• Tidak ada hasil yang ditemukan

Case Report Management of secondary glaucoma due to cataract extraction with endophthalmitis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Case Report Management of secondary glaucoma due to cataract extraction with endophthalmitis"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1

Abstract

Introduction :

Objective : To report a case of secondary glaucoma due to cataract extraction with endophthalmitis and the management.

Case report : 65 years old man came to Cicendo Eye Hospital, reffered from eye clinic diagnosed as suspect endophthalmitis and acute glaucoma OD since 14 days ago after undergo cataract extraction. His chief complaints was pain, blurred, red on his right eye, and vomit. On the examination, VOD 1/300 VOS 0,4;, intra ocular pressure OD 32 mmHg OS 10 mmHg. OD examination cilliary injection, Van Herrick grade II, Flare / Cell +3/+3, peripheral anterior synechia 360

o

, Aphakia, Ultrasonography OD vitreous opacity. He was diagnosed as endophthalmitis OD + secondary glaucoma OD and underwent 2 surgeries: intravitreal antibiotic + vitrectomy pars plana OD and trabeculectomy + Mytomicin-C +back up canule OD.

Conclusion : Endophthalmitis can cause secondary angle closure glaucoma due to

inflammation debris, increase aqueous protein and the formation of peripheral

anterior synechiae ( PAS ) . Trabeculectomy is an ideal surgery for 360

o

peripheral

anterior synechia. Repeated trabeculectomy with antifibrotic agent reoperation or

glaucoma drainage device impant should be considered if filtering surgery failed

was occured.

(2)

I. Pendahuluan

Endoftalmitis merupakan salah satu komplikasi post operasi introkular.

Penanganan yang tepat dapat menyebabkan peningkatan prognosis visual. Tajam penglihatan 74% pasien mencapai 20/100 pada pasien yang ditangani dengan baik.

Penyebab endoftalmitis 62% post operasi intraokular , 20% post trauma tembus, 10% setelah operasi filtering bleb , dan 8 % disebabkan infeksi metastatik.

Penelitian yang dilakukan tahun 1984-1994 di tiga pusat AS didapatkan kejadian endophthalmitis post operasi pada 0,093 %. Insiden endoftalmitis pada 36.000 operasi katarak yang dilakukan di Massachusetts Eye and Ear Infirmary menurut Allen dan Mangiaracine pada tahun 1974 sebanyak 0,086 %. Penelitian retrospektif di Bascom Palmer Eye Institute 1995-2001 menyatakan kejadian endoftalmitis post operasi 0,05%. Javitt dan rekan resiko endoftalmitis pada 1 tahun pertama setelah operasi adalah 0,17% post ekstraksi katarak intrakapsular, 0,12% post ekstraksi katarak ekstrakapsular, dan 0,12% post fakoemulsifikasi.

1,2

Glaukoma sekunder sudut tertutup dapat terjadi akibat dari inflamasi okular seperti endoftalmitis. Inflamasi dapat menyebabkan terjadinya sinekia anterior perifer (Peripheral Anterior Synechiae / PAS) yang menyebabkan glaukoma sudut tertutup sekunder .

3,4

Laporan kasus ini akan dibahas mengenai glaukoma sekunder karena ektraksi katarak dengan komplikasi endoftalmitis dan penatalaksanaannya.

II. Laporan Kasus

Pasien seorang pria usia 65 tahun datang ke RS Mata Cicendo pada tanggal 7 Maret 2016 dengan keluhan utama mata kanan nyeri sejak 14 hari yang lalu.

Keluhan disertai buram, nyeri kepala, mata merah, buram, mual dan muntah.

Riwayat asma (-) , diabetes melitus (-), hipertensi (-), sakit jantung (-), alergi obat

