• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ruang Lingkup dan Asas-Asas dalam Hukum Pengangkutan Niaga

N/A
N/A
Uliya Meida

Academic year: 2024

Membagikan "Ruang Lingkup dan Asas-Asas dalam Hukum Pengangkutan Niaga"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

RUANG LINGKUP DAN ASAS -ASAS DALAM HUKUM PENGANGKUTAN NIAGA

Pengankutan Niaga adalah Upaya untuk memindahkan barang dan atau jasa dari suatu tempat ketempat yang lain. Pengankuatan niaga memiliki dua sifat yaitu, yang bersifat public dan perdata, sedangkan dalam hal ini pengankutan secara garis besar terbagi menjadi tiga bagian utama yaitu darat, laut, dan udara yang sama-sama mempunyai fungsi yang sama.

Dalam pengankutan terdapat penyelenggara pengankutan dan penumpang yang sama-sama memiliki hak dan kewajiban yang berbeda. penyelenggara mempunyai tanggung jawab terhadap penumpang. Hal ini diatur dalam banyak peraturan perundang-undangan beserta turaunannya baik angkitan datar , dilaut dan juga Udara. Setiap Undang-undang atau peraturan-peraturan akan berkaitan dengan asas asas hukum pengankutan niaga. Dalam hal ini penulis akan membahas tentang apa saja asas-asas dalalam pengkutan niaga serta ruang lingup pengankutan niaga.

1. Pengertian Pengangkutan

Istilah ”Pengangkutan” berasal dari kata ”angkut” yang berarti ”mengangkut dan membawa”, sedangkan istilah ”pengangkutan” dapat diartikan sebagai ”pembawaan barang- barang atau orang-orang (penumpang)”.

Menurut H.M.N Purwosutjipto menyatakan bahwa “Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan”.

Menurut Sri Rejeki Hartono bahwa pada dasarnya pengangkutan mempunyai dua nilai kegunaan, yaitu :

1. Kegunaan Tempat (Place Utility).

Dengan adanya pengangkutan berarti terjadi perpindahan barang dari suatu tempat, dimana barang tadi dirasakan kurang bermanfaat, ketempat lain yang menyebabkan barang tadi menjadi lebih bermanfaat.

2. Kegunaan Waktu (Time Utility).

Dengan adanya pengangkutan berarti dapat dimungkinkan terjadinya suatu perpindahan suatu barang dari suatu tempat ketempat lain dimana barang itu

(2)

lebih diperlukan tepat pada waktunya.

2. Ruang Lingkup Pengangkutan Niaga

Terkait pengangkutan niaga dasar hukumnya tersebar dalam berbagai undang-undang atau peraturan peraturan perundnag-undangana yang terkait.. Ruang lingkup tersebut terbagi menjadi 3 bagian yaitu angkutan darat, angkutan laut, dan angkutan udara.

A. Angkutan Darat

Dalam hal ini terdapat aturan-aturan yang berlaku yaitu dalam Undang-Undang No.

23 tahun 2007 Tentang Perekeretaapian dan diatur dalam buku 1 bab V pasal 90 – 98 KUHD. Adapun unsur-unsur tersebut yaitu

a. Alat angkutan itu sendiri (operating facilities).

Setiap barang atau orang akan diangkut tentu saja memerlukan alat pengangkutan yang memadai, baik kapasitasnya, besarnya maupun perlengkapan. Alat pengangkutan yang dimaksud dapat berupa truk, kereta api, kapal, bis atau pesawat udara. Perlengkapan yang disediakan haruslah sesuai dengan barang yang diangkut.

b. Fasilitas yang akan dilalui oleh alat-alat pengangkutan (right of way).

Fasilitas tersebut dapat berupa jalan umum, rel kereta api, perairan/sungai, Bandar udara, navigasi dan sebagainya. Jadi apabila fasilitas yang dilalui oleh angkutan tidak tersedia atau tersedia tidak sempurna maka proses pengangkutan itu sendiri tidak mungkin berjalan dengan lancar.

c. Tempat persiapan pengangkutan (terminal facilities).

