PENDAHULUAN
Rumusan Masalah
Pada bagian latar belakang dijelaskan permasalahan terkait terwujudnya kesantunan berbahasa pada pengemudi Pete-Pete di lingkungan terminal Mallengkeri. Rumusan masalah secara rinci yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana bentuk kesantunan berbahasa pengemudi kota yang heel-to-heel di lingkungan terminal Mallengkeri kota Makassar?”.
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
KAJIAN PUSTAKA
- Penelitian Relevan
- Pragmatik
- Ragam Bahasa
- Tindak Tutur
- Prinsip Kesantunan Bahasa
- Kerangka Pikir
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh tindak tutur yang dituturkan oleh pengemudi pete-pete belum sesuai dengan kaidah kesantunan berbahasa. Menurut jenisnya, tindak tutur dibedakan menjadi tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung (Rahim: 2008). Tindak tutur langsung non literal diungkapkan dengan modus kalimat yang sesuai dengan maksud ujaran, namun kata-kata penyusunnya mempunyai makna yang berbeda dengan maksud penutur.
Bentuk tuturan seperti ini disebut tindak tutur tidak langsung yang biasanya tidak dapat dijawab secara langsung, tetapi maknanya langsung terlaksana. Tindak tutur tidak langsung juga dikategorikan menjadi dua bentuk, yaitu tindak tutur tidak langsung literal dan tindak tutur tidak langsung non literal. Tindak tutur tidak langsung literal adalah tindak tutur yang diungkapkan dengan modus kalimat yang tidak sesuai dengan maksud ungkapannya, tetapi makna kata yang dirangkainya sesuai dengan maksud penutur.
Sedangkan tindak tutur tidak langsung non literal adalah tindak tutur yang diungkapkan dengan modus kalimat dan makna yang tidak sesuai dengan maksud. Namun tindak tutur yang diucapkan masyarakat perkotaan terkadang berbeda dengan cara bertuturnya, terutama pada aspek kesantunan berbahasa.
METODE PENELITIAN
- Lokasi Penelitian
- Subjek Penelitian
- Instrumen Penelitian
- Data dan Sumber Data
- Instrumen Penelitian
- Teknik Pengumpulan Data
- Teknik Analisis Data
Di bawah ini adalah analisis yang dilakukan peneliti berdasarkan tindak tutur langsung yang dituturkan oleh pengemudi pete-pete di kawasan Terminal Mallengkeri. Batas maksimal ini juga sering dilanggar oleh pengemudi pete-pete saat berinteraksi dengan pengemudi lain di kawasan Terminal Mallengkeri. Percakapan dua orang tukang pete-pete di atas dapat dianggap melanggar maksim mpati.
Pelaku percakapan di atas adalah seorang sopir Pete-Pete dan seorang salesman. Percakapan ini juga dilakukan oleh dua orang pengemudi Pete-Pete yang sedang beristirahat di salah satu warung di kawasan Terminal Mallengkeri. Oleh karena itu, tuturan pengemudi Pete-Pete dapat dikategorikan sebagai pelanggaran kesopanan dalam maksim kerendahan hati.
Pada dasarnya tindak tutur pengemudi pete-pete di kawasan Terminal Mallengkeri tidak berpengaruh terhadap aktivitas pengemudi pete-pete.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pelanggaran Maksim Kebijaksanaan
Gagasan bertutur santun diperkenalkan oleh Leech dalam maksim kebijaksanaan, yang mengharuskan partisipan dalam berbicara untuk selalu mematuhi untuk selalu meminimalkan keuntungan bagi dirinya sendiri. Banyak sekali pelanggaran dalam tuturan yang dilakukan, baik secara spontan maupun karena faktor lain seperti kebiasaan atau dengan kata lain disengaja. Kata-kata yang diucapkan sopir Pete-Pete A terdengar tidak sopan karena mengarah pada ejekan fisik, demikianlah ucapannya.
