• Tidak ada hasil yang ditemukan

REAKSI PEMBENTUKAN SABUN (SAPONIFIKASI)

N/A
N/A
amalia nurul

Academic year: 2024

Membagikan "REAKSI PEMBENTUKAN SABUN (SAPONIFIKASI)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

REAKSI PEMBENTUKAN SABUN (SAPONIFIKASI)

Amalia Nurul Mahmudah

Jurusan Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Darussalam Gontor Putri, Mantingan Ngawi, Jawa Timur

e-mail: amaliaanrl01@gmail.com Abstract

Cooking oil is a food ingredient that is used for household needs. The use of cooking oil repeatedly scientifically a treatment that is not helthy. Recognizing the dangers of used cooking oil consumption causes various diseases and also the waste that can pollute the environment, then made use of used cooking oil with how to process returned to the manufacture of solid soap. Solid soap is produced from the saponification process, which is the hydrolysis of fat into fatty acids and glycerol.

Factors affecting the saponification process, is temperature, strring speed, strring time, base concentration, and amount of base used.

Keyword: reaction kinetics, used cooking oil, saponification.

Abstrak

Minyak goreng adalah bahan pangan yang digunakan untuk kebutuhan rumah tangga.

Penggunaaan minyak goreng secara berkali-kali secara ilmiah merupakan perlakuan yang tidak sehat. Konsumsi minyak goreng bekas sangat berbahaya karena dapat menyebabkan berbagai macam penyakit dan juga limbah yang dapat mencemari lingkungan, maka dilakukan pemanfaatan minyak goreng bekas dengan cara mengolahnya kembali untuk pembuatan sabun padat. Sabun padat dihasilkan dari proses saponifikasi, yaitu hidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Faktor yang mempengaruhi proses saponifikasi, yaitu suhu, kecepatan pengadukan, waktu pengadukan, konsentrasi basa, dan jumlah basa yang digunakan.

Kata kunci: kinetika reaksi, minyak goreng bekas, saponifikasi.

PENDAHULUAN TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dari praktikum ini, agar Mahasiswi dapat:

1. Menjelaskan reaksi hidrolisis ester yang dikatalisis oleh basa 2. Mempraktikkan prinsip dan

prosedur kerja dalam reaksi saponifikasi

3. Menjelaskan fungsi penambahan dana perlakuan

(2)

dalam proses pembentukan sabun

4. Mengaplikasikan reaksi saponifikasi dalm pembentukan sabun

LATAR BELAKANG

PERCOBAAN

Minyak goreng bekas atau minyak jelantah (waste cooking oil) adalh minyak yang telah digunakan secara berulang-ulang hingga 3-4 kali penggorengan (Naomi, 2013). Dampak negative dari minyak goreng bekas jika dibuang begitu saja tanpa pengolahan akan menjadi limbah dan akan merusak lingkungan sekitar (Rosita, 2008).

Minyak merupakan bagian dari senyawa lipid dan termasuk ester dari gliserol. Bersifat nonpolar karena tidak larut dalam air. Pada proses pembuatan sabun, minyak direaksikan dengan senyawa alkali yang berupa NaOH ataupun KOH. Minyak goreng merupakan salah satu dari Sembilan bahan pokok yang dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat. Minyak goreng berasal dari minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat digunakan sebagai bahan pangan.

Minyak goreng biasanya digunakan sebagai media menggoreng bahan pangan, penambah cita rasa ataupun shortening yang membentuk

tekstur pada pembuatan roti (Goldberg, 2008).

Minyak merupakan lemak dalam bentuk cair di suhu ruangan.

Bersifat non polar sehingga tidak dapat larut dalam air. Perubahan sifat miyak goreng yang digunakan secara berulang dapat menjadikan minyak tidak layak digunakan sebagai bahan makanan. Minyak goreng bekas merupakan limbah rumah tangga yang seringkali dibuang tanpa adanya pengolahan karena dianggap sudah tidak mempunyai nilai ekonomis. Pada dasarnya miyak goreng bekas dapat dimurnikan kembali dan dapat diolah menjadi alternative bahan baku pembuatan sabun sehingga dapat meningkatkan nilai jual dari minyak goreng bekas (Solomon, 2009).

