• Tidak ada hasil yang ditemukan

rancang bangun kapal ikan berukuran 3 - 10 gt dengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "rancang bangun kapal ikan berukuran 3 - 10 gt dengan"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

RANCANG BANGUN KAPAL IKAN BERUKURAN 3 - 10 GT DENGAN MENGGUNAKAN METODA LEPAS RAKIT (knockdown) dan

BERKEMBANG (modullar)

Oleh :

Widodo, AB.1), Prasita, VD.2), Nugroho, NY.3), Munazid, A.4) Fakultas Teknik dan Ilmu Kelautan, Universitas Hang Tuah,

SURABAYA

RINGKASAN

Penelitian ini merupakan pengembangan dari hasil penelitian terdahulu, yaitu rancang bangun kapal ikan 5 GT dengan menggunakan bahan Laminasi Bambu. Penggunaan bahan laminasi bambu mampu menekan harga produksi dan waktu pengerjaan. Tetapi yang masih manjadi kendala adalah proses rancang bangun yang membutuhkan waktu, karena setiap desain kapal memerlukan gambar produksi yang berbeda. Dengan pembangunan kapal secara knockdown dan modullar, diharapkan pembangunan kapal ikan berukuran 3 - 10 GT lebih cepat dan lebih murah.

Kebijakan pemerintah menekan kegiatan pembalakan liar (illegal logging), semakin sulit untuk mendapat kayu sebagai bahan baku pembangunan kapal dengan harga murah dan ukuran yang sesuai dengan kebutuhan. Pada proses pembangunan kapal kayu sampai dengan saat ini, masih membutuhkan bahan baku yang sangat banyak dan ukuran yang relatif besar, terutama pada galangan kapal kayu tradisional.

Dari hasil riset diharapkan dapat ditentukan struktur dan komponen kapal yang dapat diproses secara banyak (mass product), sehingga biaya produksi akan semakin murah dan ekonomis karena menggunakan komponen kapal yang relatif kecil. Dengan sistem pembangunan ini diharapkan juga proses pembangunan kapal akan semakin cepat.

Kata Kunci : Laminasi Kayu dan/atau Bambu, Complete knockdown, Modullar SUMMARY

This research is a development of the results of previous research, the design of 5 GT fishing boat using Bamboo Lamination materials. The use of bamboo laminate materials can suppress the price of production and time of workmanship. But what is still an obstacle is the design process that takes time, because every ship design requires different production images. With the construction of the ship in knockdown and modullar, it is expected the construction of fishing boats measuring 3 to 10 GT faster and cheaper.

The government policy to suppress illegal logging activities, it is increasingly difficult to obtain timber as a raw material for ship construction at low cost and size according to need. In the process of building wooden vessels up to now, still require a lot of raw materials and relatively large size, especially in traditional wooden shipyards.

From the research result is expected to be determined structure and component of ship that can be processed in many (mass product), so that production cost will be cheaper and economical because using the component of ship which is relatively small. With this development system is expected also the ship building process will be faster.

Keywords: Wood Laminate and/or Bamboo, Complete knockdown, Modullar

(3)

PENDAHULUAN.

Sampai saat ini, potensi perairan laut Indonesia yang dapat di manfaatkan hanya sekitar 40 persen dari potensi laut yang ada, yaitu sekitar 5 juta ton per tahun.

Potensi ini hanya disekitar pesisir saja, sehingga apabila ditambah dengan wilayah atau Zona Eksklusif Ekonomi (ZEE) potensi tersebut menjadi 7 ton per tahun.

Hal ini terjadi karena sarana dan prasarana penangkapan ikan yang masih sangat jauh dari modern. Akibat selain rendahnya pemanfaatan potensi laut, juga maraknya penjarahan ikan di wilayah ZEE yang akhirnya kehidupan para nelayan jauh dari kecukupan. Sangat ironis sumber daya laut Indonesia yang sangat berlimpah tetapi masyarakat maritimnya berkehidupan yang minim.