(-). Keluhan tidak disertai adanya bercak putih pada mata dan demam. Setelah

operasi katarak penglihatan pasien tidak pernah jelas. Keluhan dirasakan 1 hari

setelah operasi katarak pada mata kanan. Riwayat pengobatan ke rumah sakit dan

(3)

dirawat selama 3 hari oleh bagian neurologi dan mendapatkan terapi alprazolam 0,5 mg 1x1 tab, imidrapil HCl 10 mg 1x1 tab, amitriptilin 5 mg 1x1 tab, methyl prednisolon 16 mg 3x1 tab, Tramadol + paracetamol 2x1 tab, tetes mata dexamethasone + neomisin + polimiksin 4x2 gtt OD, dan Timolol maleat 2x1 gtt OD. Keluhan dirasakan tidak membaik sehingga 3 hari yang lalu pasien berobat ke klinik mata dan mendapatkan rujukan ke RS Mata Cicendo dengan diagnosis suspek endophthalmitis OD + glaucoma akut. Pasien mendapat terapi gatifloxacin tetes mata 6x1 gtt OD, timolol maleat 0,5 % tetes mata 2x1 gtt OD, acetazolamide 3x250 mg tab, dan ranitidin 2x1 tab.

Pemeriksaan pada tanggal 7 Maret 2016 didapatkan status generalis dalam batas normal. Status oftalmologis VOD 1/300, VOS 0,4. TIO (Tekanan intra okular) dengan menggunakan tonometri non kontak (NCT) OD sulit, TIO palpasi N+; OS 19 mmHg. Pemeriksaan segmen anterior palpebra OD blefarospasme, OS tenang;

konjungtiva : OD injeksi siliar (+), OS tenang; kornea OD edema , OS jernih; COA (kamera okuli anterior) OD Van Herrick gr II F/S (Flare / Cell) sulit dinilai, fibrin di depan lensa, OS Van Herrick gr III F/S -/-; pupil ODS bulat; iris OD PAS (Peripheral Anterior Synechiae) (+), OS sin (-); lensa OD afakia, OS agak keruh.

Segmen posterior OD media keruh, USG (ultrasonography) OD kekeruhan vitreous et causa sel-sel radang dengan diagnosis banding : Perdarahan vitreous + suspek ablatio retina OD. Segmen posterior OS media jernih, papil bulat, batas tegas, rasio arteri /vena fisiologis, Rasio Cup/Disc 0,3, refleks fundus +, retinal flat.

Pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit 22.610 sel/mm3. Pasien didiagnosa dengan endoftalmitis OD + glaukoma sekunder OD. Penatalaksaan pasien pro Vitrektomi Pars Plana + antibiotik Intra Vitreal OD (cito), cefotaxim 2 x 1 gram IV, moxifloxacin tetes mata gtt tiap jam OD, prednisolon asetat tetes mata tiap jam OD, artificial tears tetes mata gtt tiap jam OD, timolol maleat 0,5 % tetes mata 2x1 gtt OD, acetazolamide 250 mg 3x1 tab, kalium aspartat 1x1 tab, dan siklopentolat 1%

tetes mata 3x 1 gtt OD.

(4)

Gambar 2.1 Ultrasonografi OD

Pemeriksaan 1 hari post Vitrektomi Pars Plana (VPP) + vitreous tap + aqueous tap + antibiotik intravitreal + Dexamethasone OD didapatkan VOD 1/300 VOS 0,4, TIO dengan menggunakan tonometri aplanasi Goldmann OD 32 mmHg OS 10 mmHg. Pemeriksaan segmen anterior OD Palpebra blefarospasme, Konjungtiva perdarahan subkonjungtiva, kornea edema, COA Van Herrick gr I-II , F/S +3/+3, pupil iregular, iris PAS (+), lensa afakia. Segmen posterior OD media keruh. Hasil aqueous tap ditemukan bakteri Gram (+) coccus dan Gram (-) basil, tidak ditemukan adanya jamur dan acanthamoeba. Hasil vitreous tap ditemukan bakteri gram (+) coccus, tidak ditemukan adanya jamur dan acanthamoeba.

Pemeriksaan post VPP hari kedua didapatkan VOD 1/300 VOS 0,4. Tekanan intra okular dengan menggunakan tonometri aplanasi Goldmann OD 50 mmHg OS 16 mmHg, segmen anterior OD Palpebra blefarospasme, konjuntiva perdarahan subkonjungtiva, kornea edema, COA Van Herrick gr I-II , F/S +4/+3, fibrin +, pupil iregular, iris PAS 360

o

(+), lensa afakia. Pasien direncanakan untuk sinekiolisis + trabekulektomi + mitomisin-C (MMC) OD dalam neurolep.

