• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSES PRODUKSI METANOL MELALUI REAKSI METANASI EMISI CO2 DARI INDUSTRI YANG DITANGKAP SECARA OXY FUEL COMBUSTION

N/A
N/A
Octasya Amalia

Academic year: 2023

Membagikan "PROSES PRODUKSI METANOL MELALUI REAKSI METANASI EMISI CO2 DARI INDUSTRI YANG DITANGKAP SECARA OXY FUEL COMBUSTION"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak meningkatnya aktifitas manusia dengan munculnya revolusi industri, beban yang diterima alam terutama dari limbah industri telah membawa dampak yang cukup besar bagi kehidupan di bumi. Contohnya pada saat ini, bumi menghadapi fenomena yang disebut dengan global warming. Penyebab utama fenomena ini adalah pembakaran bahan bakar fosil yang melepas karbon dioksida dan gas-gas rumah kaca lain ke atmosfer.

Ketika atmosfer semakin banyak mengandung gas rumah kaca, atmosfer akan menahan panas matahari yang seharusnya dipantulkan oleh bumi sehingga suhu bumi meningkat.

Pemanasan global kemudian akan menyebabkan terjadinya perubahan seperti mencairnya es di kedua kutub bumi, meningkatnya ketinggian permukaan air laut dan tenggelamnya beberapa daratan. Perubahan-perubahan ini pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya perubahan iklim. Berdasarkan penelitian para ahli, perubahan iklim diketahui akan menimbulkan dampak yang merugikan bagi kehidupan manusia. Kekeringan, gagal panen, krisis pangan dan air bersih, hujan badai, banjir, tanah longsor, serta wabah penyakit tropis merupakan beberapa dampak akibat perubahan iklim. Oleh karena itu demi kelangsungan hidup manusia, harus segera dilakukan upaya untuk mengurangi emisi gas karbon dioksida yang merupakan penyumbang gas rumah kaca terbesar.

Salah satu teknologi mitigasi untuk menurunkan emisi CO2 dalam skala besar sambil tetap bisa meneruskan penggunaan bahan bakar fosil adalah melalui Carbon Capture and Storage (CCS). Teknologi ini menerapkan rangkaian proses mulai dari pemisahan dan penangkapan CO2 hingga menyimpannya ke dalam formasi geologi untuk jangka waktu yang sangat lama atau dapat juga dikonversi menjadi produk lain yang bermanfaat.

Oleh karena emisi gas CO2 sebagian besar dihasilkan dari proses industri, maka pada makalah ini akan dijelaskan penangkapan emisi gas CO2 dari industri secara Oxy-Fuel Combustion yang selanjutnya dikonversi menjadi produk lain yang bermanfaat khususnya metanol melalui proses CO2 Methanation.

(2)

2 1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penulisan yang telah dipaparkan, penulis telah merumuskan masalah yang akan dibahas lebih lanjut pada makalah ini. Rumusan masalah tersebut diantaranya :

1. Apa yang dimaksud dengan global warming?

2. Bagaimana peran emisi CO2 dan emisi gas rumah kaca lain terhadap terjadinya global warming dan perubahan iklim?

3. Apa yang dimaksud dengan Carbon Capture Storage?

4. Bagaimanakah rangkaian proses Carbon Capture Storage Secara Oxy-Fuel Combustion?

5. Apa yang dimaksud dengan CO2 Methanation dan bagaimanakah prosesnya untuk menghasilkan produk metanol?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Mengetahui pengaruh global warming terhadap kehidupan manusia.