Apabila dilihat secara nyata, bahwa salah satu penyebabnya adalah kapal kayu penangkap ikan yang sangat sederhana dan tradisional. Dari data yang ada, bahwa dari sekitar 400 ribu armada kapal penangkap yang ada, sekitar 2500 buah kapal wilayah kapal yang mampu melayari ZEE.

Sampai saat ini masih banyak diperlukan kapal-kapal ikan yang sederhana, tetapi mampu melayari wilayah diluar ZEE. Dan kita belum mampu memasok kebutuhan kapal ikan tersebut agar pemanfaatan sumber daya laut yang kita miliki dapat dikelola secara optimal.

Salah satu kendalanya kemampuan kita dalam memproduksi memproduksi kapal kayu secara cepat dan murah. Dalam pembuatan kapal ikan yang representative, dalam arti kapal tersebut mempunyai disain yang baik, mampu berlayar dalam waktu yang cukup lama dan mampu berlayar dilaut bebas, masih dibutuhkan waktu yang relatif lama dan mahal. Galangan kapal tradisional dalam membangun kapal ikan yang mampu melayari wilayah ZEE, biasanya diperlukan bahan dan material

yang khusus dan tidak semua galangan kapal kayu mampu mengerjakan.

Dengan melihat permasalahan tersebut diatas, maka ada ide untuk membuat kapal secara lengkap lepas terurai (completed knockdown), dimana komponen-komponen kapal dibuat secara pre fabrication. Dengan sistem pembuatan kapal secara completed knockdown diharapkan galangan-galangan kapal tradisional mampu membangun kapal dalam waktu yang relatif singkat dan cepat serta murah. Hal ini disebabkan bahwa material dan komponen kapal telah tersedia. Sedangkan murah karena komponen kapal tersebut dibuat secara fabrikan, sehingga biaya produksinya dapat ditekan serendah-rendahnya. Selain itu, karena bahan dan komponen kapal kayu tersebut dibuat dengan sistem laminasi, yaitu terbuat dari dua atau lebih lapis kayu.

Hal ini menyebabkan bahwa bahan komposit kayu tidak memerlukan persyaratan ukuran yang tinggi.

DESIGN dan DEVELOPMENT

KAPAL COMPLETED KNOCKDOWN Diera otonomi kedepan, wilayah operasional kapal kayu harus dirancang lebih dari 12 mil dari garis pantai, mengingat kondisi perikanan di wilayah dibawah 12 mil saat ini cukup memprihatinkan. Seperti diuraikan pada bab terhadulu bahwa pemanfaatan potensi laut kita masih jauh dari potensi yang ada, apalagi ditambah dengan ZEE yang mencapai 200 mill dari garis pantai. Pada saat ini, para nelayan yang beroperasi di bawah 12 mil menggunakan kapal berukuran 3 GT sampai dengan 10 GT.

Dari sini dapat diketahui bahwa kapal tersebut mempunyai kapasitas untuk hasil tangkapan ikan sekitar 5 – 10 ton. Kapal dengan ukuran 10 GT mampu menempuh /daya jelajah hingga 200 mil atau wilayah ZEE. Didalam merancangbangun kapal ini

(4)

memang diperuntukkan untuk wilayah jelajah yang mampu diluar zone 12 mil hingga 200 mil dari garis pantai tetapi mempunyai ukuran yang tidak terla lu besar hingga dapat bermanufer dengan lincah. Disamping itu dengan ukuran sebesar ini kapal masih tergolong sebagai kapal rakyat sehingga belum diwajibkan mengikuti standar klasifikasi kapal kayu internasional, sesuai dengan kesepakatan TORRE MOLINOS 1977 tentang keselamatan kapal-kapal ikan. Galangan kapal rakyatpun saat ini sudah banyak yang mampu memproduksi kapal dengan ukuran tersebut dengan cara-cara tradisional, sehingga pemilihan ukuran ini memenuhi kriteria baik segi hukum maupun segi pelaksanaan.

