• Tidak ada hasil yang ditemukan

Resepsi Sastra dan Stilistika

N/A
N/A
Elisa 30

Academic year: 2024

Membagikan " Resepsi Sastra dan Stilistika"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH TEORI SASTRA

RESEPSI SASTRA DAN STILISTIKA

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teori Sastra Dosen Pengampu : Sangaji Niken Hapsari M.Pd.

Disusun Oleh : Kelompok 10

1. Lutfiyah Nurjihan Julaeha (202221500004) 2. Siti Maisaroh (202221500011) 3. Putri Wulandari (202221500060)

4. Elisa (202221500480)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI 2023

(2)

2 KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa karena telah melimpahkan Rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga kami dapat menyelasaikan tugas makalah Teori Sastra yang berjudul “RESEPSI SASTRA DAN STILISTIKA”. Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah “Teori Sastra” dengan dosen pengampu Sangaji Niken Hapsari M.Pd. Tidak lupa kami sampaikan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Teori Sastra yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi pemabaca dan juga bagi penulis.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya, kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi dunia Pendidikan.

Jakarta, 22 November 2023 Kelompok 10

(3)

3 DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... 2

DAFTAR ISI ... 3

BAB I PENDAHULUAN ... 4

A. Latar Belakang ... 4

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Masalah ... 4

BAB II PEMBAHASAN ... 5

A. Pengertian Resepsi Sastra ... 5

B. Dasar-Dasar Teori Resepsi Sastra ... 5

C. Metode dan Penerapannya ... 6

D. Penelitian Resepsi Sastra ... 6

E. Pengertian Stilistika ... 7

F. Tujuan Stilistika ... 8

G. Ranah Kajian Stilistika ... 8

BAB III PENUTUP ... 12

A. Simpulan ... 12

B. Saran ... 12

DAFTAR PUSTAKA ... 13

(4)

4 BAB 1

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Istilah resepsi sastra atau disebut juga estetika resepsi sudah tidak asing lagi bagi telinga pengamat sastra indonesia. Sastra merupakan kegiatan mengekspresikan diri yang mewujudkan dalam bentuk karya yaitu yang disebut karya sastra. Sastra boleh juga disebut karya seni karena didalamnya mengandung keindahan dan estetika. Sedangkan ilmu sastra adalah ilmu yang menyelidiki karya sastra secara ilmiah atau bisa disebut bentuk dan cara pendekatan terhadap karya sastra dan gejala sastra. Resepsi sastra dimaksudkan bagaimana pembaca memberikan makna terhadap karya sastra yang dibacanya,sehingga dapat memberikan reaksi atau tanggapan terhadapnya. Stalistika adalah ilmu bagian linguistik yang memusatkan diri pada variasi-variasi pengguna bahasa, yang paling sadar dan kompleks dalam kesusastraan.

Stalistika berarti studi tentang gaya bahasa, mensugestikan sebuah ilmu, paling sedikit sebuah studi yang metodis (Turner.G.W dalam Rachmat Djoko Pradopo,1997: 254). Stilistika sangatpenting,baik bagi studi linguistik maupun studi kesusastraan dalam lapngan kebahasaan.

Lebih-lebih,dalam lapangan sastra,kritik sastra khususnya, stilistika ini bisa membantu banyak dalam konkretisasi atau pemaknaan karya sastra. Makna karya sastra tidak dapat dilepaskan dari gaya bahasa yang dipergunakan dalam karya sastra yang dikritik. Pentingnya stilistika ini sudah dikemukakan oleh Slametmuljana sejak awal tahun 1950-an. Dikemukakannya (1956:5) bahwa belum ada penelitian (penulisan) stilistika di Indonesia.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang di maksud dengan resepsi sastra?

2. Bagaimana dasar-dasar teori resepsi sastra?

3. Bagaimana metode dan penerapan resepsi sastra?

4. Apa saja penelitian resepsi sastra?

5. Apa yang di maksud dengan stilistika?

6. Apa saja tujuan stilistika?

7. Apa saja ranah kajian stilistika?

C. Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui apa itu resepsi sastra.

