UNIVERSITAS PATTIMURA
RESUSITASI CAIRAN PADA PASIEN TRAUMA
Oleh
Vanessa Jennifer Diaz (202284128) Pembimbing
dr. Cokorda Istri Arinta Devi. Sp. An DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIKPADA BAGIAN ILMU
ANASTESI DAN TERAPI INTENSIF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
PATTIMURAAMBON 2023
ii
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan anugerah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan referat dengan judul “RESUSITASI CAIRAN PADA PASIEN TRAUMA”.
Penyusunan referat ini bertujuan memenuhi salah satu tugas dalam rangka kepanitraan klinik pada bagian ilmu Anastesi RS Bhayangkara Ambon.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam referat ini, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi kesempurnaan refarat ini. Semoga referat ini dapat memberikan manfaat ilmiah bagi semua pihak yang membutuhkan.
Ambon, Maret 2023 Penulis Vanessa Jennifer Diaz
iii
Halaman
COVER...i
KATA PENGANTAR...ii
DAFTAR ISI...iii
BAB I PENDAHULUAN...1
I.1 Latar Belakang...1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...3
II.1 Cairan Tubuh...3
II.2 Resusitasi Cairan...6
BAB III KESIMPULAN...16
REFERENSI...18
1
PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang
Tubuh manusia terdiri dari berbagai macam komponen yang saling berhubungan. Cairan merupakan salah satu komponen penting dalam tubuh manusia. Hampir 60 % dari komposisi tubuh manusia merupakan cairan yang berupa larutan ion dan zat lainnya. Jumlah cairan tubuh total pada masing-masing individu dapat bervariasi berdasarkan umur, berat badan, maupun jenis kelamin.
Cairan dan elektrolit yang terkandung memiliki komponen utama yang berbeda dan fungsinya masing-masing sebagai struktur penting yang membentuk dan menunjang tubuh manusia.1
Dalalm keadaan trauma tubuh seseorang akan mengalami gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Trauma adalah cedera atau kerusakan fisik dari struktur atau fungsi tubuh yang disebabkan oleh perubahan energi (mekanis, kimiawi, radioaktif, dan biologik) yang mendadak yang melampaui toleransi tubuh. Trauma merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia dan merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas pada usia muda, terutama di negara industri.2,3
Menurut WHO terdapat 5,8 juta kasus fatal akibat trauma pada tahun 2000 sehingga trauma tergolong sebagai penyebab kematian terbanyak ke-7 di dunia.
Trauma yang menyebabkan kematian dan kecacatan ini meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah produk industrialisasi kendaraan. Sehingga, WHO
melakukan kegiatan global tentang pencegahan dan kesadaran untuk menurunkan angka trauma akibat kecelakaan. Pada anak, kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab utama trauma dan kematian, kasus tenggelam sebesar 10-27% yang kemudian menjadi 4% pada usia di atas 15 tahun. Pada pasien berusia di atas 80 tahun, jatuh merupakan penyebab utama terjadinya kematian pada kasus trauma.3,4 Dalam kasus trauma yang dilaporkan dan didapati Resusitasi cairan merupakan salah satu unsur penting dalam penatalaksanaan kasus trauma. Tujuan utama dilakukannya resusitasi cairan pada kasus trauma adalah untuk mencegah terjadinya hipotermia, asidosis, dan koagulopati yang dapat mengakibatkan kerusakan organ lebih lanjut. Pemberian jumlah dan jenis cairan resusitasi yang tepat dapat menurunkan resiko kerusakan organ irreversibel akibat hipoperfusi jaringan.5
3
TINJAUAN PUSTAKA II.1 Cairan Tubuh
II.1.1 Komposisi dan Distribusi Cairan Tubuh
Tubuh manusia tersusun sebagian besar oleh cairan. Hampir 60% berat badan orang dewasa terdiri dari cairan. Jumlah cairan tubuh total pada masing-masing individu dapat bervariasi menurut umur, berat badan, jenis kelamin serta jumlah lemak tubuh. Air menyusun sekitar 60 persen dari total berat tubuh pada laki laki dewasa. Untuk tubuh wanita dewasa mengandung cairan sekitar 50 persen dari total berat badannya. Hal ini disebabkan karena jumlah jaringan adiposa yang relatif lebih banyak pada wanita dibandingkan dengan pria. Pada bayi, 75 persen komposisi tubuhnya terdiri dari cairan dibandingkan dengan orang dewasa.
Sejalan dengan pertumbuhan seseorang, maka persentase total cairan tubuh terhadap berat badan akan semakin menurun. Hal ini berhubungan dengan faktor bertambahnya usia, yang menyebabkan berkurangnya persentase cairan dalam tubuh.1,2,6
Tabel II.1 Distribusi Cairan Tubuh1
Distibusi Cairan Laki-laki Dewasa Perempuan Dewasa Bayi
Total cairan tubuh (%) 60 50 75
Intraseluler 40 30 40
Ekstraseluler - Plasma - Intersisial
20 5 15
20 5 15
35 5 30
Cairan tubuh terdistribusi antara dua kompartemen cairan utama yang dipisahkan oleh membran sel, yaitu cairan intraseluler dan cairan ekstraseluler.
