Nama : Kharisma Kahirunnisa NPM : 2004104010126
MK : Sains Arsitektur Lanjutan
Artikel 1 : Dokumentasi Rumah Aceh sebagai Upaya Pelestarian Arsitektur Tradisional Aceh (Studi Kasus : Rumah T. Tjhik Muhammad Said)
Pendahuluan
Keberadaan Rumoh Aceh saat ini sudah mulai terasing dan sulit ditemukan. T.
Tjhik Muhammad Said merupakan salah satu Ulee Balang di kawasan Cunda Kota Lhokseumawe, Provinsi Aceh. Pada masa beliau hidup, dibangunlah sebuah rumah sebagai tempat tinggal beliau yang kini dikenal dengan nama rumah T.
Dari hasil wawancara dengan keluarga beliau yang masih hidup dan tinggal di Kota Lhokseumawe, diperkirakan bangunan ini didirikan semasa beliau berkuasa sebelum terjadi gejolak revolusi sosial yang dikenal dengan perang Cumboek di Aceh (1946-1947). Saat ini, rumah tradisional Aceh T. Tjhik Muhammad Said merupakan satu-satunya rumah tradisional Aceh yang masih bertahan hingga kini di Kota Lhokseumawe Provinsi Aceh. Tjhik Mad Said sebagai salah satu rumah tradisional Arumoah tradisional aceh.
Rumah Tradisional aceh
Diantara sejumlah tiang, terdapat tiang “raja” dan tiang “permaisuri” (Putro), yaitu tiang yang berdiri pada baris ketiga dari timur atau baris kedua dari barat.
Tiang pada bagian utara dinamakan “tameh raja” dan bagian selatan disebut
“tameh putro”. Panjang rumah dari timur ke barat dihitung pada bagian luar tiang adalah 11, 13, 15, 17 atau 19 hasta. Pada umumnya, jumlah panjang tersebut harus bilangan ganjil, dan ukuran yang dipakai adalah hasta wanita. Rumah Aceh terbagi menjadi 3 (tiga) buah ruang panjang, ruang tengah lebih tinggi dari ruang kiri-kanan. Ruang tengah dibagian barat dinamakan “rumoh inong” yaitu “ruang wanita” atau “ruang induk”, sedangkan dibagian timur disebut “rambat”.
Dokumentasi
Menurut Piagam Pelestarian Pusaka Indonesia (2003) pelestarian adalah upaya pengelolaan pusaka melalui kegiatan penelitian, perencanaan, perlindungan, pemeliharaan, pemanfaatan, pengawasan, dan/atau pengembangan secara selektif untuk menjaga kesinambungan, keserasian, dan daya dukungnya dalam menjawab dinamika zaman untuk membangun kehidupan bangsa yang lebih berkualitas.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis pendekatan kualitatif. Penelitian ini mengikuti prinsip dokumentasi dari ICOMOS dengan menggunakan metode perekaman teknik non intruktif dengan keharusan tidak menyebabkan kerusakan obyek yang di rekam
Hasil Dan Pembahasan
Denah Bangunan Rumoh T. Tjhik Mat Said berbentuk simetris memiliki total area bangunan 154,011 m² dengan ukurannya 17,95 x 8,58 m.
Bangunan ini memiliki 2 seuramoe.
Bagian bawah Rumoh “yup moh” Bagian ini berfungsi untuk tempat bermain anak-anak dan tempat berkumpulnya keluarga.
Pada umumnya Ruyaitu : ruang depan, ruang tengah, dan ruang belakangmoh Aceh dengan tiga ruang memiliki 16 tiang, sedangkan Rumoh Aceh dengan lima ruang memiliki 24 tiang.
Bentuk tangga yang terbuat dari balok setebal 10 cm, dengan lebar 30-40 cm, dan tingginya sekitar 4 meter.