TINJAUAN PUSTAKA

Sabun merupakan bahan yang berfungsi membersihkan kotoran dan bakteri dari kulit. Dewasa ini, pemanfaatan sabun sebagai pembersih kulit semakin meningkat dan beragam.

Keragaman sabung yang dijual secara komersial terlihat pada

(3)

jenis, wangi, warna dan manfaat yang ditawarkan (Chan, 2016).

Sabun merupakan senyawa natrium atau kalium dengan asam lemak hewani berbentuk padat, lunak atau cair dan berbusa. Sabun dihasilkan oleh proses saponifikasi, yaitu hidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol dalam kondisi basa. Pembuat kondisi basa yang biasa digunakan adalah Natrium Hidroksia (NaOH) dan Kalium Hidroksida (KOH). Jika basa yang digunakan adalah NaOH, maka produk reaksi berupa sabun keras (padat), sedangkan basa yang digunakan adalah KOH, maka produk reaksi berupa sabun cair (Aryadi, 2014)

Proses pembuatan sabun dengan reaksi saponifikasi terbagi menjadi dua yaitu proses panas dan proses dingin. Perbedaan kedua proses tersebut yaitu sabun yang dibuat dengan proses dingin dilakukan pada suhu kamar atau tanpa disertai pemanasan, sedangkan proses panas melibatkan reaksi saponifikasi dengan panas yang dilakukan pada suhu 70-80℃ (Widyasanti, 2016).

Proses pembuatan sabun tidak terlepas dari proses pengadukan (agitasi). Agitasi (pengadukan) merupakan proses yang menunjukkan gerakan yang terinduksi menurut cara tertentu

pada suatu bahan didalam bejana dimana gerakan itu biasanya mempunyai semacam pola sirkulasi. Aplikasi agitasi bisa dilakukan dalam sebuah tangku berpengaduk. Proses agitasi umunya bersinergi dengan proses mixing (Puspita, 2011)

Sabun mandi dibagi menjadi dua jenis yaitu sabun cair dan sabun padat. Sabun padat terdiri dari 3 jenis yaitu sabun opaque (sabun padat biasa) adalah sabun yang digunakan sehari-hari, sabun translusen adalah sabun yang sifatnya berada diantara sabun opaque dan transparan, sedangkan sabun transparan adalah sabun yang sering digunakan untuk sabun kecantikan wajah dan sabun kesehatan kulit (E. Nita Maharani Setyoningrum, 2010).

Sabun dapat dibuat dari reaksi saponifikasi yaitu pemutusan rantai trigliserida melalui reaksi dengan alkali yang akan menghasilkan produk samping berupa gliserol (Fachmi, 2008)

Terdapat factor-faktor yang diketahui mempengaruhi reaksi saponifikasi. (Perdana, 2009) menyebutkan beberapa diantaranya yaitu rasio raktan dan waktu pengadukan. Penggunaan rasio reaktan yang tidak tepat akan menghasilkan sabun yang tidak sesuai tetapan standar yang mana

(4)

hal ini dapat diketahui dari nilai asam lemak atau alkali bebas sabun. Sementara itu, waktu pengadukan yang dilakukan juga akan mempengaruhi kesempurnaan proses saponifikasi yang berlangsung.

METODOLOGI Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif pada Reaksi Pembentukan Sabun (Saponifikasi)

Waktu dan Tempat

Studi Saponifikasi dilaksanakan di Program Studi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan di Universitas Darussalam Gontor mantingan semester genap tahun akademik 2021.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah gelas beaker, pipet tetes, batang pengaduk, gelas ukur 100 ml, corong kaca, termometer, timbangan analitik, stirer, spatula, cetakan sabun.

Bahan yang digunakan adalah 100gr minyak jelantah, 40 gr NaOH, 100 gr Aquadest, 3 kertas saring, 1 essential oil, 2 kertas perkamen.

PROSEDUR KERJA

1. Pembuatan Sabun

Timbang 100 gr minyak jelantah sawit yang akan dimurnikan. Masukkan kedalam gelas beaker 100 ml.

Pisahkan minyak jelantah sawit dari kotorannya dengan menggunakan kertas saring Whatman. Buat larutan NaOH dengan mencampur NaOH 40 gr dan Aquadest 100 ml. Timbang minyak hasil saringan sebanyak 50 gr. Timbang larutan NaOH sebanyak 25 gr. Panaskan minyak hasil saringan diatas penangas hingga 55℃.