2. Mengetahui peran emisi gas CO2 terhadap terjadinya peristiwa global warming dan perubahan iklim

3. Mengetahui cara penangkapan emisi gas CO2 dengan metoda Carbon Capture Storage

4. Mengetahui cara Pemanfaatan emisi gas CO2 menjadi metanol melalui proses CO2

Methanation

(3)

3

BAB II ISI

2.1 Pemanasan Global (Global Warming)

Pemanasan global (global warming) dapat didefinisikan sebagai naiknya suhu permukaan bumi menjadi lebih panas selama beberapa kurun waktu yang disebabkan karena meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca di lapisan atmosfer. Pada dasarnya fenomena pemanasan di permukaan bumi merupakan gejala sistem alam yang normal untuk menghangatkan planet bumi sehingga suhu bumi tidak menjadi dingin bahkan membeku seperti pada jaman es yang pernah terjadi 15.000 tahun lalu (Miler, 1979:

Yasuhiro, 2007). Namun proses alam yang normal tersebut telah menjadi ancaman bagi keberlangsungan kehidupan di planet bumi karena konsentrasi gas rumah kaca yang menyelimuti lapisan atmosfer telah melebihi daya dukung (carrying capacity) konsentrasi gas-gas yang terkandung di lapisan atmosfer tersebut sehingga menahan panas matahari yang seharusnya dipantulkan oleh bumi (Wahyu, 2011).

Ada enam jenis gas rumah kaca yang menjadi penyebab pemanasan global, yaitu Karbon dioksida (CO2), Metana (CH4), Nitrous oksida (N2O), Hydroperfluorokarbon (HFCs), Perfluorokarbon (CFCs), Sulfur Heksaflorida (SF6). Gas-gas ini secara alami terdapat di udara (atmosfer). Efek rumah kaca adalah istilah untuk panas yang terperangkap di dalam atmosfer bumi dan tidak bisa menyebar (Vivi, 2008).

CO2 merupakan penyumbang gas rumah kaca terbesar di antara gas lain karena CO2

bertahan di atmosfer lebih lama dari gas rumah kaca yang lain dari hasil aktivitas manusia. Dibutuhkan sekitar 1 dekade bagi emisi metana untuk meninggalkan atmosfer (yang terurai menjadi CO2) dan membutuhkan waktu 1 abad untuk gas NOx. Untuk gas CO2, dengan jumlah emisi gas saat ini diperlukan waktu 1 abad, namun 20% darinya masih akan tetap tinggal di atmosfer sekitar 800 tahun ke depan. Periode siklus hidup CO2 dalam atmosfer yang begitu panjang menjadi poin penting untuk segera mengurangi emisi CO2 ke atmosfer.

(4)

4

Gambar 2.1 Mekanisme Terjadinya Efek Rumah Kaca (Sumber: Situs kementrian lingkungan hidup)

2.1.1 Dampak Pemanasan Global (Global Warming)

Beberapa dampak pemanasan global dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Cuaca

Gejala yang sangat jelas dari pemanasan global adalah berubahnya iklim, contohnya hujan deras masih sering datang meski sudah memasuki bulan yang seharusnya sudah terhitung musim kemarau. Menurut perkiraan, dalam 30 tahun terakhir ini, pergantian musim kemarau ke musim hujan terus bergeser. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area. Temperatur pada musim dingin dan malam hari akan cenderung untuk meningkat.

Daerah hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Kelembaban yang tinggi akan meningkatkan curah hujan, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan. Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu air akan lebih cepat menguap dari tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrim.

(5)

5 2. Tinggi Permukaan Laut

Ketika atmosfer menghangat, daerah dari belahan Bumi Utara akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi dan lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, akibatnya gunung-gunung es di kutub terutama sekitar Greenland akan mencair. Berdasarkan penelitian para ilmuan yang tergabung dalam Lembaga Survei Antartika (BIA), lebih dari 1 juta hektar bongkahan es di wilayah bagian barat antartika atau lingkar kutub selatan terancam meleleh atau pecah. Tinggi permukaan laut di seluruh dunia telah meningkat 10 - 25 cm (4 - 10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9-88 cm (4 - 35 inchi) pada abad ke-21. Perubahan tinggi ratarata permukaan laut ini diukur dari daerah dengan lingkungan yang stabil secara geologi.