Tanggal 10 Maret 2016 TIO dengan menggunakan tonometri aplanasi

Goldmann OD 46 mmHg OS 12 mmHg. Pasien disarankan untuk diberikan manitol

pre operasi. Hasil pemeriksaan laboratorium ureum 78,6 sehingga pasien

dikonsulkan ke ilmu penyakit dalam. Saran dari ilmu penyakit dalam pemberian

manitol dapat beresiko menyebabkan edema paru. Pasien direncanakan untuk

iridotomi laser (LPI / laser peripheral iridotomi). Hasil pemeriksaan TIO dengan

menggunakan tonometri aplanasi Goldmann post LPI OD 36 OS 12. Pasien

(5)

ditatalaksana dengan acetazolamide 3 x 250 mg, kalium aspartat 1x1 tab, timolol maleat 0,5 % 2 x OD, dan prednisolone asetat tetes mata 1 gtt tiap jam OD.

Pasien masih mengeluh nyeri pada tanggal 14 Maret 2016. Hasil pemeriksaan oftalmologis VOD LP VOS 0,4, TIO dengan menggunakan tonometri aplanasi Goldmann OD 54 mmHg OS 16 mmHg, segmen anterior OD Palpebra blefarospasme, Konjungtiva perdarahan subkonjungtiva, injeksi siliar, Kornea edema, mikrobulla, COA Van Herrick gr I-II , F/S sulit dinilai, pupil iregular, PAS 360

o

(+), Lensa afakia. Pasien direncanakan untuk sinekiolisis + trabekulektomi + MMC OD dalam narkose umum.

Gambar 2.2 Pre-op trabekulektomi + MMC + sinekiolisis + back up canule OD

Tanggal 14 Maret 2016 dilakukan trabekulektomi + MMC + sinekiolisis + back up cannule OD. Tatalaksana post operasi ciprofloxacin 2x500mg tab, moxifloxacin tetes mata tiap jam, air mata buatan tetes mata tiap jam OD,prednisolon asetat tetes tiap jam OD, chloramfenicol salep mata 3x OD, siklopentolat tetes mata 3x1 OD.

Pemeriksaan 1 hari post trabekulektomi + MMC + sinekiolisis + back up cannule

OD VOD 1/300 VOS 0,4, TIO dengan menggunakan tonometri aplanasi Goldmann

OD 27 mmHg OS 14 mmHg. Segmen anterior OD palpebra blefarospasme,

konjungtiva perdarahan subkonjungtiva, bleb (+), kornea edema, COA Van Herrick

gr I-II , F/S +3/+3, udara (+), pupil lonjong, iris peripheral anterior synechia (+)

(6)

superior dan inferior, peripheral iridektomi +, lensa afakia. Tatalaksana post operasi ditambahkan timolol maleat 0,5 % tetes mata 2x1 OD, acetazolamide 3 x 250 mg, kalium aspartat 1x1 tab.

Gambar 2.3 Satu hari post trabekulektomi + MMC + sinekiolisis + back up canule OD

Pemeriksaan 1 minggu post trabekulektomi + MMC + sinekiolisis + back up

canule OD, VOD 1/300 VOS 0,4, TIO dengan menggunakan tonometri aplanasi

Goldmann OD 37 mmHg OS 14 mmHg. Segmen anterior OD palpebra

blefarospasme, konjungtiva perdarahan subkonjungtiva, bleb (+), kornea jernih,

COA Van Herrick gr I-II , F/S +1/+1, pupil lonjong, iris PAS (+), iridektomi perifer

(+), Lensa afakia. Pemeriksaan gonioskopi dengan lensa Sussmann 4-mirror OD

didapatkan gambaran sudut tertutup dengan PAS pada kuadran superior dan

inferior serta garis schwalbe pada kuadran nasal dan temporal. Pemeriksaan

gonioskopi OS didapatkan gambaran sudut terbuka dengan scleral spur pada

seluruh kuadran. Pemeriksaan segmen posterior didapatkan rasio cup/disc OD mata

kanan 0,4 – 0,5 dan perdarahan retina. Tatalaksana post operasi moxifloxacin tetes

mata tiap jam tetes mata 1 tetes tiap jam, air mata buatan tetes mata tiap jam OD,

prednisolon asetat tetes mata tiap jam OD, kloranfenikol salep mata 3x OD,

siklopentolat tetes mata 3x1 OD, timolol maleat 0,5 % tetes mata 2x 1 OD.