Untuk mengetahui seberapa besar komponen kapal kayu tradisional dapat digantikan oleh kayu laminasi, maka perlu identifikasi penggolongan komponen kapal tersebut. Dengan melihat bentuk komponen serta posisi dimana komponen konstruksi tersebut ditempatkan dapat diperoleh gambaran spesifikasi komposit kayu yang diperlukan untuk komponen tersebut.

Selain itu klasifikasi ini juga dapat dipakai sebagai langkah awal untuk mempersiapkan produksi komponen laminasi kapal individual secara massal, yaitu dengan penomoran komponen secara baku sehingga proses produksi komponen tersebut dapat dengan mudah diidentifikasi.

Gambar tiga dimensi potongan konstruksi kapal kayu dapat dilihat pada gambar berikut.

Pengklasifikasi komponen kapal kayu tradisional dilaksanakan dengan penggolongan kesamaan bentuk serta konstruksinya, seperti terlihat pada tabel berikut ini.

Dari disain kapal tradisional, dengan adanya beberapa perubahan yang disesuaikan dengan kebutuhan kapal agar dapat dioperasikan pada wilayah Zona

Eksklusuf Ekonomi (sampai dengan 200 mill). Dengan kebutuhan dan spesifikasi tersebut maka perlu adanya modifikasi atau pengembangan (development) dari disain kapal tradisional menjadi kapal yang lebih baik dan berdaya guna bagi nelayan yang nantinya akan menaikkan taraf hidup dan kesejahteraan para nelayan.

Penampang melintang kapal dengan beberapa bagian konstruksi utama

Adapun modifikasi atau development completed knockdown tersebut meliputi : 1. PERFORMANCE.

Design performance dilaksanakan melalui proses iteratif basic design menggunakan software Foran. Design dimulai dengan penentuan ukuran utama, Lines Plan, Body Plan, Offset Table, Hydrostatic Table, Hydrostatic Curve, Bonjean Curve, Cross Curve of Stability, Capacities, Trim & Stability Calculation, Speed-Power Prediction dan perhitungan gross tonnage. Sejalan dengan proses tersebut dibuat Rancangan Umum (General Arrangement ).

1. Kriteria Perencanaan.Kapal ikan ini direncanakan untuk bisa dioperasikan di perairan nasional maupun di luar ZEE atau di samodera. Kapal mempunyai sistem propulsi terdiri : 1 (satu) unit mesin

(5)

utama inboard dan satu propeller yang dihubungkan dengan poros dan dilengkapi dengan stuwblock, bearing dan gearbox. Sesuai dengan kondisi operasional kapasitas muat bahan bakar dirancang tidak terlalu besar karena akan mengisi bahan bakar ulang di lepas pantai. Untuk menghemat bahan bakar kapal dilengkapi dengan layar yang dipakai pada saat tertentu menggantikan sistem propulsi mesin. Kapasitas ruang muat ikan dibuat lebih besar yang memungkinkan memuat hasil tangkapan dan es, sebagai sarana preservasi ikan, lebih banyak; dan dengan demikian kuantitas dan mutu hasil tangkapan lebih baik.

2. Ukuran Utama Kapal.

Hasil modifikasi kapal tersebut didapat ukuran kapal sebagai berikut :

- Panjang seluruh (Loa) abt. 9.00 - 13.50 m

- Lebar Kapal (B) abt. 2.20 - 2.80 m

- Sarat Kapal (T) abt. 0.85 - 1.40 m 3. Bobot Mati (Dead Weight

Tonnage).

Kapal ini memiliki bobot mati antara 3 GT sampai dengan 10 GT termasuk muatan di dalam kotak di atas deck. Bobot mati tersebut didefinisikan sebagai perbedaan antara displacement kapal pada sarat tersebut di atas, dengan berat jenis air laut 1.025 ton / m3, dengan displacement kapal kosong.

