• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rancang Bangun Perangkat Wearable Pemantau Kondisi Kesehatan di Masa Pandemi Covid-19

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Rancang Bangun Perangkat Wearable Pemantau Kondisi Kesehatan di Masa Pandemi Covid-19"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Rancang Bangun Perangkat Wearable Pemantau Kondisi Kesehatan di Masa Pandemi Covid-19

Endang Sri Rahayu*, Listanto, Reza Diharja

Fakultas Teknologi Industri, Teknik Elektro, Universitas Jayabaya, Jakarta, Indonesia Email: 1,*[email protected], 2[email protected], 3[email protected]

Email Penulis Korespondensi: [email protected]

Abstrak−Wearable Device adalah perangkat yang dipakai pada tubuh untuk mengukur parameter klinis tubuh. Tujuan dari penggunaan alat ini adalah untuk mengetahui nilai dari masing – masing parameter yang di ukur. Dalam penelitian rancang bangun perangkat wearable pemantau kondisi kesehatan di masa pandemi Covid-19 ini, dilakukan pembuatan perangkat wearable untuk melakukan pengukuran suhu tubuh, saturasi oksigen (SpO2) yang merupakan parameter klinis tubuh dimasa pandemic Covid-19. Selain itu untuk membantu mancegah penularan virus Covid-19, alat ini juga merealisasikan penjagaan jarak (physical distancing) secara otomatis. Penelitian ini menjelaskan tentang pembuatan alat berteknologi yang tepat guna dan bermanfaat bagi masyarakat, sebagai solusi masalah pandemic Covid-19. Alat ini dapat melakukan, (1) physical distancing secara otomatis, (2) memonitor saturasi oksigen (SpO2) secara real time. (3) memonitor suhu tubuh secara real time, serta dilengkapi dengan aplikasi Android sebagai monitoring. Variabel yang dipelajari pada penelitian ini adalah pembuatan alat yang dilengkapi dengan teknologi Bluetooth Low Energy (BLE), selain itu juga dipelajari tentang microcontroller Arduino Nano 33 BLE Sense dan aplikasi android berbasis bahasa pemrograman Dart dangan SDK (Software Development Kit) Flutter.

Dari hasil pengamatan dan analisis yang dilakukan diketahui bahwa, teknologi BLE efisien untuk digunakan untuk peralatan Internet of Things yang hemat daya, dan komunikasi jarak dekat. BLE dapat merealisasikan pegukuran jarak untuk memberikan notifikasi physical distancing secara otomatis dengan menggunakan Received Signal Strength Indication (RSSI), mulai dari 0cm higga 100cm. Hasil pengukuran SpO2 dan suhu tubuh pada perangkat wearable pemantau kondisi kesehatan di masa pandemi Covid-19 dengan menggunakan sensor MAX30102 dapat berjalan dengan baik. Hasil pengukuran SpO2 mendapatkan nilai standar deviasi sebesar 0.96 %, sedangkan hasil pengukuran suhu tubuh mendapatkan nilai standar deviasi sebesar 1.64

%.

Kata Kunci: Wearable Device; Covid-19; Arduino Nano 33 BLE; Flutter

Abstract−Wearable device is a device that is worn on the body to measure the clinical parameters of the body. The purpose of using this tool is to determine the value of each parameter being measured. In this research on the design of wearable to monitor health conditions during the Covid-19 pandemic, wearable made to measure body temperature, oxygen saturation (SpO2) which is a clinical parameter of the body during the Covid-19 pandemic. In addition to helping prevent the transmission of the Covid- 19 virus, this tool also realizes physical distancing automatically. This study describes the manufacture of technological tools that are appropriate and useful for the community, as a solution to the problem pandemic Covid-19This tool can perform (1) physical distancing automatically, (2) monitor oxygen saturation (SpO2) in real time. (3) monitored body temperature in real time, and equipped with an Android application for monitoring. The variables studied in this study were the manufacture of tools equipped with Bluetooth Low Energy (BLE) technology, besides the microcontroller and an android application based on the Dart programming language with the Software Development Kit Flutter from the results of observations and analysis, it is known that BLE technology is efficient for use for Internet of Things, and short-range communication. BLE can realize distance measurements to provide physical distancing automatically by using Received Signal Strength Indication (RSSI), ranging from 0cm to100 cm. The results of measuring SpO2 and body temperature on wearable monitor health conditions during the Covid-19 pandemic using the MAX30102 sensor can work well. The results of the SpO2 measurement get a standard deviation value of 0.96%, while the results of body temperature measurements get a standard deviation value of 1.64%.

