• Tidak ada hasil yang ditemukan

Purpose : to report a case and management of secondary glaucoma and lens luxation in Weill-Marchesani patient

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "Purpose : to report a case and management of secondary glaucoma and lens luxation in Weill-Marchesani patient"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO BANDUNG

Laporan Kasus : Sindroma Weill-Marchesani dengan Glaukoma Sekunder dan Luksasi Lensa

Penyaji : Gabriella Graziani

Pembimbing : dr. R. Maula Rifada, Sp.M(K)

Telah diperiksa dan disetujui oleh Pembimbing

dr. R. Maula Rifada, Sp.M(K)

Selasa, 22 Maret 2022 Pukul 07.30 WIB

(2)

2

Introduction : Weill-Marchesani syndrome is a connective tissue disorder characterized with short statue, brachydactyly, joint stiffness, and lens abnormalities. Other ocular manifestation include microspherophakia, ectopia lentis, lenticular myopia, corneal abnormalities, and secondary glaucoma. Zonular abnormalities in Weill-Marchesani syndrome causing an increase in anteroposterior diameter of lens and tends to move forward that leads to pupillary blockage and increase in intraocular pressure. Secondary glaucoma can be managed with peripheral iridectomy, trabeculectomy, and lens extraction.

Purpose : to report a case and management of secondary glaucoma and lens luxation in Weill-Marchesani patient.

Case Report : A 32 years old male came to Glaucoma Unit Cicendo Natinal Eye Hospital with chief complaint pain in the right eye and blurred vision since 3 weeks ago. He denied other symptoms such as nausea and vomiting. Patient had no history of trauma. Physical examination findings were short statue with heigh 145 cm and brachydactyly. Visual acuity of the right eye was 2/60 and no light perception on the left eye. The intraocular pressure was 60 mmHg on the right eye and lens was luxated to anterior chamber with mild corneal edema. Posterior segment of the right eye showed 0.8 cup disc ratio wih cupped optic nerve head.

Conclusion : Weill-Marchesani syndrome is a hereditary connective tissue disorder characterized with short statue, brachydactyly, joint stiffness, and lens abnormalities. Patient education is important in increasing awareness in screening and seeking therapy for this condition. Management of Weill-Marchesani syndrome include conservative treatment and surgical treatment depends on patient condition.

Keyword : Weill-Marchesani syndrome, secondary glaucoma, lens luxation

I. Pendahuluan

Sindroma Weill-Marchesani merupakan sebuah kondisi kelainan jaringan ikat yang ditandai dengan postur tubuh yang pendek, brachydactyly, kekakuan sendi, dan abnormalitas lensa mata. Manifestasi okular lain yang dapat ditemukan antara lain mikrosperofakia, ektopia lentis, miopia lentikular, perubahan struktur kornea dan glaukoma sekunder. Sindroma ini jarang ditemukan dengan prevalensi 1 banding 100.000 populasi. Penyebab sindroma Weill-Marchesani berkaitan dengan mutasi genetik dan dapat diturunkan dengan pola autosomal dominan maupun pola austosomal resesif.1–3

(3)

3

Pada pemeriksaan awal, sindroma Weill-Marchesani sering misdiagnosis dengan miopia tinggi dan glaukoma sudut tertutup. Hal ini disebabkan oleh abnormalitas zonula yang membuat bentuk lensa menjadi lebih cembung dan cenderung mendorong iris ke anterior sehingga menyebabkan blok pupil dan peningkatan tekanan intraokular. Tatalaksana yang dapat dilakukan pada sindroma Weill-Marchesani meliputi iridektomi perifer, trabekulektomi, dan ekstraksi lensa.4–6

Gambar 2.1 Segmen anterior mata kanan tanggal 21 Januari 2022.

Gambar 2.2 A. Segmen anterior mata kiri. B. Hasil USG mata kiri.