4. Complement 4 - 8 orang

5. Tonnage Sesuai Convensi Internasional 1969

Bobot dan muatan daripada kapal ikan sebagai berikut :

- Gross Tonnage : abt. 57.31 GT - Net Tonnage : abt. 17.19 NT

2. KONSTRUKSI.

Design konstruksi lambung dilaksanakan dalam 3 tahap : pertama : basic design meliputi perencanaan umum konstruksi lambung dan perhitungan dimensi dan kekuatan konstruksi memanjang kapal; kedua : key plan meliputi design konstruksi Bentangan Kulit (Shell Expansion), Construction Profile dan Main Section.

Design mengacu pada Peraturan Biro Klasifikasi Indonesia.

1. Kriteria Perencanaan.

Pada prinsipnya semua bagian konstruksi kayu seoptimal mungkin menggunakan kayu laminasi. Penentuan jenis kayu, perhitungan dimensi dan kekuatan konstruksi lambung kapal mempertimbangkan jenis, besar dan intensitas beban yang terjadi pada tiap-tiap bagian konstruksi.

Pada bagian yang tidak

menentukan kekuatan

utuh/memanjang kapal menggunakan kayu dengan kekuatan relatif rendah. Pada konstruksi memanjang dipakai kayu utuh atau komposit kayudengan kekuatan yang sama atau lebih besar dari kayu utuh.

2. Lunas ( Keel ).

Mengacu pada ketentuan kelas dan mempertimbangkan segi kekuatan memanjang kapal dan titik berat / stabilitas, konstruksi lunas memakai kayu utuh dengan berat jenis kering antara 0.90 – 1.00 ton / m3. Pemakaian komposit kayu memungkinkan

(6)

dengan catatan tetap mempertimbangkan aspek-aspek tersebut di atas. Perhitungan ukuran lunas berdasarkan aturan kelas dan pembentukan mengambil acuan pembanding konstruksi kapal dari literatur dan dari kapal tradisional. Lunas terdiri dari dua lajur / bagian, yaitu lunas bawah berada di bawah base line dan lunas atas berada di atas base line. Ukuran pokok lunas keseluruhan : 350 mm tinggi X 200 mm lebar.

3. Gading-Gading ( Frame )

Konstruksi frame terdiri 2 (dua) bagian dihubungkan dengan konstruksi sambungan yang diikat dengan baut (bolt) dengan ring (washer) ukuran relatif besar.

Jarak antara frame : 500 mm dan pembagian konstruksi mempertimbangkan kemudahan fabrikasi dan efisiensi pemakaian bahan baku kayu. Tiap-tiap bagian dibentuk dari bahan baku kayu relatif lurus dengan limbah minimal. Spesifikasi kayu yang dipakai dengan berat jenis kering : 0.70 – 1.00 ton / m3. Pemakaian komposit kayu memungkinkan apabila fasilitas fabrikasi tersedia yaitu dengan mesin-mesin clamp untuk sekaligus membentuk frame sesuai contour, dan dengan pertimbangan bahwa modulus penampang untuk komposit kayu1.5 kali kayu utuh, atau tergantung hasil pengujian.

Ukuran pokok frame : 120-150 mm tinggi x 100 mm lebar.

4. Kulit ( Shell Planking ) dan Transom.

Konstruksi menggunakan bahan baku komposit kayu dengan ukuran 40-50 mm tebal x 100 –

150 mm lebar. Mengacu pada ketentuan kelas spesifikasi kayu untuk shell planking dengan b.j.

kering kurang lebih antara 0.70 – 1.00 ton/m3 . Jarak sambungan pada satu lajur dan terhadap sambungan pada lajur lain sesuai dengan ketentuan kelas (BKI).

5. Wrang ( Floor ).

Konstruksi wrang memungkinkan dengan bahan baku kayu utuh atau laminasi dengan modulus penampang 1.5 kali kayu utuh atau tergantung hasil pengujian.