Keywords: Wearable Device; Covid-19; Arduino Nano 33 BLE; Flutter

1. PENDAHULUAN

Covid-19 pertama kali diidentifikasi di Wuhan, Cina tahun 2019, dan merupakan penyakit yang menjadi perhatian besar kesehatan masyarakat dunia [1]. Covid-19 menyebar dari orang ke orang terutama melalui tetesan yang dihasilkan ketika orang yang terinfeksi berbicara, batuk atau bersin [2]. Gejala pasien terinfeksi virus Covid-19 umumnya mengalami saluran pernapasan bagian atas, termasuk demam ringan, batuk (kering), sakit tenggorokan, hidung tersumbat, malaise, sakit kepala, nyeri otot, atau malaise [3]. Satu studi tentang epidemi severe acute respiratory syndrome (SARS) menemukan bahwa pencegahan dan pengendalian epidemi, melalui penerapan langkah-langkah physical distancing, memiliki efek secara drastis mengurangi tingkat infeksi [4]. Untuk mencegah penularan virus Covid-19 pemerintah Indonesia membuat kebijakan pelaksanaan protokol kesehatan [5]. Dalam pelaksanaan protokol kesehatan diharapkan masyarakat memiliki kesadaran untuk melakukan physical distancing.

Selain itu jika seseorang telah diindikasi terkena paparan virus maka akan dilakukan isolasi, pengecekan contac tracing, dan pengecekan suhu tubuh berkala [6]. Akan tetapi kepolisian Republik Indonesia mengatakan jumlah perkara kasus pelanggaran protokol kesehatan di indonesia mulai dari bulan April sampai dengan 21 Desember 2020 terdapat 34 perkara, dan peningkatan kasus penularan Covid-19 sulit dikendalikan, sehingga jumlah pasien terinfeksi virus Covid-19 terus mengingkat [7], [8]. Teknologi Internet of Things saat ini sedang banyak dikembangkan dalam pelayanan kesehatan salah satunya adalah untuk mempermudah pemantauan kondisi kesehatan pasien, sehingga pemantauan kondisi kesehatan pasien menjadi lebih efisien [9].

(2)

Saat ini banyak penelitian yang menguraikan penggunaan sensor dan perangkat dapat digunakan untuk menghitung jarak (physical distancing) seperti dengan sensor ultrasonik atau dengan sensor cahaya inframerah [10]. Namun sensor inframerah dan ultrasonik sebagai sistem pengukuran jarak tidak dapat mendeteksi objek yang diinginkan, dalam penelitian ini adalah manusia karena posisi objek bersifat berubah - ubah, akan tetapi mendeteksi semua objek yang berada di depannya untuk dilakukan pengukuran jarak. Hal ini disebabkan karena prinsip kerja dari sesor ini adalah dengan mengirimkan sinyal dari transmitter, kemudian diterima oleh receiver secara tetap, lurus vertical atau horizontal [11]. Teknologi Bluetooth Low Energi (BLE) mendukung pengaplikasian infrastruktur pintar seperti sensor kesehatan dan inovasi medis, jam tangan pintar, hingga perhitungan jarak (physical distancing) [12]. BLE mengunakan sinyal radio frekwensi, yang dalam pengujian International Commission on Non-Ionizing Radiation Protection atau ICNIRP dinyatakan memiliki radiasi yang rendah, memiliki konsumsi daya yang kecil, sehingga lebih efektif dan efisien [13]. Received Signal Strength Indication (RSSI) merupakan teknologi yang digunakan untuk mengukur indikator kekuatan sinyal yang diterima oleh sebuah perangkat wireless pada reciver, nilai RSSI adalah nilai negatif dimana semakin negatif, semakin jauh perangkat Bluetooth[14], seperti ditunjukan seperti gambar 1.

Gambar 1. Hubungan antara RSSI dan Jarak dalam 3 tipe keadaan lingkungan [15]

Wearables serta dapat juga dikenal dengan hearables (in-ear devices) dan nearables (perangkat lain yang berinteraksi dengan wearables) yang terintegrasi ke dalam konsep Internet of Things (IoT) yang lebih luas, dianggap sebagai teknologi yang paling mungkin untuk mengubah perawatan kesehatan dan gaya hidup di masa depan [16]. Menurut Piwek Lukasz dkk[17], secara potensial, perangkat ini bisa memberikan pasien akses langsung ke analitik pribadi yang dapat berkontribusi pada kesehatan mereka, memfasilitasi perawatan pencegahan, dan membantu dalam pengelolaan penyakit yang sedang berlangsung. Konsumen perangkat wearable akan dapat melakukan pengukuran parameter kritis, serta memanfaatkan smartphone untuk memproses data yang masuk dari wearable device yang dapat dikenakan konsumen, secara mandiri. Teknologi wearable akan memimpin terobosan perubahan di masa depan baik bagi masyarakat maupun cara melakukan bisnis [18].

Penelitian mengenai teknologi wearable device untuk pengembangan peralatan monitoring kesehatan kini telah popular penelitian dan terus dikembangkan. Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Muhammad Fajariansyah Ismail, dengan melakukan pengiriman data melalui jaringan ethernet dan divisualisasikan dengan aplikasi berbasis web, yang monitoring vital sign kesehatan pasien menggunakan sensor suhu, nafas, dan detak jantung[19]. Selain itu M. A. Y. Salsabil dkk, juga telah merancang prototipe sistem perangkat wearableClever-Mask” untuk pemantauan pola pernapasan sebagai penanganan pertama pada pasien terdampak Covid-19 secara kontinyu [20].