Masukkan larutan NaOH ke dalam minyak yang telah dipanaskan. Masukkan stirrer untuk mengaduk hingga mengental. Tambahkan essential oil kedalam larutan.

Tuangkan ke dalam cetakan sabun. Diamkan hingga 2 hari.

2. Larutan NaOH

Siapkan alat dan bahan.

Timbang NaOH 40 gr.

Larutkan menggunakan aquadest 100 ml. aduk hingga homogen.

HASIL DAN PEMBAHASAN DATA PENGAMATAN

No Bahan Hasil

1. Ditimbang Minyak Jelantah 100 ml

(5)

2. Ditimbang NaOH 40 gr 3. Ditimbang minyak jelantah

hasil saringan

50 gr

4. Ditimbang larutan NaOH 40% 25 gr 5. Dicampur minyak jelantah dan

NaOH dengan dipanaskan dan diaduk

Krem dan mengental

PEMBAHASAN

Sabun merupakan garam logam alkali (biasanya berupa garam natrium) yang berasal dari asam- asam lemak. Sabun mengandung garam C16 dan C18, tetapi didalamnya juga terdapat beberapa karboksilat dengan bobot atom lebih rendah (Kolakowska, 2010)

Saponifikasi adalah reaksi pembentukan sabun, dimana trigliserida akan dihidrosis oleh basa NaOH membentuk gliserol dan sabun. Trigliserida dapat berupa ester asam lemak membentuk garam karboksilat.

Prinsip saponifikasi adalah hidrolisis lemak berupa trigliserida oleh basa/alkali menghasilkan gliserol dan sabun (Clayden, 2012)

Untuk membuat sabun saponifikasi, langkah pertama yang harus dilakukan adalh mempersiapkan alat dan bahan.

Alat yang digunakan dalam pembuatan sabun saponifikasi adalah gelas beaker 100 ml, 150

ml, dan 200 ml, pipet tetes, batang pengaduk, gelas ukur 100 ml, corong kaca, thermometer, timbangan analitik, stirrer, spatula, cetakan sabun.

Sementara bahan-bahan yang digunakan adalah minyak jelantah 100 gr, NaOH 40 gr, Aquadest 100 gr, Kertas saring 3 lembar, Essential oil 1 buah, Kertas perkamen 2 buah. NaOH digunakan sebagai bahan hidrolisis untuk membentuk sabun saponifikasi. Minyak digunakan sebagai bahan dasar pembuatan sabun yang akan direaksikam dengan basa alkali serta sebagai bahan untuk menguji kemampuan sampel dalam menyerap lemak.

Aquadest digunakan sebagi pelarut dan uji kelarutan.

Setelah semua alat dan bahan disiapkan, langkah berikutnya adalah mengambil miyak sebanyak 100 gram disaring menggunakan corong kaca dan kertas saring dimasukkan ke dalam gelas beaker.

Selanjutnya dibuat larutan NaOH 40 gram dan Aquadest 100 ml.

ditimbang minyak hasil saringan sebanyak 50 gram dan NaOH sebanyak 25 gram. Kemudian, dipanaskan minyak hasil saringan diatas penangas hingga 55℃.

Dimasukkan larutan NaOH kedalam minyak yang telah dipanaskan. Dimasukkan stirrer untuk mengaduk hingga

(6)

mengental. Pemanasan ini bertujuan untuk mempercepat reaksi antara minyak dan NaOH agar lebih cepat bercampur.

Pemanasan dilakukan hingga larutan yang berada dalam gelas beaker mendidih. Setelah mendidih, angkat gelas beaker yang berisi minyak dan NaOH.

Kemudian, ditambahkan essential oil ke dalam larutan sebagai pewangi atau pengharum pada sabun saponifikasi. Dituangkan kedalam cetakan sabun. Dan didiamkan selama 2 hari.

Sempurna atau tidaknya proses saponifikasi ditandai dengan ada tidaknya lemak saat hasil reaksi diteteskan kedalam air. Adanya lemak di dalam air saat hasil reaksi diteteskan menandakan bahwa proses saponifikasi belum sempurna dan perlu dilakukan pemanasan kembali. Jika tetesan tidak mengandung lemak, proses saponifikasi telah sempurna.