Cairan ekstraseluler dibagi menjadi intravaskular atau plasma dan kompartemen interstitial. Selain itu ada pula kompartemen kecil yang juga disebut sebagai cairan transeluler. Bagian tersebut terdiri dari cairan dalam rongga sinovial, peritoneum, perikardium serta cairan serebrospinal. Cairan tersebut termasuk ke dalam jenis khusus cairan ekstraseluler.7
II.1.2 Kebutuhan dan Keseimbangan Cairan Tubuh
Makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuh dengan cara oral dapat menjadi asupan cairan dan elektrolit dalam keadaan normal. Total air tubuh juga dipengaruhi oleh proses metabolisme yang berlangsung. Normalnya, keluaran cairan tubuh dapat terjadi melalui urin, insensibel water loss, dan juga melalui saluran cerna. Sedangkan dari keadaan patologis seperti muntah, diare, trauma, ataupun perdarahan aktif, merupakan beberapa cara yang menyebabkan tubuh dapat kehilangan cairan. Kebutuhan cairan setiap harinya dapat ditentukan dengan rumusHoliday Segar.8
Tabel II.2 Kebutuhan Cairan per Hari1
Berat Badan Kebutuhan Cairan/Hari Kebutuhan cairan/Jam
10 kg Pertama 100 ml/kg 4 ml/kg
10 kg Kedua 50 ml/kg 2 ml/kg
Berat Badan Selebihnya 20 ml/kg 1 ml/kg
II.1.3 Homeostasis Cairan
Keseimbangan normal cairan dan elektrolit pada kompartemen intraseluler, ekstraselular, baik pada komponen interstisial maupun intravaskular harus bekerja sesuai kontrol fisiologis normal agar fungsi seluler dan organ dapat berlangsung dengan efektif. Terjadinya proses homeostatis tubuh dalam menyesuaikan keseimbangan antara cairan dan elektrolit dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti penyakit, cedera ataupun respons stres. Respon terhadap stres yang terjadi adalah mempertahankan air dan natrium dengan cara meningkatkan pelepasan hormon anti-diuretik (ADH), katekolamin dan aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron (RAAS). Karena respon inflamasi, peningkatan permeabilitas kapiler memungkinkan albumin untuk menembus ruang interstisial, yang mengakibatkan deplesi cairan intravaskular dan aktivasi sistem RAAS berkelanjutan. Aktivasi RAAS juga dapat menurunkan kadar potasium, yang akan mengganggu ekskresi dari natrium.9,10
Selain itu, pasien yang sakit mungkin mengalami peningkatan kehilangan cairan akibat demam, muntah atau diare ditambah dengan penurunan asupan oral dikarenakan mual. Pemberian cairan intravena merupakan tindakan yang dibutuhkan bagi pasien. Harus diingat bahwa tujuan pemberian cairan intravena adalah memulihkan kondisi patologis yang terjadi dan mengembalikan pasien dalam keseimbangan cairan dan elektrolit normal. Berdasarkan National Institute for Health and Care Excellence (NICE) merekomendasikan untuk menilai 5 R yang terdiri dari : (1)Resuscitation(Resusitasi), (2)Replacement(Penggantian) (3)
Routine Maintenance (Pemeliharaan Rutin), (4) Redistribution (Redistribusi), (5) Reassessment(Penilaian Ulang).
Penting untuk melakukan penilaian menyeluruh terhadap pasien, termasuk berat badan dan keseimbangan cairan terakhir pasien, serta perlu mempertimbangkan kebutuhan elektrolit harian pasien.11
II.2 Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan merupakan pilihan terapi yang sangat penting untuk keberhasilan penanganan pasien gawatdaurat. Resusitasi cairan bertujuan untuk mempertahankan sirkulasi atau mengembalikan keseimbangan cairan dan elektrolit yang adekuat pada pasien yang tidak mampu mengendalikan keseimbangan cairan dalam tubuhnya, sehingga dapat menghasilkan keadaan yang baik pada pasien. Dalam penerapan bantuan hidup lanjut, langkah penting yang dapat dilakukan secara simultan bersama langkah lainnya merupakan drug and fluid treatment.
II.2.1 Jenis Cairan dan Indikasinya
Cairan intravena terbagi menjadi dua, yaitu cairan kristaloid dan koloid.
A. Cairan Kristaloid
Kristaloid terdiri dari komponen elektrolit (kalium, natrium, kalsium, klorida). karakteristik kristaloid ditandai dengan pengaruhnya terhadap status asam-basa. Kristaloid digunakan untuk menggantikan kehilangan sodium atau mempertahankan status quo.
Kristaloid tidak mengandung partikel onkotik, dengan waktu paruh kristaloid di intravaskular berkisar antara 20-30 menit. Keuntungan dari kristaloid diantaranya murah, mudah dibuat, dan tidak menimbulkan reaksi imun.
