yang sesuai dengan jenis dan kapasitas produksi serta ukuran alat produksi maupun jumlah karyawan yang bekerja untuk memperlancar selama proses produksi dan menjaga

3) Lantai

Permukaan lantai halus, tanpa retak, mudah dibersihkan dan didesinfeksi, terbuat dari bahan yang kedap air, tahan garam, asam, basa, dan bahan kimia lainnya serta tidak mudah pecah. konstruksi lantai mencegah adanya genangan air, dan lantai harus mempunyai kemiringan yang cukup, serta dirancang untuk memudahkan pembuangan air.

(19)

4) Dinding

Bagian dalam yang digunakan untuk pekerjaan basah harus kedap air, halus, rata dan berwarna terang, Bagian dinding memiliki ketinggian 2m dari lantai, permukaan dinding kedap air, tidak mudah mengelupas, halus, rata, tanpa retak, tidak bercelah, tidak berjamur, mudah dibersihkan dan didesinfeksi, pertemuan antar dinding dan dinding dengan lantai tidak membentuk sudut mati sehingga mudah dibersihkan, dan berwarna terang.

5) Lagit-langit / Atap

Langit – langit didesain untuk mencegah akumulasi kotoran, kondensasi, dan pertumbuhan jamur, langit/atap tidak ada pengelupasan cat, bebas dari bocor, retak dan celah, permukaan halus, dan mudah dibersihkan, langit-langit atau sambungan atap mudah dibersihkan, berwarna terang. Tidak boleh ada pipa yang terlihat di atas tempat ikan diwadahi dan/atau dibungkus serta diolah. Tinggi langit- langit untuk ruang pengolahan serta pewadahan dan/atau pembungkusan minimum 3 (tiga) meter.

Untuk menghindari tumbuhnya jamur, tidak boleh ada pipa-pipa yang berada di atas 12 tempat pengolahan. Pemasangan exhaust fan sangat dianjurkan karena kondisi dan kebocoran dapat terjadi pada permukaan langit-langit yang dapat menyebabkan kontaminasi terhadap proses pengolahan.

Penutup/pembungkus (exhaust fan) sebaiknya merupakan pembungkus yang halus dan mudah dilepas untuk dibersihkan.

6) Ventilasi

Ventilasi mencukupi untuk sirkulasi udara agar udara mengalir dengan baik dari area bersih ke area kotor, dapat meminimalisir / menghilangkan debu, uap, asap, panas yang mengganggu kesehatan dan dapat mengkontaminasi produk, mencegah kondensasi dan mampu mencegah masuknya kontaminan ke dalam ruang proses, mudah dirawat dan dibersihkan.

7) Penerangan

Penerangan memadai dan lampu di seluruh ruang proses dilengkapi dengan pelindung yang aman, dan lampu harus tersedia secara memadai di semua area di unit pengolahan.

8) Saluran Pembuangan

Saluran pembuangan dikontruksi untuk mencegah kontaminasi dan memadai untuk mengalirkan kotoran (limbah cair), saluran pembuangan diberi penutup untuk mencegah binatang penggangu masuk, disediakan tempat sampah tertutup dengan sistem injak untuk sampah padat dan selalu dibersihkan dan disanitasi sehingga tidak menjadi sumber kontaminasi terhadap unit pengolahan dan lingkungan, dan sampah di dalam langsung dibuang dan tidak dibiarkan lama di ruang proses di UPI karena bisa menarik binatang pengganggu dan menimbulkan bau.

9) Tempat cuci tangan

Ruang pengolahan harus mempunyai tempat cuci tangan yang cukup.

Sekurang-kurangnya satu tempat cuci tangan untuk 10 orang pegawai.

Penyediaan air panas dan dingin yang cukup, dilengkapi dengan sabun, lap sekali pakai (tissue paper) dan tempat sampah yang tertutup. Tempat cuci tangan harus diletakkan pada tempat di ruang pengolahan yang dapat dilihat oleh pengawas

(20)

dan di dekat pintu masuk ruang pengolahan. Air yang digunakan untuk cuci tangan harus mengalir dan tidak boleh digunakan berulang kali, sebaiknya digunakan pedal dengan kaki atau kran dorong dengan menggunakan sikut dan bukan jari tangan.

Cuci tangan sebaiknya menggunakan sabun cair/bubuk (tidak menggunakan sabun blok) dan lap tangan menggunakan kertas tissue sekali pakai. Untuk membuka keran air pencuci tangan sebaiknya menggunakan pedal dengan kaki atau keran dorong dengan menggunakan sikut dan buka dengan jari tangan

10) Toilet

Unit pengolahan harus dilengkapi fasilitas toilet yang cukup. Toilet tidak boleh berhubungan langsung dengan ruang pengolahan agar tidak terjadi kontaminasi pada produk. Pasokan air untuk toilet juga cukup, lancar dan airnya bersih. Saluran pembuangan juga harus dalam keadaan yang baik dan lancar.

Toilet harus memiliki sabun cair dan alat pengering tangan (hand dryer).

11) Instalasi pengolahan Air Limbah (IPAL)

Unit pengolahan harus dilengkapi fasilitas toilet yang cukup. Toilet tidak boleh berhubungan langsung dengan ruang pengolahan agar tidak terjadi kontaminasi pada produk. Pasokan air untuk toilet juga cukup, lancar dan airnya bersih. Saluran pembuangan juga harus dalam keadaan yang baik dan lancar.