Kenaikan muka air laut secara umum akan mengakibatkan dampak sebagai berikut.

 Meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir

 Perubahan arus laut dan meluasnya kerusakan mangrove (hutan bakau)

 Meluasnya intrusi air laut

 Ancaman terhadap kegiatan sosial-ekonomi masyarakat pesisir

 Berkurangnya luas daratan atau hilangnya pulau-pulau kecil

3. Kesehatan manusia

Wabah penyakit yang biasa ditemukan di daerah tropis, seperti penyakit yang diakibatkan nyamuk dan hewan pembawa penyakit lainnya akan semakin meluas karena mereka dapat berpindah ke daerah yang sebelumnya terlalu dingin.

Anopheles misalnya adalah jenis nyamuk vektor utama penyakit malaria yang selama ini dianggap hanya mampu berkembang biak pada daerah-daerah tropis saja dengan suhu tidak kurang dari 16 derajat celcius dan pada ketinggian kurang dari 1000 m. Namun laporan terakhir menunjukkan nyamuk ini telah ditemukan juga di daerah-daerah subtropis dan pada ketinggian yang sebelumnya tidak ditemukan anopheles seperti di Afrika Tengah dan Ethiopia. Saat ini 45% penduduk dunia tinggal di daerah di mana mereka dapat tergigit oleh nyamuk pembawa parasit.

Persentase ini akan meningkat menjadi 60% jika temperature meningkat.

Perubahan temperatur, kelembaban udara, dan curah hujan yang ekstrem

(6)

6

mengakibatkan nyamuk lebih sering bertelur sehingga vektor yang tertularkan penyakit pun bertambah. Penyakit-penyakit tropis lainnya yang dapat menyebar melalui nyamuk ini yatu seperti Malaria, Demam Berdarah Dengue (DBD), demam kuning, dan cikungunya.

Fenomena pemanasan global juga berpengaruh terhadap keganasan penyakit. Para ilmuan memprediksi meningkatnya insiden alergi, penyakit pernafasan dan radang selaput otak (encephalitis), karena udara yang lebih hangat akan memperbanyak polutan, spora mold dan serbuk sari. Akibat Pemanasan Global yang berdampak pada bencana alam seperti banjir juga akan memicu masalah kesehatan masyarakat lain, termasuk juga jenis penyakit lainnya seperti Diare, Leptospirosis, Asma, Kanker Kulit dan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (Vivi, 2008).

2.2 CCS (Carbon Capture Storage)

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pemanasan global sebagai akibat dari meningkatnya konsentrasi karbon dioksida di atmosfir semakin menjadi perhatian masyarakat dunia. Berbagai cara ditempuh untuk mencegah dan mengendalikan emisi CO2 yang sangat sulit dilakukan. Hal ini karena tidak mungkin menghentikan pengeboran migas, menghentikan industri baja, semen, LNG serta menghentikan transportasi. Oleh karena itu sejak tahun 1980-an negara-negara maju berusaha mencari jalan mengendalikan emisi CO2 agar tidak dilepas ke atmosfer.

Salah satu metode pengendalian emisi CO2 adalah Carbon Capture Store (CCS), yaitu suatu metode menangkap dan menyimpan CO2 yang meliputi langkah-langkah sebagai berikut.

1. CO2 ditangkap dari penghasil CO2 yang besar misalnya pembangkit listrik berbahan bakar fosil.

2. Transport CO2. Setelah ditangkap, milyaran ton emisi CO2 dikompresi menjadi cair agar mudah diangkut ke tempat penyimpanan yang sesuai. Untuk penyimpanan di tambang migas offshore, CO2 diangkut melalui jalur pipa offshore, menggunakan kapal atau kombinasi keduanya.

(7)

7

3. Penyimpanan CO2. Tempat penyimpanan paling praktis untuk menyimpan emisi karbon dalam jumlah banyak biasanya reservoir minyak atau gas yang sudah tua.