Terdapapat 3 ruang utama pada bagain tengah rumoh aceh yaitu, ruang depan, ruang tengah, dan ruang belakang
Dinding terbuat dari kayu enau yang dipotong menjadi papan dan berongga. Papan tersebut disambung tanpa menggunakan paku besi tetapi menggunakan pasak kayu
Pintu Rumoh T. Jhik Mat Said pada umumnya terdiri dari dua lembar papan dengan sistem buka dua sisi, kekiri dan kekanan. Jarang ada yang memiliki kelebaran 80 atau 90 cm perlembar
Lantai Rumoh T. Tjhik Mat Said menggunakan papan kayu yang terbuat dari kayu enau.
Atap Rumoh T. Tjhik Mat Said terbuat dari Seng yang di rekatkan menggunakan paku
Ornamen pada rumoh aceh :
Kindang merupakan papan tebal yang diukir dan diletakkan pada pinggang rumah, yaitu pada ujung toi
Tulak angen berbentuk frame, sesuai dengan bentuk ujungujung rungka Rumoh Aceh itu sendiri
Artikel 2 : Green structure and green technology in preserving traditional architecture of Rumoh Aceh
Pendahuluan
Untuk dapat hidup selaras dengan setiap lingkungan yang ditempatinya, maka masyarakat di setiap kawasan telah melakukan penyesuaian terhadap kondisi alam disekitarnya. Hal tersebut diwujudkan melalui keberadaan arsitektur Rumoh Aceh sebagai salah satu arsitektur tradisional di Indonesia dan menjadi kebanggaan masyarakat Aceh. Dalam perkembangannya, Rumoh Aceh menunjukkan telah terjadi proses penyesuaian terhadap lingkungan dan pengaruh aspek sosial budaya sehingga dapat bertahan hingga saat ini.
Nilai-nilai kearifan lokal yang ada pada Rumoh Aceh inilah yang menjadikan arsitektur yang dibangun masyarakat Aceh secara tradisional telah menjadi warisan budaya sekaligus identitas budaya daerah Aceh. Nilai kearifan lokal Rumoh Aceh yang tanggap terhadap lingkungan lestari, juga terdapat pada bentuk rumah panggung yang gaduh sehingga ruang utama bangunan yang berada jauh di atas permukaan tanah menjadi aman dari resiko banjir dan gangguan lingkungan.
Nilai kearifan lokal ramah lingkungan dalam penggunaan material pada Rumoh Aceh menunjukkan salah satu wujud keunggulan arsitektur tradisional yang handal dan sesuai dengan lingkungan alam di wilayah Aceh.
Meski memiliki sejumlah keunggulan dari segi keberlanjutan dan ramah lingkungan, namun kenyataannya menunjukkan eksistensi dan minat masyarakat terhadap Rumoh Aceh semakin menurun. Saat ini jumlah Rumoh Aceh sebagai bangunan tempat tinggal semakin sedikit, digantikan oleh bangunan baru dengan dominan gaya konstruksi beton modern. Selain efisiensi dan perubahan gaya hidup, pertimbangan ketersediaan material kayu berkualitas yang semakin sulit diperoleh juga berdampak pada sulitnya masyarakat dalam merawat dan membangun kembali Rumoh Aceh.
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana mencari solusi ramah lingkungan dalam hal ketersediaan bahan kayu yang berkualitas baik untuk pembuatan dan pemeliharaan arsitektur tradisional Rumoh Aceh.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan solusi alternatif yang ramah lingkungan dalam hal ketersediaan material kayu yang berkualitas baik untuk pembuatan dan pemeliharaan arsitektur tradisional Rumoh Aceh yang juga mendukung upaya pelestarian Rumoh Aceh.
Metode penelitian
Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pengumpulan data, analisis data, dan pembahasan berdasarkan permasalahan penelitian. Selain itu, data studi literatur diperoleh dari sumber dokumen resmi pemerintah, artikel, laporan penelitian, dan sumber lain yang relevan dan terpercaya. Analisis data kualitatif terhadap data kepustakaan, dilakukan dengan cara mengidentifikasi data, menyusun data, serta mengorganisasikan dan menafsirkan data sesuai dengan tujuan penelitian, sehingga dapat ditarik kesimpulan.