2. Untuk mengetahui dasar-dasar teori sastra.

3. Untuk mengetahui metode dan juga penerapannya.

4. Untuk mengetahui penelitian resepsi sastra.

5. Untuk mengetahui apa itu stilistika.

6. Untuk mengetahui tujuan stilistika.

7. Untuk mengetahui ranah kajian stilistika.

(5)

5 BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Resepsi Sastra

Estetika resepsi atau resepsi sastra merupakan aliran yang mempelajari teks karya sastra berdasarkan reaksi atau tanggapan pembaca terhadap teks tersebut. Salah satu ragam atau bentuk estetika resepsi adalah resepsi produktif. Bentuk resepsi produktif adalah unsur-unsur dan sebuah karya sastra yang dioalah atau diprodduksi sedemikian rupa sehingga terciptalah sebuah karya baru atau variasi dari karya sebelumnya. Menurut Segers (2000:35), Estetika resepsi secara ringkas dapat disebut sebagai suatu ajaran yang menyelidiki teks sastra berdasarkan reaksi pembaca yang nyata (real) dan yang mungkin terhadap karya sastra.

Secara etimologis, resepsi sastra berarti tanggapan terhadap karya sastra. Kata resepsi berasal dari recipere (Latin) lalu reception (Inggris) yang diartikan sebagai penerimaan atau penyambutan pembaca (Ratna, 2004:165). Dalam artinya yang luas, resepsi sastra berarti pengolahan teks, cara-cara pemberian makna terhadap karya sastra sehingga dapat memberikan tanggapan terhadapnya. Tanggapan yang dimaksud tidak hanya dilakukan antara karya dengan seorang pembaca, tetapi juga pembaca sebagai proses sejarah, pembaca dalam periode tertentu.

Resepsi sastra muncul sejak tahun 1970-an sebagai bentuk: (1) jalan keluar guna mengatasi strukturalisme yang dianggap hanya memberikan perhatian atas unsur-unsur karya sastra, (2) timbulnya kesadaran untuk membangkitkan kembali nilai-nilai kemanusiaan, dalam rangka kesadaran humanisme universal, (3) kesadaran bahwa nilai-nilai karya sastra dapat dikembangkan hanya melalui kompetensi pembaca, (4) kesadaran bahwa keabadian nilai karya seni disebabkan oleh pembaca, dan (5) kesadaran bahwa makna terkandung dalam hubungan ambiguitas antara karya sastra dengan pembaca.

B. Dasar-Dasar Teori Resepsi Sastra

Resepsi sastra dapat melahirkan tanggapan, reaksi atau respon terhadap sebuah karya sastra dikemukakan oleh pembaca sejak dulu hingga sekarang akan berbeda-beda antara pembaca yang satu dengan yang lain. Begitu juga dengan tiap periode berbeda dengan periode lainnya. Hal ini disebabkan oleh perbedaan cakrawala harapan (verwachtingshorizon atau horizon of expectation). Cakrawala harapan ini adalah harapan-harapan seorang pembaca terhadap karya sastra (Pradopo, 2003: 207). Cakrawala ini sebagai konsep awal yang dimiliki pembaca terhadap karya sastra ketika ia membaca sebuah karya sastra. Harapan itu adalah karya sastra yang dibacanya sejalan dengan konsep tenatang sastra yang dimiliki pembaca.

Oleh karena itu, konsep sastra antara seorang pembaca dengan pembaca lain tentu akan berbeda-beda. Hal ini dikarenakan cakrawala harapan seseorang itu ditentukan oleh pendidikan, pengalaman, pengetahuan, dan kemampuan dalam menanggapi karya sastra.

(6)

6 C. Metode dan Penerapannya

Metode resepsi sastra mendasarkan diri pada teori bahwa karya sastra itu sejak terbitnya selalu mendapat tanggapan dari pembacanya. Tugas resepsi estetik berkenaan dengan interpretasi adalah meneliti konkretisasi pembaca terhadap sebuah teks sastra. Pakar yang mengetahui jumlah kemungkinan konkretisasi akan mampu memberikan interpretasi yang lebih masuk akal, apalagi jika konkretisasi itu diberikan oleh pembaca-pembaca canggih.

