• Tidak ada hasil yang ditemukan

reformulasi pertanggungjawaban pidana anak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "reformulasi pertanggungjawaban pidana anak"

Copied!
211
0
0

Teks penuh

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Seorang anak yang diketahui tidak bersalah menjadi pelaku kejahatan yang kejam dan tidak manusiawi seperti pembunuhan berencana. Namun anak sebagai pelaku tindak pidana yang bertentangan dengan hukum, khususnya pelaku pembunuhan berencana, biasanya memiliki kerentanan psikologis.

Fokus Penelitian

Berdasarkan kajian literatur yang berbeda, diperlukan pengkajian untuk memperoleh rekomendasi penyusunan kembali kebijakan pertanggungjawaban pidana anak terkait pembunuhan berencana ditinjau dari hukum positif dan hukum Islam. Berdasarkan hal tersebut, peneliti mengemukakan pemikirannya berdasarkan kajian ilmiah dalam proposal disertasi yang berjudul, “REFORMULASI TANGGUNG JAWAB PIDANA ANAK DALAM PERENCANAAN PIDANA PEMBUNUHAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM.”.

Tujuan Penelitian

Memahami tinjauan hukum positif tentang pertanggungjawaban atas tindak pidana pembunuhan berencana yang dilakukan oleh anak. Memahami ulasan hukum pidana Islam tentang pertanggungjawaban atas tindak pidana pembunuhan berencana yang dilakukan oleh anak.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan pengetahuan mengenai pertanggungjawaban pidana anak sebagai pelaku pembunuhan berencana ditinjau dari Hukum Pidana Nasional dan Hukum Pidana Islam. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan data dan rekomendasi bagi pemerintah yang mempunyai kewenangan untuk merumuskan kembali kebijakan pertanggungjawaban pidana terhadap anak yang melakukan pembunuhan berencana.

Definisi Istilah

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi wadah rekomendasi dalam pertimbangan usulan mengenai usulan reformasi kebijakan pertanggungjawaban pidana terhadap anak pelaku pembunuhan berencana dalam UU SPPA sesuai dengan hukum positif, hukum pidana Islam, dan aspek psikologis. Pengertian konsep merupakan pemahaman terhadap konsep-konsep yang menjadi inti dari tesis diploma yang berjudul “Reformasi pertanggungjawaban pidana anak atas tindak pidana pembunuhan berencana dalam perspektif hukum positif dan hukum pidana Islam”.

Sistematika Pembahasan

Pembahasan ini merupakan penjelasan yang akan menjawab rumusan masalah dalam bentuk narasi dan berkaitan dengan Analisa Hukum Normatif Pertanggungjawaban Pidana Anak dalam Hukum Pembunuhan Berencana Ditinjau dari Hukum Pidana Nasional dan Fiqih Jinayah. Dalam bab ini peneliti memaparkan hasil penelitian dan analisis mengenai konsep reformulasi pertanggungjawaban pidana terhadap anak dalam pembunuhan berencana berdasarkan pertimbangan analitis dalam Hukum Pidana Nasional dan Hukum Pidana Islam.

KAJIAN KEPUSTAKAAN

Penelitian Terdahulu

Kesamaan penelitian ini dengan penelitian dalam skripsi ini adalah mengenai pertanggungjawaban pidana anak sebagai pelaku pembunuhan berencana. Dengan demikian dapat menjadi acuan dalam merekomendasikan reformulasi peraturan mengenai pertanggungjawaban pidana anak sebagai pelaku pembunuhan berencana.

Kerangka Konseptual

  • Konsep Reformulasi Hukum Pidana
  • Konsep Pertanggungjawaban Pidana
  • Konsep Pembunuhan Berencana Perspektif Hukum Pidana Positif
  • Konsep Perlindungan Anak Berhadapan Hukum (ABH)

Sedangkan pembunuhan berencana atau yang dalam hukum pidana Islam dikenal dengan pembunuhan berencana termasuk dalam Jerimae. Dapat dipahami bahwa pembunuhan berencana mendapat hukuman yang sama baik dalam Hukum Pidana Nasional maupun dalam Hukum Pidana Islam.