II. Laporan Kasus

Pasien Tn. E, laki-laki berusia 32 tahun datang berobat ke poliklinik Glaukoma Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo pada tanggal 21 Februari 2022 dengan keluhan nyeri pada mata kanan sejak 3 minggu yang lalu. Keluhan dirasakan tiba-tiba saat bangun tidur. Keluhan diawali penglihatan buram secara perlahan dan disertai nyeri kepala. Keluhan mual dan muntah disangkal. Riwayat

A B

(4)

trauma, batuk, dan mengejan disangkal. Pasien sudah berobat ke rumah sakit di Ciamis dan diberikan obat timolol maleat 0.5% 2x/hari mata kanan, asetazolamid 3x1 tablet, dan kalium 1x1 tablet. Mata kiri pasien sudah tidak dapat melihat cahaya sejak 20 tahun yang lalu. Pada waktu itu mata kiri pasien terkena kotoran hewan, kemudian muncul bercak putih disertai mata merah. Pasien berobat ke mantri dan diberikan obat minum. Riwayat hipertensi, diabetes melitus, dan kelainan jantung disangkal. Riwayat alergi dan asma disangkal. Riwayat glaukoma dan keluhan serupa pada anggota keluarga lain disangkal. Riwayat pemakaian kacamata disangkal. Pasien merupakan anak ketiga dari 4 bersaudara.

Gambar 2.3 Brachydactyly pada jari tangan dan kaki.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tinggi badan pasien 145 cm dan ditemukan brachydactyly. Hasil pemeriksaan oftalmologis didapatkan visus mata kanan 2/60 pinhole 0.05 dan mata kiri no light perception (NLP). Hasil pengukuran tekanan bola mata dengan menggunakan tonometer aplanasi Goldmann didapatkan 60 mmHg pada mata kanan dan palpasi N- pada mata kiri. Pada segmen anterior mata kanan didapatkan injeksi siliar pada konjungtiva, edema kornea, Van Herrick grade I dengan lensa mengisi anterior chamber, pupil bulat dilatasi, peripheral anterior synechia (PAS) 360 derajat, lensa jernih, dan vitreous cell +1. Pemeriksaan segmen anterior mata kiri didapatkan ptisis bulbi dengan keratopati. Pada pemeriksaan segmen posterior mata kanan didapatkan papil bulat, pucat dengan cup disc ratio 0.8 dan cupping. Pemeriksaan segmen posterior mata kiri sulit dinilai karena media keruh. Hasil USG mata kiri menunjukkan kesan ptisis bulbi mata kiri dengan panjang aksial 13.3 mm disertai kekeruhan vitreous akibat fibrosis. Pada pasien dilakukan pemeriksaan biometri dengan hasil panjang aksial bola mata kanan

(5)

5

adalah 22.90 mm. Pasien didiagnosis dengan glaukoma sekunder mata kanan, luksasi lensa mata kanan, ptisis bulbi mata kiri dan sindroma Weill-Marchesani.

Pasien diberikan terapi farmakologis timolol maleat 0.5% 2x/hari mata kanan, prednisolone asetat 4x/hari mata kanan, gliserol 50% 1x50 cc, asetazolamid 3x1 tablet, dan kalium 1x1 tablet. Pasien direncanakan untuk ekstraksi lensa dengan teknik intracapsular cataract extraction (ICCE), trabekulektomi, dan implantasi lensa intraokular (LIO) sekunder iris claw retropupil.

Gambar 2.4 Foto klinis lensa kristalin pasien durante operasi.

Pada tanggal 1 Maret 2022 dilakukan tindakan operasi dimulai dengan anestesi subtenon, dilanjutkan dengan traction suture pada kornea dan peritomi konjungtiva basis forniks pada bagian superior. Insisi dibuat dengan ukuran 6,5 mm kemudian dengan menggunakan crescent dan keratom dilakukan pembuatan scleral tunnel serta pembuatan side port dengan stab. Lensa yang berada di anterior chamber dikeluarkan dengan menggunakan irrigating vectis, tampak bentuk lensa yang kecil dan berbentuk sferis. Tindakan dilanjutkan dengan pemasangan LIO iris claw retropupil dengan enklavasi pada jam 3 dan jam 9. Pembuatan fistula untuk mengalirkan akueous humor dari anterior chamber dilakukan dengan stab kemudian dilanjutkan dengan iridektomi perifer di bagian superior. Selanjutnya dilakukan penjahitan scleral tunnel dengan benang nilon ukuran 10-0 sebanyak 2 jahitan dan penjahitan konjungtiva. Tindakan selesai, pasien diberikan terapi Levofloxacin 6x/hari mata kanan, prednisolon asetat 6x/hari mata kanan, salep mata kombinasi kloramfenikol 0,2% + hidrokortison 0,5% 3x/hari mata kanan, ciprofloxacin 2x1 tablet, dan parasetamol 3x1 tablet.