Alkali yang digunakan pada penelitian ini adalh NaOH karena basa ini akan menghasilkan sabun padat. Secara ideal, sabun mandi padat memiliki kekerasa yang akan memberikan busa yang cukup (yaitu, perilaku sebagai agen pembusa), untuk meningkatkan kemampuan membersihkan dari sabun (Brown, 2011)

Asam lemak bebas adalah asam lemak yang berada dalam smpel sabun, tetapi tidak terikat sebagai senyawa natrium ataupun sebagai senyawa trigliserida atau lemak netral. Asam lemak bebas merupakan komponen yang tidak diinginkan dalam proses pembersihan. Kenaikan kandungan asam lemak bebas ini dipengaruhi oleh tidak sanggupnya NaOH mengikat minyak yang berlebih sehingga asam lemak bebas masih terkandung didalam sabun.

Adanya asam lemak pada sabun disebabkan karena reaksi penyabunan yang tidak sempurna.

Sabun yang mengandung kadar asam lemak bebas cenderung berbau tengik dan menghambat proses pembersihan permukaan kulit oleh sabun. Bahan baku yang berlebih juga akan menyebabkan adanya asam lemak bebas pada sabun dikarenakan NaOH tidak sanggup mengikat seluruh bahan baku (minyak).

Konsentrasi NaOH

berpengaruh terhadap bilangan penyabunan sabun yang dihasilkan.

Semakin tinggi konsentrasi NaOH maka asam lemak bebas berkurang pada sabun berkurang sehingga nilai bilangan penyabunan menurun.

Pada proses pengadukan, semakin tinggi kecepatan

(7)

pengadukan maka semakin banyak jumlah sabun yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena pada saat proses pengadukan, tumbukan antar reaktan terjadi sehingga energy aktivasi reaksi tercapai dengan cepat. Begitu pula dengan jumlah NaOH yang ditambahkan ke dalam miyak pada proses penyabunan. Semakin banyak jumlah NaOH yang ditambhkan, maka semakin banyak ppula jumlah sabun yang dihasilkan (Naomi P. L., 2013)

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa jumlah NaOH yang semakin banyak akan berpengaruh terhadap sabun padat yang dihasilkan. Dari hasil penelitian waktu pengadukan hingga mengental menghasilkan sabun yang lebih nyata atau lebih menyatu dibandingkan dengan waktu yang sebentar. Kondisi optimum untuk memperoleh sabun padat yang terbaik adalah pada penambahan jumlah NaOH 40 gr, 25 gr dan waktu pengadukan sampai mengental.

SARAN

Pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat memodifikasi bahan baku dan bahan tambahan

dengan menggunakan kodisi operasi terbaik dari penelitian ini.

Dan diharapkan para peneliti membuat jenis sabun padat lainnya seperti sabun transparan, dan sabun cair.

DAFTAR PUSTAKA

Aryadi, I. G. (2014). Pengaruh Ekstrak Daun Mengkudu terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus sebagai Penyebab AbsesPeriodontal

secara in vitro.

Skripsi,Universitas Mahasaraswati,Indonesia.

Brown, a. e. (2011). Nutrition Thriugh Life Cycle, 3rd. Ed. USA:

Thomson Wadsworth.

Chan, A. (2016). Formulasi Sediaan Sabun Mandi Padat dari Ekstrak Buah Apel sebagai Sabun Kecantikan Kulit. Jurnal Ilmiah Manuntung , 2(1) 51-55.

Clayden, J. (2012). Organic Chemistry. London : Oxford University.

E. Nita Maharani Setyoningrum.

(2010). Optimasi Formula Sabun Transparan dengan Fase Minyak Virgin Coconut

Oil dan Surfaktan

Cocoamidopropyl Betaine:.

Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Indonesia.

(8)

Fachmi, C. (2008). Pengaruh Penambahan Gliserin dan Sukrosa terhadap Mutu Sabun Transparan. Skripsi, Institut Pertanian Bogor, Indonesia.

Goldberg, D. (2008). Introduction to Surfactant Analysis. London : Springer Science & Business Media.

Kolakowska, A. (2010). Chemical and Functional Properties of Food Lipids. Berlin : CRC Press.

