• Tidak ada hasil yang ditemukan

Repositori Institusi | Universitas Kristen Satya Wacana: Kebermaknaan Hidup Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) yang Telah Berkeluarga di Salatiga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Repositori Institusi | Universitas Kristen Satya Wacana: Kebermaknaan Hidup Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) yang Telah Berkeluarga di Salatiga"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut kementerian Kesehatan RI tahun 2014, HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan sebuah penyakit yang dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh karena sel darah putih terinfeksi oleh virus. Sedangkan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan efek yang ditimbulkan dari HIV, atau bisa dikatakan bahwa AIDS merupakan sekumpulan gejala penyakit yang timbul karena turunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV (Erida dkk., 2019).

Turunnya sistem kekebalan tubuh manusia karena HIV/AIDS mengakibatkan individu akan mudah terserang penyakit lainnya dan beresiko 3 kali lebih besar untuk meninggal dunia, maka tak heran jika HIV/AIDS merupakan salah satu penyakit kronis yang dapat merenggut nyawa manusia (Kusumawati, 2019). Menurut data dari WHO (World Health Organization) pada tahun 2018 menemukan penderita HIV sebanyak 37,9 juta orang, dengan kasus yang infeksi baru sebanyak 1,8 juta orang. 21% diantaranya individu yang telah terinfeksi HIV tidak mengetahui akan penyakitnya dan sebanyak 770.000 orang dinyatakan meninggal. Sebanyak 5,9 juta orang di Asia Pasifik dinyatakan terinfeksi HIV dan 200.000 orang yang terinfeksi HIV dinyatakan meninggal.

Menurut data dari Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit di Indonesia pada periode Januari - Maret 2021,

sebanyak 498 dari 514 kabupaten/kota yang ada di Indonesia pernah melaporkan jumlah kasus HIV/AIDS di Indonesia. Pada bulan Januari - Maret 2021 ditemukan ODHA sebanyak 7.650 orang di setiap Provinsi, dengan rentang usia 25-49 tahun sebanyak 71,3% dan kebanyakan berjenis kelamin laki-laki sebanyak (69%). Sebanyak 27,2% faktor resiko yang ditemukan merupakan dari individu yang melakukan homoseksual, sebanyak 25,3% merupakan kelompok LSL dan 0,9% merupakan waria.

UNAIDS (united Nations Programme on HIV and AIDS), 2019 mencatat bahwa Indonesia merupakan negara Peringkat ke tiga dengan jumlah pasien HIV/AIDS tertinggi di Asia Pasifik setelah Afghanistan dan Bangladesh. Peringkat ini disinyalir

(2)

bahwa Indonesia merupakan negara dengan tingkat penularan HIV/AIDS yang tergolong cepat (Kusumawati, 2019).

Berdasarkan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2021 jumlah individu yang terinfeksi HIV/AIDS tercatat mencapai sekitar 52.677. Namun dari keseluruhan data yang tercatat, hanya sekitar 70% atau sekitar 35.238 yang terkonfirmasi dan melakukan pemeriksaan. Menurut data kumulatif 5 tahun terakhir dari KPA (Komisi Penanggulangan AIDS) di Salatiga, sebanyak 156 orang terinfeksi HIV, 187 orang terinfeksi AIDS dan sebanyak 77 orang dinyatakan meninggal. Faktor penyebab terjadinya HIV/AIDS selama 5 tahun terakhir, menurut data yang dari KPA (Komisi Penanggulangan AIDS) di Salatiga sebanyak 215 orang terinfeksi karena perilaku homoseksual, 48 orang karena heteroseksual, 1 orang karena Biseks, 65 orang karena penasun, dan 6 orang karena perinatal. Terdapat temuan baru data dari KPA (Komisi Penanggulangan AIDS) di Salatiga, mulai Januari - Mei 2022 terdapat sebanyak 3 orang terinfeksi HIV, 3 orang laki-laki terinfeksi AIDS, 2 orang perempuan terinfeksi AIDS dan 2 orang dinyatakan meninggal. Faktor penyebab terjadinya HIV/AIDS berdasarkan data terbaru Januari - Mei 2022 terdapat 1 orang laki-laki dan 3 orang perempuan terinfeksi HIV/AIDS karena heteroseksual, 2 orang laki-laki karena homoseksual dan 2 orang laki-laki karena biseks.