Tempat persiapan pengangkutan ini diperlukan karena suatu kegiatan pengangkutan tidak dapat berjalan dengan efektif apabila tidak ada terminal yang dipakai sebagai tempat persiapan sebelum dan sesudah proses pengangkutan dimulai.

d. Alat Penentu Harga.

Dalam dunia perdagangan, pengangkutan memegang peranan yang sangat penting. Tidak hanya sebagai sarana angkutan yang harus membawa barang- barang yang diperdagangkan kepada konsumen tetapi juga sebagai alat penentu harga dari barang-barang tersebut. Karena itu untuk memperlancar usahanya produsen akan mencari pengangkutan yang berkelanjutan dan biaya pengangkutan yang murah.

(3)

Salah satu angkutan darat yang sangat bermanfaat adalah kereta api. Sarana angkutan ini merupakan saranan transportasi yang sangat digemari oleh masyarakat, karena lebih murah biayanya, daripada angkutan darat yang lainnya.

Berikut ini hak dan wewenang dari penyelenggara prasarana perkereta-apian, yaitu :

a. Mengatur, mengendalikan, dan mengawasi perjalanan kereta api.

b. Menghentikan pengoperasian sarana perkeretapian apabila dapat membayakan perjalanan kereta api.

c. Melakukan penerbitan terhadap pengguna jasa kereta api yang tidak memenuhi persyaratan sebagai pengguna jasa kereta api di stasiun.

d. Mendahulukan perjalanan kereta api di perpotongan sebidang dengan jalan.

2. Angkutan Udara.

Dasar hukumnya adalah UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan; Dan Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2000 tentang Angkutan Udara. Pertanggung jawaban pengangkutan udara menjadi hal yang sangat sensitif karena dalam pengangkutan udara kemungkinan berhubungan dengan negara-negara lain lebih besar. Ini berarti kemungkinan persinggungan hukum antara dua negara atau lebih menjadi lebih besar pula.

Bukan hal yang mudah mengkoordinasikan dua kepentingan yang berasal dari hukum yang berbeda tersebut sehingga perlu sebuah hukum ataupun aturan-aturan tertentu yang mampu menaungi berbagai kepentingan tersebut. Berdasarkan dari pemikiran itulah, kemudian pembahasan dalam makalah ini diawali dengan pengenalan terhadap hukum udara internasional yang mempunyai pengaruh besar dalam pertanggungjawaban pengangkutan udara.

Hukum udara adalah keseluruhan ketentuan - ketentuan hukum yang mengatur ruang udara dan penggunaannya untuk keperluan penerbangan. Hal yang kemudian menjadi alasan penulis menyangkutpautkan hukum udara dalam pengangkutan adalah karena sifat pengangkutan udara sendiri yang bersifat internasional. Hukum udara bersumber dari perjanjian - perjanjian internasional, undang-undang dan peraturan nasional serta yurisprudensi.

Pada pengangkutan udara terdapat beberapa prinsip pertanggung jawaban pengangkut dalam pengangkutan udara, yaitu sebagai berikut :

(4)

a. Prinsip presumption of liability /presumtion of fault / presumtion of negligence.

Menurut prinsip ini pengangkut dianggap bertanggng jawab untuk kerugian yang diderita oleh penumpang atau seorang pengirim barang karena penumpang terluka atau tewas, atau bagasinya rusak atau hilang, atau rusaknya barang kiriman dan keterlambatan datang pihak yang dirugikan tidak perlu membuktikan haknya atas ganti rugi.

b. Prinsip limitation of liability.

Menurut prinsip ini tanggungjawab pengangkut dibatasi sampai jumlah tertentu. Prinsip ini mendorong pengangkut untuk menyelesaikan masalah dengan jalan damai. Untuk itu limit tanggungjawab tidak boleh terlalu rendah ataupun terlalu tinggi.

c. Prinsip absolute liability atau strict liability.