Toilet harus memiliki sabun cair dan alat pengering tangan (hand dryer).

2.7.2. Persyaratan Operasional

2.7.2.1. Good Manufacturing Practices (GMP)

Good Manufacturing Practice (GMP) adalah merupakan suatu pedoman cara memproduksi makanan dengan tujuan agar produsen memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk makanan bermutu sesuai dengan tuntutan konsumen (Suryanto & Sipahutar, 2018).

Peran GMP dalam menjaga keamanan pangan selaras dengan penerapan Pre-quisite HACCP. Pre-quisite merupakan prosedur minimum yang harus dipenuhi pada seluruh mata rantai proses pengolahan makanan mulai penyediaan bahan baku sampai produk akhir berkaitan dengan suatu proses untuk mencegah kontaminasi akibat dari produksi atau pengolahan pangan sehingga menghasilkan produk yang aman. Ruang lingkup penerapan GMP meliputi, lokasi dan lingkungan produksi, bangunan dan fasilitas, peralatan produksi, suplai air atau sarana penyediaan air, fasilitas dan kegiatan higiene dan sanitasi, kesehatan dan higiene karyawan, pemeliharaan dan program higiene sanitasi karyawan, penyimpanan, pengendalian proses, pelabelan pangan, pengawasan oleh penanggung jawab, penarikan produk, pencatatan dan dokumentasi serta pelatihan karyawan.

Menurut (Permen KP No. 17 Tahun, 2019) Good manufacturing practice (GMP) adalah pedoman persyaratan dan tata cara berproduksi yang baik bagi satu unit pengolahan ikan, yang meliputi tentang:

1) Seleksi Bahan Baku

Penilaian terhadap bahan baku dapat didasari dengan penilaian secara fisik, kimiawi dan mikrobiologis. Beberapa kriteria penilaian bahan baku ialah dari mana bahan baku tersebut berasal, bagaimana cara panennya, bagaimana cara

(21)

penanganan awalnya dan bagaimana cara penanganan selama pengangkutan.

Sumber bahan baku berasal dari perairan yang tidak tercemar atau dibuktikan dengan hasil pengujian. Perairan yang tidak tercemar adalah perairan bersih yang bebas dari kontaminasi mikrobiologi, bahan-bahan yang berbahaya dan plankton laut beracun dalam jumlah tertentu yang dapat mempengaruhi keamanan dan mutu hasil perikanan meliputi ekosistem air laut, air tawar dan air payau. Bahan baku yang berasal dari perairan tercemar kemungkinan besar sudah mengalami pencemaran sehingga beresiko mendapatkan bahan baku berkualitas rendah dan membahayakan.

Bahan baku tidak dari ikan yang beracun atau mengandung biotoksin, seperti jenis ikan karang yang mengandung toksin ciguatera. Selain itu bahan baku harus bebas dari bahaya biologi, kimia, dan fisik. Mutu bahan baku harus sesuai dengan standar yang dipersyaratkan, serta aman dan layak untuk dikonsumsi. Standar yang dipersyaratkan diantaranya Standar Nasional Indonesia (SNI), standar internasional, atau standar negara importir. Pengangkutan Bahan Baku menggunakan alat angkut yang memenuhi persyaratan. Selama pengangkutan bahan baku ke unit pengolahanI harus menerapkan sistem rantai dingin dengan menjaga suhu pengangkutan sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Sarana pengangkutan bahan baku juga harus bersih dan mampu menghindari kontaminasi, didesain sehingga tidak merusak bahan baku, permukaannya harus rata, mudah dibersihkan, dan didesinfeksi. Dilengkapi peralatan untuk menjaga suhu selama pengangkutan, dan mampu melindungi bahan baku dari resiko penurunan mutu.

2) Penanganan dan pengolahan

Setiap tahapan proses Penanganan dan Pengolahan Ikan dilakukan secara cepat, bersih dan hati-hati dengan tujuan mencegah terjadinya kenaikan suhu dan kontaminasi silang yang dapat menyebabkan terjadinya kemunduran mutu pada ikan. Seluruh peralatan yang digunakan harus dibersihkan sebelum dan sesudah melakukan proses produksi. Selain itu seluruh peralatan terbuat dari bahan yang tahan korosif dan mudah dibersihkan. Para karyawan diwajibkan memakai pakaian kerja, apron, sepatu boots, masker, penutup kepala dan sarung tangan. Penanganan dan pengolahan adalah faktor penting untuk menghasilkan produk dengan mutu yang mutunya baik. Sebab mutu itu tidak dapat ditingkatkan hanya dapat dipertahankan dengan cara penanganan dan pengolahan yang baik.

3) Bahan pembantu dan Bahan kimia

Bahan tambahan yang digunakan harus sesuai persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah dan negara tujuan ekspor. Terhadap bahan tambahan tersebut harus dilakukan pengujian baik laboratorium perusahaan maupun laboratorium pemerintah secara berkala. Dalam penggunaan bahan pembantu perlu diperhatikan jenis dari bahan tersebut, tujuan penggunaannya, kualitas bahan tersebut, metode dan cara penggunaanya serta prosedur pengawasannya.