2. METODOLOGI PENELITIAN

2.1 Tahapan Penelitian

Mikrokontroler Arduino Nano BLE 33 SENSE merupakan pengembangan mikrokontroller Arduino Nano versi tradisional. Mikrokontroller Arduino Nano BLE 33 SENSE dapat digunakan untuk menghubungkan sebuah alat ke smartphone dengan menggunakan teknologi BLE [21]. BLE dapat digunakan untuk menghitung jarak (physical distancing), dengan menggunakan Received Signal Strength Indication (RSSI) [22]. Flutter adalah sebuah Software Development Kit (SDK) open source yang dirilis pada tahun 2015, dikenal sebagai “Sky”, berjalan pada sistem operasi Android, digunakan dalam build aplikasi. pada framework ini semua kodenya di compile dalam kode native-nya tanpa ada interpreter pada prosesnya sehingga proses compile-nya menjadi lebih cepat [23].

Pengecekan suhu tubuh dan SpO2 adalah faktor yang sangat penting untuk deteksi Covid-19, dan sudah digunakan sebagai acuan oleh banyak negara untuk memeriksa turis atau penduduk yang terinfeksi Covid-19[24]. Sensor MAX30102 Pulse Oximeter adalah sensor untuk mendeteksi kadar oksigen dalam darah (SpO2) dan detak jantung (BPM). Selain itu juga memiliki sensor suhu yang tertanam[25]. Perancangan perangkat wearable pemantau

(3)

kondisi kesehatan di masa pandemi Covid-19 dirancang untuk dapat melakukan monitoring parameter berikut untuk membantu mencegah penyebaran Covid-19, yaitu (1) physical distancing secara otomatis, (2) memonitor SpO2 secara real time, (3) memonitor suhu tubuh secara real time. Selain itu juga dilengkapi aplikasi yang di install di perangkat Android berfungsi memberikan notifikasi dan menampilkan secara realtime parameter yang di monitoring. Sistem kerja perangkat wearable pemantau kondisi kesehatan di masa pandemi Covid-19 ini ditunjukan pada Gambar 2. Diagram blok sistem sebagai berikut:

Gambar 2. Diagram blok sistem

Sistem kerja setiap komponen pada blok diagram dijelaskan sebagai berikut:

a. Pengukuran saturasi oksigen dalam tubuh (SpO2) dan suhu tubuh dilakukan dengan menggunakan Sensor MAX30102.

b. Physical distancing antara device 1 dengan device 2 dilakukan dengan BLE menggunakan Sensor HM-10.

Pada alat ini penjagaan jarak sejauh 1 meter.

c. Oled LCD berfungsi menampilkan data SpO2, suhu tubuh, serta physical distancing.

d. Mikrokontroller pada alat ini menggunakan Arduino Nano 33 BLE SENSE. Mikrokontroller ini juga digunakan sebagai komunikasi antara alat dengan aplikasi Android.

e. Aplikasi Android dari berfungsi sebagai interface alat ini. Pada aplikasi ini menampilkan data SpO2, suhu tubuh, serta memberikan notifikasi jika terjadi kontak fisik.

2.2 Perancangan Perangkat Keras (Hardware)

Perancangan perangkat wearable pemantau kondisi kesehatan di masa pandemi Covid-19 memiliki bentuk luaran seperti jam tangan yang digunakan pada tangan pengguna, memiliki casing dan tali. Pembuatan casing di desain dengan menggunakan software komersil. Desain 3D yang telah dibuat dicetak menggunakan mesin 3D Printer.

Bahan casing terbuat dari bahan filament PLA (Polylactic acid) dan tali berbahan nylon. Printed Circuit Board (PCB) digunakan untuk penyusunan komponen elektronika dan sensor. Proses pembuatan gambar desain PCB dilakukan dengan menggunakan online PCB design tools EsyEDA. Perancangan device perangkat wearable pemantau kondisi kesehatan di masa pandemi Covid-19 di desain menggunakan 2 buah PCB double layer.

komponen elektronika yang digunakan pada desain ini adalah komponen Surface Mounting Devices (SMD), dikarenakan ruang PCB yang sempit sehingga dapat lebih efisien. Pada Gambar 3. Rangkaian komponen perangkat wearable pemantau kondisi kesehatan di masa pandemi Covid-19, adalah rangkaian komponen hardware yang

(4)

ada pada perangkat wearable. Wiring komponen elektronika ditunjukkan pada Gambar 4. Wiring PCB modul 1, dan Gambar 5. Wiring PCB modul 2 berikut ini:

Gambar 3. Rangkaian komponen perangkat wearable pemantau kondisi kesehatan di masa pandemi Covid-19

Gambar 4. Wiring PCB modul 1

Gambar 5. Wiring PCB modul 2 2.3 Perancangan Perangkat Lunak (Software)

Pembuatan program perangkat wearable pemantau kondisi kesehatan di masa pandemi Covid-19 terdiri dari 2 buah perancangan software antara lain perancangan program Arduino, dan perancangan program aplikasi Android.