Menjadi seorang ODHA memiliki resiko yang sangat besar dalam kehidupan nya yang akan berdampak pada kelangsungan hidup. Dampak tersebut bisa dirasakan dari segi biologis, sosial, ekonomi serta psikologis. ODHA memiliki banyak sekali persoalan, lebih dari hanya sekedar tentang kesehatan fisik, namun menjadi ODHA memiliki permasalahan besar tentang psikososial (Windarti dkk., 2021). Menjadi individu yang memiliki label sebagai ODHA dan harus hidup dalam masyarakat bukanlah suatu persoalan yang mudah, dimana tidak hanya harus berjuang dalam menghadapi permasalahan medis tentang penyakitnya saja namun juga harus berjuang menyelesaikan masalah sosial budaya tentang stigma dan diskriminasi dari masyarakat sekitar tentang dirinya. Stigma dan diskriminasi inilah yang membuat ODHA kemudian memiliki permasalahan psikologis karena hilangnya rasa percaya diri dan putus asa atas masalah yang ODHA hadapi (Triratnawati, 2021). Pandangan dan respon yang diberikan oleh masyarakat sekitar terhadap individu yang dinyatakan positif terinfeksi HIV/AIDS juga sangat negatif, biasanya masyarakat akan mengecap ODHA sebagai individu yang buruk, mendapatkan penolakan, dan akan dijauhi. Biasanya perlakuan

(3)

masyarakat tersebut akan berdampak pada pengucilan, penyingkiran, dan diskriminasi yang akan membuat mental ODHA semakin tertekan (Nuwa dkk., 2019).

Individu yang terinfeksi HIV/AIDS dalam berjalannya waktu mereka akan mengalami perubahan-perubahan yang terlihat secara fisik. Secara fisik kesehatan ODHA akan terganggu, hal ini dikarenakan virus HIV menyerang sistem kekebalan tubuh pada ODHA (Astuti dkk., 2010). Dari perubahan fisik tersebut dapat berdampak terhadap psikologis ODHA, yaitu ODHA akan merasa kecewa pada dirinya, penolakan terhadap penyakit HIV/AIDS yang ada pada tubuhnya, timbulnya kemarahan tentang keadaan yang terjadi pada mereka bahkan berakhir depresi dan frustasi menurut Bastaman, 1996 (dalam Yulianti, 2020). Timbulnya perasaan tersebut yang mengakibatkan individu yang terinfeksi HIV/AIDS akan menarik diri dan mengisolasi diri dari lingkungan sekitar karena menganggap dirinya tidak berguna lagi (Yulianti., 2020). Sebagai orang yang menderita HIV/AIDS, seorang ODHA pastinya akan memiliki masalah-masalah psikologis yang timbul akibat stigma masyarakat, sehingga ODHA akan merasakan rasa cemas, rasa tidak berdaya, rasa takut, khawatir akan kehidupannya maupun kehidupan keluarganya (Triratnawati, 2021). Untuk tetap bisa bertahan dan melanjutkan hidupnya maka ODHA dirasa perlu memiliki arti kebermaknaan hidup agar mereka memiliki tujuan dan semangat hidup dengan kondisi yang ada saat ini.

Kebermaknaan hidup dapat dipahami sebagai suatu keadaan dimana individu dapat melihat dari sudut pandang dirinya sendiri sejauh mana dirinya dapat menjalani dan menghayati kehidupan yang sedang dijalani (Frankl, 2000). Kebermaknaan hidup dapat dilihat dari berbagai aspek seperti tujuan hidup, kepuasan hidup, kebebasan, sikap terhadap kematian, pikiran tentang bunuh diri, serta kepantasan untuk tetap hidup (Frankl, 2000). Di dalam setiap keadaan hidup individu, baik setiap keadaan normal dan menyenangkan maupun dalam penderitaan, sakit, hidup dalam rasa bersalah maupun kematian individu juga harus memiliki kebermaknaan dalam hidupnya (Hapsari, 2014). Jika individu dapat memaknai semua proses kehidupan maka ODHA akan memiliki semangat dan bertanggung jawab dalam mengerjakan tugasnya sehari- hari, dapat menempatkan diri pada lingkungan masyarakat, serta masih memiliki dan mendapatkan rasa cinta dari orang lain (Setyo dkk., 2018).

Individu dengan makna hidup yang rendah menunjukkan sebuah ketidakberhasilan dalam menemukan dan memenuhi apa itu makna hidup yang sesungguhnya, hilangnya makna hidup seseorang inilah yang membuat individu merasa

(4)

hidup tidak bermakna, hampa, gersang, tidak adanya tujuan dalam hidup nya, merasa bahwa hidup nya sudah tidak berarti, merasa bosan dan apatis (Setyo dkk., 2018).