Sedangkan kerugian dari pemberian kristaloid, yaitu apabila memberikan larutan Normal Saline dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan asidosis metabolik hiperkloremik dikarenakan kadar natrium dan kloridanya yang tinggi sehingga konsentrasi bikarbonat plasma menurun saat konsentrasi klorida meningkat.
Kristaloid digunakan sebagai cairan resusitasi awal pada pasien dengan hemoragik dan syok septik, luka bakar, cedera kepala mempertahankan tekanan perfusi serebral), dan pada pasien yang menjalani plasmaferesis dan reseksi hati.
Ada 3 jenis tonisitas kristaloid, diantaranya : a) Isotonis
Apabila jumlah elektrolit plasma terisi kristaloid pada jumlah yang sama dan memiliki konsentrasi yang sama maka disebut sebagai isotonis.
(iso, sama; tonis, konsentrasi). Tidak terjadi perpindahan signifikan antara cairan di dalam sel dengan intravaskular saat pemberian kristaloid isotonis. Hal tersebut menyebabkan hampir tidak adanya osmosis. Dalam pemberian kristaloid isotonis pada jumlah besar perlu diperhatikan adanya efek samping seperti edema perifer dan edema paru yang dapat terjadi pada pasien. Contoh larutan kristaloid isotonis: Ringer Laktat, Normal Saline (NaCl 0.9%), dan Dextrose 5% dalam ¼ NS.
b) Hipertonis
Kristaloid disebut hipertonis apabila jumlah elektrolit dari kristaloid lebih banyak dibandingkan dengan plasma tubuh. Apabila pemberian kristaloid hipertonik dilakukan terhadap pasien akan menyebabkan terjadinya penarikan cairan dari sel ke ruang intravaskuler. Gejala yang timbul dari pemberian larutan hipertonis adalah peningkatan curah jantung yang bukan hanya disebabkan oleh karena perbaikan preload, tetapi juga disebabkan oleh efek sekunder karena efek inotropik positif pada miokard dan penurunan afterloadsekunder akibat efek vasodilatasi kapiler viseral. Hal ini dapat menyebabkan perbaikan aliran darah ke organ-organ vital. Namun pemberian larutan hipertonis dapat menyebabkan efek samping seperti hipernatremia dan hiperkloremia.
Contoh larutan kristaloid hipertonis antara lain Dextrose 5% dalam ½ Normal Saline, Dextrose 5% dalam Normal Saline, Saline 3%, Saline 5%, dan Dextrose 5% dalam RL
c) Hipotonis
Jika plasma memiliki elektrolit yang lebih banyak dibandingkan kristaloid dan kurang terkonsentrasi, maka disebut sebagai “hipotonik”
(hipo, rendah; tonik, konsentrasi). Ketika cairan hipotonis diberikan, cairan dengan cepat akan berpindah dari intravaskular ke sel. Dextrose 5% dalam air, ½ Normal Saline merupakan beberapa contoh dari larutan kristaloid hipotonik.
B. Cairan Koloid
Cairan koloid membantu mempertahankan tekanan onkotik koloid plasma sehingga sebagian besar tetap berada di ruang intravaskular, sedangkan larutan kristaloid dengan cepat menyeimbangkan dan mendistribusikan seluruh ruang cairan ekstraselular. Cairan koloid bertahan lebih lama di dalam ruang intravaskuler disebabkan oleh karena aktivitas osmotik serta mempunyai zat-zat yang berat molekulnya tinggi. Cairan koloid merupakan turunan dari plasma protein dan sintetik. Kerugian dari ‘plasma expander’ ini yaitu harganya yang mahal. Berdasarkan jenis pembuatannya, larutan koloid terdiri dari:
1. Koloid Alami terdiri dari albumin ( 5% dan 25%) dengan protein plasma 5%. Komponen protein plasma selain mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin dan beta globulin. Selain albumin, aktivator Prekallikrein (Hageman’s factor fragments) terdapat dalam fraksi protein plasma dan sering menimbulkan hipotensi dan kolaps kardiovaskuler.
2. Koloid Sintetik a) Dextran
Dextrans digunakan untuk mengganti cairan karena memiliki rentang waktu efek yang lebih lama pada ruang intravaskuler. Cairan koloid ini berasal dari molekul polimer glukosa dengan jumlah besar. Efek samping dari pemberian Dextran di antaranya gagal ginjal sekunder akibat
pengendapan di dalam tubulus ginjal, gangguan fungsi platelet, koagulopati dan gangguan padacross-matchingdarah.
Contoh sediaan yang ada, antara lain : Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70 (Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000.
b) Hydroxylethyl Starch (Hetastarch)
Hetastarch merupakan golongan nonantigenik dan reaksi anafilaktoid jarang dilaporkan terjadi. Rekomendasi dosis maksimal harian penggunaan cairan HES adalah 33-50 ml/kgBB/hari. Low molecular weight Hydroxylethyl starch (Penta-Starch) mirip dengan Hetastarch.