(7)

Gambar 2.4 Satu minggu post trabekulektomi + MMC + sinekiolisis + back up canule OD

Pemeriksaan 1 bulan post trabekulektomi + sinekiolisis + back up canule OD, VOD 1/300 VOS 0,5. Tekanan intra okular dengan menggunakan tonometri aplanasi Goldmann OD 20 mmHg OS 12 mmHg. Segmen anterior OD konjungtiva bleb (+), COA sedang, pupil lonjong, iris PAS (+), iridektomi perifer +, lensa afakia. Hasil kultur dari sediaan aqueous dan vitreous tidak didapatkan pertumbuhan bakteri. Pasien ditatalaksana dengan timolol maleat 0,5% tetes mata 2x1 OD, acetazolamid tetes mata 3x1 OD, dan air mata buatan tetes 6x1 OD.

III. DISKUSI

Klasifikasi endoftalmitis post operasi dapat dibagi berdasarkan onset waktu dan

organisme penyebab. Endoftalmitis akut terjadi dalam waktu 6 minggu setelah

pembedahan intraokular. Organisme yang sering didapatkan adalah

Staphylococcus, Streptococcus, dan bakteri gram negatif. Endoftalmitis kronis atau

delayed-onset terjadi setelah 6 minggu operasi intraokular. Organisme yang sering

didapatkan adalah Propionibacterium acnes, Staphylococcus dan fungal. Kasus ini

termasuk dalam kategori endoftalmitis post operasi akut karena terjadi 1 hari setelah

operasi katarak. Bakteri penyebab pada pasien ini adalah gram + coccus yang

merupakan bakteri yang sering didapatkan pada endoftalmitis post operasi akut.

5,6

(8)

Gejala utama yang dirasakan nyeri dan penurunan tajam penglihatan yang biasanya berat. Gejala lainnya antara lain fotofobia, sekret, mata merah, dan edema palpebra. Gejala dan tanda endoftalmitis dapat muncul pada hari pertama atau beberapa minggu setelah pembedahan intraokular. Tanda klinis endoftalmitis post operasi adalah inflamasi intraokular (Flare and cells, fibrin, hipopion), injeksi konjungtiva, edema kornea, edema palpebra, perdarahan retina, vitritis, dan refleks fundus negatif. Endoftalmitis dapat disertai fever dan leukositosis. Pada pasien ini didapatkan keluhan nyeri pada mata dan buram. Pada pemeriksaan oftalmologis didapatkan penurunan visus, peningkatan tekanan intra okular, injeksi siliar, dan inflamasi intraokular. Pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis.

1,5,6

Penanganan endoftalmitis post operasi adalah kultur dari spesimen intraokular dan antibiotik intravitreous. Penelitian Endophthalmitis Vitrectomy Study (EVS) menyatakan bahwa pembedahan vitrektomi diindikasikan pada pasien endoftalmitis post operasi akut ( dalam waktu 6 minggu post operasi) dan memiliki tajam penglihatan minimal persepsi cahaya. Tajam penglihatan pada pasien ini 1/300 sehingga dilakukan tindakan vitrektomi pars plana, antibiotik intravitreal, dan kultur.

5,6,7,8

Glaukoma sudut tertutup sekunder dapat terjadi karena adanya proses inflamasi.

Fibrin dan peningkatan protein aqueous yang dihasilkan dari kerusakan sawar darah-aqueous (blood-aqueous barrier) dapat menyebabkan terbentuknya sinekia posterior dan sinekia perifer anterior (PAS/ peripheral anterior synechiae).

Inflamasi dapat menyebabkan terbentuknya PAS melalui edema iris perifer dan penumpukan debris inflamasi pada sudut COA. Sinekia perifer anterior biasanya terjadi pada sudut superior dan inferior. Bentuk dan ukuran PAS tidak sama sehingga dapat dibedakan dengan sudut tertutup primer (PAC/ Primary Angle Closure). Terapi anti glaukoma dan kortikosteroid diberikan untuk mengurangi peningkatan tekanan intra okular (TIO) dan mencegah sudut tertutup akibat sinekia.