Prinsip ini mengatakan bahwa pengangkut bukan lagi dianggap bertanggung jawab,tetapi dalam hal ini pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab tanpa ada kemungknan membebaskan diri kecuali kalau yang dirugikan bersalah atau turut bersalah dalam timbulnya kerugian pada dirinya. Pertanggung jawaban tidak hanya ada pada diri pengangkut,tetapi juga ada pada diri penumpang. Hal tersebut menjadi wajar dan adil karena tidak semua kerugian yang timbul dalam pengangkutan udara merupakan kesalahan pengangkut, tetapi kemungkinan penumpang melakukan kesalahan yang menyebabkan kerugian dirinya sendiripun ada.

Namun, ada juga sistem pertangung jawaban yang dibebankan pada pihak penumpang, yaitu :

1. Sistem Warsawa atau Protokol Hague.

Berdasarkan sistem ini penumpang atau ahli warisnya cukup menunjukkan bahwa kerugian yang diderita timbul karena suatu kejadian yang terjadi selama penerbangan. Dalam sistem ini ada kemungkinan pengangkut bebas dari tanggungjawab,yaitu ketika pengangkut dapat

membuktikan bahwa dia telah mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk mencegah kerugian dan pengangkut dapat membuktikan bahwa kerugian disebabkan oleh kelalaian pihak yang dirugikan.

2. Sistem Guetemala.

Pada dasarnya sistem ini lebih menguntungkan penumpang dan memberatkan pengangkut,karena penetapan limit ganti rugi dinaikkan.

(5)

3. Angkutan Laut.

Diatur dalam Buku II Bab V-VB tentang perjanjian carter kapal, pengangkutan barang, dan pengangkutan orang. Dasar hukumnya adalah UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, PP No. 82 Tahun 1999 tentang Angkutan di perairan, dan Keputusan Menteri No. 33 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Angkutan laut.

Oleh karena itulah, hukum pengangkutan laut disebut sebagai norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam menjalankan tugasnya untuk mempersiapkan, menjalankan dan melancarkan “pelayaran” di laut. Sehingga, hukum pengangkutan di laut juga disebut “Hukum Pelayaran”. Kemudian, Prof. Soekardono membagi Hukum Laut menjadi 2 (dua) yaitu Hukum Laut Keperdataan dan Hukum Laut Publik. Hukum laut bersifat keperdataan atau privat, karena hukum laut mengatur hubungan antara orang-perorangan. Dengan kata lain orang adalah subjek hukum.

Berdasarkan pasal 6 UU No 17 tahun 2008, angkutan di perairan terdiri atas:

Angkutan Laut, Angkutan Sungai dan Danau, dan Angkutan Penyeberangan.

1. Angkutan Laut.

Angkutan Laut adalah kegiatan angkutan yang menurut kegiatannya melayani kegiatan angkutan laut.

2. Angkutan Sungai dan Danau.

“Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan” merupakan istilah yang terdiri dari dua aspek yaitu “Angkutan Sungai dan Danau” atau

ASD dan “Angkutan Penyeberangan:. Istilah ASDP ini merujuk pada sebuah jenis “moda” atau “jenis angkutan” dimana suatu sistem transportasi terdiri dari 5 macam yaitu moda angkutan darat (jalan raya), moda angkutan udara, moda angkutan kereta api, moda angkutan pipa (yang mungkin belum dikenal luas), moda angkutan laut dan moda ASDP.

Angkutan Perairan Daratan atau angkutan perairan pedalaman merupakan istilah lain dari Angkutan Sungai dan Danau (ASD). Jenis angkutan ini telah lama dikenal oleh manusia bahkan terbilang tradisional. Sebelum menggunakan angkutan jalan dengan mengendarai hewan seperti kuda dan sapi, manusia telah memanfaatkan sungai untuk menempuh perjalanan jarak jauh. Demikian juga di Indonesia, sungai merupakan wilayah favorit sehingga banyak sekali pusat

(6)

pemukiman, ekonomi, budaya maupun kota-kota besar yang berada di tepian sungai seperti Palembang.

