• Tidak ada hasil yang ditemukan

Repositori Institusi | Universitas Kristen Satya Wacana: Pelatihan Pendidikan Neuroscience untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Guru: Sebuah Systematic Literature Review

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Repositori Institusi | Universitas Kristen Satya Wacana: Pelatihan Pendidikan Neuroscience untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Guru: Sebuah Systematic Literature Review"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

15 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori

2.1.1 Model Pelatihan 2.1.1.1 Pengertian Pelatihan

Pelatihan adalah usaha sistematik yang diselenggarakan, direncanakan dan dilaksanakan oleh masyarakat untuk mentransfer pengetahuan, nilai, sikap dan keterampilan kepada para ahli di bidangnya, sebagai usaha dan karya untuk memperkuat dan mengembangkan potensi individu dan perubahan manusia (Iswan, 2021). Pelatihan adalah kesempatan yang diberikan oleh sebuah organisasi tertentu dalam rangka mendorong serta meningkatkan keterampilan kerja (Gustiana et al., 2022). Pelatihan menurut (Mon & Mulyadi, 2021) merupakan pengajaran yang diberikan pada karyawan baru atau lama, berkaitan dengan keterampilan dasar yang dibutuhkan saat mereka menjalankan pekerjaannya. Serta menurut (Haki, 2021) pelatihan dikatakan sebagai wadah dalam rangka pengembangan keterampilan yang berlangsung dalam waktu pendek atau singkat.

(2)

16

Pelatihan adalah instruksi jangka pendek yang sistematis dan terorganisir yang diberikan pada pegawai baru atau lama dalam rangka memberikan pengetahuan dan keterampilan teknis untuk tujuan tertentu (Djajadi, 2020). Berdasarkan pendapat kelima para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa pelatihan adalah kegiatan yang terstruktur dalam jangka waktu singkat dengan tujuan untuk meningkatkan kompetensi tertentu.

2.1.1.2 Prinsip Dasar Sistem Pelatihan

Pelatihan harus digarap secara serius dengan memperhatikan prinsip-prinsip berikut (Nugraha, 2020) :

1) Pendidikan/pelatihan untuk meningkatkan keterampilan.

2) Pendidikan dan Pelatihan sebagai layanan memajukan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

3) Pelatihan/Diklat sebagai sarana pemasaran.

4) Pelatihan/Diklat sebagai upaya pemenuhan kebutuhan khalayak.

5) Pelatihan/Diklat sebagai bukti ide inovatif

6) Pelatihan/Diklat sarana pengembangan keterampilan 7) Pelatihan/Diklat sebagai alat pendidikan sepanjang hayat.

(3)

17

8) Pelatihan/Diklat sebagai sarana pembentuk daya juang yang berkualitas.

Prinsip pelatihan menurut Basri Dan Rusdiana (Rusdiana

& Heryati, 2015) serta (Zuwirna, 2017) dijabarkan sebagai berikut:

1) Diklat atau pelatihan sebagai ajang penyempurnaan.

2) Diklat atau pelatihan sebagai sarana pelayanan kemajuan IPTEK.

3) Diklat atau pelatihan sebagai wahana promosi.

4) Diklat atau pelatihan sebagai pemenuhan aspirasi masyarakat.

5) Diklat atau pelatihan sebagai pemasok ide inovatif.

6) Diklat atau pelatihan sebagai pengembang keterampilan.

7) Diklat atau pelatihan sebagai perantara pendidikan seumur hidup.

8) Diklat atau pelatihan sebagai pembentuk etos kerja bermutu.

2.1.2 Kompetensi Pedagogik Guru

Guru sebagai pendidik harus memiliki standar kompetensi tertentu, berikut dijabarkan standar kompetensi pedagogik yang harus dimiliki guru (UU 14-2005 Guru Dan Dosen.Pdf, 2005):

(4)

18

1) Memahami sifat dan karakter siswa baik secara fisik, akhlak, sosial, adat-budaya, emosi, dan kecerdasannya.

2) Memahami teori pembelajaran serta dasar-dasar pengajaran yang mendidik.

3) Mengoptimalkan pengembangan kurikulum yang tersedia sesuai dengan jurusannya.

4) Melaksanakan kegiatan pengembangan yang memperhatikan kemampuan peserta didik

5) Memberdayakan TIK dalam rangka kepentingan penyelenggaraan kegiatan pengembangan yang mendidik.