Konkretisasi yang tidak didasarkan pada struktur teks dan struktur sistem nilai dipandang tidak relevan (Segers dalam Abdullah, 2003:110). Penerapan metode penelitian resepsi sastra, bertolak dari uraian di atas, dapat dirumuskan ke dalam tiga pendekatan: (1) penilaian resepsi sastra secara eksperimental, (2) penelitian resepsi lewat kritik sastra, (3) penelitian resepsi intertekstualitas, penyalinan, penyaduran, penterjemahan (Teeuw, 1988:208-218).

D. Penelitian Resepsi Sastra

Penelitian resepsi terhadap karya sastra seperti telah dibicarakan di depan menempati kedudukan sifat penelitian yang berbeda atau bertentangan dengan sifat pendekatan tradisional hermeneutik. Pada penelitian resepsi, studi sastra berusaha mengungkapkan bangunan interpretatif dan teoretis yang rnerupakan hasil dari interpretasi pembaca yang beraneka macam. Sebaliknya, studi sastra tradisional yang bertolak dari hermeneutik berusaha mengungkapkan interpretasi individual yang tepat dan dapat memperlihatkan teks objektif- ideal (atau rekonstruksi teks asli dengan metode objektif seperti terlihat pada kerja menyusun stemma codium). Macam-macam bentuk penelitian resepsi :

1. Penelitian Eksperimental

Penelitian ini pertama-tama menetapkan objek estetik yang bermacam-macam, kedua menetapkan perbedaan dan persamaan antara objek-objek estetik tersebut, dan ketiga menetapkan relasi antara objek-objek estetik yang ditemukan dengan artefak (Segers dalam Chamamah, 2003:150). Dalam hal ini pendapat bahwa peneliti berada dalarn rangkaian sejarah penerimaan, yaitu pada mata rantai yang terakhir atau berada di luar proses pembacaan (Segers dalam Chamamah, 2003:150). Pendekatan eksperimental hanya berlaku untuk teks-teks sastra masa kini. Hal ini karena penerimaan teks pada masanya tidak terekam.

Dengan demikian untuk teks masa larnpau tidak dapat diterapkan penelitian eksperimental.Penyelidikan terhadap objek estetik dapat dibagi menjadi dua kategori, yang masing-masing mempunyai prosedur penelitian sendiri-sendiri. Yang pertama, penelitian bertujuan mengungkapkan reaksi pembaca masa kini. Penelitian sejarah resepsi untuk salah satu atau lebih periode waktu. Sebagai contoh dapat dilakukarr terhadap Pengakuan Pariyem, karya sastra yang sempat menghebohkan para tokoh pendidik.

2. Penelitian Didasarkan pada Kritik yang Ada

Dalam hal kritik ini, perlu di ingat bahwa resepsi kritikus tidak didasarkan pada tanggapan individual, melainkan tanggapan yang mewakili norma yang terikat pada masa tertentu dan waktu tertentu. Dari sini akan diketahui pertentangan dan ketegangan yang muncul antara pemakaian suatu konvensi yang telah mapan dalam suatu masyarakat dengan inovasi yang dilakukan oleh pengarang.

(7)

7 3. Penelitian Resepsi Dilihat dari Fisik Teks

a. Intertekstual

Intertekstual, yaitu fenomena resepsi pengarang terhadap suatu teks-teks yang pernah dibacanya dilibatkan dalam ciptaannya. Dalam hal ini pembaca tidak selalu ditunjuk fisik pengarangnya (misalnya, Belenggu terhadap Layar Terkembang, atau Burung-burung Manyar terhadap cerita-cerita Wayang), tetapi.dapat pula pembaca yang pengarang sastra lama yang tidak lagi dikenal sehingga.hanya diperkirakan saja, yaitu apabila terdapat dalam teks-teks lama (rnisalnya, karya sejarah Melayu berhadapan dengan Hikayat Raja-Raja Pasai dengan Hikayat Hang Tuah, dan sebagainya).