Pembuatan program Arduino dilakukan dengan menggunakan Software Arduino.ide. Perencanaan program aplikasi Android dilakukan dengan menggunakan Software Development Kit (SDK) Flutter dengan menggunakan bahasa pemrograman Dart. Dalam pembuatan programnya Flutter menyediakan widget – widget yang dapat digunakan untuk pembuatan user interface yang diinginkan[26]. Pembuatan program aplikasi ini berfungsi sebagai

(5)

monitoring nilai suhu tubuh, SpO2, dan memberikan notifikasi jika jarak kurang dari 1 meter. apikasi memperoleh data – data yang ditampilkan dari perangkat wearable melalui koneksi BLE. Perangkat wearable pemantau kondisi kesehatan di masa pandemi Covid-19 ini memiliki flowchart yang ditunjukkan sebagai berikut:

Gambar 6. Flowchart program perangkat wearable pemantau kondisi kesehatan di masa pandemi Covid-19 Rincian Flowchart program ditunjukan sebagai berikut ini. Dilakukan inisialisasi pada sensor MAX30102, sensor HM-10, addrese BLE yang akan di deteksi. Setelah perangkat menyala akan melakukan pengukuran nilai ir (Infrared value) oleh sensor MAX30102, jika nilai ir >7000, maka mengindikasikan perangkat wearable telah digunakan. Jika tidak maka LCD akan menampilkan “Ikuti Protokol Kesehatan”. Jika perangkat wearable telah digunakan sensor MAX30102 akan mealukan pengukuran SpO2 dan suhu tubuh secara real time yang ditampilkan pada LCD. Sensor HM-10 BLE melakukan peripherals pada Sensor HM-10 BLE reciver yang ada di sekitar nya, kemudian menyambungkan ke perangkat yang addrese nya telah ter-inisial pada program. Setelah pengakat tersambung akan membaca nilai RSSI BLE yang tersambung, kemudian jika RSSI >-85 maka diasumsikan jarak adalah 1meter sehingga terjadi physical distancing dan memberikan notifikasi pada LCD dan Aplikasi. BLE pada microcontroller Arduino melakukan periperals yang kemudian terbaca oleh perangkat Android dan dikoneksikan dengan perangkat tersebut saat membuka aplikasi user interface (UI) perangkat ini. Jika perangkat wearable telah berhasil terkoneksi dengan Aplikasi pada perangkat android, Aplikasi akan menampilkan data – data SpO2, suhu tubuh, dan memberikan notifikasi jika terjadi physical distance.

2.4 Metode Pengolahan Data 2.4.1 Perhitungan Statistik

Pada perancangan alat ini, pengolahan data menggunakan perhitungan statistik, dilakukan perhitungan nilai rata – rata untuk menentukan standar deviasi data yang ada[27].

𝑥 =1

𝑛∑ 𝑋𝑖

𝑛 𝑖=1

(1)

𝑆 = √∑𝑛1−𝑛(𝑋𝑖 − 𝑋𝑟𝑎𝑡𝑎)2 𝑛 − 1

(2)

(6)

2.4.2 Uji Akurasi

Akurasi dalam pengukuran merupakan tingkat kedekatan pengukuran kuantitas terhadap nilai yang sebenarnya.

Untuk mengetahui hasil keadaan perancangan alat ditentukan melalui tingkat akurasi yang dibandingkan dengan alat konvensional yang sudah ada, dengan persamaan sebagai berikut:

%𝐴𝑘𝑢𝑟𝑎𝑠𝑖 = 100% − |𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑎𝑙𝑎𝑡 𝑘𝑜𝑛𝑣𝑒𝑛𝑠𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙 − ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑎𝑙𝑎𝑡 𝑝𝑒𝑟𝑎𝑛𝑐𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛

𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑎𝑙𝑎𝑡 𝑘𝑜𝑛𝑣𝑒𝑛𝑠𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙 | 𝑥100% (3) 2.4.3 Uji Ketelitian

Pada setiap pengukuran diperlukan perhitungan hasil kesalahan pengujian serta ketelitiannya sebagai pengukur tingkat keberhasilan alat dengan persamaan sebagai berikut:

𝐾𝑒𝑡𝑒𝑙𝑖𝑡𝑖𝑎𝑛 = (1 − |𝑋𝑛− 𝑋𝑛

𝑋𝑛 |) 𝑥 100% (4)

Keterangan : 𝑥 = rata – rata 𝑆 = standat deviasi 𝑥𝑖 = nilai sampel ke i 𝑥𝑛 = data ke n 𝑋𝑛 = rata – rata 𝑛 = banyaknya data

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan perangkat wearable pemantau kondisi kesehatan di masa pandemic Covid-19 bertujuan untuk merealisasikan pengukuran secara realtime nilai suhu tubuh dan SpO2 pada tubuh serta pengukuran jarak untuk notifikasi terjadinya physical distancing. Berikut dibawah ini adalah hasil pengujian dari pembacaan suhu tubuh, SpO2, dan pengukuran jarak untuk physical distancing.

