RAJVol 2 (2) 2022 : 280-286, http://journal.yrpipku.com/index.php/raj |
Copyright © 2019 THE AUTHOR(S). This article is distributed under a a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International license.
THE EFFECTIVENESS OF PROBLEM-BASED LEARNING MODEL IN LEARNING FOR SUSTAINABILITY: IN IMPROVING CRITICAL THINKING ABILITY IN ACCOUNTING STUDENTS
EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DALAM PEMBELAJARAN UNTUK KEBERLANJUTAN: DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PADA MAHASISWA AKUNTANSI
Depita Sari*1 Dhita Anastasia2
Naomi Putri Sion Silaban3
Universitas Muhammadiyah Riau, Pekanbaru [email protected]
ABSTRACT
This research is entitled "the effectiveness of problem-based learning models in learning for sustainability:
in improving critical thinking skills in accounting students". This study aims to measure the effect of problem-based learning model (PBL) in relation to critical thinking skills of Accounting students through empirical studies and theoretical reviews. The research method is descriptive. The result of this study is that we are able to understand the effectiveness of the problem-based learning model in learning for sustainability: in improving critical thinking skills in accounting students
Keywords: Problem Based Learning, Critical Thinking
ABSTRAK
Penelian ini berjudul “efektivitas model pembelajaran berbasis masalah dalam pembelajaran untuk keberlanjutan: dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis pada mahasiswa akuntansi”. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur pengaruh model pembelajaran berbasis masalah (PBL) kaitannya dengan kemampuan berpikir kristis mahasiswa Akuntansi melalui studi empiris dan tinjauan teoritis.Metode penelitian adalah deskriptif. Hasil dari penelitian ini adalah kita mampu memahami efektivitas model pembelajaran berbasis masalah dalam pembelajaran untuk keberlanjutan: dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis pada mahasiswa akuntansi
Kata Kunci : Pembelajaran Berbasis Masalah,Berpikir Kritis
1. Pendahuluan
UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pengembangan model pembelajaran merupakan suatu kegiatan wajib bagi guru dalam kegiatan pembelajarannya. Guru merupakan alasan keberhasilan kegiatan pembelajaran di sekolah, mereka terlibat langsung dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Kualitas kegiatan pembelajaran yang dilakukan sangat tergantung pada perencanaan guru dan pelaksanaan proses pembelajaran.
Tugas guru bukan semata-mata mengajar tetapi lebih kepada pembelajaran siswa.
Dalam masyarakat yang terus berubah, pendidikan yang ideal seharusnya tidak hanya menghadapi masa lalu dan masa kini, tetapi juga proses mengantisipasi dan membicarakan masa depan. Menurut Buchori (2001) dalam Trianto (2007:1) bahwa, “Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang tidak hanya mempersiapkan para siswanya untuk suatu profesi atau
281
jabatan, tetapi untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari”.
Berkaitan dengan reformasi proses pembelajaran ini, pemerintah melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 41 Tahun 2007 telah menetapkan standar proses. Pada Permendiknas dinyatakan bahwa proses pembelajaran hendaknya berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Guru-guru hendaknya melakukan pergeseran dari pengajaran yang menekankan pada keterampilan berpikir tingkat rendah ke pembelajaran yang menekankan pada keterampilan berpikir tingkat tinggi atau keterampian berpikir kritis (Tsapartis & Zoller, 2003:53; Lubezki, Dori,
& Zoller, 2004: 179).
Menurut Duch, Allen dan White (2005) dalam Hamruni (2012:104) mengungkapkan bahwa, “Pembelajaran berbasis masalah menyediakan kondisi untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan analitis serta memecahkan masalah kompleks dalam kehidupan nyata sehingga akan memunculkan “Budaya berpikir” pada diri siswa”. Lebih lanjut juga dari hasil beberapa studi menyatakan terdapat hubungan positif pembelajaran berbasis masalah dengan berpikir kritis siswa. (Alias Masek, Sulaiman Yamin, 2011:218).