b. Penyalinan

Penelitian resepsi di sini biasanya dilakukan terhadap karya sastra lama. Sebagai contoh karya sastra Melayu, yang pada saat ini kebanyakan disimpan dalam sejumlah naskah salinan dalam kondisi teks yang sudah bervariasi. Sejalan dengan kebebasan penyalin Melayu, variasi teks yang terbaca pada naskah-naskah salinan memperlihatkan wajah teks yang bermacam- macam. Dalam hal ini perlu diingat bahwa penyalin Melayu mempunyai kebebasan yang besar sehingga partisipasinya terhadap teks yang disalin melahirkan gelar mereka, yaitu sang pengarang kedua).

c. Penyaduran

Pemindahan teks dari satu kode ke kode yang lain memperlihatkan satu macam bentuk resepsi. Dalam hal ini sambutan Wisran Hadi terhadap Maling Kundang merupakan satu contoh yang jelas.

d. Penerjemahan

Kegiatan pengalihan teks dari satu bahasa ke dalam bahasa lain, merupakan satu bentuk sambutan sang penerjemah terhadap teks yang diterjemahkan. Penerjemah, sebagaimana intertekstual, penyalinat, dan penyaduran pada hakikatnya merupakan bentuk transformasi dari satu sisem ke sistem yang lain. Dalam pentransformasian di sini terlibatlah pula unsur-unsur konteks, baik yang berupa waktu dan ruang, maupun latar sosial budaya.

E. Pengertian Stilistika

Secara etimologis stilistika berasal dari kata style yang berarti gaya. Style atau gaya yaitu cara khas yang dipakai pengarang untuk mengungkapkan diri. Cara pengungkapan tersebut dapat meliputi setiap aspek bahasa (kata-kata, metafora,susunan kalimat, nada, dan sebagainya). Stile, (style, gaya bahasa) adalah cara pengucapan bahasa dalam prosa, atau bagaimana seorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2010: 276). Stile ditandai oleh ciri-ciri formal kebahasaan seperti pilihan kata, struktur kalimat, bentuk-bentuk bahasa figuratif, dan penggunaan kohesi.

Stilistika merupakan ilmu yang menyelidiki bahasa yang dipergunakan dalam karya sastra. Stilistika menyaran pada pengertian studi tentang stile, kajian terhadap wujud performansi kebahasaan, khususnya yang terdapat di dalam karya sastra. Kajian stilistika itu sendiri sebenarnya dapat ditujukan terhadap berbagai ragam penggunaan bahasa, tak terbatas

(8)

8 pada sastra saja namun biasanya stilistika lebih sering dikaitkan dengan bahasa sastra (Chapman dalam Nurgiyantoro, 2010: 279). Ratna (2009: 3) menjelaskan bahwa stilistika (stylist) adalah ilmu tentang gaya, sedangkan stile (style) secara umum adalah cara-cara yang khas, bagaimana segala sesuatu diungkapkan dengan cara tertentu, sehingga tujuan yang dimaksudkan dapat dicapai secara maksimal. Gaya merupakan salah satu cabang ilmu tertua dalam bidang kritik sastra. Makna-makna yang diberikan sangat kontroversial, relevansinya menimbulkan banyak perdebatan.

Shipley dalam Ratna (2009: 8), menyatkan bahwa stilsitika (stylist) adalah ilmu tentang gaya (style) itu sendiri berasal dari akar kata stilus (Latin), semula berarti alat berujung runcing yang digunakan untuk menulis di atas bidang berlapis lilin. Bagi mereka yang dapat menggunakan alat tersebut secara baik disebut sebagai praktisi gaya yang sukses (stilus exercitotus), sebaliknya bagi mereka yang tidak dapat menggunakannya dengan baik disebut praktisi gaya yang kasar atau gagal (stilus rudis).