Pentastarch memiliki kemampuan untuk mengembangkan volume plasma hingga 1,5 kali volume yang diberikan dan dapat berlangsung selama 12 jam. Pentastarch menjadi opsi dari jenis koloid yang dapat digunakan sebagai cairan resusitasi jumlah besar karena potensinya sebagai plasma volume expander dengan toksisitas yang rendah dan tidak menyebabkan terganggunya proses koagulasi.
c) Gelatin
Gelatin merupakan bagian dari koloid sintesis yang bersumber dari gelatin, biasanya berasal dari collagen bovine. Larutan gelatin adalah urea atau modifikasi succinylated cross-linked dari kolagen sapi. Jika dibandingkan dengan jenis koloid lainnya, gelatin memeliki berat molekul yang relatif rendah yaitu 30,35 kDa. Efek ekspansi plasma
segera dari gelatin adalah 80-100% dari volume yang dimasukkan dibawah kondisi hemodilusi normovolemik. Gelatin dapat memicu reaksi hipersensitivitas, lebih sering daripada larutan HES. Ekskresi gelatin dilakukan di ginjal, dan tidak ada akumulasi jaringan.
Tabel II.3 Perbandingan Kritaloid dan Koloid.12
Sifat-sifat Kritaloid Koloid
Berat Molekul Lebih kecil Lebih besar
Distribusi Lebih cepat : 20-30 menit Lebih lama dalam sirkulasi (3-6 jam)
Faal hemostasis Tidak ada pengaruh Mengganggu
Penggunaan Dehirasi Perdarahan masif
Koreksi perdarahan Diberikan 2-3x jumlah perdarahan Sesuai jumlah perdarahan
Berdasarkan penggunaannya, cairan infus dapat digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu :
1. Cairan Pemeliharaan
Terapi cairan intravena untuk pemeliharaan rutin mengacu pada penyediaan cairan dan elektrolit intravena untuk pasien yang terjaga keseimbangan cairan dan elektrolitnya, namun tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan cairannya via enteral. Pemberian cairan pemeliharaan rutin bertujuan agar tersedianya cairan dan elektrolit yang adekuat untuk memenuhi insensible losses, status normal kompartemen cairan tubuh dapat dipertahankan dan memungkinkan terjadinya ekskresi ginjal dari produk-produk limbah. Jenis cairan rumatan yang dapat digunakan adalah NaCl 0,9%, glukosa 5%, glukosa salin, atau ringer laktat/asetat.11
2. Cairan Pengganti
Penghitungan optimal dari cairan intravena perlu dilakukan karena pasien yang membutuhkan cairan intravena memiliki kebutuhan spesifik untuk mengganti kehilangan cairan atau elektrolit yang terjadi serta permasalahan redistribusi cairan internal yang sedang berlangsung. Pada kasus-kasus kehilangan cairan tidak normal yang sedang berlangsung, seperti dari saluran pencernaan atau saluran kencing, dibutuhkan cairan pengganti. Terapi cairan pengganti intravena memiliki tujuan untuk menjaga dan mengembalikan homeostasis yang adekuat dengan cara memenuhi kebutuhan ekstra dari cairan dan elektrolit.13,14
3. Cairan Nutrisi
Pasien yang tidak mengkonsumsi makanan peroral ataupun yang tidak boleh makan dapat diberikan cairan nutrisi. Jenis cairan nutrisi parenteral pada saat ini sudah dalam berbagai komposisi, baik untuk parenteral parsial atau total maupun untuk kasus penyakit tertentu. Adapun syarat pemberian nutrisi parenteral yaitu berupa:
a) Gangguan absorpsi makanan seperti pada fistula enterokunateus, atresia intestinal, kolitis infektiosa, obstruksi usus halus.
b) Kondisi dimana usus harus diistirahatkan seperti pada pankreatitis berat, status preoperatif dengan malnutrisi berat, angina intestinal, stenosis arteri mesenterika, diare berulang.
c) Gangguan motilitas usus seperti pada ileus yang berkepanjangan, pseudo-obstruksi dan skleroderma.
II.2.2 Resusitasi Cairan Perioperatif
Terapi cairan perioperatif intravena memiliki tujuan untuk mengembalikan atau mempertahankan sirkulasi keseimbangan cairan dan elektrolit yang adekuat, sehingga menciptakan prasyarat untuk hasil yang menguntungkan bagi pasien.
Selain itu, terapi cairan perioperatif juga bertujuan untuk, di antaranya :
1. Menjaga atau memperbaiki keseimbangan cairan (dehidrasi, hipovolemia)
2. Menjaga atau memperbaiki konstitusi plasma (elektrolit)
3. Mengamankan sirkulasi yang cukup (dalam kombinasi dengan zat vasoaktif dan / atau kardioaktif)
4. Mengamankan suplai oksigen yang cukup ke seluruh organ (dalam kombinasi dengan terapi oksigen)
National Confidential Enquiry into Patient Outcome and Deathmenyatakan bahwa terjadi peningkatan angka mortalitas sebesar 20,5% pada pasien dengan syok hipovolemik yang mendapatkan terapi cairan perioperatif dengan jumlah tidak adekuat dibandingkan dengan pasien yang mendapatkan terapi cairan dengan jumlah yang adekuat.13
II.2.3 Jalur Pemberian Resusitasi Cairan
Resusitasi cairan dapat dilakukan melalui jalur vena, baik vena perifer maupun vena sentral, melalui kanulasi tertutup atau terbuka dengan seksi vena.