Spesifikasi bahan kayu dengan berat jenis kering antara 0.90 – 1.00 ton/m3 . Ukuran panjang wrang minimal = 0.4 *B’ (lebar kapal setempat), dan tinggi minimal = 210 mm di atas lunas bawah.

6. Balok Geladak ( Deck Beam ).

Dengan bentuk relatif lurus deck beam bisa dibuat dengan 2 alternatif bahan baku, baik dengan kayu utuh maupun dengan kayu laminasi, dengan ketentuan bahwa modulus penampang untuk komposit kayu1.5 kali kayu utuh.

Spesifikasi bahan dengan berat jenis kering antara 0.90 – 1.00 ton / m3.

7. Papan Geladak ( Deck Planking ).

Konstruksi deck planking menggunakan komposit kayu dengan ukuran : 100 mm lebar x 40 mm tebal. Ketentuan jarak sambungan sesuai dengan aturan kelas BKI.

8. Konstruksi Sekat ( Bulkhead ).

Konstruksi sekat mengikuti konstruksi sekelilingnya. Penegar dinding sekat menerus dari wrang / frame ke deck beam. Ukuran penegar : 80 mm tebal x 100 mm

(7)

lebar, dengan jarak 500 mm.

Bahan kayu dengan berat jenis kering antara 0.7 – 1.00 ton / m3 . 9. Dead Wood.

Konstruksi memakai kayu utuh mempertimbangkan beban yang terjadi pada bagian ini. Jenis bahan kayu yang dipakai menyesuaikan kayu yang dipakai pada lunas.

10. Palkah ( Hatch Coaming & - Cover )

Konstruksi palkah

memungkinkan dengan bahan

baku laminasi

mempertimbangkan beban pada bagian konstruksi ini relatif kecil.

Spesifikasi bahan kayu dengan berat jenis kering antara 0.60 – 8.00 ton / m3 . Ukuran panjang x lebar palkah = 1500 mm x 1500 mm, dan tinggi = 500 mm di atas geladak.

11. Pondasi Mesin ( Main Engine Foundation )

Bagian pondasi yang

berhubungan langsung dengan mesin dibuat dari baja dan bagian yang lain dari kayu dengan kelas kuat I dan berat jenis kering 1 t / m3 atau lebih.

12. Kemudi ( Rudder ).

Daun kemudi dibuat dari pelat baja dengan diberi penegar melintang.

13. Galar Balok (Main Deck Clamp) Merupakan konstruksi memanjang, sekaligus sebagai konstruksi penghubung antara frame dan deck beam pada sisi bagian atas. Konstruksi memakai bahan kayu dengan kekuatan relatif lebih besar.

14. Bangunan Atas (Deckhouse )

Merupakan konstruksi lokal, menggunakan material komposit kayu atau dengan aluminum.

Planking untuk dinding samping (side wall), dinding depan dan belakang, dan top deck menggunakan standard komposit kayu30-40 mm x 100-150 mm.

15. Ruang Ikan ( Fish Hold )

Dibuat konstruksi papan dalam (inner planking) untuk penempatan isolasi ruang ikan, planking disusun memanjang menggunakan material kayu standard hasil riset : 30 mm x 100 mm.

3. KELAYAKAN TEKNIS METODOLOGI

3.1. Kelayakan Teknis dan Metodologi.

Keuntungan dan keunggulan penerapan p-embangunan kapal kayu dengan sistem completed knockdown dibandingkan dengan sistem yang digunakan sekarang ini adalah :

• Proses pembangunan kapal kayu akan lebih cepat.

• Pengurangan pekerjaan, karena semua bahan dan komponen sudah tersedia dengan tingkat akurasi yang tinggi.

• Kualitas dan jaminan kapal serta awak kapal lebih terjamin, karena desain dan bahan kapal mempunyai kulaitas yang lebih baik dibandingkan dengan kapal tradisional yang ada sekarang ini.

• Pemanfaatan bahan baku yang lebih efisien, sehingga sumber daya bahan dalam hal ini kayu akan lebih terjamin.