METODE PENELITIAN

  • Jenis Penelitian
  • Pendekatan Penelitian
  • Sumber Bahan Hukum
  • Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
  • Analisis Bahan Hukum
  • Tahap-tahap Penelitian

142 Erna Dewi, dkk, Sistem Peradilan Pidana Anak: Mewujudkan Keamanan Hukum yang Lebih Baik bagi Anak yang Berhadapan dengan Hukum, (Bandar Lampung: Pusaka Media. Jadi anak yang melakukan tindak pidana di bawah usia 12 tahun tidak ditahan dan dihukum In melindungi hak-hak anak yang melakukan pembunuhan berencana, tentunya harus memperhatikan aspek yang memberatkan berupa perencanaan yang dilakukan oleh mereka.

Selain melakukan reformulasi batas minimal pertanggungjawaban pidana bagi seorang anak, perlu juga dilakukan revisi terhadap undang-undang SPPA dalam penegakan hukum terhadap anak yang melakukan pembunuhan tingkat pertama. Anak-anak yang melakukan pembunuhan tingkat satu tentu memiliki kondisi mental yang berbeda dibandingkan anak-anak lain seusianya. Genetika, lingkungan, trauma, dan kepribadian menjadi pertimbangan yang perlu digali ketika menangani anak yang melakukan pembunuhan tingkat pertama.

Dalam KUHP, syarat bertanggungjawab terhadap anak yang melakukan pembunuhan berencana adalah kondisi mental pelaku (Pasal 44 KUHP), usia minimal pelaku 16 tahun (Pasal 45 KUHP). KUHP), kebebasan kehendak pencipta (Pasal 48 KUHP), adanya pembelaan diri. dan perintah jabatannya (Pasal 51 KUHP). 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang disesuaikan dengan asas proporsionalitas antara hak anak dengan berat ringannya pembunuhan berencana.

PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS

Analisis Yuridis Normatif Pertanggungjawaban Pidana Anak dalam

117 Brinna Listiyani, “Batas Usia Pertanggungjawaban Pidana Anak dalam KUHP Menurut Revisi Hukum Pidana Islam (Analisis Putusan No. 229/Pid.B.Anak.2013/PN.JKT.Sel)” Tesis Diploma , Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Oleh karena itu, sanksi pidana yang diatur dalam KUHP tidak tepat jika diberikan secara langsung kepada anak, hendaknya diarahkan pada pemberian pendidikan yang juga mendukung tumbuh kembang anak.118. Sebelumnya, batasan usia minimal anak untuk dapat dipertanggungjawabkan pidana atas perbuatannya adalah 8 tahun sesuai Pasal 4 ayat 1 UU No.

Sejalan dengan panduan UNICEF tahun 2019, “Dibutuhkan satu desa untuk membesarkan anak”, proses reintegrasi memerlukan dukungan semua pihak baik keluarga, kepala desa, sekolah, lembaga sosial dan juga masyarakat untuk menghilangkan stigma dan diskriminasi terhadap anak. . 123. Landasan filosofis ini diungkapkan dalam Pasal 40 Konvensi Hak Anak mengenai prinsip-prinsip perlakuan terhadap anak.144. Merujuk pada data terkini di lapangan menunjukkan bahwa penangkapan, penahanan, dan pemenjaraan bukan lagi merupakan cara akhir (ultimum meredium) yang merupakan salah satu ciri kejahatan anak.149.

Bahkan, menurut salah satu petugas LPKA, tahanan dewasa diam-diam akan membobol lingkungan LKPA dan mencuri kasur busa yang seharusnya milik anak-anak.152 Hal ini sesuai dengan temuan penelitian Pusat Kesejahteraan Anak Universitas Indonesia (PUSKAPA) ) yang menyatakan bahwa pada tahun 2020 lebih dari 50 persen anak yang berhadapan dengan hukum ditempatkan di lembaga pemasyarakatan dewasa.153. 152 Sri Yanti Nainggolan, “Mendobrak Jeruji Penjara Anak”, Medcom, https://m.medcom.id/amp/8Ky4v03k-mendobrak-jeruji-lapas-anak/, diakses 20 Desember 2021.

