PENDAHULUAN
Kosep pengertian Konseling
Tujuan Konseling
Klien menjadi lebih sadar diri, bergerak ke arah kesadaran yang lebih penuh akan kehidupan batinnya, dan tidak terlalu cenderung menyangkal dan memutarbalikkan. Klien menjadi lebih percaya diri dan mau memaksakan diri melakukan apa yang dipilihnya guna mewujudkan rasa tanggung jawab pada diri sendiri. Klien menjadi lebih sadar akan kemungkinan alternatif dan siap untuk memilih dirinya sendiri dan menerima konsekuensi pilihannya.
HUBUNGAN MEMBANTU MELALUI KONSELING
Karakteristik Hubungan Konseling
Yang dibutuhkan oleh para konselor dan calon konselor adalah memperkaya dan memperdalam apa yang telah mereka miliki. Memahami seseorang berarti menangkap secara jelas dan utuh makna yang ingin disampaikan oleh konseling. Pemberi nasihat harus mempunyai kemampuan berpikir logis, sehingga ia tidak melihat apa yang disampaikan pemberi nasihat sebagai fakta yang sebenarnya, melainkan sebagai informasi yang perlu diklarifikasi.
Keterampilan Dasar Komunikasi
Mengatakan hal yang benar pada waktu yang tepat tanpa belajar mendengarkan dan melihat untuk mendapatkan pemahaman yang lebih. Ketika proses perolehan wawasan yang benar terjadi, besar kemungkinan konselor dapat melanjutkan ke proses bimbingan berikutnya dan berhasil membantu klien bergerak ke arah yang diinginkan. Landasan penting dalam percakapan konseling adalah sikap konselor, yang dapat menyampaikan hal-hal yang menunjukkan pengertian dan penerimaan.
Sikap Konselor dan Hubungan Konseling
Konselor berusaha menghormati konseli, menunjukkan sikap yang menunjukkan penerimaan terhadap konseli dengan berusaha membantu konseli untuk mengatakan apa yang ingin dikatakannya dengan memberikan stimulus. Proses konseling merupakan upaya konselor untuk membantu klien berdasarkan persepsi konselor terhadap apa yang diceritakan klien. Konselor harus membantu konseli untuk mengetahui dengan jelas apa yang akan dilakukan konseli dan bagaimana cara melakukannya, lalu bagaimana kemungkinan konseli memperoleh manfaat dari hasil usahanya.
TEORI KONSELING SEBAGAI PENDEKATAN KONSELING
Pendekatan Psikoanalisa
Agar fungsi ini dapat berjalan dengan baik, penting bagi konselor untuk mendorong konseli untuk mengekspresikan dirinya secara bebas sejak awal, sehingga konseli lambat laun menemukan faktor-faktor penentu perilakunya saat ini yang tidak disadari. Sedangkan mimpi adalah cara utama semua keinginan, kebutuhan, ketakutan, dan kecemasan bawah sadar diungkapkan dalam bentuk simbolis. Mewakili hasrat seksual yang tidak terpenuhi, perasaan bersalah, atau bentuk hukuman diri oleh superego.
Pendekatan Konseling Client Centred
Setiap individu mengembangkan sikap bagaimana orang lain memandang dirinya, dan hidup sesuai dengan yang diharapkan. Konselor yang penuh rahasia diharapkan mampu membantu klien, sehingga klien dapat mengambil keputusan tanpa pengaruh orang lain. Konsep diri merupakan faktor umum tingkat tinggi yang valensinya menentukan valensi sikap terhadap diri sendiri dan orang lain.
Orang yang sehat akan memiliki citra diri yang positif, hal ini dipelajari dari kesulitan yang dialaminya. Individu yang matang dan sehat dapat mengidentifikasi diri dengan orang lain dan mempunyai perasaan serta reaksi sensitif terhadap situasi tertentu. Orang yang sehat dapat hidup bersama orang lain tanpa rasa takut, karena ia dapat berkomunikasi dengan cara yang dapat diterima oleh lingkungannya.
Konselor dapat membantu supervisi dengan menciptakan suasana di mana supervisi dapat berdiskusi dengan orang lain maupun dengan dirinya sendiri secara terbuka (disclose). Dengan redefinisi, pengalaman, individu mencapai penerimaan diri dan penerimaan orang lain dan menjadi manusia yang berkembang sepenuhnya. Orang yang dewasa dan sehat dapat mengidentifikasi diri dengan orang lain dan mempunyai perasaan.
71 dari pernyataan-pernyataan konseli dan membuat kesimpulan mengenai konsep diri konseli. Terakhir, konselor berupaya mensintesis seluruh informasi tentang konseli secara terpadu.