6) Mewadahi penumbuhkembangan kemampuan siswa sebagai upaya pengejawantahan aneka daya yang melekat pada siswa.

7) Berinteraksi dengan baik, empati, dan sopan terhadap peserta didik.

8) Menjalankan kegiatan pengukuran proses serta hasil belajar siswa.

9) Menggunakan data penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran.

(5)

19

10) Melaksanakan kegiatan refleksi untuk peningkatan mutu pembelajaran.

Kompetensi profesional sekurang-kurangnya meliputi, (Syamsuri & Ishaq, 2017) :

1) Menguasai substansi bidang studi dan metodologi keilmuannya

2) Menguasai struktur dan materi kurikulum bidang studi 3) Menguasai dan memanfaatkan teknologi informasi dan

komunikasi dalam pembelajaran

4) Mengorganisasikan materi kurikulum bidang studi

5) Meningkatkan kualitas pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas

Keterampilan pedagogik guru abad 21 menurut (Somantri, 2021), disampaikan sebagai berikut:

1) Merancang dan mengembangkan pengalaman belajar.

2) Mampu memfasilitasi dan menginspirasi belajar.

3) Mendorong dan menjadi model tanggung jawab dan masyarakat digital.

4) Menjadi model cara belajar dan bekerja di era digital.

(6)

20

5) Berpartisipasi dalam pengembangan dan kepemimpinan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.74 tahun 2008 tentang Guru, dipaparkan bahwa kompetensi pedagogik guru adalah sebagai berikut (Permendiknas RI No.16 Tahun 2007, 2007):

1) Memahami peserta didik.

2) Merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran.

3) Melaksanakan pembelajaran.

4) Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran.

5) Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

Menurut Ishmahani Sobarningsih dan Tatang Muhtar, guru harus memiliki kompetensi pedagogik sebagai berikut (Sobarningsih, 2022):

1) Kemampuan untuk mengidentifikasi karakteristik belajar siswa

2) Mampu memberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam siswa aktif

(7)

21

3) Kemampuan mengelola manajemen kelas dengan karakteristik yang berbeda

4) Mampu Mengelola Karakter Deviasi Belajar

5) Mampu mengelola manajemen potensial dan kerentanan 6) Mampu melakukan tindakan humaniora.

2.1.3 Pendidikan Neuroscience 2.1.3.1 Pengertian Neuroscience

Neuroscience merupakan sebuah model pelatihan/pendidikan inovatif yang mengajarkan tentang sistem kerja neuron otak manusia. Asal-usul neuroscience adalah merupakan ilmu neuron yang membahas tentang sistem kerja dari otak manusia, khususnya mempelajari sel neural/syaraf dengan pendekatan berbagai ilmu pengetahuan, Taufiq Pasiak dalam (Hengki, 2018a).Neuroscience adalah studi empiris tentang otak dan sistem saraf yang terhubung, (Happé & Frith, 2014).

Neuroscience adalah sistem pendidikan yang tergolong baru, ilmu ini mempelajari tentang sistem kerja syaraf otak manusia (Wathon, 2016). Sedangkan menurut (Nurasiah, 2016) menyatakan bahwa neuroscience ini merupakan perkembangan

(8)

22

dari ilmu biologi manusia yang bersumber dari ilmu kedokteran, yang khusus mempelajari tentang otak.

2.1.3.2 Memahami Struktur Otak

Otak mengalami pertumbuhan, semakin lama semakin membesar, tetapi karena otak selalu dalam tempurung oleh karena itu, akan semakin bergelombang. Semakin bergelombang maknanya, makin banyak pula pengetahuan yang tersimpan.

Otak memiliki seperangkat anatomi yaitu bagian rasional (kecerdasan intelektal/IQ) bagian emosi (Kecerdasan Emosional/EQ), dan bagian spiritual (kecerdasan spiritual/SQ).

Penemuan terbaru pada neuroscience semakin menunjukkan bagaimana setiap bagian-bagian khusus dari otak memiliki peran penting untuk mengatur kecerdasan manusia.

2.1.4 Teori Neuroscience Pembelajaran 1) Teori Emosi

Teori emosi (Hengki, 2018b) terjadi pada saat talamus merespon rangsangan emosi/rangsangan dengan mengirimkan impuls secara bersama ke korteks serebral serta kebagian tubuh lainnya.