Suatu bahan pembantu dalam proses pengolahan hasil perikanan harus secara langsung ikut menjaga kualitas dari produk itu sendiri, tidak menyebabkan kontaminasi dan bukan sebagai suatu kontaminan. Bahan pembantu harus disimpan ditempat tertentu dan terpisah dari produk. Penyimpanannya harus bersih dan saniter mengikut persyaratan yang sudah ditentukan.

(22)

4) Pengemasan

Pengemasan merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya rekontaminasi. Pengemas harus terbuat dari jenis bahan yang baik yang memenuhi syarat-syarat bagi produk, metoda pengolahan dan pemasarannya.

Semua tahapan proses pengemasan dilakukan dengan cepat, saniter dan dalam kondisi higienis yang dapat mencegah terjadinya kontaminasi pada Hasil Perikanan. Kemasan harus disimpan dalam gudang tersendiri, terlindung dari debu dan kontaminasi, serta gudang dalam kondisi kering. Kemasan produk diberi label atau keterangan yang menunjukkan ringkasan atau deskripsi produk, jenis produk, tahun, bulan, dan tanggal produksi, serta negara asal.

Bahan kemasan yang digunakan harus tidak mempengaruhi karakteristik produk, tidak digunakan ulang, bersih, dan saniter, atau steril tidak membahayakan konsumen. Kemasan harus sesuai dengan tara pangan (food grade) atau aman digunakan untuk pangan, dan pelabelan berdasarkan ketentuan yang berlaku.

5) Penyimpanan dan distribusi

produk akhir untuk mencegah terjadinya kontaminasi, serta bahan yang digunakan untuk produk tidak boleh disatukan penyimpanannya dengan bahan yang bukan untuk produk. Tempat penyimpanan harus saniter, terlindungi dari kontaminasi binatang pengganggu dan dilakukan monitoring. Penyimpanan bahan baku harus dilengkapi dengan tanda/kode penyimpanan bahan baku, dan penyimpanan produk akhir harus dilengkapi dengan label yang dipersyaratkan.

Prinsip penyimpanan first in first out adalah produk yang pertama disimpan menjadi produk yang pertama keluar. Tujuannya untuk mengatur siklus penyimpanan. Suhu dan kondisi penyimpanan dipertahankan sesuai dengan karakteristik produk perikanan. Suhu penyimpanan dan suhu selama distribusi harus sesuai dengan jenis produk akhir, dan dilakukan monitoring suhu secara berkala. Kondisi penyimpanan produk sampai distribusi harus mampu mempertahankan mutu dan keamanan produk.

2.7.2.2. Standard Sanitation Operational Procedure (SSOP)

Sanitasi dapat didefinisikan sebagai usaha pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan hal-hal yang berkaitan dan berpotensi mengontaminasi produk. Secara luas, ilmu sanitasi merupakan penerapan dari prinsip-prinsip yang akan membantu dalam memperbaiki, mempertahankan atau mengembalikan kesehatan yang baik bagi manusia. SSOP (Standard Sanitation Operating Procedure) merupakan prosedur standar penerapan prinsip pengelolaan yang dilakukan melalui kegiatan sanitasi dan higiene. Dalam hal ini, SSOP menjadi program sanitasi wajib suatu industri untuk meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan dan menjamin sistim keamanan produksi pangan (Ristyanti & Masithah, 2021).

Prosedur Operasi Standar Sanitasi adalah pedoman dan tata cara penerapan sanitasi yang baik untuk memenuhi persyaratan jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan (Permen KP No. 17 Tahun, 2019). Sanitasi adalah serangkaian proses yang dilakukan untuk menjaga kebersihan. Sanitasi dilakukan sebagai usaha mencegah penyakit dari konsumsi pangan yang diproduksi dengan cara dengan cara menghilangkan hal-hal yang berkaitan dan berpotensi mengontaminasi produk sejak penerimaan bahan baku, pengolahan, pengemasan

(23)

dan penggudangan produk sampai produk akhir didistribusikan (Ristyanti &

Masithah, 2021).

Menurut N0.17/PERMEN-KP/2019, SSOP meliputi 8 aspek (kunci) antara lain:

1) Keamanan air dan es

Air merupakan komponen penting dalam industri pangan. Air dapat membersihkan kontaminan dari bahan pangan, namun air yang tidak bersih dapat menyebabkan kontaminasi pada bahan pangan. Air yang digunakan dalam melakukan pengolahan harus bersih dan memenuhi persyaratan. Adapun syarat air untuk Untuk unit pengolahan ikan skala mikro kecil adalah air tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak berasa, sedangkan untuk UPI skala menengah dan besar harus memenuhi standar air minum. air yang digunakan untuk penanganan dan pengolahan ikan berasal dari sumber air yang aman misalnya air tanah, air PDAM, dan lain-lain. Air yang digunakan juga telah mendapat perlakuan untuk memenuhi kualitas air minum. Saluran pipa air dirancang agar tidak terjadikontaminasi silang dengan air kotor. Apabila menggunakan air laut harus sesuai persyaratan. Es terbuat dari air yang memenuhi persyaratan air minumdan dibuktikan dengan pengujian.

2) Kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak langsung dengan bahan pangan

Peralatan yang digunakan dalam menangani atau mengolah bahan pangan dapat menjadi sumber kontaminasi. Peralatan yang kontak langsung dengan bahan atau produk pangan harus Terbuat dari bahan yang tahan karat, mudah dibersihkan, tidak menyebabkan kontaminasi, dan dipisahkan antara pemakaian untuk bahan baku dan produk, serta didesain sehingga air dapat mengalir dengan baik. Unit pengolahan harus melakukan prosedur pembersihan dan sanitasi peralatan sebelum, selama, dan sesudah proses produksi secara periodik dan ada prosedurnya.

Peralatan dan perlengkapan yang digunakan harus ditata pada setiap tahapan proses, kemudian diberi tanda dan dipisahkan dengan jelas supaya tidak dipergunakan untuk menangani ikan, bahan penolong, bahan tambahan pangan serta produk akhir. untuk menjamin kelancaran pengolahan, mencegah kontaminasi silang dan mudah dibersihkan.

3) Pencegahan kontaminasi silang

Kontaminasi silang adalah terjadinya transfer kontaminan biologi atau kimia terhadap produk perikanan dari bahan baku, karyawan, peralatan, perlengkapan dan/atau lingkungan penanganan produk. Sumber patogen yang dapat mengkontaminasi produk akhir diantaranya: karyawan, bahan baku, peralatan dan perlengkapan, binatang pengganggu, dan lingkungan unit pengolahan.

Terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kontaminasi silang antara lain desain dan tata letak pabrik, kebersihan dan aktivitas karyawan, pemisahan antara bahan baku dengan produk pangan, kondisi sanitasi ruang pengolahan dan peralatan yang digunakan, penyimpanan dan perawatan bahan pengemas, cara penyimpanan dan kondisi ruang penyimpanan produk dan penanganan limbah

(24)

4) Menjaga fasilitas pencuci tangan, sanitasi, dan toilet

Toilet adalah tempat karyawan buang air, dengan demikian harus selalu bersih. Toilet harus dilengkapi dengan sabun, tissue, pengering tangan dan tempat sampah. Kebersihan toliet juga harus selalu terjaga. Toilet yang tidak terjaga kebersihannya akan menjadi sumber kontaminan yang dapat mencemari bahan pangan, baik melalui perantaraan karyawan atau binatang. Selain bersih, jumlah toilet harus sesuai dengan jumlah karyawan yang bekerja. Sebagai patokan, satu toilet maksimal diperuntukan bagi 15 karyawan. Ventilasi toilet harus diatur sedemikian rupa agar terdapat sirkulasi yang baik sehingga tidak mencemari bahan pangan. Pintu toilet harus tidak menyerap air dan bersifat anti karat.

Fasilitas pencuci tangan tersedia dalam jumlah yang memadai, Wastafel paling sedikit berjumlah 1 (satu) buah untuk 10 (sepuluh) orang karyawan. wastafel tidak dioperasionalkan dengan tangan, wastafel harus dilengkapi system penyiraman air yang berfungsi dengan baik, dan air harus mengalir, dilengkapi dengan fasilitas sanitasi seperti sabun antiseptik, disinfektan, dan pengering tangan yang higienis. Tempat cuci tangan ditempatkan di dekat pintu masuk dan tempat yang diperlukan, serta selalu dijaga dalam kondisi bersih dan saniter.

5) Proteksi dari bahan-bahan kontaminan

Bahan kimia, pembersih, dan disinfektan harus sesuai dengan persyaratan. Bahan. Artinya bahan bahan tersebut yang digunakan adalah bahan–

bahan yang diizinkan, aman, dan diperoleh dari pemasok yang bersertifikat untuk produk pangan sesuai ketentuan. Kemudian digunakan sesuai petunjuk dan persyaratan, diberi label dengan jelas seperti informasi nama bahan dan konsentrasinya serta dokumen prosedur penggunaannya. Dan disimpan di ruang khusus dan terpisah dengan ruang penyimpanan produk olahan. Penyimpanan 6) Pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan bahan kimia berbahaya

Bahan kimia berbahaya diberi label yang jelas dan disimpan secara terpisah dan aman. disimpan di tempat yang khusus dan terpisah dari bahan lainnya khusunya bahan pangan dan peralatan. Bahan beracun harus disimpan di ruang dengan akses terbatas dimana hanya karyawan berwenang yang boleh memasuki ruangan penyimpanan bahan kimia. Pisahkan bahan kimia yang digunakan untuk pangan dan non pangan.

Penggunaan bahan kimia beracun, pembersih, dan sanitasi dalam industri pangan harus disesuaikan dengan petunjuk dan persyaratan. Prosedur penggunaan bahan beracun harus dapat mencegah pencemaran pada bahan pangan.

7) Pengawasan kondisi kesehatan dan kebersihan karyawan

Karyawan yang kontak langsung dengan produk tidak sedang sakit atau berpotensi menularkan penyakit,maka karyawan tersebut tidak diperbolehkan masuk kerja sampai kondisi karyawan telah dinyatakan sehat berdasarkan hasil pelaporan kondisi kesehatannya. Unit pengolahan harus melakukan pemeriksaan kesehatan karyawan secara periodik paling sedikit 1 (satu) kali dalam setahun.