Professor Geologi Universitas Edinburgh, Stuart Haszeldine mengungkapkan bahwa cukup banyak tempat penyimpanan potensial di bumi ini. Yang diperlukan adalah reservoir berpori dan berlapis yang ditutup batuan lumpur dan garam, kedua bahan yang mudah dicari di dunia. Saline aquifers merupakan batuan berpori berisi air yang sangat asin. Lapisan ini dapat menjadi tempat untuk menyimpan CO2. Studi Geologi menunjukkan bahwa terdapat banyak lapisan saline aquifers yang berpotensi menampung semua emisi CO2 di Eropa sampai abad berikutnya.

4. Monitoring. Memantau dan memverifikasi jumlah CO2 yang tersimpan sangatlah penting jika penyimpanan CO2 digunakan untuk memenuhi komitmen nasional dan atau internasional sebagai dasar perdagangan emisi. Setiap tempat penyimpanan CO2 harus diperiksa untuk mengetahui ada tidaknya kebocoran CO2

dari tempat penyimpanan.

Tiga teknik untuk menangkap CO2 dari bahan bakar fosil adalah post-combustion, pre- combustion dan oxyfuel combustion capture.

1. Teknik post-combustion menangkap CO2 dari gas buang pembangkit listrik setelah bahan bakar fosil dibakar. Gas buang akan melewati absorber tower yang mempunyai bahan kimia khusus (biasanya amina). Amina berfungsi untuk menyerap CO2 dari gas buang. Amina yang kaya CO2 tersebut dipanaskan untuk melepaskan CO2 murni. Kemudian dimampatkan menjadi cair sehingga dapat dipindahkan jauh dari tempat asal. Setelah dingin, amina disirkulasikan kembali ke sistem penangkapan untuk dipakai ulang. Teknik post-combustion dianggap sebagai teknik penangkapan terbaik dan telah digunakan selama bertahun-tahun. Teknik dasar ini digunakan industri minuman bersoda selama kurang lebih 60 tahun.

2. Teknik pre-combustion biasanya diterapkan pada Integrated Gasification Combine Cycle (IGCC) yaitu pembangkit listrik tenaga batu bara dan penangkapan CO2

dilakukan sebelum batu bara benar-benar membara. Batu bara dipanaskan secara perlahan untuk mengeluarkan synthetic gas yang terdiri dari karbon monoksida dan hydrogen. Karbon monoksida yang direaksikan dengan air untuk menghasilkan hydrogen dalam jumlah lebih banyak daripada CO2. CO2 dipisahkan dan dikompresi

(8)

8

menjadi cair agar mudah dipindahkan. Hidrogen yang dihasilkan digunakan sebagai bahan bakar pembangkit listrik.

3. Teknik oxyfuel combustion yaitu membakar bahan bakar fosil dengan oksigen murni alih-alih dengan udara. Gas buang yang dihasilkan hampir seluruhnya terdiri dari CO2

dan air. Air dikeluarkan melalui kondensasi sedangkan CO2 dikompresi agar dapat dipindahkan. Teknik ini dapat menghasilkan tingkat penangkapan CO2 yang sangat tinggi.

Gambar 2.2 Block Diagram Process CO2 Capture

2.3 Methanasi

Metanasi merupakan reaksi dimana karbon dioksida (CO2) dan gas hidrogen dikonversikan menjadi gas metana dan air. Seperti yang diketahui bahwa metana memiliki banyak manfaat diantaranya adalah sebagai salah satu bahan bakar yang penting dalam pembangkit listrik dengan cara membakarnya dalam gas turbin atau pemanas uap.

Jika dibandingkan dengan bahan bakar fosil lainnya, pembakaran gas metana ini menghasilkan gas karbon dioksida yang lebih sedikit untuk setiap satuan panas yang dihasilkan. Produksi metana dari CO2 dikenal sebagai reaksi "Sabatier" (1) dan diusulkan oleh Paul Sabatier dan JB Sendersens pada tahun 1902.