3,9

Peripheral anterior synechia (PAS) merupakan adhesi antara iris dengan

trabekular meshwork atau kornea yang menyebabkan blok total atau gangguan

aliran aqueous ke trabekular meshwork. Gonisokopi dapat mendeteksi PAS.

(9)

Peripheral anterior synechia (PAS) terjadi karena materi inflamasi yang menarik permukaan iris ke sudut mata depan. Permukaan iris yang menempel biasanya luas dan menutupi segmen sudut mata depan. Blok pupil juga dapat disebabkan oleh sumbatan vitreus sehingga menyebabkan iris bombe dan pendangkalan camera okuli anterior (COA). Sinekia yang tidak ditangani dalam 5-7 hari akan menjadi PAS yang permanen dan menyebabkan terjadi glaukoma sudut tertutup sekunder.

Tekanan intra okular biasanya meningkat jika PAS terjadi >180° pada sudut COA.

9,10,11

Pemberian obat-obatan anti glaukoma biasanya diperlukan jika PAS terjadi lebih dari setengah sudut COA. Terapi medikamentosa biasanya tidak efektif untuk mengontrol tekanan intra okular jika >270° sudut COA tertutup. Iridektomi perifer dan laser iridotomi dapat dilakukan jika PAS terjadi kurang dari 50 persen sudut COA. Trabekulektomi merupakan pilihan tindakan jika PAS terjadi lebih dari 50%

sudut COA. Sebuah penelitian retrospektif menyatakan 56.2% pasien yang mendapatkan tindakan trabekulektomi memiliki tekanan intra okular yang terkontrol tanpa obat anti glaukoma dalam jangka waktu 22 bulan.

12,13

Pasien ini kemungkinan sudah memiliki PAS lebih dari 7 hari sehingga PAS yang timbul sudah permanen. Sinekia yang ditemukan pada saat datang 360

o

sehingga penatalaksanaan dengan obat anti glaukoma tidak efektif dan memerlukan tindakan pembedahan. Pasien pada kasus ini direncanakan trabekulektomi dalam neuroleptik karena PAS terbentuk lebih dari 50% dari sudut COA. Saat akan diberikan manitol ureum pada pasien tinggi sehingga merupakan kontra indikasi pemberian manitol, sehingga pasien dilakukan tindakan laser iridotomi. Setelah dilakukan laser iridotomi, tekanan intra okular masih tetap tinggi sehingga pasien direncanakan untuk tindakan trabekulektomi dalam narkose umum.

9,11

Pasien dengan glaukoma sekunder setelah operasi vitreoretinal yang tidak responsif terhadap obat anti glaukoma merupakan kasus yang sulit ditangani.

Operasi filtrasi dengan atau tanpa anti metabolit memiliki prognosis yang buruk

karena adanya sikatriks pada konjungtiva. Tindakan siklodestruktif seperti trans-

scleral diode laser cyclophotocoagulation (TSCPC) dapat digunakan untuk

sementara namun tindakan TSCPC berulang dapat meningkatkan resiko hipotoni.

(10)

Implan Aqueous shunt merupakan tindakan yang penting untuk menangani glaukoma sekunder setelah operasi retina.

15

Sebelum dilakukan pemasangan implan pada camera okuli anterior (COA) perlu dilakukan gonioskopi untuk identifikasi PAS. Pemasangan implan pada COA beresiko menyebabkan hifema jika ujung tube mengenai PAS dan menyebabkan robekan pada iris. Pasien dengan sinekia yang luas disarankan untuk memasang tube pada posisi yang lebih posterior seperti pada sulkus siliaris atau pars plana pada mata pseudofakia atau afakia. Pemasangan tube di anterior dari PAS beresiko menyebabkan chronic corneal endothelial cell loss atau tube exposure.

15

Mata yang pernah dilakukan operasi retina memiliki resiko sikatriks sehingga dibutuhkan implan dengan permukaan yang luas dan memiliki potensi yang rendah untuk terjadinya encapsulation. Implan glaukoma 350 Baerveldt merupakan pilihan yang baik karena fleksibel dan dapat menyesuaikan bentuk dengan permukaan bola mata. Implan Molteno 3 tidak fleksibel namun memiliki keuntungan tidak memerlukan pemasangan sayap plate di bawah muskulus rektus.