Monitoring juga dilakukan setiap harinya untuk memastikan karyawan yang bekerja dalam keadaan sehat. Karyawan tidak melakukan kegiatan makan dan minum merokok, meludah, batuk, bersin, atau melakukan tindakan lain di ruang proses yang dapat mengkontaminasi produk dan merugikan karyawan lain.

(25)

Karyawan yang melakukan pekerjaan harus menjaga kebersihan sebelum, selama, dan setelah bekerja. Karyawan harus menggunakan alat perlengkapan kerja antara lain berupa pakaian kerja, celemek (apron), tutup kepala, masker, sepatu, dan sarung tangan. Karyawan tidak diperbolehkan menggunakan kosmetik, obat-obat luar, perhiasan (cincin, kalung, gelang), jam tangan, alat elektronik, atau membawa barang pribadi lainnya ke area kerja yang dapat menyebabkan kemungkinan jatuh ke produk atau mengkontaminasi produk.

8) Pengendalian pest

Fasilitas pengendalian serangga, tikus, hewan peliharaan, dan binatang lainnya yang berfungsi dengan efektif, Tersedia prosedur pengendalian, Prosedur pengendalian dilakukan secara berkala paling sedikit 1 (satu) bulan sekali dan efektif untuk mencegah masuknya binatang pengganggu.

2.8. Penanganan Limbah

Limbah industri dapat menghasilkan bahan toksik terhadap lingkungan yang dapat berdampak negatif terhadap manusia dan lingkungan yang lain.

Limbah cair industri paling sering menimbulkan masalah lingkungan seperti kematian ikan, keracunan pada manusia dan ternak, kematian plankton, akumulasi dalam daging ikan dan moluska. Adapun dampak pencemaran lingkungan terbagi atas tiga jenis, yaitu : dampak pencemaran air, dampak pencemaran udara dan dampak pencemaran tanah. Dampak pencemaran air mengakibatkan air tidak dapat digunakan lagi untuk keperluan rumah tangga, keperluan industri, keperluan pertanian dan kolam perikanan. Dampak pencemaran udara mengakibatkan terganggunya kenyamanan bagi para pemakai jalan dan menimbulkan penyakit sesak nafas dengan keluarnya asap yang mengakibatkan polusi udara (Desi Wulansari, 2011).

(26)

3 METODE PRAKTIK

3.1. Waktu dan Tempat pelaksanaan praktik

Pelaksanaan Praktik Lapang II akan diaksanakan pada tanggal 21 Agustus 2023 sampai dengan 12 Oktober 2023, di UD. Piala, Sorong, Papua Barat.

Perusahaan ini adalah perusahaan pengolahan hasil perikanan dengan salah satu hasil produksinya adalah Udang Jerbung (Fenneropenaeus merguiensis) Peeled Deveined (PD) Mentah Beku.

3.2. Alat dan Bahan 3.2.1. Alat

Peralatan yang digunakan dalam pelaksanaan praktik adalah alat tulis, scoresheet bahan baku (SNI 01-2728.1-2018) dan udang kupas mentah beku (SNI 3457:2021). Peralatan pengolahan udang kupas mentah beku berupa alat pembeku, alat pencucian, bak penampung, cukit, keranjang platik, meja proses, metal detector, pan pembeku, penyimpanan beku, strecher, timbangan.

3.2.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam pelaksanaan praktek lapang II adalah udang Jerbung (Fenneropenaeus merguiensis) sebagai bahan baku. Serta bahan pembantu yaitu air dan es, dan bahan lainnya yang membantu pengolahan udang Jerbung (Fenneropenaeus merguiensis) kupas mentah beku.

3.3. Metode Pengumpulan Data

Adapun metode pangambilan data pada praktik lapang II ini adalah dengan cara observasi. Observasi dilakukan pada pengamatan alur proses Pengolahan Udang Jerbung (Fenneropenaeus merguiensis) Peeled Deveined (PD) Mentah Beku di UD. Piala, Sorong, Papua Barat. Informasi-informasi terkait praktik data praktik yang dibutuhkan. Jenis data yang diambil dibagi menjadi dua yaitu primer dan sekunder.

3.3.1. Data Primer

Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama dari individu seperti hasil wawancara atau hasil pengisian kuesioner yang biasa dilakukan peneliti. Metode pengumpulan data primer, peneliti melakukan sendiri observasi di lapangan. Data primer yang diambil meliputi :

a. Proses pengolahan udang Jerbung (Fenneropenaeus merguiensis) Peeled and Deveined (PND) Mentah Beku dari bahan baku hingga menjadi produk akhir;

b. Pengujian Sensori;

c. Pengamatan suhu selama alur proses;

d. Pengamatan rendemen;

e. Pengamatan produktivitas;

f. Pengamatan kelayakan dasar;

g. Pengamatan limbah;

3.3.2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diambil secara tidak langsung yang berasal dari sumber-sumber berkaitan dengan UD. Piala. Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung yang dikumpulkan dari berbagai pihak sebagai penunjang dalam penulisan meliputi : studi literatur yang

(27)

berkaitan dengan judul untuk menunjang data primer agar lebih tepat dan nyata dari data-data yang diperoleh dari UPI dan yang digunakan sebagai perbandingan dan acuan dalam penulisan Laporan Praktek Lapang II.