3.1 Hasil Pengujian Perangkat Wearable Pemantau Kondisi Kesehatan Di Masa Pandemic Covid-19 3.1.1 Pengujian SpO2 dan Suhu Tubuh

Pengujian pembacaan SpO2 dan suhu tubuh yang dilakukan dengan sensor MAX30102 berfungsi untuk mengetahui nilai rata – rata SpO2 dan suhu tubuh dari hasil pengukuran sensor. Pengujian alat dilakukan dengan cara membandingkan selisih pengukuran dan akurasi perangkat wearable dengan alat pengukur SpO2 dan suhu tubuh konvensional yang sudah ada pada saat ini. Karakterisasi sensor MAX30102 dilakukan dengan menggunakan 2 alat ukur sebagai pembanding yaitu alat ukur oximeter digital merk “MAXIMO”, dan alat ukur suhu tubuh digital (thermometer / thermogun) merk “LUNALIFE”.

Tabel 1. Karakterisasi perangkat wearable dengan oximeter digital Karakterisasi Sensor MAX30102 untuk Pengukuran SpO2 No Waktu Oximeter Digital

(%)

Pengukuran SpO2

(%)

Selisih Pengukuran (%)

1 6/3/2022 17:49 94,0 96,0 2,0

2 6/3/2022 17:50 97,0 99,0 2,0

3 6/3/2022 17:51 96,0 100,0 4,0

4 6/3/2022 17:52 97,0 100,0 3,0

5 6/3/2022 17:53 96,0 95,0 1,0

6 6/3/2022 17:54 98,0 99,0 1,0

7 6/3/2022 17:55 99,0 100,0 1,0

8 6/3/2022 17:56 98,0 95,0 3,0

9 6/3/2022 17:57 97,0 83,0 14,0

10 6/3/2022 17:58 99,0 100,0 1,0

Rata - rata 97,1 96,7 3,2

Akurasi (%) 99,50

Dari Tabel 1. Karakterisasi perangkat wearable dengan oximeter digital, dari 10 sampel nilai SpO2 yang diambil dari relawan Aziz umur 21 tahun. Diketahui rata – rata selisih pengukuran adalah 3,20 %, dan perangkat wearable memiliki akurasi 99,58%.

(7)

Tabel 2. Karakterisasi perangkat wearable dengan thermometer digital Karakterisasi Sensor MAX30102 untuk Pengukuran Suhu Tubuh

No Waktu Thermogun

Digital (°C)

Pengukuran Suhu tubuh (°C)

Selisih Pengukuran

(°C)

1 6/3/2022 17:49 36,5 34,2 2,30

2 6/3/2022 17:50 36,5 34,7 1,80

3 6/3/2022 17:51 36,6 35,1 1,50

4 6/3/2022 17:52 36,5 35,4 1,10

5 6/3/2022 17:53 36,5 35,6 0,90

6 6/3/2022 17:54 36,6 36,1 0,50

7 6/3/2022 17:55 36,5 36,2 0,30

8 6/3/2022 17:56 36,6 36,2 0,40

9 6/3/2022 17:57 36,5 36,4 0,10

10 6/3/2022 17:58 36,5 36,6 0,10

Rata - rata 36,53 35,65 0,90

Akurasi (%) 97,59

Dari Tabel 2. Karakterisasi perangkat wearable dengan termometer digital, dari 10 sampel nilai suhu yang diambil dari relawan Tama umur 22 tahun. Diketahui rata – rata selisih pengukuran adalah 0,90 °C, dan sensor MAX30102 memiliki akurasi 97,59% dalam pengukuran suhu tubuh.

3.1.2 Pengujian pengukuran Jarak

Pengujian pembacaan jarak perangkat wearable yang dilakukan oleh sensor HM10 transmitter 1 berfungsi untuk mengetahui nilai pengukuran jarak yang dapat dilakukan oleh sensor. Pengujian sensor dilakukan dengan cara mencari persamaan sensor dalam RSSI dengan alat meteran. Karakterisasi sensor HM10 Transmitter 1 dilakukan dengan menggunakan alat ukur sebagai pembanding yaitu meteran analog. Dari hasil karakterisasi diperoleh data seperti yang ditunjukan pada Tabel 3. Karakterisasi perangkat wearable dengan meteran analog, nilai RSSI pada BLE dapat terdeteksi hingga 175 cm, dengan nilai RSSI: -106 dBm.

Tabel 3. Karakterisasi perangkat wearable dengan meteran analog Karakterisasi Sensor MAX30102 (Pengukuran Jarak)

No Waktu Meteran Analog (cm) Nilai RSSI (dBm)