Keterampilan berpikir kritis ialah suatu keterampilan yang bisa dipelajari. Dengan begitu, keterampilan ini dapat diajarkan. Keterampilan berpikir kritis tidak akan berkembang dengan baik tanpa ada usaha sadar untuk mengembangkannya selama pembelajaran (Zohar, Weinberger, & Tamir, 1994:191). Keterampilan berpikir kritis membutuhkan pembelajaran dan latihan yang berkelanjutan agar dapat berkembang ke arah yang potensial. Oleh karena itu, siswa harus ditantang untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritisnya dalam proses pembelajaran.
Guru harus menemukan model pembelajaran yang cocok untuk mahasiswa dan menumbuhkan pemikiran kritis mahasiswa. Seorang mahasiswa yang dapat menemukan, memecahkan, dan bertanya akan menjadi lebih mahir, berpikir dan mengkomunikasikan ide- idenya. Seorang siswa yang dapat berpikir dengan baik akan menjadi lebih efektif dan lebih mudah untuk belajar.
Model pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran inkuiri terbuka.
Pada pembelajaran inkuiri ini, mahasiswa dihadapkan dengan masalah tanpa adanya bimbingan dari guru. Pada kenyataannya, mahasiswa kesulitan menyelesaiakan masalah tanpa bimbingan guru. Oleh karena itu, model pembelajaran berbasis masalah yang murni sangat sulit diterapkan pada level berpikir mahasiswa. Oleh karena itu, perlu dilakukan modifikasi model pembelajaran berbasis masalah. Modifikasi yang dibahas adalah memasukkan unsur-unsur bimbingan.
Berbagai penelitian yang telah dilakukan menyebutkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan hasil belajar (Tosun & Senocak,2013; Shishigu et al, 2018;
Gallagher & Gallagher, 2013). Berdasarkan hal di atas, maka perlu menerapkan model pembelajaran berbasis masalah guna untuk pengembangan kemampuan berpikir kritis mahasiswa terkait peningkatkan kemampuan berpikir kritis Mahasiswa Akuntansi. Hal ini dikarenakan,dalam dunia akuntansi banyak membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan nyata mahasiswa sehingga dengan kita menerapkan model pembelajaran berbasis masalah yang membutuhkan banyak solusi untuk pemecahan masalah dan akan sangat membantu mahasiswa meningkatkan kemampuannya.
Bagian berikut menyajikan tinjauan literatur yang meneliti pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) dalam mengajar untuk keberlanjutan dalam program akuntansi. Dan selanjutnya memberikan metode dan parameter penelitian ini. Berdasarkan pemaparan diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “efektivitas model pembelajaran berbasis masalah dalam pembelajaran untuk keberlanjutan: dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis pada mahasiswa akuntansi.
282 2. Tinjauan Pustaka
Efektifitas Pembelajaran
Menurut kamus besar bahasa indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan,membawa hasil dan keberhasilan dari suatu usaha atau tindakan, dalam hal ini efektivitas dapat dilihat dari tercapai tidaknya tujuan khusus yang telah direncanakan.
Efektivitas pembelajaran secara konseptual dapat diartikan sebagai perilaku dan kegiatan dalam proses pembelajaran yang berdampak pada keberhasilan usaha atau tindakan terhadap hasil belajar peserta didik(Antomi Saregar,2016).Apabila setelah pembelajaran dilaksanakan peserta didik menjadi termotivasi untuk belajar lebih giat lagi(Bachtiar Rifa’i,2013).
Model Pembelajaran
Model pembelajaran merupakan suatu sistem, yang terdiri atas berbagai komponen yang saling berhubungan satu sama lainnya. Komponen tersebut meliputi: tujuan, materi, metode, dan evaluasi. Keempat komponen pembelajaran tersebut harus di perhatikan oleh pendidik dalam memilih dan menentukan model-model pembelajaran apa yang akan di gunakan dalam kegiatan pembelajaran.Model pembelajaran merupakan pola yang digunakan sebagai pedomaan dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial.