Analisis Yuridis Normatif Pertanggungjawaban Pidana Anak dalam

Selain karena masih kecil dan tidak berakal, ciri-ciri orang yang tidak bisa ditaklif adalah orang yang mabuk dan tertidur. Dengan demikian dapat dipahami bahwa orang yang tidak rasional dan tidak mempunyai pemahaman akan terbebas dari beban hukum.166. Segala pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan terhadap anak-anak dalam kelompok usia ini tidak dapat dikenakan hukuman.

Namun menurut Fiqih Jinayah, tidak akan ada pengurangan hukuman qiyas bagi anak di atas 15 tahun yang melakukan pembunuhan berencana karena dianggap setara. Bahkan, di lapangan, masih ada proses formal bagi anak yang melakukan tindak pidana, salah satunya pembunuhan berencana dan kemudian diancam akan dieksekusi. Berdasarkan hukum Islam, pertanggungjawaban pidana dapat dikesampingkan bagi orang yang mabuk berat sehingga mengganggu proses berpikir dan berpikir seseorang.

Namun dalam penegakan hukum di Arab Saudi, anak yang melakukan tindak pidana, salah satunya pembunuhan berencana, masih menghadapi ancaman hukuman mati. Menurut Marsaid, konsep tanggung jawab dalam hukum Islam adalah yang terbaik dan juga cocok dijadikan acuan penerapan hukum bagi anak yang melakukan pembunuhan berencana.

Konsep Reformulasi Kebijakan Sistem Pertanggungjawaban Tindak

218 Hal ini membuktikan bahwa anak yang melakukan kejahatan seperti pembunuhan berencana bisa saja dilatarbelakangi oleh faktor eksternal baik dari lingkungan, kacamata atau interaksi sosial. Yasonna kembali menegaskan, melindungi anak yang berhadapan dengan hukum berarti melindungi masa depan bangsa.232. Anak-anak yang melakukan pembunuhan berencana di bawah usia 15 tahun harus segera ditangani secara psikologis untuk menentukan kapasitas mereka untuk bertanggung jawab, namun tidak boleh langsung menghadapi proses pidana formal.

Menaikkan usia minimum tanggung jawab akan memastikan bahwa dampak negatif hukuman tidak semakin menggoyahkan mentalitas anak-anak yang melakukan pembunuhan berencana. Nicola Davies, PhD menyatakan, anak yang melakukan pembunuhan berencana berpotensi tinggi menjadi pembunuh berantai jika tidak ditangani dengan baik. Hal ini kemudian memberikan pemahaman bahwa bagi anak yang melakukan pembunuhan berencana akan sangat sulit melakukan diversi dengan adanya pasal ini.

Membingkai ulang ketiga poin kritik hukum di atas tidak serta merta mengingkari tanggung jawab anak yang melakukan pembunuhan berencana. Dengan rumusan reformasi tersebut di atas, anak-anak yang melakukan pembunuhan berencana mendapat perlindungan hukum secara fisik, psikis, dan pendidikan. “Konsep Doli In Capax Bagi Anak Menghadapi Hukum di Masa Depan” Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, Vol.3 No.

Implementasi Konvensi Hak Anak Terkait Perlindungan Anak yang Menghadapi Proses Hukum” De Jure, vol.

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hal tersebut, peneliti melakukan penelitian mengenai pertanggungjawaban pidana anak sebagai pembunuh berencana yang melanggar Pasal 340 KUHP dalam perspektif hukum pidana nasional dan hukum pidana Islam. Setelah memahami sistem pertanggungjawaban pidana yang berlaku pada kedua sistem hukum tersebut, maka peneliti sesuai dengan aspek hukum, psikologis dan sosiologis merancang transformasi yang sesuai pada UU No. 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak. Dalam hukum pidana Islam, orang yang mempertanggungjawabkan segala perbuatannya disebut amukallaf.