(9)

9

CO2 + 4H2 ↔ CH4 + 2H2O ΔrH298 = -165 kJ/mol (1)

Reaksi metanasi juga dapat terjadi dengan mengkonversikan karbon monoksida (CO) menjadi gas metana. Produksi metana berskala besar dari karbon dioksida tidak pernah ditemukan secara luas dan yang berbasis karbon monoksida hanya di beberapa industri.

Konversi karbon monoksida (CO) ke metana dapat dilihat pada reaksi (2) tersebut:

CO + 3H2 ↔ CH4 + H2O ΔrH298 = -206 kJ/mol (2)

Reaksi konversi karbon monoksida tersebut dikenal dengan reaksi Steam Reforming atau disebut CO-methanation. Akibatnya, reaksi Sabatier dapat dilihat sebagai jumlah CO- methanation dengan reverse WGS (reaksi Shift Gas Air):

CO2 + H2 ↔ CO + H2O ΔrH298 = 41 kJ/mol (3)

Kesetimbangan konsentrasi pada reaksi methanasi pada tekanan 1 dan 30 bar bisa dilihat di Gambar 2.3 dan Gambar 2.4.

Gambar 2.3 Konsentrasi kesetimbangan campuran reaktan stoikiometrik pada tekanan 1 bar

(10)

10

Gambar 2.4 Konsentrasi kesetimbangan campuran reaktan stoikiometrik pada tekanan 30 bar

Reaksi metanasi biasanya menggunakan katalis nikel. Pada industri, ada dua jenis kegunaan dari metanasi yaitu untuk memurnikan gas sintesis (menghilangkan karbon dioksida) dan untuk memproduksi gas metana.

Methanasi saat ini dirubah dalam banyak bentuk syngas dan valensi karbon dioksida.

Namun, untuk umpan terkonsentrasi CO2 (tanpa pengenceran, umpan stoikiometri menyiratkan 20% vol CO2 dan 80% vol. H2) keterbatasan termodinamika tampak sangat kuat. Reaksi (1) sangat eksotermal dan suhu adiabatik meningkat terkait dengan kemajuan reaksi yang cukup tinggi. Misalnya suhu ekuilibrium adiabatik dari umpan CO2 + 4H2 stoikiometri pada 30 bar dan 25 ° C adalah 724 ° C. Jadi tantangan terbesar yang terlibat dalam methanasi adalah pengendalian suhu reaksi eksotermik, yang berarti penghilangan panas yang efisien, yang terkait erat dengan rancangan reaktor.

Reaktor fixed bed adiabatik merupakan pilihan disain reaktor yang paling sederhana.

Reaktor diisi dengan pelet katalitik, dan bukannya didinginkan panasnya malah digunakan untuk menaikkan suhu gas. Dengan kenaikan suhu tersebut, laju reaksi sangat tinggi sehingga memerlukan jumlah katalis yang relatif kecil. Seiring suhu meningkatkan kesetimbangan kimia proses pembentukan metana bergeser ke arah reaktan dan reaksinya mencapai keadaan ekuilibrium pada suhu tinggi yang tidak optimal untuk konversi CO2 tergantung pada tekanan yang ada. Namun suhu adiabatik mungkin perlu

(11)

11

dibatasi untuk mencegah kerusakan katalis melalui sintering termal. Untuk membatasi kenaikan suhu, gas umpan reaktor bisa diencerkan. Entah dengan gas inert, surplus satu reaktan atau daur ulang gas produk. Misalnya, gas keluaran reaktor dapat didaur ulang dan menggeser suhu adiabatik naik ke suhu yang lebih rendah. Hubungan antara konversi CO2, tekanan dan suhu ditunjukkan pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Hubungan antara tingkat konversi CO2, tekanan dan suhu selama methanasi