Angkutan Perairan Daratan merupakan sebuah istilah yang diserap dari bahasa Inggris yaitu Inland Waterways atau juga dalam bahasa Perancis yaitu Navigation d’Interieure atau juga voies navigables yang memiliki makna yang sama yaitu pelayaran atau aktivitas angkutan yang berlangsung di perairan yang berada di kawasan daratan seperti sungai, danau dan kanal. Sementara itu, menurut Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran, terutama pada pasal 1, dijelaskan bahwa angkutan perairan daratan yang juga dikenal sebagai angkutan sungai dan danau ( ASD ) adalah meliputi angkutan di waduk, rawa, banjir, kanal, dan terusan. Di Indonesia, angkutan perairan daratan merupakan bagian dari sub sistem perhubungan darat dalam sistem transportasi nasional. Moda angkutan ini tentunya tidak mempergunakan perairan laut sebagai prasarana utamanya namun perairan daratan. Dalam kamus Himpunan Istilah Perhubungan, istilah perairan daratan didefinisikan sebagai semua perairan danau, terusan dan sepanjang sungai dari hulu dari hulu sampai dengan muara

sebagaimana dikatakan undang-undang atau peraturan tentang wilayah perairan daratan.

3. Angkutan Penyeberangan.

Angkutan Penyeberangan adalah angkutan yang berfungsi sebagai jembatan bergerak yang menghubungkan jaringan jalan dan/atau jaringan kereta api yang terputus karena adanya perairan.

Dalam bahasa Inggris, moda ini dikenal dengan istilah ferry transport. Lintas penyeberangan Merak – Bakauheni dan Palembang – Bangka adalah beberapa contoh yang sudah dikenal masyarakat. Selain yang telah disebutkan di atas, masih ada jenis-jenis angkutan laut berdasarkan pasal 7 UU No. 17 tahun 2008, yaitu : Angkutan Laut Dalam Negeri, Angkutan Laut Luar Negeri, Angkutan Laut Khusus, dan Angkutan Laut Pelayaran Rakyat.

a. Angkutan Laut Dalam Negeri.

Merupakan kegiatan angkutan laut yang dilakukan di wilayah perairan Indonesia yang diselenggarakan oleh perusahaan angkutan laut nasional atau dalam arti dilakukan dengan menggunakan batas batas kedaulatan dalam negara.

Pelayaran dalam negeri yang meliputi :

(7)

1) Pelayaran Nusantara.

Yaitu pelayaran untuk melakukan usaha pengangkutan antar pelabuhan Indonesia tanpa memandang jurusan yang ditempuh satu dan lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Radius pelayarannya > 200 mil laut.

2) Pelayaran Lokal.

Yaitu pelayaran untuk melakukan usaha pengangkutan antar pelabuhan Indonesia yang ditujukan untuk menunjang kegiatan pelayaran nusantara dan pelayaran luar negeri dengan mempergunakan kapal- kapal yang berukuran 500 m3 isi kotor ke bawah atau sama dengan 175 BRT ke bawah. Radius pelayarannya < 200 mil laut atau sama dengan 200 mil laut.

3) Pelayaran Rakyat.

Yaitu pelayaran Nusantara dengan menggunakan perahu-perahu layar.

b. Angkutan Laut Luar Negeri.

Merupakan kegiatan angkutan laut dari pelabuhan atau terminal khus us yang terbuka bagi perdagangan luar negeri ke pelabuhan luar negeri atau dari pelabuhan luar negeri ke pelabuhan atau terminal khusus Indonesia yang terbuka bagi perdagangan luar negeri yang diselenggarakan oleh perusahaan angkutan laut atau dalam artian dilakukan dengan pengangkutan di lautan bebas yang menghubungkan satu negara dengan negara lain.

Sedangkan pelayaran luar negeri, meliputi :

1) Pelayaran Samudera Dekat, yaitu pelayaran ke pelabuhan pelabuhan negara tetangga yang tidak melebihi jarak 3.000 mil laut dari pelabuhan terluar Indonesia, tanpa memandang jurusan.

2) Pelayaran Samudera, yaitu pelayaran ke dan dari luar negeri yang bukan merupakan pelayaran samudera dekat.

c. Angkutan Laut Khusus.

Merupakan kegiatan angkutan untuk melayani kepentingan usaha sendiri dalam menunjang usaha pokoknya.

d. Angkutan Laut Pelayaran-Rakyat.