1 6/3/2022 17:49 25 -0,78

2 6/3/2022 17:50 50 -0,83

3 6/3/2022 17:51 75 -0,95

4 6/3/2022 17:52 100 -0,96

5 6/3/2022 17:53 125 -0,98

6 6/3/2022 17:54 150 -100

7 6/3/2022 17:55 175 -106

8 6/3/2022 17:56 200 tidak terdeteksi

9 6/3/2022 17:57 225 tidak terdeteksi

10 6/3/2022 17:58 250 tidak terdeteksi

3.2 Hasil Percobaan Pengukuran SpO2

Pada percobaan pengukuran SpO2 ini, dilakukan pengujian dengan beberapa sampel yang memiliki rentang umur berbeda. Pengujian ini dilakukan untuk membandingkan hasil pengukuran SpO2 yang mampu dihasilkan oleh alat dan alat pembanding oximeter digital merk “MAXIMO”. Metode yang digunakan oleh alat ukur oximeter digital merk “MAXIMO” adalah metode photolethysmograph (PPG) transmittance, sedangkan pada sensor MAX30102 yang ada pada perangkat wearable menggunakan metode photolethysmograph (PPG) reflectance. Pengujian ini dilakukan pada 5 orang relawan untuk mendapatkan 5 sampel. Hasil pengolahan dari 5 data tersebut meliputi nilai rata – rata dari keseluruhan sampel, dan deviasi rata – rata alat. Dari hasil pengukuran diketahui kualitas kerja perangkat wearable dalam melakukan pengukuran SpO2 dengan sensor MAX30102 memiliki standar deviasi yang kecil yaitu sebanyak 0,96 %, maka dapat disimpulkan pengukuran SpO2 secara realtime menggunakan perangkat wearable ini akurat dan dapat berjalan dengan baik. Berikut ini pengolahan data pengukuran saturasi oksigen (SpO2) perangkat wearable.

(8)

Tabel 4. Hasil percobaan pengukuran SpO2

Karakterisasi sensor MAX30102 (Pengukuran SpO2) No

Jenis kelamin

(L/P)

Umur Waktu

Oximeter Digital

(%)

Pengukuran SpO2 (%)

Selisih Pengukuran

1 L 21 6/3/2022

17:35 97,1 96,7 0,40

2 L 22 6/3/2022

18:50 95,2 95,9 0,70

3 L 25 6/3/2022

19:10 95,3 98,4 1,20

4 L 27 6/3/2022

19:22 95,3 96,5 2,50

5 L 32 6/3/2022

19:53 94,9 97,4 1,42

Rata - rata 95,56 96,98 1,24

0,88 0,96

Deviasi Oximeter Digital (Alat Kalibrator) Deviasi Pengukuran SpO2 3.3 Hasil Percobaan Pengukuran Suhu Tubuh

Pada percobaan pengukuran suhu tubuh ini, dilakukan pengujian sampel yang sama seperti yang dikukan dengan percobaan pengukuran SpO2. Pengujian ini dilakukan untuk membandingkan hasil pengukuran suhu tubuh yang mampu dihasilkan perangkat wearable dan alat pembanding thermometer digital merk “LUNALIFE”. Metode yang digunakan oleh alat ukur thermometer digital merk “LUNALIFE” dan sensor MAX30102 pada perangkat wearable adalah menggunakan metode photolethysmograph (PPG) reflectance. Pengujian ini dilakukan pada 5 orang relawan untuk mendapatkan 5 sampel. Hasil pengolahan dari 5 data tersebut meliputi nilai rata – rata dari keseluruhan sampel, dan deviasi rata – rata alat. Dari hasil pengukuran diketahui kualitas kerja perangkat wearable dalam melakukan pengukuran suhu tubuh memiliki standar deviasi yang kecil yaitu sebanyak 1,64 %. maka dapat disimpulkan pengukuran suhu tubuh secara realtime menggunakan perangkat wearable ini akurat dan dapat berjalan dengan baik. Berikut ini pengolahan data pengukuran suhu tubuh perangkat wearable.

Tabel 5. Hasil percobaan pengukuran suhu tubuh Karakterisasi sensor MAX30102 (Pengukuran Suhu tubuh) No

Jenis kelamin

(L/P)

Umur Waktu Thermometer Digital (°C)

Pengukuran Suhu tubuh (°C)

Selisih Pengukuran

1 L 21 6/3/2022

17:35 36,3 38,7

2,45

2 L 22 6/3/2022

18:50 36,3 38,6

2,29

3 L 25 6/3/2022

19:10 36,8 38,3

0,88

4 L 27 6/3/2022

19:22 36,5 35,7

0,97

5 L 32 6/3/2022

19:53 36,5 35,5 0,90

Rata - rata 36,48 37,38 1,50

0,18 1,64

Deviasi Thermometer Digital (Alat Kalibrator) Deviasi Pengukuran Suhu tubuh 3.4 Hasil Percobaan Pengukuran Jarak

Hasil pembatasan jarak kurang dari 1meter dari pengukuran RSSI pada perangkat werable yang menggunakan sensor HM-10 untuk merealisasikan physical distancing dengan program arduino, diperoleh data seperti ditunjukan pada Tabel 6. Pengolahan data pengukuran jarak. Dari data berikut dapat diketahui pembatasan jarak kurang dari 1 meter (100 cm) dapat dilakukan.