Karena tingkat konversi CO2 relatif rendah pada suhu tinggi (mendekati ekuilibrium, reaksi balik (1) - (3) menjadi lebih cepat), sejumlah reaktor adiabatik yang dihubungkan secara seri diperlukan untuk mencapai konversi target. Gas dikenai pendinginan antara sebelum setiap reaktor katalitik dengan keuntungan menggunakan reaktor unggun tetap sederhana yang menyajikan kompleksitas yang sangat rendah dan desain konstruksi yang mudah berkat kondisi adiabatik yang diadopsi. Di sisi lain, batas dasar serangkaian reaktor adiabatik dengan pendinginan antara adalah bahwa sejumlah besar tahap diperlukan untuk mencapai konversi yang memuaskan; Bila terlalu banyak reaktor diperlukan, solusi semacam itu menjadi rumit dan mahal, sementara menggunakan beberapa tahap seri, pembatasan terhadap konversi menjadi penting.

Solusi yang berlawanan untuk masalah klasik rekayasa reaksi eksotermal adalah disain dari setup reaktor yang didinginkan (operasi isotermal). Dengan cara demikian, konversi metana tertinggi akan tercapai. Salah satu pilihan yang cocok datang dalam bentuk

(12)

12

bundel pipa yang diisi katalis yang dikelilingi oleh media pendinginan yang beredar untuk menahan panas. Penggunaan air mendidih sebagai media pendingin tersebar luas (misalnya di reaktor Fischer-Tropsch). Air mendidih menawarkan keuntungan dari pembuangan panas yang sangat intensif dan oleh karena itu kondisi isotermal yang baik di dalam tabung reaktor, yang pada gilirannya memudahkan penghindaran hot spot dan tingkat kontrol yang tinggi terhadap kinerja pendinginan. Salah satu kelemahan utama penggunaan air mendidih untuk proses metaan adalah tekanan air mendidih tinggi yang dibutuhkan, yang bergantung pada suhu reaksi yang ditargetkan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Titik didih pada air.

Yang menjadi kelemahan lagi adalah kenyataan bahwa reaktor isotermal tidak memberikan tingkat reaksi yang tinggi untuk methanasi CO2 juga akan menyebabkan konversi CO2 tertinggi pada ekuilibrium. Suhu reaktor yang lebih rendah menurunkan laju reaksi dengan kenaikan katalis meningkat, dan ukuran reaktor di samping kompleksitas sistem inter-cooled yang meningkat pesat. Konsep reaktor dengan lebih dari satu reaktor memberi kesempatan untuk menghilangkan air reaksi dan oleh karena itu geser kesetimbangan kimia ke sisi produk.

Persyaratan lebih lanjut untuk proses metanasi adalah kemampuan menghasilkan uap bertekanan cukup untuk elektrolisis dan juga untuk memenuhi kriteria kualitas metana yang dipersyaratkan.

(13)

13 Kegunaan Metana:

1. Sebagai bahan bakar (biogas) untuk memasak

Gas metana akhir akhir ini banyak dimanfaatkan oleh manusia sebagai bahan bakar.

Dikarenakan sifat yang dimiliki oleh gas ini, yaitu mudah terbakar. Manusia melakukan proses penangkapan dan pengumpulan gas metana yang dihasilkan oleh peristiwa metanogenesis. Metanogenesis ialah proses pembentukan metana dari senyawa yanag dihasilkan pada asetogenesis yaitu senyawa H2. Mereka melakukan hal ini untuk beberapa alasan, diantaranya adalah untuk mengurangi efek rumah kaca, dan juga untuk memperoleh alternative sumber energi. Seiring dengan bertambahnya pengetahuan, manusia bisa memperoleh gas metana dengan cara yang cepat dan dalam jumlah yang banyak, seperti dengan melakukan rekayasa pertumbuhan dan perkembangan bakteri yang dapat menghasilkan gas tersebut. Mereka menciptakan tempat-tempat tertutup dimana hanya ada sedikit udara yang dapat memasukinya, atau bahkan tidak ada udara sama sekali. Proses ini dilakukan agar proses fermentasi anaerobik oleh bakteri dapat berjalan secara optimal. Fermentasi anaerobik adalah proses pengolahan makanan yang dilakukan oleh bakteri anaerobik tanpa oksigen yang nantinya akan menghasilkan gas metana secara lebih optimal. Gas metana yang dihasilkan dalam proses fermentasi tersebut bisa dimanfaatkan sebagai salah satu bahan bakar alternative, misalnya untuk generator yaitu agar alat tersebut dapat bergerak dan menghasilkan daya listrik sehingga dapat digunakan sebagai penerangan, atau bisa juga sebagai bahan bakar kompor gas untuk memasak.