(6)

Pada pemeriksaan oftalmologis 1 hari pasca operasi didapatkan tajam penglihatan mata kanan pasien 1/300 dan tekanan intraokular mata kanan 20 mmHg. Pemeriksaan segmen anterior mata kanan didapatkan perdarahan subkonjungtiva, tunnel kedap, injeksi siliar, edema dan lipat Descemet pada kornea, anterior chamber terisi udara, Van Herrick grade III dengan flare and cell +3/+3, terpasang iris claw retropupil dengan enklavasi pada jam 3 dan 9. Diagnosis pasien pasca operasi menjadi pseudofakia mata kanan, glaukoma sekunder mata kanan, ptisis bulbi mata kiri, dan sindroma Weill-Marchesani. Terapi pasien pasca operasi dilanjutkan dan disarankan kontrol ke poliklinik Glaukoma 1 minggu kemudian.

Gambar 2.5 Segmen anterior mata kanan hari ke-1 pasca operasi.

III. Diskusi

Mutasi ADAMTS10 dan FBN-1 disebut sebagai penyebab sindroma Weill- Marchesani. Gen ADAMTS10 penting dalam pertumbuhan sebelum dan setelah kelahiran, serta berperan dalam perkembangan bola mata, jantung, dan struktur tulang pada manusia. Sedangkan gen FBN-1 diidentifikasi sebagai makromolekul penyusun mikrofibril yang memberikan ketahanan dan kelenturan jaringan ikat.

Seiring waktu, penelitian lain menyebutkan bahwa gen ADAMTS17 dan LTBP2 juga menjadi penyebab sindroma Weill-Marchesani. Gen ADAMTS17 merupakan bagian dari metaloproteinase yang berikatan dengan matriks ekstraselular dan LTBP2 berperan dalam perkembangan jaringan aorta dan ligamen. Keempat gen ini diduga terlibat dalam biogenesis fibril, sehingga mutasi yang terjadi dapat mengganggu pembentukan fibril dan menyebabkan berbagai manifestasi klinis pada sindroma ini.3,5,7,8

(7)

7

Sindroma Weill-Marchesani dapat disebabkan oleh mutasi sporadis maupun melalui pola pewarisan autosomal dominan dan autosomal resesif. Menurut studi yang dilakukan oleh Faivre et al, 45% diwariskan melalui pola autosomal resesif, 39% melalui pola autosomal dominan, dan sisanya melalui mutasi sporadis. Pada pasien dengan pewarisan autosomal dominan, terdapat kemungkinan sebesar 50%

untuk mewarisi varian patogen. Pola pewarisan autosomal resesif didapatkan dari kedua orang tua yang heterozigot terhadap varian patogen. Kemungkinan keturunannya mendapatkan varian patogen adalah 25%, kemungkinan keturunannya sebagai karier adalah 50%, dan kemungkinan keturunannya tidak mendapat varian patogen adalah 25%.3,9 Pada pasien ini, riwayat keluhan yang sama pada orang tua dan anggota keluarga yang lain disangkal, sehingga diperkirakan pasien mendapatkan varian patogen melalui pola pewarisan autosomal resesif atau mutasi sporadis.