Makna tuturan di atas baik karena menanyakan kabar kepada lawan bicara, namun menggunakan bahasa atau panggilan yang bersifat mengejek. “Nngurai Kalomang?” atau jika diartikan "Bagaimana Kalomang (sejenis siput)?" adalah pernyataan yang mengejek karena Anda tidak menggunakan nama asli orang yang Anda ucapkan. Perkataan yang diucapkan oleh pengemudi Pete-Pete B terkesan tidak sopan karena lawan bicaranya bisa terluka jika mendengar perkataan tersebut.
Tuturan di atas disampaikan oleh dua orang pengemudi yang sedang istirahat di salah satu loket Terminal Mellengkeri. Pidato pertama adalah pidato yang diucapkan pengemudi pertama kepada pengemudi di sebelahnya. Pengemudi A bermaksud meminta rokok kepada pengemudi lainnya, namun respon dari pengemudi B terdengar kasar dengan mengucapkan kalimat “Ikkau antu appala’ terkaji nuisseng” yang artinya “Kamu hanya tahu cara bertanya”.
Dua contoh narasi pengemudi yang saling bertumit di atas menunjukkan adanya pelanggaran kesopanan atau maksim kebijaksanaan. Sedangkan tuturan di atas menunjukkan adanya pelanggaran terhadap maksim kebijaksanaan, karena tuturan antara seorang pengemudi dengan pengemudi lain terdengar sangat tidak sopan. Jika yang menerima perlakuan di atas adalah orang lain (bukan pengemudi tumit kaki), pasti orang tersebut akan merasa tidak enak.
Pelanggaran Maksim Penerimaan
Jika prinsip-prinsip tersebut dapat dipatuhi, maka keharmonisan dalam berinteraksi dengan orang lain dapat dengan mudah terjalin karena adanya toleransi. Sebaliknya pelaku tutur yang melanggar maksim ini tidak akan dapat membangun hubungan yang harmonis dengan mitra tuturnya karena kurangnya toleransi yang dapat menjadi jera jika terjadi inkonsistensi dalam interaksi. Kata-kata yang diucapkan pengelola pete-pete terkesan tidak sopan karena terkesan dipaksakan, sehingga ucapan tersebut bisa saja terjadi.
Pernyataan di atas merupakan pertanyaan yang diajukan oleh seorang pengemudi Pete-Pete kepada seorang pemilik warung yang biasa menjadi tempat istirahat atau tempat berkumpulnya para pengemudi Pete-Pete di Terminal Mallengkeri. Sopir mencari temannya dengan menanyakan pertanyaan yang berbunyi: "Kemaeki Uding?" yang artinya “Dimana Undingnya”, setelah itu penjualnya mengatakan tidak tahu. Namun sang sopir kembali membalas jawaban penjual tersebut dengan mengatakan sesuatu yang terdengar kasar yaitu “Angnggapa nakulle.
Tuturan sopir Pete-Pete terdengar kasar karena terkesan dipaksakan, sehingga tuturan tersebut dapat dikategorikan pelanggaran asas kesantunan dengan maksim penerimaan. Bentuk tindak tutur di atas dilakukan oleh salah seorang pengemudi pete-pete jalur Mallengkeri-Veteran yang hendak berangkat. Tindak tutur di atas dapat dikategorikan sebagai bentuk tindak tutur kasar karena sang sopir berusaha memaksa seorang perempuan yang berada di area terminal untuk menaiki pete-pete yang dikendarainya.
Wanita tersebut menolak, namun sopir Pete-Pete tetap berusaha mengajaknya dengan mengucapkan kalimat “Naik Miki. Percakapan di atas merupakan percakapan yang dilakukan oleh dua orang sopir yang sedang istirahat di sebuah warung di Terminal Mallengkeri. yang diucapkan pada percakapan di atas, dapat dikategorikan sebagai tindak tutur kasar karena melanggar maksim penerimaan.
Hal ini terlihat dari ucapan pengemudi Pete-Pete B yaitu “Allo siala’ anne alloa” yang artinya “Hari sial”.
Pelanggaran Maksim Kemurahan Hati
Artinya, hendaknya bersikap sopan tidak hanya ketika memerintah seseorang, tetapi juga ketika mengungkapkan perasaan dan mengemukakan pendapat terhadap orang lain, yang dalam hal ini adalah lawan bicara atau lawan bicara. Maksud dari kalimat ekspresif adalah ketika seseorang mengatakan sesuatu kepada orang lain, maka kalimat yang diucapkan tersebut harus benar-benar mencerminkan apa yang sedang dirasakan oleh penuturnya. Tuturan sopir Pete-Pete terdengar kasar karena terkesan menyinggung, sehingga tuturan tersebut dapat dikategorikan pelanggaran asas kesantunan dengan maksim kemurahan hati.