Dengan rendahnya makna hidup ini individu akan kehilangan motivasi untuk meneruskan hidup dan menghadapi permasalahan yang ada. Maka dari itu penting bagi ODHA untuk memiliki kebermaknaan hidup agar memiliki motivasi yang kuat untuk tetap mengembangkan diri dalam hal yang positif.

Dari hasil penelitian Kiriwenno dkk (2021), mengemukakan bahwa subjek penelitian ODHA memiliki kebermaknaan hidup yang rendah setelah mengetahui bahwa telah terinfeksi HIV/AIDS. Kebermaknaan hidup yang menurun pada ODHA disinyalir karena kurangnya penerimaan diri terhadap keadaan yang mereka terima serta respon yang kurang baik dari lingkungan sekitar. Perbedaan perlakuan yang mereka terima seperti penolakan dalam keluarga berupa pemisahan peralatan makan dan perlakuan lainnya yang membuat individu merasa di diskriminasi.

Untuk mengetahui fenomena yang terjadi, sebagai fondasi awal penelitian, penulis telah melakukan preliminary study kepada koordinator salah satu komunitas ODHA yang ada di Salatiga, berkaitan dengan kebermaknaan hidup pada ODHA yang telah berkeluarga di Salatiga. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, koordinasi ODHA Salatiga mengatakan bahwa penyebab ODHA terinfeksi HIV/AIDS memiliki beberapa faktor yang berbeda-beda. Penyebab penularan HIV/AIDS juga silih berganti sesuai perkembangan trend, dimana pada tahun 2007 penularan HIV/AIDS dikarenakan pemakai narkoba suntik, pada tahun 2007-2013 penularan dikarenakan perilaku heteroseksual, bahkan beberapa tahun belakang ini kasus ditemukan penularan paling banyak dikarenakan perilaku homoseksual. Namun pada kasus orang usia dewasa yang telah berkeluarga penularan HIV/AIDS banyak ditemukan karena perilaku seks dengan menggunakan jasa PSK (Pekerja Seks Komersial) maupun tertular oleh pasangannya.

Menurut koordinasi komunitas ODHA, pendataan individu yang terinfeksi dan penjangring individu yang terinfeksi HIV/AIDS didapatkan pada mereka yang mengalami komplikasi dengan penyakit lain dan mengharuskan mereka melakukan pemeriksaan HIV/AIDS di rumah sakit, pemeriksaan darah hasil donor darah dan penjaringan oleh team khusus yang ditugaskan. Sehingga dinas pemerintah yang berwenang dapat memiliki data siapa saja yang disinyalir telah terinfeksi HIV/AIDS di Salatiga.

Koordinator komunitas ODHA di Salatiga mengatakan bahwa setelah mereka mengetahui telah terinfeksi HIV/AIDS, ODHA mulai timbul permasalah psikologis

(5)

seperti depresi dan kecemasan akan kehidupan selanjutnya. Selain itu infeksi virus yang ada dalam tubuhnya mengharuskan mereka untuk berobat, terapi dan mengonsumsi obat secara rutin, mendapatkan diskriminasi oleh orang sekitar hingga sanksi sosial yang ada di masyarakat. Sehingga menurut koordinator komunitas ODHA hal tersebut yang menjadi alasan mereka akhirnya menutup diri, menyembunyikan penyakit hingga tidak mau berobat dan tidak mau terbuka tentang keadaannya. Sanksi ini yang membuat ODHA pada rentan usia dewasa serta telah berstatus menikah mengalami depresi karena harus memikirkan bagaimana nasib kehidupan keluarga terlebih memiliki anaknya yang masih kecil, keadaan ekonomi keluarga yang mesti mereka tanggung serta kondisi sosial yang rawan terjadinya diskriminasi. Hal tersebut yang akhirnya membuat ODHA yang mengalami perubahan perilaku seperti timbul kecenderungan menjadi lebih pendiam sampai akhirnya mereka bisa menerima keadaan mereka.

Dengan infeksi HIV/AIDS yang ada dalam diri individu mengakibatkan fisik mereka menjadi lemah sehingga hal ini yang menghambat individu untuk bisa beraktivitas seperti biasanya. Menurut koordinator komunitas ODHA keterbatasan ini mengakibatkan salah satu dari ODHA akhirnya tidak bisa memenuhi kebutuhan keluarga nya dan harus menggantungkan kehidupan ekonominya kepada istrinya.