Menurut Arends, model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan di gunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahaptahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. model pembelajaran dapat di definisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Model pembelajaran problem based learning (PBL) merupakan pembelajaran yang menitik beratkan pada kegiatan pemecahan masalah(Dasa Ismaimuza,2010).
Menurut Dutch dalam M. taufik amar (1994) menyatakan bahwa PBL merupakan metode instruksional yang menantang peserta didik agar “belajar dan untuk belajar”, bekerja sama dengan kelompok untuk mencari solusi bagi masalah yang nyata. Masalah ini di gunakan untuk mengaitkan rasa keingintahuan serta kemampuan analisis
peserta didik dan inisiatif atas materi pembelajaran. PBL mempersiapkan peserta didik untuk berpikir kritis dan analitis, dan untuk mencari serta menggunakan sumber pelajaran yang sesuai.
Kemampuan Berpikir Kritis
Menurut Wagner (2008) yang termasuk soft skills salah satunya berupa kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah. Kemampuan berpikir kritis tidak dapat berkembang seiring dengan perkembangan jasmani tiap individu.
Kemampuan ini berkaitan dengan kemampuan mengidentifikasi, menganalisis, dan memecahkan masalah secara kreatif dan berpikir logis sehingga menghasilkan pertimbangan dan keputusan yang tepat (Tinio, 2003).
3. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang menggambarkan bagaimana efektifitas model pembelajaran berbasis masalah dalam pembelajaran untuk keberlanjutan: dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis pada mahasiswa akuntansi
4. Hasil dan Pembahasan
283
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Berpikir kritis adalah sesuatu yang digunakan dalam kegiatan sehari-hari dalam memecahkan berbagai masalah(Agoestanto,2017).Styron (2014) menyatakan bahwa berpikir kritis adalah proses disiplin intelektual yang secara aktif dan terampil mengkonseptualisasikan, menerepkan, menganalisis, mensintesis dan atau mengevaluasi informasi yang dikumpulkan dari, atau dihasilkan oleh, observasi, pengalaman, refleksi, penalaran atau komunikasi sebagai panduan untuk keyakinan dan tindakan.
ketrampilan berpikir kritis melibatkan identifikasi dan analisis sumber informasi untuk kredibilitas, menunjukan pengetahuan sebelumnya dan membuat koneksi dan menyimpulkan kesimpulan(Thurman dalam Birgili,2015). Demirel (Birgili, 2015) Karakteristik berpikir kritis sebagai berikut: 1)Penalaran dan perkiraan; 2) Melihat situasi dari berbagai perspektif dan dimensi; 3) Bersikap terbuka terhadap perubahan dan inovasi; 4) Melihat pikiran tanpa prasangka; 5) Bersikap terbuka; 6)Berpikir secara analitis; 7) Memperhatikan secara detail.
Keuntungan dalam berpikir kritis adalah : 1) Orang yang berpikir kritis berpikir dengan bebas dan mandiri; 2)Orang yang berpikir kritis tidak akan berperilaku tanpa berpikir; 3) Orang yang berpikir kritis dapat menyatakan masalah secara eksplisit.
Giancarlo dan Facione dalam Tiruneh (2014) menunjukan bahwa pandangan berpikir kritis yang lebih komprehensif harus mencakup disposisi, yaang mengacu pada kecenderungan seseorang untuk menggunakan ketrampilan berpikir kritis ketika menghadapi masalah untuk dipecahkan, ide untuk mengevaluasi, atau keputusan yang harus diambil.