Sedangkan manfaat yang diperoleh dari pengembangan sistem ini adalah akan lebih terjaminnya

(8)

kualitas kapal, akan adanya standarisasi kapal kayu penangkap ikan dan lebih penting lagi adalah akan timbulnya industri penunjang.

Dan industri penunjang tersebut diharapkan akan dikelola oleh koperasi-koperasi nelayan yang ada sekarang ini.

Manfaat yang lebih besar lagi adalah pemanfaatan potensi sumber daya ikan akan dapat dioptimalkan yang pada akhirnya kesejahteraan nelayan dan penduduk dipesisir pantai akan meningkat yang mana tujuan tersebut merupakan amanah GBHN.

Permasalahan yang ada saat ini adalah penyediaan kapal kayu sebagai sarana untuk menangkap ikan masih jauh dari jumlah yang optimal.

Selain itu, kondisi kapal tersebut sangat tradisional. Hal ini disebabkan oleh proses pembangunan kapal yang dilakukan oleh galangan kapal kayu masih sangat sederhana. Hal ini menyebabkan kualitas kapal yang dihasilkan sangat rendah, sehingga wilayah jelajah atau berlayarnya sangat terbatas. Selain itu jaminan keselamatan awak kapal tidak diperhitungkan dengan baik. Kulaitas kapal yang rendah juga disebabkan perancangan tanpa desain, sehingga ukuran dan kapasitas kapal dapat diketahui setelah kapal tersebut selesai.

Dengan ditemukan sistem completed knockdown, diharapkan permasalahan-permasalah tersebut diatas seperti kualitas kapal, jaminan keamanan, wilayah jelajah dan waktu proses pembangunan kapal dapat diperbaiki.

Sistem pembangunan kapal ikan yang dilakukan oleh para pengrajin atau galangan yang ada

sampai saat ini dapat dikatakan masih sangat sederhana dan tradisional.

Pada umumnya pembangunan kapal dilakukan dengan pembangunan kulit atau lambung kapal. Pembuatan lambung kapal ini dilakukan dengan cara memanaskan atau membuat papan menjadi lengkung, sesuai dengan yang dikehendaki oleh pengrajin. Kemudian setelah selesai pembuatan lambung kapal, dilakukan pemasangan gading-gading (frame).

Bentuk dan ukuran frame disesuaikan dengan bentuk lambung. Untuk mendapatkan bentuk frame tersebut, pengrajin harus mencari kelapangan untuk memilih bentuk kayu (masih dalam bentuk pohon) yang sesuai dengan bentuk lambung kapal yang sudah terbentuk. Bahan atau kayu yang biasa digunakan untuk keperluan tersebut biasa dari jenis kayu nyamplung. Pohon nyamplung tersebut tumbuh pada tempat-tempat tertentu dan keberadaannyapun sangat terbatas.

Hal ini membuat proses pembuatan kapal kayu tradisional yang selama ini dilakukan memerlukan waktu yang lama. Selain itu proses pembangunan kapal yang dikerjakan dengan cara tradisional tersebut boros akan bahan baku, spesifikasi kapal tidak dapat diprediksi sebelumnya dan kualitas kapal yang meliputi keselamatan dan wilayah jelajah yang tidak bisa

(9)

optimum. Gambar diatas menunjukkan kondisi galangan kapal tradisional yang dikerjakan oleh para nelayan.

3.2. Solusi Iptek Yang Ditawarkan.

Pembangunan kapal kayu dengan menggunakan sistem lepas rekat (completed knockdown) dan dengan menggunakan bahan berbasis komposit kayu. Maka solusi yang dapat digunakan dalam proses pembangunan kapal kayu tersebut adalah :

1. Proses pembuatan komponen kapal yang relatif kuat, murah dan cepat.

2. Proses pembangunan kapal dengan metoda completed knockdown, dimana tumpuan utama pada sistem ini adalah tipe dan penempatan sambungan yang tepat.