3.4. Metode Kerja

3.4.1. Pengamatan Alur Proses

Proses pengolahan tuna loin beku mengacu pada SNI udang kupas mentah beku (SNI 3457:2021) dilakukan pengamatan dengan cara mengikuti semua kegiatan pada setiap tahap proses pengolahan yang dilakukan.

Pengamatan alur proses dimulai dari penerimaan bahan baku hingga penyimpanan beku. Adapun diagram alur proses pengolahan udang kupas mentah beku sebagai berikut :

Gambar 2. Alur Proses Pengolahan Udang Kupas Mentah Beku Sumber : (BSN, 2021)

3.4.2. Pengujian Mutu

3.4.2.1. Pengujian Organoleptik dan Sensori

Pengujian dilaksanakan dengan menggunakan scoresheet udang segar sesuai SNI 2728:2018 dan sscoresheet udang kupas mentah beku sesuai SNI

3457:2021. Pengujian organoleptik dilakukan 10 (sepuluh) kali pengulangan masing-masing sihari yang berbeda dengan 3 (tiga) kali pegulangan. Untuk menghitung interval nilai mutu rata-rata dari setiap panelis digunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

N = Banyaknya panelis S² = Keragaman nilai mutu

1,96 = Koefisien standar deviasi pada taraf 95%

X = Nilai mutu dari panelis ke-1, dimana i=1 sampai n Penerimaan Bahan Baku

Pencucian 1 Potong Kepala

Pencucian 2 sortasi Pengupasan

Pencucian 3 penimbangan

Penyusunan

Pembekuan Penggelasan

Pengemasan dan Pelabelan 1 Pendeteksian logam Penyimpanan dan pelabelan 2

Penyimpanan Beku Pemuatan

(28)

3.4.2.2. Pengujian Mikrobiologi

Pengujian mikrobiologi merupakan pengujian yang dilakukan untuk mengetahui mutu secara mikrobiologi pada bahan baku dan produk akhir. Mutu secara mikrobiologi diamati dengan cara pengujian yang dilakukan di laboratorium dengan menguji sampel bahan baku yang diperoleh dari ruang penerimaan bahan baku dan juga produk akhir tuna loin. Pengujian mikrobiologi meliputi uji Angka Lempeng Total (ALT) (SNI 2332.3:2015), Escherichia coli dan Coliform (SNI 2332.1:2015), Salmonella (SNI 01-2332.2-2006) dan Stayphylococcus (SNI 2332.9.2015). Pengujian mikrobiologi akan dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali ulangan dengan 2 (dua) kali ulangan pengukuran pada setiap pengulangan.

a) Pengujian ALT

Cara melakukan pengujian ALT adalah sesuai dengan SNI (2332.3., 2015).

Cara pengambilan sample pada bahan baku yaitu dengan mengambil sample secara acak dan aseptis. Untuk pengambilan sample end product carannya sama dengan pengambilan sample pada bahan baku. Berikut ini adalah rumus cara menghitung hasil pengujian ALT:

N =

∑ 𝐶

{(1𝑥𝑛1)+(0,1𝑥𝑛2)}

× 𝑑

∑C = Jumlah kolon

D = Pengenceran terkecil n₁ dan n₂ = Jumlah pengenceran

N = Jumlah koloni produk (koloni/g) b) = Simpangan baku nilai mutu b) Pengujian Escherichia Coli dan Coliform

Prosedur cara pengujian E.coli dan Coliform yang dilakukan sesuai dengan SNI 2332.1.2015. Cara pengambilan sampel dilakukan secara acak dan aseptis terhadap bahan baku dan produk akhir. Cara menentukan nilai Angka Paling Memungkinkan (APM) berdasarkan jumlah tabung - tabung EC positif dari tiga pengenceran yang berurutan. Nyatakan E.coli sebagai “APM/g” untuk produk perikanan selain shellfish dan, “APM / 100g “ untuk produk shellfish.

c) Salmonella

Prosedur pengujian Salmonella sesuai dengan SNI (01-2332.2, 2006) Cara pengambilan sampelnya dilakukan secara acak dan aseptis.

𝑋̃ =

𝑛𝑖=1

𝑥𝑖

S2 = 𝑛𝑖=1(𝑥𝑖−𝑥)2 𝑛

S =

𝑛𝑖=1(𝑥𝑖−𝑥)2

𝑛

P = (𝑥 − (1,96. 𝑠/√𝑛)) ≤ 𝜇 ≤ (𝑥 + (1,96. 𝑠/√𝑛))

(29)

d) Staphylococcus

Prosedur pengujian Staphylococcus sesuai dengan SNI 2332.9.2015. Cara pengambilan samplenya secara acak dan aseptis. Kombinasi tabel-tabel positif yang diperoleh cukup untuk memberikan hasil yang signifikan dan umumnya terdapat dalam tabel APM, sedangkan kombinasi yang tidak mungkin, diabaikan.

Tabel APM mempunyai tingkat kepercayaan 95%. Jika kombinasi tabung-tabung positif yang diperoleh tidak termasuk dalam APM maka contoh harus dilakukan pengujian kembali. Uji kimia yang dilakukan berupa uji kandungan histamin pada bahan baku, uji kandungan histamin pada produk akhir. Pengujian kandungan histamin pada bahan baku dilakukan secara internal dan eksternal. Pengujian kandungan histamin pada bahan baku secara internal dilakukan menggunakan alat Veratox dengan metode sampling setiap bahan baku dating, Pengujian kimia dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali ulangan dengan 2 (Dua) kali ulangan pengukuran pada setiap pengulangan.