Facione dalam Seventika (2018), menyatakan Ada enam kemampuan berpikir kritis yang muncul dalam proses belajar melalui kemampuan yaitu sebagai berikut : (1) Interpretasi, adalah pemahaman untuk mengekspresikan makna atau makna dari berbagai pengalaman, situasi, data, peristiwa, penilaian, kebiasaan, kebiasaan, keyakinan, aturan, prosedur, atau kriteria; (2) Analisis
adalah identifikasi korelasi referensi aktual yang ditujukan untuk pertanyaan, pernyataan, konsep, deskripsi atau representasi lain yang dimaksudkan untuk mengekspresikan keyakinan, penilaian, pengalaman, alasan, informasi atau pendapat; (3) Evaluasi berarti meninjau kredibilitas pertanyaan atau lainnya representasi dalam bentuk laporan atau deskripsi dari persepsi, pengalaman, situasi, penilaian, keyakinan atau pendapat, dan menafsirkan kekuatan logis dari korelasi referensial atau yang dimaksudkan lainnya perwakilan; (4) Inferensi adalah untuk mengidentifikasi dan mendapatkan unsur-unsur yang dibutuhkan untuk secara logis menyimpulkan, menciptakan asumsi dan hipotesis, mempertimbangkan informasi yang relevan dan menyimpulkan konsekuensi dari data, situasi, pertanyaan, dan representasi lainnya. (5) Penjelasan adalah keterampilan untuk menentukan dan berbagi alasan dengan segera dan logis berdasarkan data yang diperoleh; (6) Pengaturan diri adalah keterampilan untuk memantau seseorang aktivitas kognitif, elemen yang digunakan dalam memecahkan masalah, terutama untuk menerapkan keterampilan dalam menganalisis dan mengevaluasi.Ada lima kerangka berpikir kritis dalam menganalisis konsep menurut Ennis dalam Costa (1985), yaitu: 1) memberi penjelasan sederhana, 2)membangun keterampilan dasar, 3) menyimpulkan, dan 4) membuat penjelasan lebih lanjut, serta 5) menerapkan strategi dan taktik. Kerangka kerja berpikir ini membangkitkan proses berpikir ketika melakukan penggalian informasi dan penerapan criteria yang terbaik untuk memutuskan cara bertindak dari sudut pandang yang berbeda.
Menurut Angelo dalam Seventika (2018) Berpikir kritis harus mencakup beberapa karakteristik, seperti menganalisis, mensintesis, memperkenalkan dan memecahkan masalah,
284
menyimpulkan dan menilai. Menurut Perkins&Murphy (2006) dalam Rochmad dkk (2017) tahapan berpikir kritis ada 4 (empat), sebagai berikut : klarifikasi, evaluasi, penyimpulan dan strategi/taktik. Tahap kemampuan berpikir kritis adalah langkah-langkah yang mencakup klarifikasi, evaluasi, penyimpulan, strategi/taktik. Tahap klarifikasi merupakan tahap menyatakan, mengklarifikasi, menggambarkan atau mendefinisi masalah. Tahap evaluasi merupakan tahap menilai aspek-aspek seperti membuat keputusan pada situasi, mengemukakan fakta-fakta argumen atau menghubungkan masalah dengan masalah yang lain.
Tahap penyimpulan dimana siswa dapat menunjukkan hubungan diantara sejumlah ide, menggambarkan kesimpulan yang tepat dengan deduksi dan induksi, menggeneralisasi, menjelaskan dan membuat hipotesis. Tahap strategi/taktik merupakan tahap mengajukan, mengevaluasi sejumlah tindakan yang mungkin.
Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Subandiyah (2010) menjelaskan bahwa: PBL(Problem Based Larning) merupakan salah satu metodepembelajaran yang sangat sesuai dengan karakteristik siswa.Metode ini dapat mengoptimalkan semua potensi yang ada dalam diri siswa untuk belajar,karena selama penyajiannya melibatkan siswa secara aktif, baik secaramental maupun secara fisik. Dalam pembelajaran initanggung jawab siswa terhadap proses belajar lebih besar,karena siswa lebih banyak bekerja daripada sekedarmendengarkan informasi. Siswa dapat dilatihmengembangkan keterampilan berfikir tingkat tinggi danpola pikir kreatif.
Contoh penerapan model problem based learning (dalam RPP) menurut Ibrahim dan Nur (dalam Tritanto,2017,hlm.12) adalah sebagai beriku
No Fase/Indikator Kegiatan/Prilaku Guru
1. Mengorientasi peserta didik terhadap masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, dan saran atau logistik yang dibutuhkan.
Selanjutnya, guru memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah nyata yang dipilih.