1. Kanulasi Vena Perifer
Syarat dari pemilihan kanulasi ini adalah dimulai dari vena di daerah ekstremitas atas lalu dilanjutkan pada vena bagian ekstremitas bawah.
Vena di area kepala perlu dihandari karena hematom mudah terjadi. Pada bayi baru lahir, vena umbilikalis bisa digunakan untuk kanulasi terutama dalam keadaan darurat. Tujuan dilakukannya kanulasi vena perifer ini adalah untuk :9,10
a) Terapi cairan pemeliharaan dalam waktu singkat. Lokasi pemasangan harus dipindah serta penggantian set infus perlu dilakukan, jika pemberiannya melebihi 3 hari.
b) Terapi cairan pengganti dalam keadaan darurat, untuk menganti kehilangan cairan tubuh atau perdarahan akut.
c) Terapi obat lain secara intravena yang diberikan secara kontinyu atau berulang
2. Kanulasi Vena Sentral
Pemberian jangka panjang, misalnya untuk nutrisi parenteral total, dilakukan kanulasi pada vena subklavikula atau vena jugularis interna.
Sedangkan dalam pemberian jangka pendek, dilakukan melalui venavena
di atas ekstremitas atas secara tertutup atau terbuka dengan vena seksi.
Tujuan dari kanulasi vena sentral ini tersendiri adalah :9,11
a) Terapi cairan dan nutrisi parenteral jangka panjang. Terutama untuk cairan nutrisi parenteral dengan osmolaritas yang tinggi untuk mencegah iritasi pada vena.
b) Jalur pintas terapi cairan pada keadaan darurat, misalnya kardiovaskuler, vena perifer sulit diidentifikasi.
c) Untuk pemasangan alat pemacu jantung.
II.2.4 Komplikasi Resusitasi Cairan
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah cairan yang masuk ke dalam tubuh terlalu banyak. Ketika hal ini terjadi, jantung gagal memompa volume sirkulasi yang terekspansi secara efektif. Distensi berlebih pada ventrikel kiri dapat menyebabkan gagal jantung, dengan konsekuensi berupa edema paru.12 Pasien dengan edema paru akan memendekkan pernapasan dan menyebabkan batuk, terdengar crackles pada auskultasi dan penurunan saturasi oksigen.
Manifestasi klinis ini seringkali diikuti oleh meningkatnya denyut jantung. Gagal ginjal dan kerusakan ventrikel yang sudah ada dapat memperburuk kondisi.
Sindrom kompartemen abdomen dan sindrom distres respirasi akut adalah konsekuensi dari kelebihan resusitasi cairan dan kelebihan cairan. Penanganan khusus juga harus dilakukan pada pasien dengan gagal jantung atau gagal nafas, ataupun pada orang dengan resiko ketidakstabilan hemodinamik.15,16
16
KESIMPULAN
Sebagian besar tubuh manusia tersusun dari air. Cairan tubuh pada tiap individu berbeda tergantung dari faktor usia, jenis kelamin, dan derajad gizi idnividu. Secara garis besar, cairan tubuh terbagi dalam dua kompartemen, yaitu intraseluler dan ekstraseluler. Jika terjadi gangguan atau kekurangan cairan tubuh maka perlu segera dilakukan penanganan atau pencegahan untuk mencegah terjadinya masalah kesehatan yang lebih parah.
Pemberian resusitasi cairan pada dasarnya terbagi menjadi kristaloid dan koloid. Kristaloid merupakan larutan yang berisi air yang mengandung elektrolit atau gula dan paling sering serta menjadi pilihan awal untuk dilakukannya resusitasi. Keuntungan dari cairan kristaloid adalah harga yang murah, tersedia dengan mudah di setiap fasilitas dan pusat kesehatan. Sedangan koloid, mengandung zat-zat yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan lebih lama di dalam ruang intravaskuler dan baik untuk resusitasi cairan pada pasien dengan defisit cairan berat seperti pada pasien syok hipovolemik atau hemoragik. Berdasarkan kegunaannyamm koloid dibagi menjadi cairan pemeliharaan, cairan pengganti, dan cairan nutrisi.
Jalur pemberian cairan dapat melalu kanulasi vena sentral dan perifer dimana masing memiliki indikasi tersendiri. Pemberian cairan perioperatif juga diperlukan pada saat sebelum, selama, dan setelah atau pasca operasi. Pemantauan
kehilangan darah pada pasien perioperatif juga menentukan jenis terapi cairan yang akan diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hall, J.Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. 12th ed. Singapore:
Elsevier Health Sciences.2014
2. Nice.org.uk. Intravenous fluid therapy in adults in hospital | Guidance and
guidelines | NICE. 2017 [online] Available at:
https://www.nice.org.uk/guidance/cg174 [Accessed 5 March 2023].
3. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Management of Patients with Fluid and Electrolyte Disturbances. Dalam Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology 5th ed. New York: Mc-Graw Hill. 2013; 4 (49): h. 1107 – 40.
4. Plumb B, Brown J, Fluid Therapy for Anaesthetists and Intensivists, Anaesthesia and Intensive Care Medicine (2015), http://dx.doi.org/10.1016/j.mpaic.2015.06.021
5. Stoelting RK, Rathmell JP, Flood P, Shafer S. Intravenous Fluids and Electrolytes. Dalam Handbook of Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3rd ed. Philadelphia: Wolters Kluwer Health. 2015; 17 : h.
341 – 49.
6. Mangku G, Senapathi TGA. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. Dalam Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Jakarta: Indeks; 2017. 6 (5): h.272 – 301.
7. Hahn RG. Crystalloid Fluids. Dalam Clinical Fluid Therapy in the Perioperative Setting. Cambridge: Cambridge University Press. 2012; 1 : h. 1 – 10.
8. Miller, R. and Cohen, N.Miller's anesthesia. 8th ed. Philadelphia, PA:
Elsevier/Saunders, pp.1768-1769. 2015
9. Intravenous Fluid Selection [cited 2017 May 14]. Available from catalogue.pearsoned.co.uk. 2005.
10. Floss K, Borthwick M, Clark C.Intravenous Fluids Principles of Treatment.
Clinical Pharmacist Vol.3. 2011.
11. Mulyono, I. Jenis-jenis Cairan, dalam Symposium of Fluid and Nutrition Therapy in Traumatic Patients. Bagian Anestesiologi FK UI/RSCM: Jakarta.
2006
12. Morgan, GE, et al. Clinical Aneshesiology : Fluid Management and Transfusion. Third Edition. New York : Lange Medical Books/McGraw-Hill.
2002.
13. Lyon Lee. Resuscitation Fluids, Disorder of Fluid and Electrolyte Balance.
Oklahoma State University – Center for Veterinary Health. 2006. Tersedia dari ;http://member.tripod.com/-lyser/ivfs.htm
14. Aitkenhead, Alan R, et al. Textbook of Anaethesia. Fifth Edition. United Kingdom : Churchill Livingstone. 2007.
15. Stoelting, Robert K, and Ronald D. miller. Basics of Anesthesia. Fifth edition.
California : Churchill Livingstone. 2007.
16. Evers, AS, and Mervyn Maze. Anesthetic Pharmacology: Physiologic Principles and Clinical Practice. United Kingdom : Churchill Livingstone.
2004.
RESUSITASI CAIRAN PADA PASIEN TRAUMA
UNIVERSITAS PATTIMURA
Vanessa Jennifer DiazOleh (202284128) Pembimbing
dr. Cokorda Istri Arinta Devi. Sp. An-TI
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU ANASTESI DAN TERAPI INTENSIF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PATTIMURA AMBON
2023
Tubuh manusia terdiri dari berbagai macam komponen yang saling berhubungan. Cairan merupakan salah satu komponen penting dalam tubuh manusia. Hampir 60 % dari komposisi tubuh manusia merupakan cairan yang berupa larutan ion dan zat lainnya. Jumlah cairan tubuh total pada masing-masing individu dapat bervariasi berdasarkan umur, berat badan, maupun jenis kelamin.
Dalam keadaan trauma tubuh seseorang akan mengalami gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Trauma adalah cedera atau kerusakan fisik dari struktur atau fungsi tubuh yang disebabkan oleh perubahan energi (mekanis, kimiawi, radioaktif, dan biologik) yang mendadak yang melampaui toleransi tubuh. Trauma merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia dan merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas pada usia muda, terutama di negara industri.
Dalam kasus trauma yang dilaporkan dan didapati Resusitasi cairan merupakan salah satu unsur penting dalam penatalaksanaan kasus trauma. Tujuan utama dilakukannya resusitasi cairan pada kasus trauma adalah untuk mencegah terjadinya hipotermia, asidosis, dan koagulopati yang dapat mengakibatkan kerusakan organ lebih lanjut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Komposisi dan Distribusi Cairan Tubuh
Hall, J. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. 12th ed. Singapore: Elsevier Health Sciences.2014
Kebutuhan dan Keseimbangan Cairan Tubuh
Faktor yang meningkatkan
kebutuhan cairan tubuh Faktor yang menurunkan kebutuhan cairan tubuh
• Demam (Kebutuhan meningkat 12% setiap 1o C, jika suhu > 37o
• HiperventilasiC)
• Suhu lingkungan yang tinggi
• Aktivitas ekstrim
• K e h i l a n g a n c a i r a n y a n g abnormal (Diare atau poliuria)
• Hipotermi (Kebutuhan menurun 12% setiap 1o C, jika suhu < 37o
• Kelembaban lingkungan yang C) sangat tinggi
• Oligouria atau anuria
• Hampir tidak ada aktivitas
• Retensi cairan (Gagal jantung)
Faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan tubuh :
Hall, J. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. 12th ed. Singapore: Elsevier Health Sciences.2014
Homeostasis Cairan
Keseimbangan normal cairan dan elektrolit pada kompartemen intraseluler,
ekstraselular, baik pada komponen interstisial maupun intravaskular harus bekerja
sesuai kontrol fisiologis normal agar fungsi seluler dan organ dapat berlangsung
dengan efektif. Terjadinya proses homeostatis tubuh dalam menyesuaikan
keseimbangan antara cairan dan elektrolit dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
penyakit, cedera ataupun respons stres.