Pernyataan di atas tentu terdengar sangat tidak menyenangkan atau tidak sopan, karena pengemudi pertama menawarkan kopi kepada temannya yang juga berstatus sebagai supir. Dalam keterangan di atas, Pengemudi B melontarkan kata-kata kasar kepada Pengemudi A yang menawarinya minuman kopi. Sundala”, sehingga dapat dikatakan bahwa percakapan di atas melanggar tata krama yang baik, yang dalam hal ini adalah maksim kerendahan hati.
Pelanggaran Maksim Simpati
Tuturan pengemudi pete-pete terdengar kasar karena tidak adanya rasa simpati terhadap lawan bicaranya, sehingga tuturan tersebut dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap asas kesantunan pada Maksim Simpati. Sebab, pengemudi Pete-Pete A belum mengungkapkan kekhawatirannya atas situasi yang dialami pengemudi Pete-Pete B. Pada percakapan di atas, pengemudi A bertanya kepada pengemudi B mengapa ia tidak bekerja kemarin, dan pengemudi B menjawab tidak. bekerja karena dia sedang tidak enak badan.
Hal ini menunjukkan ketidakpedulian pengemudi A terhadap pengemudi B dalam percakapan tersebut, sehingga dapat disimpulkan bahwa percakapan di atas melanggar maksim simpati.
Pelanggaran Maksim Kecocokan
Oleh karena itu, tuturan di atas dapat dikategorikan pelanggaran prinsip kesantunan dengan maksim kesesuaian. Percakapan di atas merupakan salah satu percakapan sesama pengemudi Pete-Pete di kawasan Terminal Mallengkeri saat kedua pengemudi tersebut sedang mencari penumpang. Pengemudi A yang belum menemukan penumpang, meminta kepada Pengemudi B yang sudah memiliki lima penumpang untuk berbagi dan mengarahkan beberapa penumpangnya dengan mengatakan, “Wah.
Oleh karena itu, percakapan di atas dapat dikategorikan sebagai pelanggaran kesantunan dalam kaitannya dengan maksim kepatutan. Oleh karena itu, tuturan di atas dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap asas kesantunan dengan Maksim Kesesuaian. Percakapan di atas juga merupakan contoh pelanggaran maksim kecocokan karena tidak adanya kecocokan percakapan antara pengemudi pete-pete dengan penumpang yang turun di Terminal Mallengkeri.
Sopir menolak dengan mengatakan tidak ada uang kembalian, lalu menyuruh penumpang untuk menggantinya.
Pelanggaran Maksim Kerendahan Hati
Percakapan di atas dapat dikategorikan pelanggaran maksim kerendahan hati karena pernyataan pengelola pete-pete “Kopinnu rong sicangkiri” yang berarti “Kamu minum kopi dulu” dianggap tidak sopan.
Pembahasan
- Kesantunan Berbahasa Sopir Pete-Pete
- Pengaruh Kesantunan Berbahasa Terhadap Aktivitas Sopir
Dari percakapan diatas terlihat memang ada perbedaan cara bercerita dari pengemudi Pete-Pete yang masih mudah. Namun hal tersebut tidak mempengaruhi aktivitas pengemudi Pete-Pete itu sendiri di kawasan Terminal Mallengkeri. Banyak juga orang dari luar sini yang menjadi supir Pete-Pete, Pak.
SIMPULAN DAN SARAN
Saran
Wawancara dilakukan untuk memahami perwujudan kesantunan berbahasa pengemudi angkutan umum yang dikenal dengan istilah pete-pete. Sumber atau informan yang memberikan informasi adalah orang-orang yang terlibat dalam permasalahan penelitian dalam penelitian kualitatif yaitu pengemudi pete-pete. Pete-Pete Merah adalah Pete-Pete Biru yang berkeliaran di sekitar Makassar.