Manifestasi okular pada pasien sindroma Weill-Marchesani dapat ditandai dengan miopia tinggi namun tidak disertai dengan pemanjangan diameter aksial bola mata dan patologi retina. Hal ini disebabkan oleh kondisi mikrosferofakia atau bentuk lensa mata yang kecil namun lebih cembung dibandingkan lensa mata normal. Menurut studi yang dilakukan oleh Yazgan et al, mikrosferofakia ditemukan pada 94% pasien dengan sindroma Weill-Marchesani. Bentuk lensa yang abnormal dan kelemahan zonula pada sindroma ini dapat menyebabkan lensa cenderung ke anterior sehingga anterior chamber menjadi lebih dangkal dan terjadi blok pupil. Akibatnya, aliran akueous humor akan terganggu dan terjadi peningkatan tekanan intraokular yang dapat berkembang menjadi glaukoma sekunder. Hasil penelitian oleh Jensen et al menunjukkan glaukoma sekunder ditemukan pada 76% kasus. Penelitian lain yang dilakukan oleh Senthil et al menyatakan dari 159 mata dengan sindroma ini didapatkan 81 mata mengalami glaukoma sekunder. Pada laporan kasus yang ditulis oleh Lopez et al menyatakan bahwa tidak ada kriteria diagnosis yang baku untuk sindroma ini. Diagnosis sindroma Weill-Marchesani dapat dipertimbangkan jika pasien menunjukkan tanda-tanda klinis seperti mikrosferofakia, ektopia lentis, brachydactyly, postur tubuh yang pendek, dan kekakuan sendi.2,4–6 Pasien Tn. E datang dengan keluhan

(8)

nyeri pada mata kanan disertai tekanan intraokular 60 mmHg dan cup disc ratio 0.8 yang disertai cupping yang sugestif terhadap glaukoma. Pada pemeriksaan ditemukan luksasi lensa ke anterior tanpa adanya riwayat trauma dan saat operasi ditemukan bentuk lensa yang lebih kecil dan berbentuk sferis. Pemeriksaan oftalmologi pada pasien ini sesuai dengan manifestasi klinis sindroma Weill- Marchesani.

Kondisi mikrosferofakia dan abnormalitas zonula pada sindroma Weill- Marchesani dapat menyebabkan kondisi yang berpengaruh terhadap tajam penglihatan pasien, seperti miopia lentikular yang tinggi, dislokasi atau subluksasi lensa, dan glaukoma sekunder. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Muralidhar et al dan Senthil et al, insidensi terjadinya subluksasi lensa sebesar 44.4% dan glaukoma sekunder sebesar 51%. Tujuan penatalaksanaan sindroma Weill- Marchesani adalah untuk mencegah komplikasi lebih lanjut dan mempertahankan tajam penglihatan terbaik. Pasien dengan manifestasi miopia lentikular yang tinggi dapat diberikan kacamata atau lensa kontak untuk memperbaiki kualitas penglihatannya. Jika sudah terjadi subluksasi lensa dapat dipertimbangkan tindakan ekstraksi lensa. Hal ini untuk mencegah terjadinya blok pupil akibat subluksasi lensa, peningkatan tekanan intraokular, dan glaukoma sekunder yang akan menyebabkan penurunan tajam penglihatan dan kerusakan saraf mata yang permanen. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rao et al, tindakan ekstraksi lensa pada tahap awal dinilai efektif dalam mengendalikan tekanan intraokular tanpa obat antiglaukoma pada 69% mata dengan mikrosferofakia dan glaukoma sekunder dalam 1 tahun pasca operasi. Pada pasien dengan anterior chamber yang dangkal, laser iridotomi dapat dilakukan sebagai terapi awal dan apabila sudah ada peningkatan tekanan intraokular dapat diberikan obat antiglaukoma. Adapun terapi surgikal untuk penatalaksanaan glaukoma sekunder meliputi tindakan trabekulektomi, drainage implant, atau kombinasi dengan ekstraksi lensa disertai pemasangan LIO. Implantasi LIO dapat menggunakan berbagai teknik antara lain LIO fiksasi sklera, iris claw, LIO pada posterior chamber dengan capsular tension ring (CTR), dan LIO pada anterior chamber. Pasien dalam laporan kasus ini datang ke poliklinik dalam kondisi luksasi lensa ke anterior chamber yang menyebabkan

(9)