F. Tujuan Stilistika

Kedudukannya sebagai teori dan pendekatan penelitian terhadap karya sastra yang berorientasi linguistik atau menggunakan wawasan dengan parameter linguistik, stilistika mempunyai tujuan sebagai berikut antara lain :

1. stilistika untuk menelaah bagaimana unsur-unsur bahasa ditempatkan dalam menghasilkan pesan-pesan aktual lewat pola-pola yang digunakan dalam sebuah karya sastra,

2. Stilistika untuk menghubungkan intuisi-intuisi tentang makna-makna dengan pola-pola bahasa dalam teks (sastra) yang dianalisis,

3. Kajian stilistika akan menemukan kiat pengarang dalam memanfaatkan kemungkinan yang tersedia dalam bahasa sebagai sarana pengungkapan makna dan efek estetik bahasa (Sudjiman, 1995: v-vi), dan

4. Stilistika untuk menghubungkan perhatian kritikus sastra dalam apresiasi estetik dengan perhatian linguis dalam deskripsi linguistik, seperti yang dikemukakan oleh Leech & Short (1984: 13).

G. Ranah Kajian Stilistika

Adapun ranah kajian dalam stilistika, menurut Abrams yang dikutip oleh Nurgiyantoro, ada beberapa aspek. Pertama, aspek fonologi yang dicontohkan dengan pola suara, ujaran, irama, dan rima. Kedua, sintaksis yang mengkaji struktur morfologi suatu teks, kalimat, frasa, dan klausa. Ketiga, leksikal yang berfokus pada wilayah penggunaan kelas kata baik abstrak maupun konkret, atau penggunaan kata kerja, kata benda dan kata sifat tertentu.

Keempat, penggunaan bahasa figuratif dan retoris berupa majas dan citraan.

Dalam pembahasan Nurgiyantoro, menyebutkan bahwa unsur-unsur style dalam stilistika meliputi bunyi, kata, gramatikal, kohesi, pemajasan, penyiasatan struktur, dan citraan. Menurutnya, banyak versi yang bisa dijadikan rujukan dalam mengambil unsur- unsur style tersebut. Jika menganut madzhab klasik, maka yang dipakai adalah pandangan Aristoteles yakni hanya berpaku pada bahasa figuratif dan sarana retorika atau penyiasatan struktur. Jika menggunakan madzhab modern maka seluruh wujud pendayagunaan bahasa,

(9)

9 mulai dari ejaan, pungtuasi, dan format penulisan, masuk ke dalam komponen style.

Terlepas dari kedua paham tersebut, setiap orang diberi kebebasan untuk menentukan unsur- unsur apa saja yang ingin mereka masukkan dalam kajian stilistika. Bagi Nurgiyantoro, unsur-unsur yang penting untuk dibahas dalam stilistika antara lain; unsur bunyi, leksikal, struktur, bahasa figuratif (pemajasan), sarana retorika (penyiasatan struktur), citraan, dan kohesi.

1. Fonologi

Secara etimologis, fonologi berasal dari kata fon yang mengandung arti bunyi, dan logos yang berarti ilmu. Secara umum fonologi adalah salah satu bidang kajian linguistik yang berusaha mempelajari dan menganalisis runtutan bunyi-bunyi bahasa.

Fonologi sendiri dibagi menjadi dua menurut objek yang dikajinya. Pertama, fonetik merupakan cabang fonologi yang mempelajari bunyi bahasa tanpa mengindahkan adanya fungsi pada bunyi-bunyi tersebut. Menurut proses terjadinya bahasa, fonetik dibagi menjadi tiga, yaitu fonetik artikulatoris, fonetik akustik, dan fonetik auditoris.

Kedua, fonemik merupakan percabangan fonologi yang mempelajari bunyi-bunyi bahasa sekaligus memperhatikan apakah terdapat fungsi dalam bunyi-bunyi tersebut yang dapat digunakan sebagai pembeda.

Bunyi sendiri adalah aspek penting dalam eksistensi sebuah bahasa. Bunyi kemudian mulai dilambangkan dengan huruf, yang kita kenal dengan bahasa tulis.