Penelitian ini perlu dilakukan karena fenomena yang terjadi pada individu yang terinfeksi HIV mengalami diskriminasi dari masyarakat, sehingga individu memiliki kekhawatiran bahwasanya label ODHA pada individu tersebut bersabar. Hal ini yang dapat mengganggu psikologis ODHA karena akan mengakibatkan depresi, mengisolasi diri dan memiliki keterbatasan untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Masalah psikososial yang harus dihadapi membuat ODHA bingung untuk bersikap apa pada kelanjutan hidup. Terutama pada individu yang memiliki tanggung jawab sebagai kepala keluarga. ODHA harus memikirkan bagaimana nasib kelanjutan kehidupan sosial serta ekonomi yang harus ditanggung. Selain itu infeksi virus yang ada dalam tubuhnya mengakibatkan ODHA memiliki keterbatasan untuk beraktivitas dalam menjalankan pekerjaan maupun bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.

Berdasarkan hasil uraian di atas, didapatkan gambaran mengenai permasalahan yang dihadapi oleh ODHA, serta pentingnya pencapaian kebermaknaan hidup pada ODHA. Dengan keadaan yang dimiliki, ODHA tentunya memiliki permasalahan yang cukup rumit dan tidak hanya satu permasalahan yang harus mereka lalui, bukan hanya mengenai keadaan fisiknya saja namun juga mengalami masalah dengan psikologisnya, penerimaan pada lingkungan sosial, dan permasalahan ekonomi. Hal ini yang

(6)

mengakibatkan ODHA tersebut depresi dan kurang bisa untuk memaknai hidupnya.

Maka dari itu penting bagi ODHA untuk berusaha mencapai dan menemukan kebermaknaan hidup. Dengan berhasil nya mencapai kebermaknaan hidup maka ODHA dapat bangkit dan menghadapi permasalahan yang sedang dialami, sehingga mampu menerima keadaan dan tetap bisa melakukan aktivitas serta dapat merasakan kebahagiaan.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kebermaknaan hidup ODHA?

2. Bagaimana gambaran kebermaknaan hidup pada ODHA yang telah berkeluarga?

3. Bagaimana ODHA yang telah berkeluarga dapat bertahan hidup untuk tetap memenuhi kebutuhan kehidupan keluarganya?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk

1. Mengetahui dan mengidentifikasi secara mendalam mengenai gambaran kebermaknaan hidup pada ODHA.

2. Mengetahui gambaran kebermaknaan hidup pada ODHA yang telah berkeluarga.

3. Mengetahui bagaimana ODHA yang telah berkeluarga dapat bertahan hidup untuk tetap memenuhi kehidupan keluarga.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi yang bermanfaat dalam bidang psikologi klinis dan juga dapat digunakan untuk pengembangan penelitian-penelitian lainnya yang berkaitan dengan gambaran keberkahan hidup pada ODHA yang telah berkeluarga..

2. Manfaat Praktis

Secara praktis bagi ODHA (Orang dengan HIV/AIDS), penelitian ini diharapkan dapat menumbuhkan dan meningkatkan arti kebermaknaan hidup kepada ODHA dalam

(7)

menjalani kehidupannya dan keluarganya selanjutnya. Sehingga diharapkan ODHA bisa memiliki kehidupan yang lebih baik dalam menjalani permasalahan yang dimiliki.

Referensi

Dokumen terkait

HIV/AIDS. Dari data yang didapat menunjukkan bahwa : 1) pengertian sejahtera menurut orang dewasa dengan HIV/AIDS (ODHA) adalah tercukupinya kebutuhan hidup baik jasmani

Kemampuan Bertahan Hidup Orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) di Klinik VCT RSD Balung Kabupaten Jember; Ummi Kulsum; 072110101022; 2012; 79 halaman; Bagian Epidemiologi dan

Tujuan dari penelitian dengan judul “Konsep Diri Orang Dengan HIV- AIDS (ODHA) di kota Medan” ini adalah untuk mengetahui pengembangan konsep diri ODHA dalam interaksi sosialnya

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya susun dengan judul “Persepsi dan Sikap Perawat terhadap Perawatan Orang dengan HIV/AIDS (ODHA)” adalah benar-benar

RETRO VIRAL TERHADAP KUALITAS HIDUP ODHA. (ORANG DENGAN HIV AIDS)

Judul : Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Keberfungsian Sosial Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) di Rumah Singgah Caritas PSE Medan.. Medan,

Konsep Diri Orang Dengan HIV Dan AIDS (ODHA) Yang Menerima Label Negatif Dan Diskriminasi Lingkungan Sosial.

Hampir semua masyarakat melakukan diskriminasi terhadap ODHA karena kurang mendapatkan informasi yang benar tentang bagaimana cara penularan HIV AIDS, hal-hal apa saja