Usaha rakyat yang bersifat tradisional dan mempunyai karakteristik tersendiri untuk melaksanakan angkutan di perairan dengan menggunakan kapal layar, kapal layar bermotor, dan / atau kapal motor sederhana berbendera Indonesia dengan ukuran tertentu. Ketiga ruang lingkup tersebut

(8)

adalah kajian utama dalam hukum pengangkutan. Oleh karena itu jika terjadi suatu sengketa pada ketiga ruang lingkup tersebut, maka dapat diselesaikan dengan hukum pengangkutan.

3. Asas – Asas Hukum Dalam Pengangkutan Niaga

Dalam setiap undang-undang yang dibuat pembentuk undang-undang, biasanya dikenal sejumlah asas atau prinsip yang mendasari diterbitkannya undang undang tersebut.

Asas-asas hukum merupakan fondasi suatu undang-undang dan peraturan pelaksananya. Bila asas-asas di kesampingkan, maka runtuhlah bangunan undang-undang itu dan segenap peraturan pelaksananya.

Mertokusumo memberikan ulasan asas hukum sebagai berikut: “…bahwa asas hukum bukan merupakan hukum kongkrit, melainkan merupakan pikiran dasar yang umum danabstrak, atau merupakan latar belakang peraturan yang kongkrit yang terdapat dalam dan di belakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sufatsifatatau ciri-ciri yang umum dalam peraturan kongkrit tersebut”.

Sejalan dengan pendapat Mertokusumo tersebut, Rahardjo berpendapat bahwa asas hukum bukan merupakan peraturan hukum, namun tidak ada hukum yang bisa dipahami tanpamengetahui asas-asas hukum yang ada di dalamnya, asas asas hukum memberi makna etiskepada setiap peraturan-peraturan hukum serta tata hukum selanjutnya dipaparkan bahwaasas hukum ia ibarat jantung peraturan hukum atas dasar dua alasan yaitu, pertamaasas hukum merpakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum. Ini berartibahwa penerapan peraturan-peraturan hukum itu dapat dikembalikan kepada asas-asas hukum.

Kedua ,karena asas hukum mengandung tuntunan etis, maka asas hukum diibaratkan sebagai jembatan antara peraturan-peraturan hukum dengan cita-cita sosial dan pandangan etis masyarakatnya.

Di dalam hukum pengangkutan juga terdapat asas-asas hukum, yang terbagi ke dalam dua jenis, yaitu bersifat publik dan bersifat perdata, asas yang bersifat publik merupakan landasan hukum pengangkutan yang berlaku dan berguna bagi semua pihak, yaitu pihak-pihakdalam pengangkutan, pihak ketiga yang berkepentingan dengan pengangkutan, dan pihak pemerintah.

Asas-asas yang bersifat publik biasanya terdapat di dalam penjelasan undang undang yang mengatur tentang pengangkutan, sedangkan asas-asas yang bersifat perdata merupakan landasan hukum pengangkutan yang hanya berlaku dan berguna bagi kedua pihak dalam

(9)

pengangkutan niaga, yaitu pengangkut dan penumpang atau pengirim barang.

1. Asas-asas Hukum Pengangkutan Bersifat Publik

Ada beberapa asas hukum pengangkutan yang bersifat publik, yaitu sebagai berikut:

a. Asas manfaat yaitu, bahwa penerbangan harus dapat memberikan manfaat sebesar-besarnyabagi kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengembanganperikehidupan yang berkesinambungan bagi warga negara, serta upaya peningkatanpertahanan dan keamanan negara;

b. Asas usaha bersama dan kekeluargaan yaitu, bahwa penyelenggaraan usaha di bidang penerbangan dilaksanakan untuk mencapai cita-cita dan aspirasi bangsa yang dalam kegiatannya dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat dan dijiwai olehsemangat kekeluargaan;

c. Asas adil dan merata yaitu, bahwa penyelenggaraan penerbangan harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada segenap lapisan masyarakat dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat;

d. Asas keseimbangan yaitu, bahwa penerbangan harus diselenggarakan sedemikian rupa sehingga terdapat keseimbangan yang serasi antara sarana dan prasarana, antarakepentingan pengguna dan penyedia jasa, antara kepentingan individu dan masyarakat,serta antara kepentingan nasional dan internasional;