Dalam bahasa tulis, ada beberapa istilah yang masih berkaitan dengan aspek bunyi, yaitu fonem konsonan, vokal, dan gabungan antara keduanya. Kajian stilistika yang datang kemudian, berusaha mengkaji aspek bunyi dengan berbagai macam sarana, seperti persajakan, irama, orkestrasi, dan lain sebagainya.

a. Persajakan

Menurut Selamet Mulyana, yang dimaksud persajakan adalah pola estetika bahasa yang didasarkan pada perulangan suara, kemudian diusahakan dapat dialami dengan kesadaran. Pola perulangan bunyi yang sudah lazim didayakan untuk menempuh atau menimbulkan efek keindahan tesebut selain disebut dengan persajakan, juga memiliki nama sajak atau rima. Dalam persajakan, ada dua istilah yang tidak boleh dilupakan. Pertama, alitrasi yaitu bentuk perulangan fonem-fonem konsonan. Semisal bait kedua dalam puisi Padamu Jua (Nyanyi Sunyi) karya Chairil Anwar, Kaulah Kandi Kemerlap. Di dalam sebaris sajak itu ada alitrasi konsonan K dan I. Kedua, asonansi yaitu bentuk perulangan fonem-fonem vokal. Dalam Kaulah Kandil Kemerlap, terdapat asonansi berupa perulangan fonem vokal a.

b. Irama

Menurut Pradopo, irama adalah pergantian naik turunnya bunyi, panjang pendeknya bunyi, keras lembutnya ucapan, yang keseluruhannya dilakukan secara teratur. Irama ini sangat berkaitan dengan adanya gerak, alunan, bunyi- bunyi ritmis, begitu juga orkestra. Keterkaitan irama juga pada penekanan tiap- tiap suku kata, terutama masalah tinggi rendahnya.

c. Nada dan Suasana

Nada adalah sikap seorang penyair terhadap suatu kejadian atau permasalahan yang ditujukan atau dikemukakan di hadapan pembaca. Nada adalah hal yang lahir dari sugesti dan terpancar lewat susunan kata-kata.

Sementara suasana adalah suatu keadaan yang melingkupi nada atau

(10)

10 melingkupi permasalahan yang tengah terjadi. Nada dan suasana biasanya terwujud dalam rasa senang, bersemangat, heroik, romantik, bisa juga sedih, kalut, putus asa, dan lain sebagainya.

2. Sintaksis

Sintaksis atau juga sering disebut dengan preferensi kalimat adalah bentuk atau ragam kalimat yang biasa dipergunakan sebagai alat untuk memengaruhi makna dalam menyampaikan pesan. Sintaksis juga diartikan sebagai hubungan antara tanda dalam sebuah teks berdasarkan kaidah kebahasaan. Dalam kajian sintaksis terdapat struktur sintaksis yang terdiri dari fungsi, kategori, dan peran. Fungsi sintaksis meliputi istilah subjek, objek, predikat, dan keterangan. Kategori sintaksis meliputi istilah nomina, verba, ajektifa, dan numeralia. Sementara peran sintaksis meliputi istilah perilaku penderita dan penerima. Dalam beberapa kasus, sintaksis sering diartikan sebagai aspek gramatikal. Struktur dalam sintaksis lebih tinggi tingkatannya daripada struktur leksikal. Dalam struktur gramatikal atau sintaksis, dikenal istilah hubungan sintagmatik, yaitu hubungan yang ada dalam sebuah kalimat, dimana tiap kata memiliki hubungan dan berurutan secara linier. Untuk dapat menjadi sebuah kalimat yang memiliki makna, hubungan sintagmatik tiap kata haruslah gramatikal, yakni sesuai dengan kaidah atau sistem yang berlaku dalam bahasa yang bersangkutan. Di sini, aspek gramatikal sangat menentukan kelancaran komunikasi bahasa.

Adapun cara yang dapat dilakukan untuk menentukan karakteristik unsur sintaksis yang akan dipakai atau dijadikan fokus kajian, adalah dengan melakukan beberapa analisis. Pertama, Kompleksitas kalimat. Analisa ini digunakan untuk menjawab kompleks tidaknya suatu kalimat, rata-rata jumlah kata per kalimat, sifat hubungan yang menonjol dalam suatu kalimat, dan lain sebagainya. Kedua, Jenis kalimat. Analisa ini bisa digunakan untuk menjawab jenis kalimat apa saja yang digunakan oleh pengarang, deklaratif, imperatif, interogatif, atau yang lain. bisa juga untuk mengetahui kalimat tersebut bersifat aktif, pasif, langsung atau tidak langsung, mayor atau minor, dan lain sebagainya. Ketiga, Jenis klausa dan frase. Analisis ini dapat digunakan untuk mengetahui klausa apa saja yang menonjol dalam suatu kalimat, dan frase apa saja yang digunakan maupun yang dibatasi penggunaannya.