(9)

23 2) Amygdala

Amygdala ini memainkan peran dalam ingatan emosi yang terdiri dari inti sel/gugus sel. Amygdala berkembang maksimal saat anak berusia dibawah 4 tahun.

3) Teori Triune Brain

Dalam teori ini dikatakan bahwa, lapisan pada otak manusia berjumlah tiga bagian dasar yang berbeda, ketiga lapisan tersebut adalah otak reptil, sistem limbik, dan otak neokortikal atau otak belajar. Dan ketiganya tersebut bekerja sama dengan sangat baik.

4) Otak Kiri Dan Kanan

Jeffrey Gray dalam (Hengki, 2018b) mengatakan bahwa, aktivitas atau kinerja otak belahan kiri khususnya lobus frontal dan temporal, dikaitkan dengan perilaku manusia. Sedangkan otak kanan berkaitan dengan emosi misalnya rasa takut dan muak.

2.1.4.1 Ruang Lingkup Neuroscience 1) Seluler-Molekuler/Molekul Seluler

(10)

24

Studi tentang seluler-molekuler ini meneliti berbagai jenis neuron dan fungsinya yang berbeda satu sama lain untuk memunculkan berbagai perilaku yang kompleks seperti emosi, pemikiran, dan tindakan. Singkatnya ketiganya adalah emosi dan hubungan yang menjadi satu dalam jaringan neural yang sehat, jelas Eric Jensen dalam (Wathon, 2016).

2) Sistem Saraf

Bagian ini, mempelajari tentang sel-sel saraf yang berguna seperti pada suatu sistem yang kompleks.

3) Neuroscience Perilaku

Neuroscience perilaku mengkaji bagaimana berbagai sistem syaraf bekerja dalam upaya menghasilkan sebuah perilaku khusus.

4) Neuroscience Sosial/Sosiosains

Ilmu ini mengamati seperti apa "otak sosial" menolong individu menjalin hubungan atau interaksi dengan individu lain. Walaupun "otak sosial" bukanlah sistem terlokalisasi yang dapat diamati dengan pasti, tetapi ia berakar kuat pada interaksi antara bagian-bagian yang berbeda. Komponen lobus

(11)

25

frontal seperti korteks prefrontal, korteks orbitofrontal, dan korteks ventromedial adalah komponen utama yang bertanggung jawab untuk ini. Instrumentasi teknologi ilmu saraf dan dampaknya terhadap pembelajaran.

2.1.4.2 Hakikat Peserta Didik Menurut Perspektif Neuroscience

Teknologi yang berperan dalam neuroscience untuk pendidikan adalah:

1) Elektroensefalografi (EEG) dan Magnetoensefalografi (MEG) EEG dan MEG alat ini mampu mengidentifikasi bagaimana pengetahuan diolah dalam otak manusia.

2) Pencitraan Resonansi Magnetik Fungsional (FMRI)

Alat ini dapat membantu peneliti menunjukkan area otak yang lebih aktif saat memproses informasi (belajar). Pembedahan didasarkan pada fakta bahwa bagian otak yang lebih aktif membutuhkan lebih banyak oksigen dan nutrisi.

3) Spektroskopi Resonansi Magnetik Fungsional (FMRS)

(12)

26

FMRS menentukan area otak mana yang aktif berpikir dan dapat mendeteksi jika ada bahan kimia di area otak yang aktif.

4) Tomografi Komputasi Emisi Foton Tunggal (DINKEL)

Alat ini mampu merekam gelombang otak saat orang melakukan aktivitas tertentu tanpa membawa orang tersebut ke laboratorium.

Dalam dunia pendidikan, keempat teknologi pemindaian otak tersebut dapat mentransformasikan pandangan terhadap otak siswa, khususnya fungsi pembelajaran.

2.1.4.3 Tujuan Neuroscience dalam Pendidikan

Tujuan utama ilmu ini adalah mempelajari dasar biologis dari semua perilaku. Dengan kata lain, tugas utama neuroscience adalah menjelaskan perilaku manusia dari perspektif aktivitas yang terjadi di otak. Penelitian neuroscience baru-baru ini telah menemukan bukti adanya hubungan yang tidak terpisahkan antara otak dan perilaku (karakter) manusia. Menggunakan tomografi emisi positron (PET), diketahui bahwa ada enam sistem otak yang mengontrol semua perilaku manusia secara

(13)

27

terpadu. Enam sistem otak tersebut adalah Keterampilan Kognisi, Afektif, dan Psikomotorik, termasuk IQ, EQ, SQ.