Hasil dan pembahasan
Konsep arsitektur hijau atau bangunan hijau yang ramah lingkungan mulai berkembang sejak Komisi Lingkungan Hidup dan Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkan deklarasi populer dengan nama Brundtland Report pada tahun 1987.
Pendekatan ekologis pada arsitektur tradisional Rumoh Aceh terlihat pada konsep bangunan yang menekankan pada kesadaran yang menghargai pentingnya kelestarian atau keberlanjutan ekosistem di alam
Rumoh Aceh sebagai arsitektur tradisional berkelanjutan juga memuat dimensi alam, ruang, sosial budaya, waktu, dan teknik konstruksi.
penggunaan konsep green konstruksi dan teknologi hijau dapat menjadi alternatif solusi dalam membangun dan memelihara (green maintenance) Rumoh Aceh. Konstruksi hijau penerapan dan teknologi hijau dapat mencakup elemen struktur utama yaitu kolom dan balok serta atap, dinding dan lantai bangunan.
Artikel 3 : Transformation of function, form, zoning, circulation and material of Rumoh Aceh “Study of Aceh traditional architecture in Montasik subdistrict, Aceh Besar”
Pendahuluan
Arsitektur tradisional merupakan salah satu budaya nasional di Indonesia.
Berbagai arsitektur tradisional terbesar di setiap daerah di Indonesia menjadi ciri khas dan identitas masyarakat setempat. Sebagai salah satu bentuk kebudayaan, arsitektur tradisional bersumber dari satu peraturan atau kesepakatan yang dipegang dan dijaga secara turun-temurun. Arus modernisasi saat ini berpengaruh besar terhadap eksistensi arsitektur tradisional tanah air. Salah satu faktor kemajuan teknologi yang tidak terhalangi adalah penggunaan teknologi. Oleh karena itu, pelestarian dan konservasi sangat perlu ditingkatkan untuk mempertahankan karya arsitektur nasional; dalam hal ini kita perlu melakukan intervensi kepada pemerintah sebagai pengambil kebijakan. Dalam hal ini penelitian dibatasi pada lokasi penelitian yang ditentukan yaitu Kecamatan Montasik Kecamatan Montasik memiliki luas wilayah 5. 973 Ha dengan luas wilayah 1. 268 jiwa diantaranya adalah laki-laki dan 9. 913 jiwa diantaranya adalah perempuan.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Karena sifat penelitian ini bersifat langsung, teknik observasi dan survei (data primer) tetap menjadi pilihan, seperti wawancara dan dokumentasi. Lokasi penelitian berada di Kecamatan Montasik. Objek observasi dan sampel penelitian adalah Rumoh Aceh yang diambil secara acak di seluruh desa yang terdapat di Kecamatan Montasik.
Hasil Dan pembahasan
Rumoh Aceh di Kecamatan Montasik secara umum cenderung tidak mengalami perubahan. Tetap mempertahankan fungsinya seperti rumah tinggal pada umumnya.
Masih mempertahankan keaslian rumoh aceh seperti jumlah tiang yaitu 18-20 tiang, mempunyai tangga liner, masih terdapat bebagai serambi atau seuramoe
Secara umum Rumoh Aceh yang terdapat di Kecamatan Montasik tidak mengalami perubahan bentuk. Bentuk geometrisnya tetap persegi panjang jika dilihat dari atas atau samping dan bentuk segitiga jika dilihat dari bagian depan bangunan
Perubahan fungsi yang dominan terjadi pada bagian hilir Rumoh Aceh di Kecamatan Montasik mengakibatkan terjadinya perubahan zonasi dan sirkulasi yang cukup banyak pada bagian ini
Bagian bawah bangunan telah mempunyai ruangan-ruangan yang terbuat dari beton (bata).