2. Sebagai bahan bakar kendaraan

Karbon dioksida yang dihasilkan dari gas metana lebih rendah dibandingkan senyawa hidrokarbon lainnya hal tersebutlah yang menjadikan gas metana sebagai hidrokarbon yang paling sederhana, akan tetapi dapat menghasilkan panas yang lebih banyak per satuan massanya. Pemanfaatan gas metana biasanya disalurkan ke rumah-rumah penduduk dengan tujuan pemanasan dan memasak. Dalam konteks ini biasanya dikenal sebagai gas alam, yang dianggap memiliki kandungan energi dari 39 megajoule per meter kubik, atau 1.000 BTU per kaki kubik standar. Metana dalam bentuk gas alam juga digunakan sebagai bahan bakar kendaraan dan diklaim lebih ramah lingkungan dibandingkan bahan bakar lainnya seperti bensin dan solar.

(14)

14 3. Bahan pembuatan pupuk

Kotoran hewan sebagai salah satu sumber gas metana dapat dijadikann sebagai bahan baku pembuatan pupuk organik, kotoran hewan ternak yang telah hilang gasnya (slurry) dapat digunakan sebagai pupuk organik. Pupuk ini memiliki unsur-unsur yang sangat dibutuhkan oleh tanaman seperti protein, selulose, lignin, dan lain-lain yang tidak terdapat dalam pupuk kimia.

4. Sebagai pembangkit tenaga listrik

Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini, menjadikan sampah organik sebagai salah satu sumber gas metana (CH4) dalam proses mikrobiologi. Gas tersebut nantinya akan dialirkan pada inlet generator untuk dijadikan sebagai salah satu sumber energi bagi penerangan, penggerak mesin, maupun daya listrik yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari.

2.3.1 Methanasi pada Pabrik Amonia di Unit Pemurnian Gas Sintesa (Synthesa Gas purification)

Pada unit ini CO dan CO2 dipisahkan dari gas sintesa, karena CO dan CO2 dapat meracuni katalis ammonia konverter (105-D). Proses pemurnian gas sintesa ini terdiri dari dua tahap proses, yaitu:

1. Main CO2 Removal

Tujuan dari CO2 removal adalah untuk menyerap CO2 yang terdapat dalam gas sintesa. CO2 merupakan produk samping (side product) dari pabrik ammonia dan digunakan sebagai bahan baku pabrik urea. Kemurnian produk CO2 pada seksi ini adalah 99,9% vol. Unit ini merupakan unit penyerapan CO2 kedua setelah proses aMDEA. Peralatan utama main CO2 Removal terdiri dari CO2 absorber dan CO2

stripper. Gas umpan dialirkan ke absorber dan dikontakkan langsung dengan larutan activated MDEA(Methyl – Diethanol Amine) dengan konsentrasi 40% wt.

CO2 dalam gas stream di serap secara proses fisis dan kimia. Kemudian larutan aMDEA diregenerasi pada tekanan rendah dan temperatur tinggi di stripper.

(15)

15

Gas dengan temperatur 70oC masuk ke dalam absorber melalui inlet sparger dan mengalir ke atas melalui packed bed. Larutan lean dari atas tower mengalir ke bawah melalui packed bed sehingga terjadi kontak langsung antara gas sintesa dengan lean solution, sehingga CO2 dapat terserap ke larutan.