9

hilangnya dukungan kapsul lensa dan tidak memungkinkan untuk dilakukan pemasangan LIO di dalam kapsul lensa maupun pada sulkus sehingga dipilih pemasangan LIO iris claw retropupil. Pada serial kasus yang dilakukan oleh Fouda et al, 80% pasien dengan LIO iris claw retropupil mencapai tajam penglihatan pasca operasi 0.3 atau lebih baik. Penelitian yang dilakukan oleh Gonnermann et al dan Acar et al menyatakan bahwa pemasangan LIO iris claw retropupil dinilai efektif dan menghasilkan luaran yang baik.10–13

Prognosis pada pasien ini adalah quo ad vitam ad bonam karena tidak ditemukan kelainan sistemik lain. Quo ad functionam dubia ad malam karena ditemukan adanya nervus optik yang pucat dan diperkirakan penurunan tajam penglihatan bersifat permanen. Quo ad sanationam dubia ad malam karena pasien ini membutuhkan observasi tekanan intraokular jangka panjang dan apabila tekanan intraokular tidak terkontrol dapat mengakibatkan kerusakan saraf mata lebih lanjut.

IV. Simpulan

Sindroma Weill-Marchesani merupakan kelainan jaringan ikat yang ditandai dengan postur tubuh yang pendek, brachydactyly, kekakuan sendi, dan abnormalitas lensa mata. Kelainan ini bersifat herediter dan dapat menyebabkan penurunan tajam penglihatan yang permanen sehingga edukasi pasien berperan penting dalam deteksi dini dan pencegahan komplikasi lebih lanjut.

Penatalaksanaan sindroma Weill-Marchesani dapat dilakukan secara konservatif maupun surgikal bergantung pada kondisi pasien.

(10)

10

2. Sinojia DC, Modi DP, Bhagat DP. A rare case report of Weill Marchesani syndrome.

2018;10:6.

3. Faivre L, Dollfus H, Lyonnet S, Alembik Y, Mégarbané A, Samples J, et al. Clinical homogeneity and genetic heterogeneity in Weill-Marchesani syndrome: Weill- Marchesani Syndrome. Am J Med Genet. 2003;123A:204–7.

4. Guo H, Wu X, Cai K, Qiao Z. Weill-Marchesani syndrome with advanced glaucoma and corneal endothelial dysfunction: a case report and literature review. BMC Ophthalmol. 2015;15:3.

5. Lopez CR, González GM, García GJ. Weil–Marchesani syndrome: A case report and literature review. Pan Am J Ophthalmol. 2020;2:10.

6. Yazgan S, Celik T. Insufficiency of YAG Laser Iridotomy to Prevent Pupillary Block Glaucoma in a Microspherophakic Patient with Weill-Marchesani Syndrome.

Istanbul Med J. 2018;73–5.

7. Yi H, Zha X, Zhu Y, Lv J, Hu S, Kong Y, et al. A novel nonsense mutation in ADAMTS17 caused autosomal recessive inheritance Weill–Marchesani syndrome from a Chinese family. J Hum Genet. 2019;64:681–7.

8. Haji-Seyed-Javadi R, Jelodari-Mamaghani S, Paylakhi SH, Yazdani S, Nilforushan N, Fan J-B, et al. LTBP2 mutations cause Weill-Marchesani and Weill-Marchesani- like syndrome and affect disruptions in the extracellular matrix. Hum Mutat.

2012;33:1182–7.

9. Marzin P, Cormier-Daire V, Tsilou E. Weill-Marchesani Syndrome. US National Library of Medicine. 2020;

10. Yu X, Chen W, Xu W. Diagnosis and treatment of microspherophakia. J Cataract Refract Surg. 2020;46:1674–9.

11. Rao DP, John PJ, Ali MH, Kekunnaya R, Jalali S, Garudadri CS, et al. Outcomes of lensectomy and risk factors for failure in spherophakic eyes with secondary glaucoma. Br J Ophthalmol. 2018;102:790–5.

12. Khokhar S, Pillay G, Sen S, Agarwal E. Clinical spectrum and surgical outcomes in spherophakia: a prospective interventional study. Eye. 2018;32:527–36.

13. Fouda S, Al Aswad M, Ibrahim B, Bori A, Mattout H. Retropupillary iris-claw intraocular lens for the surgical correction of aphakia in cases with microspherophakia. Indian J Ophthalmol. 2016;64:884.

Referensi

Dokumen terkait