• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ragam Sosiologi Sastra

N/A
N/A
Wina Arsita

Academic year: 2025

Membagikan "Ragam Sosiologi Sastra"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

RAGAM SOSIOLOGI SASTRA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sosiologi Sastra Dosen Pengampu : H. Mawardi, M.A

Disusun oleh : Kelompok 7

M Fachmy Nur Fachrul RS (1195020069) Siti Amaliyah Maulani (1195020142)

Wina Arsita (1195020159)

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ARAB FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG

2022

(2)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dunia kajian sastra sangat kaya raya dengan berbagai jenis teori mengenai cara pelaksanaannya, dari teori seperti strukturalisme dan formalisme yang hanya memandang karya sastra sendiri hingga teori seperti intertekstualisme dan resepsi sastra yang tidak terlepas dari unsur-unsur di luar karya sastra.Teori sosiologi sastra termasuk di kategori kedua. Biarpun belum lama resmi menjadi teori telaahan sastra, sosiologi sastra sudah banyak berkembang.

Pendekatan sosiologi sastra jelas merupakan hubungan antara sastra dan masyarakat, literature is an exspression of society, artinya sastra adalah ungkapan perasaan masyarakat. Maksudnya masyarakat mau tidak mau harus mencerminkan dan mengespresikan hidup ( Wellek and Werren, 1990: 110 ). Sosiologi sastra

merupakan kajian ilmiah dan objektif mengenai manusia dalam masyarakat, mengenai lembaga dan proses sosial.

Sosiologi mengkaji struktur sosial dan proses sosial termasuk didalamnya perubahan-perubahan sosial yang mempelajari lembaga sosial. agama, ekonomi, politik dan sebagainya secara bersamaan dan membentuk struktur sosial guna memperoleh gambaran tentang caracara manusia menyesuaikan diri dengan lingkungannya, mekanisme kemasyarakatan dan kebudayaan.

Sastra sebagaimana sosiologi berurusan dengan manusia; karena

keberadaannya dalam masyarakat untuk dinikmati dan dimanfaatkan oleh masyarakat itu sendiri. Sastra sebagai lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai

mediumnya karena bahasa merupakan wujud dari ungkapan sosial yang menampilkan gambaran kehidupan

B. Rumusan Masalah

a. Apa saja pembagian ragam pendekatan terhadap karya sastra kajian sosiologis menurut Wellek dan Warren?

b. Bagaimana pembagian ragam sosiologi sastra?

C. Tujuan

(3)

a. Mengetahui ragam pendekatan terhadap karya sastra kajian sosiologis menurut Wellek dan Warren.

b. Mengetahui pembagian ragam sosiologi sastra

(4)

BAB II PEMBAHASAN

Mengenai ragam pendekatan terhadap karya sastra kajian sosiologis mempunyai tiga klasifikasi (Wellek dan Warren : 1986), yaitu:

1. Sosiologi sastra. Menyangkut masalah pengarang sebagai penghasil karya sastra.

Mempermasalahkan status sosial, ideologi sosial pengarang, dan ketertiban pengarang di luar karya sastra.

2. Sosiologi karya sastra. Menyangkut eksistensi karya itu sendiri, yang memuat isi karya sastra, tujuan, serta hal-hal yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri dan yang berkaitan dengan masalah-masalah sosial.

3. Sosiologi pembaca. Mempermasalahkan pembaca dan pengaruh sosial karya tersebut, yakni sejauh mana dampak sosial sastra bagi masyarakat pembacanya.

Beberapa pengertian dan pendapat di atas menyimpulkan bahwa pendekatan sosiologi sastra adalah pendekatan terhadap karya sastra dengan tidak meninggalkan segi-segi masyarakat, termasuk latar belakang kehidupan pengarang dan pembaca karya sastra.