1. Cairan Kristaloid
Cairan kristaloid dipertimbangkan sebagai cairan untuk resusitasi awal pada pasien.
Resusitasi cairan merupakan pilihan terapi yang sangat penting untuk keberhasilan penanganan pasien gawatdaurat. Resusitasi cairan bertujuan untuk mempertahankan sirkulasi atau mengembalikan keseimbangan cairan dan elektrolit yang adekuat pada pasien yang tidak mampu mengendalikan keseimbangan cairan dalam
tubuhnya, sehingga dapat menghasilkan keadaan yang baik pada pasien.
Jenis dan Indikasinya
Cairan intravena terbagi menjadi dua, yaitu cairan kristaloid dan koloid.
2. Cairan Koloid
disebut juga “Plasma Expander” atau sebagai cairan pengganti plasma. Dalam cairan koloid,
terdapat zat/bahan yang mempunyai berat molekul yang tinggi dengan aktifitas osmotik
yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan lama dalam ruang intravaskuler.
Koloid dapat mengembalikan volume plasma secara lebih efektif dan efisien daripada kristaloid Kristaloid tidak mengandung partikel onkotik,
dengan waktu paruh kristaloid di intravaskular berkisar antara 20-30 menit. Keuntungan dari kristaloid diantaranya murah, mudah dibuat, dan
tidak menimbulkan reaksi imun.
volume intravaskular.
b) Penggantian defisit cairan intravaskular dengan larutan kristaloid umumnya membutuhkan volume cairan 3-4 kali lebih banyak dibandingkan ketika menggunakan koloid.
c) Defisit cairan intravaskular berat dapat dikoreksi dengan lebih cepat menggunakan koloid.
d) Pemberian larutan kristaloid yang banyak dengan cepat (>4-5 L) biasanya berkaitan dengan edema jaringan.
Morgan, GE, et al. Clinical Aneshesiology : Fluid Management and Transfusion. Third Edition. New York : Lange Medical Books/McGraw-Hill. 2002.
Cairan Pemeliharaan
Terapi cairan intravena untuk pemeliharaan rutin mengacu pada penyediaan cairan dan elektrolit intravena untuk pasien yang terjaga keseimbangan cairan dan elektrolitnya, namun tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan cairannya via enteral. Pemberian cairan pemeliharaan rutin bertujuan agar tersedianya cairan dan elektrolit yang adekuat untuk memenuhi insensible losses, status normal k o m p a r t e m e n c a i r a n t u b u h d a p a t dipertahankan dan memungkinkan terjadinya ekskresi ginjal dari produk-produk limbah.
Jenis cairan rumatan yang dapat digunakan adalah NaCl 0,9%, glukosa 5%, glukosa salin, atau ringer laktat/asetat.
Cairan Pengganti
Penghitungan optimal dari cairan intravena p e r l u d i l a k u k a n k a r e n a p a s i e n y a n g membutuhkan cairan intravena memiliki kebutuhan spesi fi k unt uk m e ngga nt i kehilangan cairan atau elektrolit yang terjadi serta permasalahan redistribusi cairan internal yang sedang berlangsung. Pada kasus-kasus kehilangan cairan tidak normal yang sedang berlangsung, seperti dari saluran pencernaan atau saluran kencing, dibutuhkan cairan pengganti. Terapi cairan pengganti intravena m e m i l i k i t u j u a n u n t u k m e n j a g a d a n mengembalikan homeostasis yang adekuat dengan cara memenuhi kebutuhan ekstra dari cairan dan elektrolit.
Cairan Nutrisi
Pasien yang tidak mengkonsumsi makanan peroral ataupun yang tidak boleh makan dapat diberikan cairan nutrisi. Jenis cairan nutrisi parenteral pada saat ini sudah dalam berbagai komposisi, baik untuk parenteral parsial atau total maupun untuk kasus penyakit tertentu.