Konseling Behavioral
Dengan demikian, teori konseling perilaku pada hakikatnya adalah penerapan prinsip dan teknik pembelajaran secara sistematis dalam upaya penyembuhan gangguan perilaku. Asumsinya, gangguan perilaku diperoleh melalui hasil belajar yang salah, oleh karena itu harus diubah melalui proses pembelajaran agar lebih tepat. Tujuan utamanya adalah menghilangkan perilaku yang tidak pantas dan menggantinya dengan perilaku baru yang lebih sesuai.
75 Menurut Apter (1982), asumsi dasar model perilaku adalah: (1) seluruh perilaku manusia dipelajari dan dapat dihilangkan melalui penerapan prinsip-prinsip pembelajaran, (2) perilaku yang tidak pantas dapat diubah (dihapus dan/atau diganti) dengan perilaku yang lebih baik), dapat diterima) melalui penggunaan prosedur penguatan, dan (3) sangat mungkin untuk memprediksi dan mengendalikan perilaku jika semua karakteristik lingkungan yang bersangkutan diketahui. Sedangkan menurut Bootzin (Nafsiah, 1996), asumsi tersebut antara lain: (1) bahwa perilaku yang ditampilkan dapat diamati, (2) bahwa perilaku manusia, baik karena pengaruh lingkungan maupun karena pengalaman, dapat diamati dan diukur intensitasnya. , (3) bahwa perilaku manusia, seperti fenomena alam lainnya, dapat diprediksi dan dikendalikan, dan (4) bahwa pembelajaran merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi perilaku, baik perilaku normal maupun menyimpang. Tujuan terapi perilaku adalah menghilangkan perilaku yang tidak pantas dan membentuk perilaku baru yang lebih sesuai.
Menurut Aubrey Yates (Dahlan, 1985), terapi perilaku dapat dikatakan sebagai ilmu sekaligus seni. Konsep seperti ketidaksadaran, id, ego, superego, wawasan, dan diri tidak digunakan dalam memahami dan menangani kelainan perilaku. Gejala merupakan penyimpangan perilaku yang penanganannya dilakukan dengan menghilangkan perilaku tersebut dan tidak hanya sekedar mengganti gejalanya saja.
Tujuan utama terapi perilaku adalah menghilangkan perilaku maladaptif dan menggantinya dengan perilaku baru yang lebih sesuai.
Pendekatan Konseling Rasional Emotif Theory…
83 Pada tahun 1954 Ellis mulai mengajarkan teknik baru kepada terapis lain.Mulai tahun 1955, ia menggabungkan terapi kemanusiaan, filosofis, dan perilaku menjadi terapi emosi rasional sebagai teori rasional-emosional (RET). Pandangan pendekatan rasional emosional terhadap kepribadian dapat dikaji dari konsep utama teori Albert Ellis: terdapat tiga pilar yang membangun perilaku individu, yaitu peristiwa anteseden (A), Keyakinan (B) dan Konsekuensi Emosional (C). Dalam perspektif pendekatan rasional konseling emosional, perilaku bermasalah adalah perilaku yang didasari oleh cara berpikir yang tidak rasional.
Behavioristik, artinya hubungan konseling yang dikembangkan harus mempengaruhi dan mendorong perubahan perilaku klien. Konseling rasional emosional dilakukan dengan menggunakan prosedur yang bervariasi dan sistematis yang dirancang khusus untuk mengubah perilaku dalam batas tujuan yang dikembangkan bersama oleh konselor dan klien. Teknik yang digunakan untuk melatih, mendorong dan membiasakan klien agar terus menerus menyesuaikan diri terhadap perilaku yang diinginkan.
Suatu teknik meniru secara terus-menerus suatu pola perilaku tertentu dengan tujuan menghadapi dan menghilangkan perilaku negatif diri sendiri. Teknik mendorong klien berperilaku lebih rasional dan logis dengan memberikan pujian verbal (reward) atau hukuman. Teknik yang dilakukan berupa pekerjaan rumah untuk melatih, membiasakan dan menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang memerlukan pola perilaku yang diharapkan.
Teknik melatih keberanian klien dalam mengekspresikan perilaku tertentu yang diharapkan melalui permainan peran, pelatihan, atau peniruan model sosial.
Pendekatan Konseling Realitas
Di sisi lain, terapi realitas menekankan kesalahan yang dilakukan klien, bagaimana klien kini berperilaku sehingga tidak mendapatkan apa yang diinginkannya, dan bagaimana terlibat dalam rencana perilaku sukses yang didasarkan pada harapan yang bertanggung jawab dan realistis. perilaku. Menurut Glasser, orang yang bertanggung jawab melakukan hal-hal yang memberi mereka rasa harga diri dan bermanfaat bagi orang lain. Di sini klien didorong untuk mengenali dan mendefinisikan apa yang mereka inginkan untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Setelah mengetahui apa yang diinginkannya, klien menilai apakah yang dilakukannya selama ini memenuhi kebutuhan tersebut. Konselor ingin menilai perilakunya, keadaan ini dimana konselor melakukan penilaian terhadap apa yang telah dilakukannya terhadap dirinya berdasarkan sistem nilai yang berlaku di masyarakat. Pembimbing juga tidak menghakimi atau menilai apa yang telah dilakukan oleh atasannya.