3. Kapal yang dihasilkan akan lebih mempunyai kualitas, jaminan keselamatan dan kemudahan beroperasi.

Gambar dibawah

menunjukkan konstruksi utama kapal kayu. Dan gambar selanjutnya adalah proses pembangunan kapal yang lebih modern yang menggunakan bahan komposit kayu. Dari gambaran proses pembangunan kapal tradisional dan kapal modern, dapat dilihat efisiensi penggunaan bahan dan kerigidan kapal.

3.3. Dampak Ekonomis Pemanfaatan Kapal Completed knockdown.

Dampak ekonomis dari pembangunan kapal kayu dengan sistem completed knockdown adalah akan timbul dan berkembangnya industri yang berhubungan kapal kayu ini. Seperti, saat ini industri perekat yang khusus memproduksi perekat tipe marine use (phenol dan resorchinol) mulai mengalami penurunan yang sangat drastis. Hal ini disebabkan konsumsi perekat jenis ini semakin menurun karena memang belum familiernya pengunnaan perekat dalam proses pembangunan kapal. Padahal proses pembangunan kapal dengan sistem ini sudah menunjukkan keunggulannnya. Hal ini dapat dibuktikan, bahwa sampai saat ini PT. PAL sudah banyak memproduksi kapal kayu dari berbagai jenis seperti kapal cepat, kapal ikan, kapal pesiar atau yacht dan kapal sungai yang menggunakan sistem pembangunan dengan menggunakan perekat.

Dampak ekonomis lainnya adalah adalah pemanfaatan bahan baku kayu yang sangat efisien, sehingga akan meningkatkan nilai jual/ekonomis dari produk yang dihasilkan.

Selain itu, dengan teknologi completed knockdown, dapat menumbuhkan industri kecil atau industri rumah tangga untuk membuat komponen-komponen kapal kayu.

3.4. Konstribusi Terhadap Sektor Lain.

Konstribusi terhadap sektor lain adalah pemanfaatan kayu yang sangat efisien, sehingga isu lingkungan hidup yaitu berupa penebangan kayu liar (illegal

(10)

logging) dan penggundulan hutan dapat diperkecil.

Penyedian air yang lebih baik mutunya yang diakibatkan penebangan kayu yang terencana dan tidak melampui batas tebang dapat terjamin.

PENUTUP.

Rancang bangun kapal ikan berukuran 3 – 10 GT yang dibangun dengan menggunakan sistem knockdown dan modullar ini diharapkan mampu mengatasi kurang sarana kapal penangkap ikan yang sampai saat ini merupakan kendala dalam mengelola sumber daya laut.

Kapal ini mempunyai kelebihan yang antara lain :

1. Mempunyai ruang muat ikan karena bentuk frame yang datar sehingga mampu memanfaatkan ruang dibawah deck.

2. Biaya produksinya lebih murah.

3. Waktu pengerjaannya relatif lebih cepat.

DAFTAR PUSTAKA.

---, (1996), Buku Peraturan Klasifikasi dan Konstruksi Kapal Laut, Peraturan Kapal Kayu, Biro Klasifikasi Indonesia. Bina Hati, Jakarta

Ananda S, Ichikawa Y, Munelata, Nagase Y and Shimizu H. 1996. Fiber Texture and Mechanical Graded Structure of Bambu. Dep. of Mechaniccal Engineering, Gumme University.

Japan.

Bodiq, J and Benyamin AJ. 1982.

Mechanics of Wood and Wood Composites. Nostrand Reinhold Company.

China National Bambu Research Centre, 2001. Cultivation and Integrated Utilization on Bambu in China.

Hangzhou. China.

Chugg WA. 1964. GLULAM, The Manufacture of Glue Laminated Structurer. Ernest Benn Limited.

London.

Fangchun, Z. 2000. Selected Works of Bambu Research. The Bambu Research Editorial Committee,

Nanjing Forestry University, Nanjing, China.