2.1.4.4 Proses Neuroscience dalam Pendidikan

Otak rasional terkonsentrasi di korteks serebral atau bagian luar otak yang berwarna abu-abu. Volumenya cukup besar hingga mencapai 80% dari volume seluruh otak. Besarnya 10 blok kortikal, sehingga memungkinkan manusia untuk berpikir rasional dan menjadikan mereka benar-benar manusiawi.

Semakin manusia beradab dan berbudaya, perilakunya cenderung ke pusat pemikiran rasional.

Korteks serebral terbagi menjadi otak kiri dan otak kanan.

Otak kiri dengan pemahaman dan pemikirannya yang terstruktur, dan otak kanan dengan kreativitasnya. Kedua belahan otak tersebut akan bekerja sama untuk memahami dan menyelesaikan masalah secara keseluruhan. Sistem pendidikan yang baik harus mampu memberikan model pembelajaran yang mengoptimalkan kedua belahan otak tersebut. (Hengki, 2018b).

Dalam cortex cerebri terdapat lobus frontal (di dahi), lobus occipital (di kepala bagian belakang), lobus temporal (di

(14)

28

seputaran telinga), dan lobus parietal (di puncak kepala). Lobus frontal bertanggung jawab untuk kegiatan berpikir, perencanaan, dan penyusunan konsep.

Lobus temporal bertanggung jawab terhadap persepsi suara dan bunyi. Memori dan kegiatan berbahasa (terutama pada otak kiri) juga menjadi tanggung jawab lobus ini. Lobus parietal bertanggung jawab juga untuk kegiatan berpikir terutama pengaturan memori. Bekerjasama dengan lobus occipital ia turut mengatur kerja penglihatan.

Lobus penting karena mendukung korteks serebral dalam menjalankan fungsi-fungsi penting, termasuk pemikiran logis dan memori. Keberadaan lobus ini terungkap ketika Vilyamir Ramachandran, seorang dokter India-Amerika, dan timnya di University of California menemukan bagian otak yang bertanggung jawab atas reaksi psikis dan mistis manusia. Mereka menyebutnya “Godspot” yang letaknya di temporal lobe.

Seperti yang telah disebutkan, model pendidikan saat ini terlalu fokus pada otak kiri, sedangkan untuk menjadi cerdas, otak kanan memiliki tugas yang sama dengan otak kiri. Otak kiri

(15)

29

dikhususkan untuk kata-kata dan bahasa, sedangkan otak kanan dikhususkan untuk musik, gambar, dan warna. Kelas harus dikelola untuk dapat mewadahi pembelajaran kedua belah otak.

Pemrosesan dan penyimpanan informasi paling efektif ketika tubuh dan otak dalam keadaan rileks dan waspada.

Penelitian oleh (Amelia et al., 2020) menunjukkan bahwa apa yang kita tanamkan di alam bawah sadar kita membantu imajinasi kita menjadi kenyataan. Pikiran bawah sadar dapat diibaratkan sebagai taman kehidupan, sedangkan pikiran sadar adalah tukang kebunnya.

2.2 Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian tentang pelatihan pendidikan neuroscience untuk meningkatkan kompetensi pedagogik guru ini semakin menjadi perhatian. Pelatihan ini dirasa mampu meningkatkan kompetensi guru atau calon guru, sehingga penting neuroscience untuk dipelajari. Pentingnya dimasukkan kurikulum pemahaman pendidikan neuroscience dalam pelatihan, guna untuk meningkatkan kompetensi pedagogik guru juga didukung oleh (de Carvalho & Villas Boas, 2018), dalam penelitiannya tentang

(16)

30

Neurociências e formação de professores. Dalam penelitiannya ini Carvalho dan Boas mengatakan bahwa melalui pelatihan yang membahas pengetahuan dan pendidikan neuroscience dengan cara multidisiplin, maka para guru ini akan mampu menggunakan karakteristik biologis peserta didik mereka untuk dapat menentukan metodologi pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan biologis peserta didiknya.