3.4.2.3. Pengujian Kimia

Pengujian kimia dilakukan di laboratorium internal perusahaan berupa bahan baku udang segar dan produk akhir dengan pengujian kimia yang dilakukan adalah kadar air, sulphite, phospate, NaCl dan pengujian kimia antibiotik chloramphenikol (CAP), Furazolidone (AOZ), Furaltadone (AMOZ), tetracyclin.

Pengujian antibiotik dilakukan pada pahan baku udang segar dengan menggunakan metode enzym linked immunosorbent assat (ELISA). Data yang diperoleh merupaka sekunder yang merupakan hasil uji yang dilakukan oleh perusahaan.

3.4.3. Penerapan Rantai Dingin

Pengamatan penerapan rantai dingin dilakukan untuk mengetahui penerapan rantai dingin pada proses pengolahan. Pengamatan dilakukan dengan mengukur suhu pada proses pengolahan tuna loin beku yang dilakukan pada setiap tahapan proses dimulai dari penerimaan bahan baku sampai dengan penyimpanan beku. Pengukuran suhu dilakukan terhadap bahan baku, produk, ruangan dan air yang digunakan pada proses pengolahan. Pengukuran suhu menggunakan termometer dan dilakukan 3 (tiga) kali ulangan dengan 3 (tiga) ulangan pengukuran pada setiap ulangan.

Pengukuran suhu pada produk dilakukan dengan cara bagian ujung probe termometer digital ditusukkan pada titik pusat thermal ikan (untuk produk yang belum dikemas) dan termometer tembak dengan cara menembakkan termometer ke bagian tengah produk (untuk produk yang sudah dikemas). Pengukuran suhu air dilakukan dengan cara memasukkan ujung probe termometer ke dalam air.

Sedangkan, pengukuran suhu ruangan dilakukan dengan cara melihat angka suhu yang ditunjukan pada termometer yang berada pada ruangan serta melihat angka uang ditunjukan termometer digital pada saat termometer digital dibiarkan pada ruangan yang sedang diukur suhunya.

3.4.3.1. Pengukuran Suhu Produk

Pengukuran suhu produk dilakukan menggunakan thermometer (thermocouple) mulai dari tahap penerimaan bahan baku sampai dengan produk akhir. prinsip pengujian dilakukan dengan menentukan suhu pada bagian daging yang paling tebal atau titik pusat yang paling lama menerima penetrasi suhu. Cara

(30)

melakukan pengukuran suhu yaitu dengan menusukkan thermometer kedalam daging udang kemudian dilihat hasilnya pada monitor dan dilakukan pencatatan.

Pengukuran suhu menggunakan thermometer dan dilakukan 3 (tiga) kali pengulangan 10 (sepuluh) kali pengamatan.

3.4.3.2. Pengukuran Suhu Air

Pengukuran suhu air dilakukan dengan menggunakan thermometer.

Pengukuran suhu air pada tahap pengolahan udang jerbung kupas mentah beku antara lainpada tahap pencucian 1, pencucian 2, dan glazing. Pengukuran suhu menggunakan Thermometer dan dilakukan 3 (tiga) kali pengulangan dengan 10 (sepuluh) kali pengamatan. Cara melakukan pengukuran suhu air yaitu, dengan mencelupkan besi thermometer dan segera dilakukan pencatatan suhu. Hasil pengukuran dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Keterangan :

X = Nilai rata-rata

Xi = Hasil pengamatan dari ke 1, dimana I = 1, 2, 3,….., n N = Jumalh Pengamatan

3.4.3.3. Pengukuran Suhu Ruangan

Pengukuran suhu ruang dilakukan di ruangan penerimaan bahan baku, ruang proses, ruang packing, dan cold storage menggunakan thermometer yang telah tersedia di ruangan tersebut. Pengukuran suhu menggunakan thermometeri dilakukan 3 (tiga) kali pengulangan dengan 10 (sepuluh) kali pengamatan.

3.4.4. Perhitungan Rendemen

Pengamatan rendemen dengan cara menimbang 1 ekor berat ikan tuna utuh kemudian dilakukan penyiangan, pengulitan (skinning) dan perapihan (trimming), dan pembentukan saku, pada setiap tahap dilakukan penimbangan.