15

Implan tanpa katup seperti Baerveldt memerlukan ligasi eksernal atau internal untuk mencegah hipotoni pada fase awal. Implan berkatup seperti Ahmed juga dapat menyebabkan hipotoni pada fase awal sehingga perlu dilakukan observasi kedalaman COA dan tekanan intra okular. Overfiltrasi pada fase awal pada pemasangan implan glaukoma Ahmed dapat dikurangi dengan pemberian viskoelastik intrakameral. Vitrektomi anterior sebaiknya dilakukan pada mata afakia untuk mencegah hipotoni yang disebabkan prolaps vitreous dan mengoklusi tube, terutama jika tube diapasang dekat iridektomi perifer. Tube dilapisi dengan scleral, corneal, pericardium, atau fascia lata patch graft.

15

Tube Versus Trabeculectomy (TVT) Study melakukan penelitian perbandingan pasien yang sebelumnya menjalani operasi ekstraksi lensa dengan pemasangan lensa intra okular dan/atau mengalami kegagalan trabekulektomi sebelumnya dan secara acak diberikan perlakuan trabekulektomi dengan MMC atau implan glaukoma Baerveldt. Kedua prosedur tersebut efektif menurunkan TIO.

Pengamatan selama 1 tahun menunjukkan trabekulektomi dengan MMC dapat

menurunkan TIO sebesar 49,5% dan pemasangan implan glakuoma Baerveldt dapat

(11)

menurunkan TIO sebesar 49,9%. Tube Versus Trabeculectomy (TVT) Study menyebutkan angka kesuksesan implan glaukoma lebih besar dibandingkan trabekulektomi dengan mitomycin-C (MMC) dalam jangka waktu 5 tahun. Angka kesuksesan operasi filtrasi (fltering surgery) ulang dengan agen antifibrotik berdasarkan TVT (Tube Versus Trabeculectomy Study) adalah 32-92% dalam jangka waktu 5 tahun sedangkan angka kesuksesan implan adalah 44-88%.

Trabekulektomi lebih banyak dilakukan walaupun angka kesuksesan implan dalam jangka waktu 5 tahun lebih besar dibandingkan dengan trabekulektomi. Pasien yang mengalami kegagalan trabekulektomi dapat dilakukan trabekulektomi ulang atau pemasangan implan namun pada pasien yang mengalami kegagalan implan tidak dapat dilakukan trabekulektomi sehingga harus dilakukan pemasangan implan ulang atau cyclodestruction.

16,17,18

IV. SIMPULAN

Endoftalmitis dapat menyebabkan glaukoma sudut tertutup sekunder akibat

adanya penumpukan debris inflamasi, peningkatan protein aqueous, dan

terbentuknya sinekia perifer anterior (PAS). Trabekulektomi merupakan pilihan

yang paling ideal sebagai penatalaksanaan pada PAS 360

o

. Trabekulektomi ulang

dengan antifibrotik atau pemasangan implan glaukoma dapat dipertimbangkan jika

terjadi kegagalan trabekulektomi.

(12)

Daftar Pustaka

1. Androudi S, Ng EWM, Stangos AN, D'Amico DJ, dan Brazitikos PD.

Postoperative Endophthalmitis. Dalam : Albert & Jakobiec's Principles &

Practice of Ophthalmology. Edisi ke-3. Philadephia : Elsevier; 2000. hal 184, 2325-49

2. Brod RD, Flynn HW, Han DP, dan Miller D. Endophthalmitis: Diagnosis, clinical findings, and management. Dalam Ophthalmic Surgery: Principles and Practice. Edisi ke-4; 2012. Philadephia : Elsevier. hal 550-60

3. American Academy of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course (BSSC). Glaucoma. Section 10. San Fransisco : AAO; 2014. Hal 130-1 4. Teekhanaenee C, Dorairaj S, dan ritch R. Secondary Angle-Closure Glaucoma.

Dalam : Shaarawy T, Sherwood MB, Hitchsing RA, & Crowston JG, editor.

Glaucoma : Medical Diagnosis & Therapy. Edisi ke-2. Philadelphia : Elsevier;

2015. hal 35, 401-9.