Senada dengan yang diungkapkan oleh Carvalho dan Boas tersebut, (Batubara & Supena, 2018) dalam penelitiannya yang berjudul Educational Neuroscience dalam Pendidikan Dasar, mengatakan bahwa pentingnya pelatihan pendidikan neuroscience mengingat bahwa hasil penelitian neuroscience pendidikan membuktikan bahwa struktur sistem saraf mendasari tindakan manusia, baik kognisi, afeksi, maupun psikomotorik.

Sehingga sangat penting bagi guru untuk memahami pendidikan neuroscience ini, agar mereka mampu menciptakan lingkungan pembelajaran yang sesuai dan menyenangkan.

Penelitian yang mengangkat tentang Educational neuroscience: progress and prospects, mendukung bahwa

(17)

31

pendidikan neuroscience sangat bermanfaat untuk pelatihan guru di masa depan. Ilmu saraf pendidikan adalah bidang penelitian interdisipliner yang berupaya menerjemahkan temuan penelitian tentang mekanisme pembelajaran saraf ke praktik dan kebijakan pendidikan dan untuk memahami efek pendidikan pada otak (Thomas et al., 2019).

Banyak yang mendukung tentang pentingnya pemahaman neuroscience bagi guru. Seperti yang diungkapkan oleh (Coch, 2018) dalam penelitiannya yang berjudul Reflections on Neuroscience in Teacher Education. Dalam penelitiannya ini Donna mengatakan bahwa manfaat dari memasukkan pengetahuan neuroscience dalam pelatihan guru akan lebih besar manfaatnya. Karena, pembelajaran terjadi di otak dan guru pada dasarnya pendorong dan fasilitator pembelajaran, sehingga penting untuk memahami neuroscience.

Kesadaran bahwa pelatihan neuroscience ini akan berdampak positif pada pembelajaran hal ini juga dinyatakan oleh (Universities et al., 2020) dalam penelitiannya tentang penerapan neuroscience pada perguruan tinggi. Dalam penelitian ini

(18)

32

dinyatakan bahwa terdapat banyak manfaat dalam pengimplementasian pendidikan neuroscience dalam kurikulum pendidikan calon guru. Belajar adalah hasil dari perubahan yang terjadi di otak, sehingga pendidikan tinggi harus bertujuan untuk memahami perubahan tersebut dan menyajikan informasi baru dengan cara yang dapat diterima oleh otak siswa secara lebih efektif.

Neuroscience mempengaruhi pandangan guru dalam mengajar juga disampaikan oleh (Petersen et al., 2020) dalam penelitian SLRnya tentang pengajaran menulis dengan menggunakan teori neuroscience. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan meningkatkan kemampuan menulis mahasiswa dengan menggunakan berbagai metode yang didasarkan pada teori neuroscience dan pelatihan ini berhasil meningkatkan kemampuan menulis mahasiswa, menjadi lebih profesional.

Penelitian yang dilakukan (Melnyk et al., 2022) melakukan penelitian tentang pendekatan modern untuk penyelenggaraan pendidikan di SD. Dasar dilakukan penelitian ini karena sistem pendidikan di Ukraina tidak memenuhi standar dan karenanya

(19)

33

memerlukan reformasi dan perubahan. Penelitian ini mampu memecahkan masalah tersebut karena dalam penelitian ini dipaparkan pengetahuan dan penggunaan prinsip-prinsip neuroscience modern, khususnya neuropedagogi, neuropsikologi, dan neurolinguistik dalam kegiatan pendidikan di sekolah dasar memungkinkan pengembangan metode pengajaran baru yang paling efektif.

Dalam penelitiannya tentang intervensi neuroscience dalam pendidikan (Schmied et al., 2021) yang menyelidiki tentang manipulasi otak untuk meningkatkan hasil pembelajaran. Hasil dari penelitian ini mengatakan bahwa pentingnya memberikan pengetahuan neuroscience pada guru, sehingga mereka dapat menilai secara kritis teknologi neuroscience ini, yang diterapkan secara praktis, dan menginterpretasikan hasilnya untuk siswa.

Peningkatan atau penurunan hasil belajar juga dipengaruhi oleh stres, seperti yang dikatakan oleh (Whiting et al., 2021) dalam penelitiannya tentang stres dan pembelajaran pada siswa.

Dalam penelitiannya ini dikatakan bahwa stres dapat meningkatkan perhatian dan kemampuan belajar anak dalam

(20)

34

beberapa keadaan, tetapi menghambatnya dalam keadaan lain.