Penelaahan unsur sosiologis karya sastra khususnya roman  juga dikaitkan dengan sistem kemasyarakatan karena dalam sistem ini terjadi interaksi sosial yang cenderung menghasilkan suatu kebudayaan. Dimana di dalamnya mengatur cara manusia hidup berkelompok dan berinteraksi dalam jalinan hidup bermasyarakat. Hal ini berpengaruh terhadap kehidupan manusia yang mengalarni berbagai modernisasi. Manusia dalam menjalani kehidupan manusia harus menyadari akan kefanaan hidup itu sendiri (Azhar).

Berikut adalah ragam sosiologi sastra:

A. Sastra Ideologi dan Tendensi

Sastra ideologi adalah bagian dari kajian sosiologi sastra yang melacak sebuah paham, yang terpantul dalam sastra. Ideologi adalah gagasan seseorang yang dapat mendorong sebuah cipta sastra. Ideologi yang akan melahirkan karya-karya transcedental, materi, sosial dan sebagainya. Ideologi dapat menggiring perhatian pembaca agar mengikuti gerak sastra. Sastra ideologis biasanya bersifat tendensius.

Sastra semacam ini memiliki kecenderungan untuk propaganda sesuatu. Ketika sosiologi sastra bersentuhan dengan masalah ide, filosofi, dan sejumlah keinginan

(5)

sosial, akan memunculkan ideologi tertentu. Dalam kaitan ini Faruk (1999:61-65) menyatakan teori sosiologi sastra mengakui kompleksitas hubungan antara sastra sebagai superstruktur dengan struktur kelas ekonomi sebagai infrastrukturnya. Di dalam teori itu hubungan antara sastra dengan masyarakat dipahami tidak secara langsung, melainkan melalui mediasi. Di antara mediasi yang paling abstrak tidak lain masalah ideologi. Karya sastra memiliki tendensi ideologi, yang mampu menggiring pembaca untuk melakukan sesuatu. Lewat estetika, ideologi dibangun untuk meluruskan hal-hal yang bengkok di masyarakat.

Teori sosiologi sastra yang memuat lembaga sosial tidak akan lepas dari sebuah ideologi dan budaya. Sastra adalah dunia ide yang memiliki ideologi khusus. Ideologi akan tergambar lewat budaya sebuah masyarakat. Teori-teori sosiologi barat yang merujuk ke arah demikian biasanya dipelopori oleh gerakan Marxis. Teori sosiologi marxis tidak akan terlepas dari pembagian kelas, sosial, ekonomi dan dunia kapitalis.

Berbeda halnya dengan Marx, Gramsci menganggap dunia gagasan, kebudayaan, superstruktur, bukan hanya sebagai refleksi atau ekspresi dari struktur kelas ekonomik atau infrstruktur yang bersifat material, melainkan sebagai salah satu kekuatan material itu sendiri. Bagi Gramsci, hubungan antara yang ideal dengan yang material tidak berlangsung searah, melainkan bersifat saling bergantung dan interaktif.

Kekuatan material merupakan isi, sedangkan ideologi-ideologi merupakan bentuknya.

Gagasan-gagasan dan opini-opini tidak lahir begitu saja dari otak individual, melainkan mempunyai pusat informasi, irradiasi, penyebaran dan persuasi.

Kemampuan gagasan/opini menguasai seluruh lapisan masyarakat merupakan puncaknya. Puncak tersebutlah yang Gramsci sebut sebagai hegemoni.

Sastra ideologi dan tendensius memang dekat dengan hegemoni. Karya tersebut akan mempengaruhi hegemoni suatu kelompok sosial. Setiap kelompok sering menghegemoni kelompok lain. Karya sastra hegemoni dengan sendirinya menyebarkan ideologi tendensius. Karya-karya babad biasanya memuat ideologi penguasa, agar rakyat tunduk dan patuh. Sastra berbentuk babad juga termasuk karya yang banyak memegang teguh aspek mitos. Mitos tidak lain sebuah ideologi dan tendensius untuk mempengaruhi pihak lain.