Setelah konselor dapat berinteraksi dengan konseli, konselor bertanya kepada konseli apa yang ingin ia lakukan sekarang. Menanyakan pendapat konselor tentang apa yang diinginkan orang lain dari dirinya dan menanyakan bagaimana konselor memandang hal tersebut. Jika penasihat belum atau belum berhasil melakukan apa yang telah direncanakan, maka alasan kegagalan penasihat tidak dapat dipenuhi oleh penasihat.
Konselor yang mengetahui jati dirinya akan mengetahui langkah apa yang harus diambil kedepannya dengan segala konsekuensinya.
Analisis Transaksional
Pendekatan konseling analisis transaksional merupakan konseling yang fokus membantu klien memikirkan kembali apa yang telah diputuskan klien berdasarkan pengalaman awal yang tidak sesuai dengan keadaan saat ini. Partisipasi dalam proses konseling analisis transaksional bentuk kelompok mengharuskan setiap individu dalam kelompok harus menguasai konsep-konsep utama analisis transaksional seperti “ego state”, “Stroke” dan “script” yang juga akan mereka hadirkan dalam hubungan (Berne, dalam Senang, 1995). Perilaku menyimpang tersebut dapat diamati melalui bentuk-bentuk transaksi yang merupakan wujud dari bagaimana menasihati fungsi masing-masing ego state dalam diri seseorang, seperti penjelasan tentang bagaimana fungsi ego state sebagai suatu sifat.
Perilaku menyimpang ini dapat diamati melalui bentuk-bentuk transaksi yang merupakan wujud bagaimana konseling berfungsi dalam keadaan ego masing-masing. Keadaan ego yang matang adalah cara merespons diri sendiri dan orang lain berdasarkan fakta. Lebih lanjut, ego state anak merupakan ciri khas anak yang terdapat pada setiap individu, yaitu cara memberikan respon terhadap diri sendiri dan orang lain secara spontan.
Kedua bentuk transaksi tersebut (silang dan terselubung) merupakan transaksi yang terbentuk karena setiap keadaan ego individu berfungsi atau salah satu keadaan ego tidak berfungsi. Pada dasarnya setiap keadaan ego pada individu diaktifkan pada suatu peristiwa tertentu dan individu tersebut dikondisikan untuk memberikan pesan kepada orang lain. Entah melalui masing-masing keadaan ego yang berfungsi dengan tepat atau tidak memadai atau bahkan tidak tepat.
Tanyakan apa pendapat konseli mengenai apa yang diinginkan orang lain dari dirinya dan tanyakan bagaimana konseli melihatnya.
Konseling Behavioral
- Pendekatan Konseling Realitas
Pendekatan Analisis Transaksional
Dalam konseling, konselor menganalisis bentuk-bentuk transaksi yang umum terjadi pada klien yaitu bentuk silang, bentuk tersembunyi, kedua bentuk tersebut merupakan bentuk yang menunjukkan adanya permasalahan dalam hubungan dengan orang lain. Terdapat perbedaan pandangan terhadap diri klien dalam interaksi dan posisi hidupnya, yaitu: (1) memandang dirinya dan orang lain baik-baik saja (semua mampu). 2) memandang dirinya sebagai orang yang tidak baik-baik saja (tidak mampu), orang lain baik-baik saja (mampu). Ia melihat dirinya sebagai orang yang tidak baik-baik saja (incapable) dan orang lain tidak baik-baik saja (incapable). 3) melihat orang lain dan diri sendiri tidak baik-baik saja (tidak ada orang yang mampu melakukan hal itu).
Dari keempat posisi hidup tersebut, posisi pertama adalah gaya hidup yang berwawasan sehat. Dan posisi keempat merupakan posisi yang menunjukkan permasalahan yang lebih serius dibandingkan posisi kedua dan ketiga. Pandangan dan tuturan yang cenderung menunjukkan bahwa permasalahan merupakan akibat dari keputusan awal dalam hidupnya.
Dengan adanya penyuluhan diharapkan ia dapat terhindar dari permasalahan dalam hidupnya (preventif), memperoleh wawasan terhadap dirinya dan lingkungannya (insight), menjaga dan mengembangkan keadaan dirinya agar tetap dalam keadaan baik (pembangunan dan konservasi) dan juga dapat melaksanakan pembelaan diri untuk mencapai segala haknya sebagai pelajar atau mahasiswa. Rosjidan, (1987), Pengantar Teori Konseling, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek Pengembangan Tenaga Pengajar Institusi Pendidikan: Jakarta.