2. Mengorganisasi peserta didik untuk belajar
Pendidik membantu peserta didik untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
3. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
Guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai dan melaksanakan eksperimen untuk
mendapatkan kejelasan yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah. Siswa dituntut untuk menjadi penyidik yang aktif.
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Pendidik membantu siswa untuk berbagi tugas dan merencanakan atau menyiapkan karya yang sesuai sebagai hasil pemecahan masalah dalam bentuk laporan.
5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Guru membantu pesera didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap proses pemecahan masalah yang
dilakukan.
Di lain hal kelebihan dari problem based learning menurut Shoimin(2017,hlm.132) dapat mendorong siswa untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah pada dunia nyata,membangun pengetahuan siswa melalui aktivitas belajar,mempelajari materi yang sesuai dengan permasalahan,terjadi aktivitas ilmiah melalui kerja kelompok pada siswa,kemampuan
285
komunikasi akan terbentuk melalui kegiatan diskusi dan presentasi hasil pekerjaan,melalui kerja kelompok siswa yang mengalami kesulitan secara individual dapat diatasi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh I Wayan Redhana pada mahasiswa RKBI Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Undiksha semester I tahun 2011 yang mengambil mata kuliah Pengantar Pendidikan yang berjumlah 19 orang. Objek penelitian adalah keterampilan pemecahan masalah dan berpikir kritis mahasiswa. Hasil-hasil yang diperoleh pada penelitian tersebut adalah penerapan model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan keterampilan pemecahan masalah dan berpikir kritis mahasiswa. Mahasiswa sangat antusias mengikuti pembelajaran dan menyambut penerapan model pembelajaran ini dengan sangat baik. Peningkatan keterampilan pemacahan masalah dan berpikir kritis mahasiswa melalui penerapan model pembelajaran berbasis masalah dikuatkan oleh pendapat mahasiswa bahwa mereka sangat setuju dengan diterapkannya model pembelajaran berbasis masalah. Mereka sangat senang dan antusias belajar serta termotivasi dan tertantang untuk memecahkan masalah kurang terstruktur. Selain itu, mereka merasa rugi jika tidak dapat mengikuti perkuliahan. Ini mengindikasikan bahwa model pembelajaran berbasis masalah sangat tepat diterapkan untuk mengajarkan mata kuliah Pengantar Pendidikan.
5. Penutup
Dalam penelitian ini dijelaskan Penerapan problem based learning dapat membantu dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis mahasiswa. Kemampuan berpikir kritis perlu dikembangkan oleh mahasiswa sebagai upaya mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan dan permasalahan yang akan ditemui sekarang maupun nantinya.
Ucapan Terima Kasih
Dengan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan Rahmat-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Artikel penelitian ini yang berjudul “Efektivitas Model Pembelajaran Berbasis Masalah Dalam Pembelajaran Untuk Keberlanjutan: Dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Pada Mahasiswa Akuntansi”. Penulis menyadari bahwasannya penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Sehingga kritik dan saran dari saudara/I sangat penulis harapkan untuk bahan perbaikan.
Daftar Pustaka
Antomi saregar, sri latifah, and meisita sari, 2016 "Efektivitas model pembelajaran cups : dampak terhadap kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik madrasah aliyah mathla ‟ ul anwar", Jurnal Ilmiah Pendidikan Fisika Al-BiRuNi, vol.5.no.2, h.236 <https://doi.org/10.24042/jpifalbiruni.v5i2.123>.
Agus suprijono, cooperative learning edisi revisi (Yogyakarta, 2015).h.65
Bachtiar Rifa’i,2013 ‘’Efektivitas Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah(UMKM) Krupuk Ikan Dalam Program Pengembangan Labsite Pemberdayaan Masyarakat Desa Kedung Rejo Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo’’,Kebijakan Dan Manajemen Publik,vol.1.no1, h.132.
Dasa ismaimuza,2010 "Pengaruh pembelajaran berbasis masalah dengan strategi
konflik kognitif terhadap kemampuan berpikir kritis matematis dan sikap siswa
smp", jurnal pendidikan matematika, vol.4.no.1, h.2.
286