Banyak sastra ideologi dan tendensius yang digunakan untuk mempengaruhi pembaca. Jika demikian, sastra memang memiliki ideologi tertentu yang tidak terlepas dari dunia di sekitarnya. Tendensi sering diselipkan dalam sastra hingga tampak indah dan bermakna (Dr. Suwardi).

(6)

B. Sastra Hegemoni

Dalam sosiologi sastra terdapat berbagai teori yang digunakan, salah satunya adalah teori hegemoni. Teori hegemoni membahas bentuk dominasi kekuasaan suatu kelas sosial lainnya yang dianggap kelas bawah, melalui kepemimpinan intelektual dan moral yang dibantu dengan dominasi atau penindasan (Atiqah).

Dalam bahasa Yunani, hegemoni berarti dominasi karena dalam praktik sebelumnya, hegemoni menunjukkan posisi dominan dalam kehidupan sehari-hari.

Berkaitan dengan sastra, pendekatan hegemoni menurut Faruk, adalah pendekatan yang memiliki prinsip bahwa sastra tidak hanya merupakan cerminan masyarakat, tetapi memiliki kemungkinan membentuk masyarakat. Dengan kata lain, sastra sebagai dunia ide berfungsi untuk mengatur orang, untuk menciptakan tempat perpindahan baru bagi manusia dan untuk menciptakan hegemoni berdasarkan ideologi dan budaya (Laila Fariha Zein). Kondisi sosial masyarakat memberikan arahan yang nyata bagi para pengarang dalam proses penciptaan. Dalam teori yang dikemukakan oleh Gramsci mengenai teori hegemoni, bahwa seni dan sastra digunakan sebagai alat untuk melakukan hegemoni dengan cara melakukan dominasi terhadap budaya dan ideologi masyarakat. Hal ini bertujuan untuk melakukan gerakan kontrol sosial (Atmaja).

C. Sastra Common Sense

Common sense merupakan muatan filosofi sastra yang membangun pemikiran apa saja. Sastra common sense adalah karya yang bermuatan akal sehat. Sastra semacam ini, merupakan ekspresi yang berdasarkan nalar jernih sastrawan. Dunia sosial pun perlu konteks common sense. Sastra yang tergolong ke dalam kategori common sense akan mudah dipahami oleh audiens, sebab logika memainkan peranan penting. Sastra yang logis, penuh dengan kelaziman. Berbeda dengan karya yang jauh dari common sense biasanya jauh lebih membingungkan. Sastra memang dunia fantasi sosial. Namun demikian, karya sastra yang jauh dari sebuah realitas, yang tidak nalar, akan mudah ditinggalkan oleh pengikutnya.

Common sense semula dikemukakan oleh Gramsci. Bagi Gramsci, common sense merupakan konsepsi tentang dunia yang paling pervasif tetapi tidak sistematik.

Common sense itu mempunyai dasar dalam pengalaman popular tetapi tidak merepresentasikan suatu konsepsi yang terpadu mengenai dunia seperti halnya filsafat. Filsafat merupakan tatanan intelektual yang tidak dapat dicapai oleh agama

(7)

dan common sense. Lebih jauh lagi, common sense, seperti halnya agama, bersifat kolektif. Gramsci mengatakan bahwa setiap stratum sosial mempunyai common sense-nya sendiri yang secara mendasar merupakan konsepsi yang paling tersebar mengenai kehidupan manusia.

D. Sastra Feminis

Simone De Beauvoir adalah tokoh feminis Eropa yang sangat penting dalam teori sosial sastra feminis. Beauvoir secara spesifik membicarakan persoalan pengalaman perempuan dalam sastra dengan persoalan realitas sosial perempuan sehari-hari.

Dalam karyanya Second Sex (2003), Beauvoir, menegaskan bahwa mitos perempuan mempunyai peran yang menentukan dalam kesusasteraan. Mitos dalam sastra tersebut mempengaruhi kebiasaan dan tingkah laku masyarakat tentang perempuan.