Tabel 6. Pengolahan data pengukuran jarak Hasil Percobaan Pengukuran Jarak

No Waktu Meteran Analog (cm) Pengukuran Jarak

1 6/3/2022 17:49 25 Terjadi kontak fisik

(9)

Hasil Percobaan Pengukuran Jarak

No Waktu Meteran Analog (cm) Pengukuran Jarak

2 6/3/2022 17:50 50 Terjadi kontak fisik

3 6/3/2022 17:51 75 Terjadi kontak fisik

4 6/3/2022 17:52 100 Terjadi kontak fisik 5 6/3/2022 17:53 125 Tidak Terjadi Kontak fisik 6 6/3/2022 17:54 150 Tidak Terjadi Kontak fisik 7 6/3/2022 17:55 175 Tidak Terjadi Kontak fisik 8 6/3/2022 17:56 200 Tidak Terjadi Kontak fisik 9 6/3/2022 17:57 225 Tidak Terjadi Kontak fisik 10 6/3/2022 17:58 250 Tidak Terjadi Kontak fisik

4. KESIMPULAN

Pengembangan perangkat wearable dengan menggunakan sensor - sensor yang dapat membaca beragam parameter kesehatan pada tubuh, untuk memantau informasi medis atau memonitor kondisi pasien secara real-time mempunyai potensi yang tinggi untuk diimplementasikan ke dalam sistem kesehatan. Dari hasil perancangan yang telah dilakukan pada perangkat wearable pemantau kondisi kesehatan di masa pandemi Covid-19, maka dapat disimpulkan bahwa ketiga fungsi (1) physical distancing secara otomatis, (2) memonitor saturasi oksigen secara real time. (3) memonitor suhu tubuh secara real time, dapat berjalan dengan baik. Hasil uji cobakarakterisasi perangkat wearable pada pengukuran SpO2 dari 10 sampel mendapatkan rata – rata selisih pengukuran 3,20 %, dan memiliki akurasi 99,58 %, uji cobakarakterisasi perangkat wearable pada pengukuran suhu tubuh dari 10 sampel mendapatkan rata – rata selisih pengukuran 0,90 %, dan memiliki akurasi 97,59 %. Pengukuran SpO2 pada perangkat wearable memiliki standar deviasi yang kecil yaitu sebanyak 0,96 %, sedangkan pengukuran suhu tubuh memiliki standar deviasi sebesar 1,64 %. Teknologi Bluetooth Low Energi (BLE) yang hemat daya dapat melakukan pegukuran jarak (physical distancing) sejauh 1 meter dengan baik, dengan metode persamaan nilai RSSI mulai dari 0 cm higga 100 cm. Aplikasi yang telah dirancang dan di install pada perangkat mobile sebagai user interface untuk monitoring, dapat menampilkan data – data SpO2, suhu tubuh, dan mengirimkan notifikasi jika terjadi (physical distancing) dengan baik.

REFERENCES

[1] C. Sohrabi et al., “World Health Organization declares Global Emergency: A review of the 2019 Novel Coronavirus (COVID-19),” Int. J. Surg., vol. 76, Feb. 2020, doi: 10.1016/j.ijsu.2020.02.034.

[2] W. H. O. (WHO), How to protect yourself against COVID-19. United States of America: www.youtube.com, 2020.

[3] Tim Kerja Kementerian Dalam Negeri, “Pedoman Umum Menghadapi Pandemi Covid-19 Bagi Pemerintah Daerah : Pencegahan, Pengendalian, Diagnosis dan Manajemen,” J. Chem. Inf. Model., vol. 53, no. 9, pp. 1689–1699, 2013, doi:

10.1017/CBO9781107415324.004.

[4] L. Shen, R. Yao, W. Zhang, R. Evans, G. Cao, and Z. Zhang, “Emotional attitudes of Chinese citizens on social distancing during the COVID-19 outbreak: Analysis of social media data,” JMIR Med. Informatics, vol. 9, no. 3, pp. 1–18, 2021, doi: 10.2196/27079.

[5] Presiden Republik Indonesia, “Instruksi Presiden (INPRES) tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Dalam Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019.” Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, p. 6, 2020.

[6] Kemenkes RI, “Keputusan menteri kesehatan republik indonesia nomor hk. 01.07/menkes/328/2020 tentang panduan pencegahan dan pengendalian., 2019 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk. 01.07,”

Menkes/413/2020 Tentang Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Coronavirus Disease. 2020.

[7] N. A. Yahya, “Polri Tangani 34 Kasus Pelanggaran Protokol Kesehatan Sepanjang April-Desember 2020, Ini Rinciannya,” Kompas.com, 2020. https://nasional.kompas.com/read/2020/12/21/20593401/polri-tangani-34-kasus- pelanggaran-protokol-kesehatan-sepanjang-april (accessed Mar. 16, 2021).

[8] I. Wahidah, R. Athallah, N. F. S. Hartono, M. C. A. Rafqie, and M. A. Septiadi, “Pandemik COVID-19: Analisis Perencanaan Pemerintah dan Masyarakat dalam Berbagai Upaya Pencegahan,” J. Manaj. dan Organ., vol. 11, no. 3, pp.

179–188, 2020, doi: 10.29244/jmo.v11i3.31695.

[9] R. Rusnawati and R. T. Haryati, “IMPLEMENTASI INTERNET OF THINGS PADA LAYANAN KESEHATAN,” vol.