Hayashi, T. 1989. Fatigue Properties of Structural Laminated Veneer Lumber (LVL). Tokyo Ringika. Japan.

Krisdianto, Sumarni G dan Ismanto A.

2000. Sari Hasil Penelitian Bambu.

Pusat Penelitian Hasil Hutan. Bogor.

Martawidjaja, et al. 1978. Timber Used for the Shipbuilding Industry in Indonesia.

Lembaga Penelitian kehutanan. Bogor.

Martawidjaja, dkk. 1989. Atlas Kayu Indonesia. Puslitbang Kehutanan.

Bogor.

Morisco. 1999. Rekaya Bambu. Pusat Antar Uninersitas untuk Teknik Sipil UGM.

Nugroho, N.Y. dan Widodo, AB. 2013.

Pengembangan Prototipe Kapal Cepat Berbahan Material Komposit Serat Organik. Laporan Akhir Penelitian Hibah Bersaing (HB), DP2M DIKTI.

Kementerian Pendidikan Nasional Rosyid, DM. dan Widodo, AB. 2000.

Pengembangan Material Konstruksi Laminasi untuk Aplikasi Kelautan.

Riset Unggulan Kemitraan (RUK) VI tahun 2001, Kerjasama antara ITS dengan PT. PAL dan PT. Pamolite Adhesive Industry. Surabaya.

Rosyid, DM. dan Widodo, AB. 2005.

Pengembangan Pembangunan Kapal Kayu dengan Sistem Lepas Rakit

(11)

(Knockdown). Riset Unggulan Kemitraan (RUK) XI tahun 2005, Kerjasama antara ITS dengan PT. PAL dan PT. Pamolite Adhesive Industry.

Surabaya.

Widjaja, S dan Widodo, AB. 2005.

Karakterisasi Struktur Kapal Kayu dengan Material Alternatif Komposit Bambu. Laporan Akhir Penelitian Hibah Bersaing XII, DP2M DIKTI.

Kementerian Pendidikan Nasional.

Widodo, AB dan Rosyid, DM. 2010.

Komposit Bambu untuk Aplikasi Struktur. Dalam rangka Memanfaatkan Sumber Daya Alam secara Optimal.

ITS Press Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Surabaya.

Widodo, AB. 2013. Pengembangan Material Laminasi Bambu Sebagai Komponen Konstruksi Utama Kapal Kayu. Laporan Akhir Penelitian Hibah Fundamental, DP2M DIKTI.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Widodo, AB. 2013. Analisa Komposisi dan Posisi Bahan Pengisi Dalam Konstruksi Laminasi Bambu Betung (Dendrocalamus Asper) Sebagai Bahan Pembangunan Kapal Kayu.

Laporan Akhir Penelitian Internal Universitas Hang Tuah (UHT), Surabaya.

Widodo, AB. 2013. Teknologi Pembangunan Kapal Perikanan Sebagai Sarana Penangkap Ikan Dengan Menggunakan Material Laminasi Bambu Untuk Memenuhi Kebutuhan Kapal Nelayan di Jawa Timur. Laporan Akhir Penelitian Prioritas NasionalMasterplan Percepatan dan Perluasan

Pembangunan Ekonomi Indonesia (Penprinas MP3EI) 2011-2025, DP2M DIKTI. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Widodo, AB. 2013. Rancang Bangun Kapal Ikan Ukuran 5 Gross Tonnage (GT) Dengan Menggunakan Material Utama Komposit Bambu Untuk Memenuhi Penyediaan Kapal Penangkap Ikan Secara Nasional.

Laporan Akhir (tahun I) Riset Andalan Perguruan Tinggi dan Industri

(RAPID), DP2M DIKTI. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)

Referensi

Dokumen terkait

Istri nelayan yang dikategorikan sebagai pa’bagang menangkap ikan yang kecil dengan menggunakan kapal pe- rahu ikan yang berukuran besar, pa’bbale menangkap ikan dengan menggunakan