Gas sintesa yang telah bebas dari CO2 keluar dari top tower menuju ke unit Synthesa Loop dengan temperatur 48oC dengan komposisi CO2 leak 0,1% vol. CO2

yang telah terlucuti mengalir ke atas melalui bagian direct contact cooler yang dilengkapi tray untuk didinginkan menggunakan air yang disirkulasikan dengan pompa, sehingga temperatur CO2 di top stripper menjadi 40oC.

Fungsi tray di direct contact cooler adalah untuk memperluas area kontak antara dua fluida sehingga didapatkan hasil yang optimum. Selanjutnya CO2 tersebut dialirkan ke unit Urea untuk diproses lebih lanjut. Proses penyerapan CO2 di Main CO2 Removal juga dilakukan pada tekanan tinggi dan temperatur rendah sedangkan pelepasan dilakukan pada tekanan rendah dan temperatur tinngi.

2. Methanator

Fungsi dari alat ini adalah untuk merubah gas CO dan CO2 yang masih lolos dari Main CO2 Removal menjadi CH4. Methanator beroperasi pada tekanan 26,7 kg/cm2G dan temperatur 330oC. Karena panas yang dihasilkan dari reaksi ini, maka temperatur gas sintesa naik menjadi 366oC Methanator merupakan suatu bejana yang diisi dengan katalis nikel terkalsinasi (penukaran logam kepada oksidanya dengan cara pembakaran). Reaksi yang terjadi adalah:

CO + 3H2  CH4 + H2O CO2 + 4H2  CH4 + 2H2O

(16)

16 BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan 3.2 Saran

(17)

17

DAFTAR PUSTAKA

Baihaqi, Hafiz. 2017. Proses Pembuatan Urea (Proses Pabrik Amoniak Lengkap) bagian 6.

http://www.academia.edu/10170349/Proses_Pembuatan_Urea_Proses_Pabrik_Amoni ak_Lengkap_bagian_6 diakses pada 20 Desember 2018

Fujita, S., Terunuma, H., Nakamura, M., Takezawa, N. 1991. Mechanisms of methanation of CO and CO2 over Ni, Industrial & Engineering Chemistry Research 30, pp. 1146–

1151.

Gao, J., Wang Y., Ping, Y., et al. 2012. A thermodynamic analysis of methanation reactions of carbon oxides for the production of synthetic natural gas, RSC Advances 2, pp.

2358-2368.

Kopyscinski, J. 2010. Production of synthetic natural gas in a fluidized bed reactor, Dissertation ETH Zurich.

La, H., Achari, G., & Dunfield, P. (2018). Biofiltration of methane. Bioresource technology volume 268, 759-772.

Prihanta, Wahyu. 2011. Adaptasi dan Mitigasi Global Warming sebagai Upaya Menyelamatkan Kehidupan di Bumi. Malang : Universitas Muhammadiyah Malang.

Ross, J. R. (2018). Production of hydrogen and syngas from methane and some other reactions of methane. Contemporary catalysis, Fundamental and Applications, 251- 272.

Triana, Vivi. 2008. Pemanasan Global. Padang : Universitas Andalas

Wang, W., Wang, S., Ma, X., et al. 2011. Recent Advances in Catalytic Hydrogenation of Carbon Dioxide, Chem. Soc. Rev., 40, pp. 3703-3727.

Yana, Yuli. 2015. Manfaat Metana dari Batu Bara. https://manfaat.co.id/manfaat-gas-metana diakses pada 30 Desember 2018

Referensi

Dokumen terkait

Pengukuran penurunan kadar asam urat menggunakan alat strip test Easy Touch® GCU pada hari ke-14 pada menit ke-60, 120, dan 180.Hasil penelitian menunjukkan ekstrak daun kelor

Results Molecular engineering was applied to create a fusion gene construct scEDIII-PIGS consisting of a yeast codon optimized sequence encoding for a synthetic consensus dengue