3471, no. 8, 2022.

[10] R. T. Yunardi, “Analisa Kinerja Sensor Inframerah dan Ultrasonik untuk Sistem Pengukuran Jarak pada Mobile Robot Inspection,” Setrum Sist. Kendali-Tenaga-elektronika-telekomunikasi-komputer, vol. 6, no. 1, p. 33, 2017, doi:

10.36055/setrum.v6i1.1583.

[11] B. Arsada, “Aplikasi Sensor Ultrasonik Untuk Deteksi Posisi Jarak Pada Ruang Menggunakan Arduino Uno,” J. Tek.

Elektro, vol. 6, no. 2, pp. 1–8, 2017.

[12] S. Muhammad, M. O. A. Kalaa, and H. H. Refai, “Wireless Coexistence of Cellular LBT Systems and BLE 5,” IEEE Access, vol. 9, pp. 24604–24615, 2021, doi: 10.1109/ACCESS.2021.3056909.

[13] H. J. Visser and R. J. M. Vullers, “RF Energy Harvesting and Transport for Wireless Sensor Network Applications:

Principles and Requirements,” Proc. IEEE, vol. 101, no. 6, pp. 1410–1423, 2013, doi: 10.1109/JPROC.2013.2250891.

[14] N. F. Puspitasari, “Analisis Rssi ( Receive Signal Strength Indicator ) Terhadap Ketinggian Perangkat Wi-Fi Di

(10)

Lingkungan Indoor,” J. Ilm. Dasi, vol. 15, no. 04, pp. 32–38, 2018.

[15] Y. Cui, Q. Wang, H. Yuan, X. Song, X. Hu, and L. Zhao, “Relative localization in wireless sensor networks for measurement of electric fields under HVDC transmission lines,” Sensors (Switzerland), vol. 15, no. 2, pp. 3540–3564, 2015, doi: 10.3390/s150203540.

[16] S. Kirk, “The wearables revolution: Is standardization a help or a hindrance? Mainstream technology or just a passing phase?,” IEEE Consum. Electron. Mag., vol. 3, no. 4, pp. 45–50, 2014, doi: 10.1109/MCE.2014.2345996.

[17] L. Piwek, D. A. Ellis, S. Andrews, and A. Joinson, “The Rise of Consumer Health Wearables: Promises and Barriers,”

PLoS Med., vol. 13, no. 2, pp. 1–9, 2016, doi: 10.1371/journal.pmed.1001953.

[18] M. Çiçek, “Wearable Technologies and Its Future Applications,” Int. J. Electr. Electron. Data Commun., no. 3, pp. 2320–

2084, 2015, [Online]. Available: https://www.researchgate.net/publication/275580004.

[19] M. . Ismail, “Pemantauan Kesehatan Multi Pasien Secara Terpusat Menggunakan Parameter-Parameter Vital Sign Berbaisis Mikrokontroller dan Protokol TCP/IP,” 2015.

[20] M. A. Y. Salsabil, D. Syauqy, and A. S. Budi, “Rancang Bangun Perangkat Wearable ‘ Clever - Mask ’ untuk Pemantauan Pola Pernapasan sebagai Penanganan Pertama pada Pasien Terdampak Covid-19 secara Kontinyu,” vol. 6, no. 2, pp. 817–

823, 2022.

[21] arduino.cc, “Nano 33 BLE Sense,” www.arduino.cc. https://docs.arduino.cc/hardware/nano-33-ble-sense.

[22] N. Gupta, Bluetooth Low Energy, Second Edition. 2016.

[23] flutter.dev, “Flutter,” https://flutter.dev/, 2021. https://flutter.dev/.

[24] G. Choudhari, P. Wagh, V. Choudhari, A. Gawade, R. Gadhave, and C. Bobade, “Wearable Devices and mHealth: The Significant Applications in COVID 19 Pandemic,” J. Pharm. Res. Int., no. March, pp. 9–20, 2022, doi:

10.9734/jpri/2022/v34i21b35843.

[25] maximintegrated.com, “MAX30102 High-Sensitivity Pulse Oximeter and Heart-Rate Sensor for Wearable Health,”

www.maximintegrated.com, 2021. https://www.c/en/products/interface/sensor-interface/MAX30102.html (accessed Nov. 08, 2021).

[26] S. Tjandra and G. S. Chandra, “Pemanfaatan Flutter dan Electron Framework pada Aplikasi Inventori dan Pengaturan Pengiriman Barang,” J. Inf. Syst. Hosp. Technol., vol. 2, no. 02, pp. 76–81, 2020, doi: 10.37823/insight.v2i02.109.

[27] D. E. Savitri, “Gelang Pengukur Detak Jantung dan Suhu Tubuh Manusia Berbasis Internet of Things (IoT),” UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pp. 1–87, 2020.

Referensi

Dokumen terkait

Kuswatun, 2021, Manajemen Hubungan Masyarakat (HUMAS) Pada Masa Pandemi Covid-19 di MIN 1 Kotawaringin Timur. Masa pandemi Covid-19 membawa dampak besar bagi dunia pendidikan,