5. American Academy of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course (BSSC). Retina & Vitreous. Section 12. San Fransisco : AAO; 2014. Hal 354- 6

6. American Academy of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course (BSSC). intraocular inflammation & uveitis.. Section 9. San Fransisco : AAO;

2014. Hal 269-71

7. Yu HG & Kim TW. Diagnostic and Therapeutic Vitrectomy for Uveitis. Dalam : Ryan SJ, editor. Retina. Edisi ke-5.Philadelpha : Saunders; 2013. hal 2040-6 8. Engelbert M & Chang S. Vitrectomy Dalam : Yanoff M dan Duker JS., editor.

Ophthalmology. Edisi ke-4. Philadephia : Elsevier; 2014. Hal 471

9. Lim R & Goldberg I. Inflammatory and Corticosteroid-Induced Glaucoma.

Dalam : Ophthalmology. Edisi ke-4. Philadelphia : Elsevier; 2014. Hal 1080- 1083

10. Rhee DJ. Glaucoma : Color Atlas & Synopsis of Clinical Ophthalmology Wills Eye Institute. Edisi ke-2. Philadelphia : Lippincot Williams & Wilkins; 2012.

hal 214, 221

11. Khurana AK . Comprehensive ophthalmology fourth edition. New delhi : New Age international; 2007. hal 200, 523

12. Teekhasaenee C. Gonisinechialysis. Dalam : Shaarawy T, Sherwood MB, Hitchsing RA, & Crowston JG, editor. Glaucoma : Medical Diagnosis &

Therapy. Edisi ke-2. Philadelphia : Elsevier; 2015. hal 1035-40.

13. Teekhasaenee C. An Overview of Angle-Closure Management. Dalam : Shaarawy T, Sherwood MB, Hitchsing RA, & Crowston JG, editor. Glaucoma : Medical Diagnosis & Therapy. Edisi ke-2. Philadelphia : Elsevier; 2015. hal 484-90

14. Polkinghorne PJ. Anterior-segment Complications Of Endophthalmitis.

Retinal Physician. 2014; 11: 48, 50-52

15. Papadopoulos M & Barton K. Aqueous Shunts After Retinal Surgery. Dalam

: Shaarawy T, Sherwood Mb, Hitchsing Ra, & Crowston Jg, Editor. Glaucoma

: Medical Diagnosis & Therapy. Edisi Ke-2. Philadelphia : Elsevier; 2015. Hal

1114-1122

(13)

16. Saheb H, Gedde Sj, Schiffman Jc, & Feuer Wj. Outcomes Of Glaucoma Reoperations In The Tube Versus Trabeculectomy (Tvt) Study. American Journal Of Ophthalmology. 2015; 157(6): 1179-89

17. Gedde Sj, Herndon Lw, Brandt Jd, Budenz Dl, Feuer Wj, & Schiffman Jc.

Postoperative Complications In The Tube Versus Trabeculectomy (Tvt) Study During Five Years Of Follow-Up. American Journal Of Ophthalmology. 2012;

153(5); 804-14

18. Gedde Sj, Schiffman Jc, Feuer Wj, Herndon Lw, Brandt Jd, & Budenz Dl.

Treatment Outcomes In The Tube Versus Trabeculectomy Study After One

Year Of Follow-Up. American Journal Of Ophthalmology. 2007; 143(1); 9-22

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa hal yang menjadi suatu dorongan atau motivasi bagi karyawan BRI Syariah adalah kemampuan mereka dalam memahami dan menguasai pekerjaan serta mengemban

Revisi atas dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2013-2018 ini dilakukan dengan beberapa pertimbangan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk apakah ada pengaruh ketersediaan fasilitas sekolah terhadap hasil belajar Mata Pelajaran Matematika pada siswa kelas IV di

[r]

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terwujudnya perilaku belajar yang baik peserta didik merupakan salah satu bagian dari bentuk kedisiplinan peserta didik. Bentuk

Ekstrak cair limbah kayu merbau yang didominasi senyawa resorsinol ini ternyata dapat dikopolimerisasi membentuk kopolimer sebagai resin untuk aplikasi perekat kayu dan proses

Proses pengolahan data batimetri MBES menggunakan perangkat lunak CARIS HIPS and SIPS 9.0 dengan metode CUBE yang mempunyai kelebihan dalam hal proses filtering

Bahan baku yang digunakan oleh Perusahaan Roti Matahari Pasuruan dalam membuat roti antara lain: tepung terigu, lemak, babon, gula, air PDAM dan telur