Alat yang digunakan dalam pengamatan ini adalah timbangan digital. Rendemen dihitung dengan rumus :

𝑹𝒆𝒏𝒅𝒆𝒎𝒆𝒏 (%) =𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝑨𝒌𝒉𝒊𝒓

𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝑨𝒘𝒂𝒍𝒙𝟏𝟎𝟎%

3.4.5. Perhitungan Produktivitas Tenaga kerja

Produktivitas adalah perhitungan kinerja karyawan pada setiap tahapan proses yang dilakukan oleh karyawan perusahaan. Pengamatan terhadap produktivitas dilakukan dengan cara menghitung jumlah ikan yang dihasilkan oleh pekerja pada satuan tertentu dilakukan pada proses penyiangan. Dengan cara menimbang ikan tuna yang dihasilkan dalam jumlah ekor yang dihasilkan pekerja pada satuan waktu tertentu.perhitungan produktivitas tenaga kerja ini dilakukan sebanyak 10 kali pengamatan dengan 3 kali pengulangan. Secara teknis produktivitas tenaga kerja dapat dilihat dalam rumus berikut :

𝑷𝒓𝒐𝒅𝒖𝒌𝒕𝒊𝒗𝒊𝒕𝒂𝒔 𝒕𝒆𝒏𝒂𝒈𝒂 𝒌𝒆𝒓𝒋𝒂 ( 𝒌𝒈 𝒋𝒂𝒎

𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈) =𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝑯𝒂𝒔𝒊𝒍 𝒑𝒓𝒐𝒅𝒖𝒌𝒔𝒊 𝒘𝒂𝒌𝒕𝒖/𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈

(31)

3.4.6. Penerapan Kelayakan Dasar

Kelayakan dasar yang dimasuk adalah pemenuhan persyaratan sanitasi dan cara berproduksi yang baik dan benar. Dalam kuisioner tersebut katagori penilaian untuk aspek manajemen atau aspek teknis yang menggambarkan kelayakan unit pengolahan. Proses yang dilakukan untuk memudahkan dalam pengecekan terhadap kelayakan dasar unit pengolahan dengan membuat daftar kuisioner beradasarkan PERMEN-KP 17:2019 tentang sertifikat kelayakan pengolahan (SKP), dan dari hasil pengecekan tersebut dapat ditentukan tingkat rating. Pengamatan kelayakan pengolahan dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali Pengulangan dengan 3 (tiga) kali ulangan pengukuran setiap ulangan.

3.4.6.1. Pengamatan Penerapan GMP

Pengamatan terhadap penerapan Good Manufacturing Peractice (GMP) yang dilakukan dengan cara membandingkan keadaan di UD. Piala dengan persyaratan yang ditetapkan. Aspek-aspek yang diamati meliputi bahan baku udang jerbung segar, bahan pembantu air dan es, bahan tambahan, cara penanganan mulai dari bahan baku sampai produk akhir, cara pengolahan mulai dari penerimaan bahan baku sampai pada penyimpanan, pengukuran suhu pada setiap tahapan proses pengolahan, bahan kimia yang digunakan pada saat proses pengolahan, pengemasan meliputi bahan pengemas, alat pengemas dan cara pengemasan, penyimpanan meliputi cara penyimpanan, lama penyimpanan dan distribusi.

3.4.6.2. Pengamatan Penerapan SSOP

Pengamatan tentang penerapan SSOP ditinjau menurut tujuan dan prosedur sanitasi di unit pengolahan yang menyangkut 8 kunci SSOP yaitu : keamanan air dan es, kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan, pencegahan kontaminasi silang, menjaga fasilitas pencuci tangan, sanitasi dan toilet, proteksi dari bahan kimia, pembersih dan bahan saniter, pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan bahan toksin yang benar, kesehatan karyawan, pengendalian pest.

3.4.7. Pengamatan Penanganan Limbah

Limbah dibagi menjadi 2 jenis, yaitu limbah cair dan limbah padat.

Pengamatan pada limbah dilakukan dengan observasi langsung dengan mengamati jenis limbah, volume/jumlah limbah, cara penanganan, serta alat/sarana pengolahan limbah.

3.5. Analisis Data

Analisis data dilakukan oleh penulis sebagai upaya untuk mengubah data hasil praktek menjadi informasi yang karakteristiknya dapat dipahami dan bermanfaat dalam pengambilan kesimpulan dengan tujuan dan batasan masalah secara jelas, cermat, dan sistematis.

3.5.1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif adalah suatu penyajian data dengan cara menggambarkan hal-hal yang telah diamati secara sistematis berdasarkan fakta hasil pengamatan atau penelitian secara utuh, dan mendalam. Selanjutnya gambaran tersebut dianalisa dan dikaji dengan cara mengkaitkannya dengan dasar teori atau referensi dengan tujuan atau yang terkait.

(32)

3.5.2. Analisis Komperatif

Analisis komperatif, yaitu analisa yang membandingkan hasil pengamatan dengan kuantitatif yang selanjutnya dikaitkan dengan, narasumber ataupun dengan pengamatan lain yang serupa, apakah terdapat kesamaan atau perbedaan hasil pengamatan dengan bahan perbandingan tersebut. Data yang dianalisa adalah hasil pengamatan selama praktik yang meliputi tahapan proses pengolahan yang dikaitkan dengan penerapan GMP dan SSOP, serta pengamatan kelayakan dasar pada perusahaan. Hasil pengamatan tersebut selanjutnya dikaitkan dengan narasumber, sehingga diketahui kesamaan atau perbedaan hasil pengamatan dengan bahan perbandingan.

Gambar

Gambar 1. Morfologi Udang jerbung  Sumber : (Kusrini, 2011)  2.2. Pengolahahan Udang
Tabel 2. Persyaratan mutu dan kemanan pangan udang kupas mentah beku
Gambar 2. Alur Proses Pengolahan Udang Kupas Mentah Beku  Sumber : (BSN, 2021)
Tabel 3. Fasilitas Produksi
+7

Referensi

Dokumen terkait