e. Asas kepentingan umum yaitu, bahwa penyelenggaraan penerbangan harus mengutamakan kepentingan pelayanan umum bagi masyarakat luas; f. Asas keterpaduan yaitu, bahwa penerbangan harus merupakan kesatuan yang bulat danutuh, terpadu, saling menunjang, dan saling mengisi baik intra maupun antar modal transportasi;

f. Asas kesadaran hukum yaitu, bahwa mewajibkan kepada pemerintah untuk menegakkandan menjamin kepastian hukum serta mewajibkan kepada setiap warga negara Indonesia untuk selalu sadar dan taat kepada hukum dalam penyelenggaraan penerbangan;

g. Asas percaya pada diri sendiri yaitu, bahwa penerbangan harus berlandaskan padakepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri, serta bersendikan kepadakepribadian bangsa.

h. Asas keselamatan Penumpang, yaitu bahwa setiap penyelenggaraan pengangkutanpenumpang harus disertai dengan asuransi kecelakaan.

2. Asas Hukum Pengangkutan Bersifat Perdata

(10)

Dalam kegiatan pengangkutan terdapat hubungan hukum antara pihak pengangkut dan penumpang, hubungan hukum tersebut harus di dasarkan pada asas asas hukum . Asas-asashukum pengangkutan bersifat perdata terdiri dari :

a. Asas konsensual yaitu, perjanjian pengangkutan tidak diharuskan dalam bentuktertulis, sudah cukup dengan kesepakatan pihak-pihak. Akan tetapi, untuk menyatakan bahwa perjanjian itu sudah terjadi atau sudaha ada harus dibuktikan dengan atau didukungdengan dokumen pengangkutan;

b. Asas Koordinatif yaitu, pihak-pihak dalam pengangkutan mempunyai kedudukan yang setara atau sejajar, tidak ada pihak yang mengatasi atau membawahi yang lain.

Meskipunpengangkut menyediakan jasa dan melaksanakan perintah penumpang atau pengirim barang, pengangkut bukan bawahan penumpang atau pengirim barang. Pengangkut merupakan salah satu bentuk pemberian kuasa.

c. Asas campuran yaitu, pengangkutan merupakan campuran dari 3 (tiga) jenis perjanjianyakni, pemberian kuasa, peyimpanan barang dan melakukan pekerjaan dari pengirimkepada pengangkut. Ketentuan ketiga jenis perjanjian ini berlaku pada pengangkutan,kecuali jika ditentukan lain dalam perjanjian pengangkutan.

d. Asas pembuktian dengan dokumen yaitu, setiap pengangkutan selalu dibuktikan dengan dokumen angkutan, tidak ada dokumen pengangkutan berarti tidak ada perjanjianpengangkutan, kecuali jika kebiasaan yang sudah berlaku umum,

misalnya pengangkutanuntuk jarak dekat biasanya tidak ada dokumen atau tiket penumpang, contohnya angkutan dalam kota.

4. Rangkuman

Pengankutan Niaga adalah Upaya untuk memindahkan barang dan atau jasa dari suatu tempat ketempat yang lain. pengankutan secara garis besar terbagi menjadi tiga bagian utama meliputi darat, laut, dan udara yang sama-sama mempunyai fungsi yang sama. Untuk angkutan beberapa regulasi yang terkiat adaah Undang-Undang No. 23 tahun 2007 Tentang Perekeretaapian dan diatur juga dalam buku 1 bab V pasal 90 – 98 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Untuk pengangkutan Udara Dasar hukumnya adalah UU No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan; dan Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2000 tentang Angkutan Udara. Sedangkan untuk mengangkutan di laut bebrpa regylasi terkait adalaah Buku II Bab V-VB tentang perjanjian carter kapal, pengangkutan barang, dan pengangkutan orang. Dasar hukumnya adalah UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, PP No. 82 Tahun 1999 tentang Angkutan di perairan, dan Keputusan Menteri No. 33 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Angkutan laut.

(11)

Referensi

Dokumen terkait