Karena anak memiliki respon yang berbeda terhadap stres maka, sangat penting untuk meningkatkan kesadaran guru terhadap respon stres murid yang berbeda tersebut. Dengan demikian guru akan mampu menemukan langkah tepat dalam mengakomodasi perbedaan kebutuhan anak di kelas mereka.

Untuk dapat menemukan metode pembelajaran yang sesuai guru juga harus memperhatikan kondisi fisik peserta didik yang mengalami cacat tertentu, seperti penelitian SLR yang dilakukan oleh (Chen, 2020) tentang pendidikan visual neuroscience.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan pertimbangan bagaimana siswa yang kekurangan penglihatan dapat memperoleh manfaat dari pengetahuan terkini tentang plastisitas otak dan metode rehabilitasi visual yang melibatkan kompensasi dari sistem sensorik lainnya. Hasil dari penelitian ini mengatakan bahwa neuroscience pendidikan dapat memfasilitasi pembelajaran pada individu dengan penglihatan terbatas melalui eksperimen yang mensimulasikan cacat bidang visual.

(21)

35

Berdasarkan hasil dari tinjauan penelitian yang relevan tersebut dapat disimpulkan bahwa pelatihan neuroscience sangat dibutuhkan oleh guru maupun calon guru, karena dapat meningkatkan kompetensi guru salah satunya adalah kompetensi pedagogik. Kemudian meskipun pelatihan pendidikan neuroscience dipandang sulit untuk diikuti dan dipahami, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa pelatihan-pelatihan tentang neuroscience tersebut berhasil meningkatkan pemahaman dan kompetensi guru. Oleh karena itu, melalui penelitian ini peneliti ingin lebih banyak mencari tahu sejauh mana pelatihan pendidikan neuroscience dalam meningkatkan kompetensi pedagogik guru.

Dalam penelitian ini akan menganalisis pula tentang pelatihan pendidikan neuroscience, tetapi berbeda dengan penelitian-penelitian yang relevan tersebut, dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pelatihan pendidikan neuroscience benar-benar dapat meningkatkan kompetensi pedagogik guru.

(22)

36 2.3 Kerangka Pikir

Pelatihan-pelatihan guru yang selama ini dirancang kebanyakan hanya berkaitan dengan bagaimana kurikulum tersampaikan dengan baik, bagaimana model pembelajaran yang dapat menyampaikan materi dengan baik, atau cakupan materi seperti apa yang cocok untuk kurikulum tertentu. Intinya pelatihan guru selama ini dirancang hanya untuk melatih bagaimana sebuah materi tersampaikan pada peserta didik.

Rancangan pelatihan guru seharusnya pertama memikirkan tentang bagaimana guru memahami kondisi sistem syaraf peserta didik. Perlu kita ingat kembali bahwa kegiatan pembelajaran berkaitan dengan otak, sehingga alangkah baiknya bila seorang guru mampu memahami kinerja syaraf otak peserta didik terlebih dahulu, untuk selanjutnya mampu menciptakan metode dan materi pembelajaran yang menarik dan sesuai dengan perkembangan syaraf peserta didik.

Pernyataan tentang pentingnya konsep pelatihan pendidikan neuroscience untuk meningkatkan kompetensi pedagogik guru sebelum merancang konsep pelatihan yang lain, menjadi

(23)

37

pemikiran awal dari penelitian systematic literature review ini.

Penelitian ini ingin membuktikan bahwa pelatihan pendidikan neuroscience benar-benar bermanfaat untuk meningkatkan kompetensi pedagogik guru. Pencarian bukti ini akan dilakukan dengan menggunakan hasil penelitian-penelitian yang relevan dengan judul penelitian ini.

Rancangan pemecahan masalah dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar Bagan 1 berikut.

Bagan 1. Rancangan Pemecahan Masalah

Konsep pelatihan pendidikan

neuroscience, dirasa paling efektif sebagai upaya peningkatkan kompetensi pedagogik guru.

Menganalisis penelitian- penelitian yang relevan baik nasional maupun internasional.

Pelatihan pendidikan neurosciencemenin gkatkan kompetensi pedagogik guru.

Referensi

Dokumen terkait

To limit the scope of the study, this research only focuses on aspect multisensory learning and assessment rubric for the young learner English which is suitable for

RESULT AND DISCUSSION Based on Bruner’s theory above we make the scenario of learning for the material in order to calculate the area of triangle as the following this can be