Terapi cairan perioperatif intravena memiliki tujuan untuk mengembalikan atau mempertahankan sirkulasi keseimbangan cairan dan elektrolit yang adekuat, sehingga menciptakan prasyarat untuk hasil yang menguntungkan bagi pasien. Selain itu, terapi cairan perioperatif juga bertujuan untuk, di antaranya :
1. Menjaga atau memperbaiki keseimbangan cairan (dehidrasi, hipovolemia) 2. Menjaga atau memperbaiki konstitusi plasma (elektrolit)
3. Mengamankan sirkulasi yang cukup (dalam kombinasi dengan zat vasoaktif dan / atau kardioaktif) 4. Mengamankan suplai oksigen yang cukup ke seluruh organ (dalam kombinasi dengan terapi oksigen)
Kanulasi Vena Perifer Tujuannya :
a) Terapi cairan pemeliharaan dalam waktu singkat. Lokasi pemasangan harus dipindah serta penggantian set infus perlu dilakukan, jika pemberiannya melebihi 3 hari.
b) Terapi cairan pengganti dalam keadaan darurat, untuk menganti kehilangan cairan tubuh atau perdarahan akut.
c) Terapi obat lain secara intravena yang diberikan secara kontinyu atau berulang
Kanulasi Vena Sentral Tujuannya
a) Terapi cairan dan nutrisi parenteral jangka panjang.
Terutama untuk cairan nutrisi parenteral dengan osmolaritas yang tinggi untuk mencegah iritasi pada vena.
b) Jalur pintas terapi cairan pada keadaan darurat, misalnya kardiovaskuler, vena perifer sulit diidentifikasi.
c) Untuk pemasangan alat pemacu jantung.
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah cairan yang masuk ke dalam tubuh terlalu banyak. Ketika hal ini terjadi, jantung gagal memompa volume sirkulasi yang terekspansi secara efektif. Distensi berlebih pada ventrikel kiri dapat menyebabkan gagal jantung, dengan konsekuensi berupa edema paru. Pasien dengan edema paru akan memendekkan pernapasan dan menyebabkan batuk, terdengar crackles pada auskultasi dan penurunan saturasi oksigen. Manifestasi klinis ini seringkali diikuti oleh meningkatnya denyut jantung. Gagal ginjal dan kerusakan ventrikel yang sudah ada dapat memperburuk kondisi.
Sindrom kompartemen abdomen dan sindrom distres respirasi akut adalah konsekuensi dari kelebihan resusitasi cairan dan kelebihan cairan. Penanganan khusus juga harus dilakukan pada pasien dengan gagal jantung atau gagal nafas, ataupun pada orang dengan resiko ketidakstabilan hemodinamik.
BAB III
KESIMPULAN
intraseluler dan ekstraseluler. Jika terjadi gangguan atau kekurangan cairan tubuh maka perlu segera dilakukan penanganan atau pencegahan untuk mencegah terjadinya masalah kesehatan yang lebih parah.
Pemberian resusitasi cairan pada dasarnya terbagi menjadi kristaloid dan koloid. Kristaloid merupakan larutan yang berisi air yang mengandung elektrolit atau gula dan paling sering serta menjadi pilihan awal untuk dilakukannya resusitasi. Keuntungan dari cairan kristaloid adalah harga yang murah, tersedia dengan mudah di setiap fasilitas dan pusat kesehatan. Sedangan koloid, mengandung zat-zat yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan lebih lama di dalam ruang intravaskuler dan baik untuk resusitasi cairan pada pasien dengan defisit cairan berat seperti pada pasien syok hipovolemik atau hemoragik.
Berdasarkan kegunaannyamm koloid dibagi menjadi cairan pemeliharaan, cairan pengganti, dan cairan nutrisi.
Jalur pemberian cairan dapat melalu kanulasi vena sentral dan perifer dimana masing memiliki indikasi tersendiri.
Pemberian cairan perioperatif juga diperlukan pada saat sebelum, selama, dan setelah atau pasca operasi. Pemantauan kehilangan darah pada pasien perioperatif juga menentukan jenis terapi cairan yang akan diberikan.
THANK YOU
Vanessa Jennifer Diaz
12 %
SIMILARITY INDEX
1 2
3 4
5 6 7 8
ORIGINALITY REPORT
PRIMARY SOURCES
belajarapaaja1.blogspot.com
Internet
Nurma Afiani. "RESUSITASI CAIRAN PADA CEDERA KEPALA", Jurnal Ilmiah Kesehatan Media Husada, 2015
Crossrefeprints.poltekkesjogja.ac.id
Internet
Iddo Posangi. "PENATALAKSANAAN CAIRAN PERIOPERATIF PADA KASUS TRAUMA", JURNAL BIOMEDIK (JBM), 2013
Crossref
ar.scribd.com
Internet
www.scribd.com
Internet
edoc.site
Internet
id.scribd.com
Internet
32 words — 2%
25 words — 2%
16 words — 1%
15 words — 1%
14 words — 1%
14 words — 1%
12 words — 1%
12 words — 1%
10 11 12
EXCLUDE QUOTES ON EXCLUDE BIBLIOGRAPHY ON
EXCLUDE SOURCES OFF EXCLUDE MATCHES OFF
pt.scribd.com
Internet
www.obatsakit.web.id
Internet
dirasatulkawn.wordpress.com
Internet