Menurut sejumlah ulama, batas maksimal seorang anak memasuki masa puber adalah 15 tahun sesuai dengan hadis Nabi Muhammad SAW. Selain usia, seseorang yang dianggap bertanggung jawab harus memiliki pemahaman yang baik dan kesehatan mental (tidak sakit jiwa). Namun di Arab Saudi, mabuk merupakan beban sesuai dengan Royal Ordinance on Juvenile Law.

Berdasarkan perbandingan kedua sistem hukum yaitu Hukum Pidana Positif dan Hukum Pidana Islam, baik dari segi doktrin sebagai Qanun di Indonesia maupun di Arab Saudi, maka dapat dipahami bahwa terdapat urgensi untuk melakukan perubahan atau penambahan pasal-pasal dalam UU No. Pertama, batasan usia minimal yang masih sangat rendah yaitu 12 tahun. Disarankan agar ada reformulasi berupa penambahan usia menjadi minimal 15 tahun, sesuai dengan tingkat kematangan emosi dan kebebasan berkehendak yang dimiliki. dan sesuai dengan konsep dalam Fiqih Jinayah.

Saran

Efektivitas Qanun Jinayah dalam Penataan Hukum Pidana Nasional dalam Islam, Maqasidus Syariah dan Dinamika Hukum Positif di Indonesia. Harmonisasi Sistem Hukum Islam Diversi di Republik Indonesia Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Upaya diversi terhadap anak pelaku tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 7 tahun atau lebih (Revisi pasal 7 Ayat 2 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak)” Jurnal Hukum Badunia.

“Batas Usia Pertanggungjawaban Pidana Anak dalam Peraturan Perundang-undangan” Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Vol. “Pemenuhan Hak Pendidikan Bagi Narapidana Arab (Studi di Rutan Kelas IIB Bireuen)” Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Peradilan Pidana Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala. “Batas Usia Tanggung Jawab Pidana Anak dalam KUHP Menurut Revisi Hukum Pidana Islam (analisis putusan No. 229/Pid.B.Anak.2013/PN.JKT.Sel)” Tesis Fakultas Syariah dan Hukum , Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016.

Dinamika Psikologis Anak yang Berhadapan dengan Hukum” Universitas Bhayangkara, diakses melalui https://buletin.k-pin.org/index.php/arsip-article/66-dynamics-psychological-anak-yang-. Pengaruh lingkungan terhadap tumbuh kembang anak yang berhadapan dengan hukum (ABH)” Fakultas Psikologi Pendidikan Universitas Malang, http://fppsi.um.ac.id/ Influence-lingkungan-terhadap-tumbuh- kembang-anak-yang-berhadapan-dengan-hukum-abh/, diakses 22 November 2021.

Referensi

Dokumen terkait

berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan. pidana ke proses di luar

A.I mplement asi Pelaksanaan Sist em Peradilan Pidana Anak (SPPA) Menurut UU No.11 Tahun 2012 Undang-undang terbaru yang mengatur tentang anak yang berhadapan dengan hukum

11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA), kedudukan anak dapat dibagi ke dalam tiga golongan, yaitu anak yang berkonflik dengan hukum (anak

Undang-Undang Nomor n Tahun 20 1 2 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (se lanjutnya disebut UU SPPA) menggantikan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang

Adanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (selanjutnya disebut dengan UU SPPA), memuat beberapa perubahan penting, salah satu

Melalui analisis dengan metode tersebut, dapat diketahui bahwa ketentuan diversi yang secara yuridis diatur dalam UU Sistem Peradilan Anak Nomor 11 tahun

Lahirnya UU SPPA dianggap menjadi jawaban dari kekurangan undang-undang sebelumnya (UU No.3 Tahun 1997), penamaan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak memang

Diperoleh hasil penelitian bahwa pelaku tindak pidana yang mengidap gangguan jiwa Skizofrenia tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana karena masuk dalam kategori Pasal 44 KUHP