Naomi, P. G. (2013). Pembuatan Sabun Lunak Dari Minyak Goreng Bekas Ditinjau Dari Kinetika Reaksi Kimia. Jurnal Teknik Kimia Nomor 2 , Volume 19.

Naomi, P. L. (2013). Pembuatan Sabun Lunak dari Minyak Goreng Bekas Ditinjau dari Kinetia Reaksi Kimia.

Palembang: Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijay.

Perdana, F. d. (2009). Pembuatan Sabun Cair dari Minyak Jarak dan Soda Q sebagai Upaya Meningkatkan Pangsa Pasar Soda Q,. Semarang: Makalah Seminar Tugas Akhir S1,

Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.

Puspita, W. N. (2011). Pengaruh Agitasi Mekanik terhadap Proses Presipitasi CaCO3 pada Air Sadah. Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia.

Rosita, d. W. (2008). Peningkatan Kualitas Minyak Goreng Bekas

dari KFC dengan

Menggunakan Adsorben Karbon Aktif. Universitas Diponegoro. Semarang:

Universitas Diponegoro.

Solomon, T. W. (2009). Organic Chemistry. New York: John Willey & Sons.

Widyasanti, A. (2016). Pembuatan Sabun Padat Transparan menggunakan Minyak Kelapa Sawit dengan Penambahan Bahan Aktif Ekstrak Teh Putih.

Jurnal Teknik Pertanian Lampung, 125-130.

(9)

LAMPIRAN

1. Pembuatan Sabun

Disaring minyak jelantah menggunakan kertas saring Ditimbang minyak 100 gr dan

NaOH 40 gr Disiapkan Alat dan Bahan

Dibuat larutan NaOH dengan mencampurkan NaOH 40 gr dan

Aquadest 100 ml

Ditimbang minyak hasil saringan sebanyak 50 gr

Ditimbang larutan NaOH sebanyak 25 gr

Dipanaskan minyak hasil saringan diatas penangas hingga 55℃

(10)

2. Larutan NaOH

Dimasukkan larutan NaOH kedalam minyak yang telah dipanaskan

Dimasukkan stirrer untuk mengaduk hingga mengental

Ditambahkan essential oli kedalam larutan

Dituangkan ke dalam cetakan sabun

Didiamkan selama 2 hari

Ditimbang NaOH 40 gram Disipkan alat dan bahan

Dilarutkan menggunakan aquadest 100 ml

Diaduk hingga homogen

(11)

Perhitungan NaOH 40%=

40 gram

TUGAS!

1. Fungsi NaOH dalam reaksi saponifikasi!

= Soda kaustik (NaOH) merupakan bahan penting dalam pembuatan sabun mandi karena menjadi bahan utama dalam proses saponifikasi dimana minyak atau lemak akan diubah menjadi sabun. Tanpa bantuan NaOH maka proses kimia sabun tidak akan terjadi

2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan sabun, reaksi saponifikasi, dan katalis?

 Sabun adalah garam natrium dan kalium dari asam lemak yang berasal dari minyak nabati atau lemak hewani. Sabun yang digunakan sebagai pembersih dapat berwujud padat (keras), cair, lunak

 Reaksi saponifikasi adalah reaksi hidrolisis asam lemak / minyak oleh adanya basa kuat (NaOH/KOH) atau dikenal dengan larutan alkali sehingga menghasilkan sabun berupa garam natrium dari asam lemak / minyak

 Katalis adalah suatu zat yang dapat mempercepat terjadinya reaksi kimia tanpa dikonsumsi oleh reaksi tersebut

3. Prinsip sabun dalam membersihkan noda!

= Sabun bekerja berdasarkan prinsip “LIKE DISSOLVES LIKE”. Bagian kepala molekul sabun yang bersifat hidrofilik membuat molekul-molekul sabun tetap dapat terikat dengan air. Sehingga ketika membilas tangan yang penuh sabun dengan air, partikel kotoran minyak (dalam bentuk misela) akan ikut mengalir dengan air.

4. Jelaskan perbedaan minyak dan lemak!

 Minyak berbentuk cair karena titik leleh yang lebih rendah dari suhu kamar

 Lemak berbentuk padat karena titik lelehnya lebih tinggi dari suhu kamar

(12)

GAMBAR

(13)

Referensi

Dokumen terkait