Beauvoir meneliti mitos perempuan pada lima pengarang laki-laki, yaitu Montherlant, D.H. Lawrence, Daudel, Breton, dan Stendhal. Berdasarkan mitos dan fakta yang terdapat dalam karya lima pengarang diatas, Beauvoir memandang sastra perempuan berada dalam dua bentuk transisi eksistensial-sosial. Pertama adalah fase transisi kebudayaan ketika artikulasi sastrawan yang menuliskan karya sastra berada di antara hirarki kebudayaan simbolik patriarki dengan kebudayaan modern. Kedua adalah dalam transisi masyarakat yang terstruktur dalam sistem ekonomi, dalam bentuk modus-modus produksi, dalam bentuk feodalisme, kapitalisme, dan komunisme dengan pengalaman-pengalaman dinamik yang berkembang secara eksistensial.

(8)

BAB III KESIMPULAN

Pendekatan sosiologi sastra adalah pendekatan terhadap karya sastra dengan tidak meninggalkan segi-segi masyarakat, termasuk latar belakang kehidupan pengarang dan pembaca karya sastra. Sastra ideologi dan tendensius memang dekat dengan hegemoni. Karya tersebut akan mempengaruhi hegemoni suatu kelompok sosial.

Setiap kelompok sering menghegemoni kelompok lain. Dalam bahasa Yunani,

hegemoni berarti dominasi karena dalam praktik sebelumnya, hegemoni menunjukkan posisi dominan dalam kehidupan sehari-hari. Sastra yang tergolong ke dalam kategori common sense akan mudah dipahami oleh audiens, sebab logika memainkan peranan penting.

(9)

Daftar Pustaka

Bibliography

Atiqah, Annisaa Nurul. "Bentuk dan Model Hegemoni Dalam Novel Saga No Gabai Baachan 'Nenek Hedat Dari Saga' Karya Yoshichi Shimada." Jurnal Ayumi (2019): 32.

Atmaja, M. D. "Hegemoni Sastra: Media Pengkultusan dan Perlawanan." kompasiana 26 Juni 2015:

1.

Azhar, Iqbal Nurul. "Sosiologi Sastra." Pusat Bahasa Al Azhar 21 November 2022: 1.

Dr. Suwardi, M.Hum. Bahan Kuliah Sosiologi Sastra. Yogyakarta: FBS Universitas Negeri Yogyakarta, 2011.

Laila Fariha Zein, Dadang Sunendar, Tri Indri Hardini. "Hegemoni Dalam Novel Memoires D'hadrien Karya Marguerite Youcenar." Jentera: Jurnal Kajian Sastra (2019): 70-71.

Referensi

Dokumen terkait

LANJUT Mahasiswa฀ diminta฀untuk฀ menguraikan฀ beberapa฀ perbedaan฀ antara฀kritik฀ sastra฀Marxis฀ yang฀telah฀ dipelajari฀ sebelumnya฀ dengan฀

karya sastra Proyek, Diskusi, presen- tasi tugas kelompok: presentasi dan diskusi hasil kajian dengan menggunakan teori sosiologi karya sastra 100 menit. 05

Tetapi teori sosiologi sastra tetap berpusat pada karya sastra yang digunakan sebagai data utama untuk memaknai ideologi pengarang, kondisi sosial masyarakat, atau pun proses

Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan teori sosiologi pembaca dan dampak sosial karya sastra sosiologi pembaca dan dampak sosial karya sastra Pengertian sosiologi pembaca

Melalui teori struktural tersebut dalam penelitian ini dapat diungkapkan segi intrinsik meliputi alur, penokohan, latar, serta tema dan amanat yang membentuk karya sastra,

pembaca berupa teks dan pembaca, yaitu karya sastra serta data yang dikumpulkan dari. pembaca

data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan/ verifikasi. Hasil penelitian ini meliputi: 1) analisis kajian tentang latar sosiologis karya sastra novel

Kajian Sosiologi Sastra Tokoh Utama Dalam Novel Lintang Karya Ardini Pangastuti B.. Pendidikan Bahasa dan Sastra