3. Leksikal

Aspek leksikal adalah aspek bunyi yang senantiasa terkait dengan kerja kata- kata, yang ada dalam kajian stilistika. Ia merupakan aspek terkecil dalam konteks struktus sintaksis dan wacana. Peran kata di sini memang yang paling menonjol, mengingat kata dapat digunakan untuk mengkaji, menemukan, dan menjabarkan fungsi keindahan dalam sebuah bahasa. Gorys Keraf menuturkan bahwa yang dimaksud dengan struktur leksikal adalah berbagai macam relasi semantik yang terdapat pada tiap kata.

Leksikal digunakan oleh pengarang sebagai kerja pertama setelah menentukan ide atau pokok bahasan. Pemilihan kata untuk tujuan-tujuan tertentu secara pasti akan dilakukan oleh pengarang baik dalam bidang sastra maupun non-sastra. Pemilihan kata tersebut akan berdampak pada kemampuan pembaca memahami jelis bahasa pengarang. Semisal pengarang menggunakan bahasa ilmiah, maka diksi yang digunakan tidak boleh keluar dari prasyarat seperti harus menggunakan kata formal, baku, lebih didorong ke makna referensial, dan lain sebagainya. Berbeda dengan ketika bahasa yang digunakan adalah bahasa sastra, maka prasyarat yang harus dipenuhi

(11)

11 adalah ketepatan diksi dan keindahannya. Aspek bunyi, bentuk, makna, ekspresivitas, sampai aspek sosial perlu juga diperhatikan lebih mendalam.

Dalam kajian aspek leksikal, ada beberapa identifikasi yang dapat dilakukan.

Misalkan dengan mengindentifikasi jenis kata yang digunakan oleh seorang pengarang. Kemudian dengan mengidentifikasi konpleks tidaknya penggunaan kata kerja, abstrak atau konkret kata benda yang dipakai, termasuk kata sifat jenis apa yang digunakan untuk menjelaskan, serta mengidentifikasi wujud kata tugas yang digunakan pengarang. Kesekian hal tersebut dapat diidentifikasi dalam kajian leksikal.

Selain itu, hubungan antar kata dapat dikelompokkan dalam beberapa macam relasi seperti sinonimi, polisemi, homonimi, hiponimi, dan antonimi.

4. Bahasa Figuratif dan Retorika

Bahasa figuratif dapat juga diartikan sebagai bahasa penyimpangan yang berbeda dengan bahasa keseharian. Bahasa figuratif sengaja diciptakan berbeda dengan bahasa standar untuk memperoleh efek khusus. Secara harfiyah, bahasa figuratif yang juga dimaknai sebagai deviasi adalah penyimpangan ragam dan struktur bahasa. Dalam kajian sastra, pengarang terbiasa memberikan ciri khas pada karya-karyanya dengan penyimpangan dari norma atau konvensi sastra yang dibakukan.

Secara konkret, penyimpangan bahasa ini terjadi pada makna, bukan lagi makna denotatif tetapi jatuh pada makna kias atau konotatif. Dalam pandangan klasik, hanya mengklasifikasikan adanya dua komponen yakni figures of thought dan rhetorical figures. Figures of thought adalah bentuk penyimpangan bahasa dari makna harfiah, yang lebih mendayakan makna kias, makna tidak langsung, makna konotasi atau dalam istilah lain disebut dengan majas. Jadi makna yang terkandung dalam bahasa figurative ini tidak dapat ditafsirkan sesuai dengan bentukan katanya.

Berbeda dengan gaya retoris, yang maknanya harus dipahami sebagaimana susunan lahirnya. Di sini yang digunakan adalah rhetorical figures, yakni satu bentuk penyiasatan struktur, yang mendayakan struktur sintaksis dan urutan kata. Retorika, dalam kajian ini adalah langkah penggunaan bahasa untuk meyakinkan pembaca atau pendengar agar mendapatkan efek tertentu. Seseorang senantiasa memilih bahasa, struktur kata dan kalimat agar sesuatu yang disampaikannya memiliki dampak signifikan terhadap pendengar maupun pembaca. Dalam sebuah kalimat, dimungkinkan adanya jalinan antara Bahasa figuratif dengan retorika. Hal demikian dapat terjadi karena dalam satu kalimat selain menggunakan majas juga sekaligus membuat penyiasatan struktur. Semakin beragam unsur bahasa figuratif dan sarana retorika yang ada dalam sebuah kalimat, akan berbanding lurus dengan pendayaan penuturan yang lebih intensif. Sehingga pemunculan majas dan penyiasatan struktur tersebut dapat memperindah penuturan.

(12)

12 BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Estetika resepsi adalah aliran yang mempelajari teks karya sastra berdasarkan reaksi atau tanggapan pembaca terhadap teks tersebut. Resepsi sastra berarti mengolah teks,cara-cara memberikan makna terhadap karya sastra sehingga dapat memberikan tanggapan terhadapnya.

Stilistika menganilisis penggunaan gaya bahasa dan elemen-elemen linguistik dalam karya sastra. Pilihan kata,struktur kalimat, figur retoris dan gaya bahasa lainnya dapat menciptakan efek artistik,emosional dan retoris yang kuat. Gaya bahasa yang dipilih oleh penulis dapat mempengaruhi cara pembaca atau penonton merespon dan memahami karya sastra.

B. Saran

Saran dari materi RESEPSI SASTRA DAN STILISTIKA adalah untuk memperdalam pemahaman tentang teori resepsi sastra dan penerapannya dalam menganalisis karya sastra.

Selain itu, juga disarankan untuk memahami hubungan antara resepsi sastra dengan konteks sosial, budaya, dan sejarah dalam karya sastra.Demikianlah makalah yang dapat penulis susun. Tentunya dalam penguraian diatas masih banyak kekurangan dan kelemahan didalamnya. Oleh karena itu kritik dan saran pembaca yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Untuk itu apabila dalam pembuatan makalah ini terdapat kesalahan dalam uraian, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

(13)

13

DAFTAR PUSTAKA

Munitasari, M. 2018 Metode Penelitian Resepsi Sastra Jambi: FKIP Lutfiani, L. 2018 Resepsi Sastra Bandung: Elibrary

Nurgiantoro, B. 2018 STILISTIKA Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Zaidan,A , R. dkk. 2007 Kamus Istilah Sastra Jakarta: Balai Pustaka

Referensi

Dokumen terkait

(Ko-Promotor II). Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kajian stilistika ini merupakan analisis kekhasan pemakaian bahasa dalam empat karya

Penggunaan stilistika sastra metonimia dalam novel-novel karya Arafat Nur-novel karya Arafat Nur menggunakan bentuk kalimat yang sepadan dengan nama-nama yang unik terhadap

Interpretasi Mahasiswa Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya USU Stambuk 2011 Terhadap Antologi Puisi Suara Peri dan Mimpi: Kajian Resepsi Sastra (Skripsi).. Medan:

“Amanat Film Animasi Mononoke Hime Karya Miyazaki Hayao Dari Sudut Pandang Penonton (Kajian Resepsi Sastra)” , Skripsi, Sastra Jepang, Universitas Diponegoro,

dan Hartati (2021) Menyatakan pendekatan analisis stilistika secara sistematis tentang sistem linguistik karya sastra, kemudian membahas interprestasi

Pembelajaran sastra yang menggunakan pendekatan resepsi sastra yang sudah dilakukan selalu meminta pembaca (siswa) untuk menanggapi dan menganalisis baik secara lisan maupun

(Ko-Promotor II). Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kajian stilistika ini merupakan analisis kekhasan pemakaian bahasa dalam empat karya

ANALISIS RESEPSI SASTRA BAGI MAHASISWA PGMI UNISDA LAMONGAN DALAM NOVEL KKN DI DESA PENARI KAJIAN RESEPSI NILAI DAN PENDIDIKAN KARAKTER Bisarul Ihsan1, Retno Winarni2, Wahyu Dini